Anda di halaman 1dari 107

KATA PENGANTAR

Kami ucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun
modul panduan dalam pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara
dengan nama Modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Penyusunan modul ini bertujuan agar para pengguna modul memiliki
panduan dalam pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah
menjadi tanggung jawabnya.
Modul ini disusun oleh Tim Penyusunan/Reviu Modul Penyuluh
Perbendaharaan untuk Modul Badan Layanan Umum yang terdiri dari
pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya dan telah dikaji sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Modul ini disusun berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara
dengan sistematika penulisan uraian detil pemaparan yang merupakan
penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga
memudahkan dalam pemahamannya.
Semoga Modul Badan Layanan Umum ini bermanfaat bagi semua pihak
dan khususnya bagi Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga.

Jakarta, Desember 2015


Penyusun,

Direktorat Jenderal Perbendaharaan

i
CARA PENGGUNAAN MODUL

Pembaca Modul Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum ini


diharapkan sudah memiliki pemahaman yang memadai tentang pengelolaan
keuangan satuan kerja pemerintah pada umumnya, terutama satuan kerja
Pengguna Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang meliputi keseluruhan siklus
pengelolaan keuangan negara, yaitu perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban keuangan Negara.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

CARA PENGGUNAAN MODUL ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR SINGKATAN v

GLOSARIUM vi

I. Pendahuluan 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 2
C. Ruang Lingkup 3

II. Pengertian, Tujuan, dan Asas 4


A. Pengertian 4
B. Tujuan dan Asas 5

III. Persyaratan, Penetapan dan Pencabutan 6


A. Persyaratan Menjadi BLU 6
B. Penetapan BLU 14
C. Pencabutan Status BLU 15

IV. Tata Kelola 17


A. Kelembagaan 17
B. Dewan Pengawas 17
C. Pejabat Pengelola 18
D. Kepegawaian 19
E. Satuan Pemeriksaan Intern 19
F. Tata Hubungan Kerja 19
G. Remunerasi 20

V. Standar dan Tarif Layanan 22


A. Standar Layanan 22
B. Tarif Layanan 23

VI. Perencanaan dan Penganggaran 25


A. Rencana Strategi Bisnis 25
B. Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) 26

iii
VII. Pelaksanaan Anggaran 36
A. Pengelolaan Pendapatan BLU 36
B. Dokumen Pelaksanaan Anggaran BLU 43
C. Revisi RBA Definitif dan DIPA BLU Petikan 44

VIII. Pengelolaan Keuangan dan Barang 52


A. Pengelolaan Kas 52
B. Pengelolaan Piutang 55
C. Pengelolaan Utang 57
D. Pengelolaan Investasi 60
E. Pengelolaan Barang 60
F. Penyelesaian Kerugian 62

IX. Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban 63


A. Akuntansi 63
B. Pelaporan 66
C. Pertanggungjawaban 73

X. Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan 74


A. Pembinaan 74
B. Pengawasan oleh Dewan Pengawas 74
C. Pemeriksaan 77

Daftar Pustaka 80
Lampiran-Lampiran 82

iv
DAFTAR SINGKATAN

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


BLU : Badan Layanan Umum
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
BPKP : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
PK BLU : Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
PNBP : Pendapatan Negara Bukan Pajak
PPK BLU : Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
RBA : Rencana Bisnis dan Anggaran
RKA K/L : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
RM : Rupiah Murni
SAK : Standar Akuntansi Keuangan
SAP : Standar Akuntansi Pemerintahan
SBK : Standar Biaya Khusus
SBU : Standar Biaya Umum
SDM : Sumber Daya Manusia
SP2D : Surat Perintah Pencairan Dana
SPI : Satuan Pemeriksaan Intern
SPM : Standar Pelayanan Minimum
SPM : Surat Perintah Membayar
SP3B BLU : Surat Perintah Pengesahan Pendapatan dan Belanja
Badan Layanan Umum
SP2B BLU : Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja Badan
Layanan Umum

v
GLOSARIUM

1. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang


dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.

2. Dewan Pengawas BLU adalah organ BLU yang bertugas melakukan


pengawasan terhadap pengelolaan BLU.

3. Ikhtisar RBA adalah ringkasan RBA yang berisikan program, kegiatan dan
sumber pendapatan, dan jenis belanja serta pembiayaan sesuai dengan
format RKA K/L dan format DIPA BLU.

4. Kementerian Negara/lembaga adalah kementerian negara/lembaga


pemerintah yang dipimpin oleh menteri/pimpinan lembaga yang bertanggung
jawab atas bidang tugas yang diemban oleh suatu BLU.

5. Pejabat Pengelola adalah Pimpinan BLU yang bertanggungjawab terhadap


kinerja operasional BLU yang terdiri dari Pemimpin, Pejabat Keuangan, dan
Pejabat Teknis, yang sebutannya dapat disesuaikan dengan nomenklatur
yang berlaku pada BLU yang bersangkutan.

6. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK BLU) adalah pengelolaan


keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.

7. Persentase Ambang Batas adalah besaran persentase realisasi belanja


yang diperkenankan melampaui anggaran dalam DIPA BLU.

vi
8. Pola Anggaran Fleksibel adalah pola anggaran yang penganggaran
belanjanya dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan
sepanjang pendapatan terkait bertambah atau berkurang setidaknya
proporsional.

9. Praktik bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi


berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian
layanan yang bermutu dan berkesinambungan.

10. Remunerasi adalah imbalan kerja yang dapat berupa gaji, honorarium,
tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun.

11. Rencana Bisnis dan Anggaran BLU (RBA) adalah dokumen perencanaan bisnis
dan penganggaran yang berisi program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran
suatu BLU.

12. Satuan Kerja Instansi pemerintah adalah setiap kantor atau satuan kerja yang
berkedudukan sebagai pengguna anggaran/barang atau kuasa pengguna
anggaran/barang.

13. Sistem Akuntansi BLU adalah serangkaian prosedur manual maupun yang
terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran dan pelaporan keuangan BLU.

14. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah prinsip akuntansi yang


ditetapkan oleh ikatan profesi akuntansi dalam menyusun dan menyajikan
laporan keuangan sesuai entitas usaha.

15. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi


yang ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
Pemerintah.

16. Standar Pelayanan Minimum (SPM) adalah spesifikasi teknis tentang tolok
ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Paket undang-undang bidang keuangan negara merupakan paket reformasi
yang signifikan di bidang keuangan negara. Salah satu dari reformasi yang
menonjol adalah pergeseran dari penganggaran tradisional yang sekedar
membiayai masukan (input) atau proses ke penganggaran berbasis kinerja
yang memperhatikan apa yang akan dihasilkan (output).
Orientasi pada output telah dianut luas oleh pemerintahan modern di
berbagai negara. Mewirausahakan pemerintah (enterprising the government)
adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi sektor keuangan publik
untuk mendorong peningkatan pelayanan. Ketentuan tentang penganggaran
tersebut telah dituangkan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
Koridor baru bagi penerapan basis kinerja di lingkungan pemerintah
dituangkan dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Dalam Pasal 68 dan Pasal 69 Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah
yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat
dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan
mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas dengan sebutan Badan
Layanan Umum (BLU). Pengaturan lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan
BLU diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimna telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012. Pengelolaan Keuangan
BLU (PK BLU) diharapkan dapat menyuburkan pewadahan baru bagi
pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Sebagai suatu format baru pengelolaan keuangan negara, pengelolaan
keuangan BLU belum dipahami sebagian besar kalangan. Adanya suatu
panduan untuk memahami pengelolaan keuangan BLU dirasa perlu untuk
disusun. Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perbendaharaan berupaya memberikan panduan tersebut melalui penyusunan
modul terkait dengan pengelolaan keuangan BLU.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mengikuti modul ini para pengguna modul diharapkan dapat
memahami pengertian, tujuan, dan asas BLU; persyaratan, penetapan,
dan pencabutan status BLU; tata kelola BLU; standar dan tarif layanan
BLU; perencanaan dan penganggaran BLU; pelaksanaan anggaran BLU;
pengelolaan keuangan dan barang BLU; akuntansi, pelaporan; dan
pertanggungjawaban BLU; serta pembinaan, pengawasan, dan
pemeriksaan BLU.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari modul ini, para pengguna modul diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian BLU.
2. Menjelaskan tujuan penerapan pengelolaan keuangan BLU oleh
instansi di lingkungan pemerintah.
3. Menjelaskan asas-asas pengelolaan keuangan BLU.
4. Menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instansi
pemerintah untuk dapat menerapkan PK BLU.
5. Menjelaskan proses penetapan suatu instansi pemerintah untuk dapat
diberikan ijin menerapkan PK BLU.
6. Menjelaskan proses pencabutan status BLU.
7. Menjelaskan kelembagaan BLU.
8. Menjelaskan pejabat pengelola BLU.
9. Menjelaskan kepegawaian BLU.
10. Menjelaskan Dewan Pengawas BLU.
11. Menjelaskan Satuan Pemeriksaan Intern BLU.
12. Menjelaskan tata hubungan kerja BLU.
13. Menjelaskan remunerasi BLU.
14. Menjelaskan standar layanan BLU.
15. Menjelaskan tarif layanan BLU.
16. Menjelaskan rencana strategis bisnis BLU.
17. Menjelaskan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU.
18. Menjelaskan pengelolaan pendapatan BLU.
19. Menjelaskan dokumen pelaksanaan anggaran BLU.
20. Menjelaskan revisi dokumen pelaksanaan anggaran BLU.

2
21. Menjelaskan pengelolaan kas BLU.
22. Menjelaskan pengelolaan piutang BLU.
23. Menjelaskan pengelolaan utang BLU.
24. Menjelaskan pengelolaan investasi BLU.
25. Menjelaskan pengelolaan barang BLU.
26. Menjelaskan penyelesaian kerugian BLU.
27. Menjelaskan akuntansi BLU.
28. Menjelaskan pelaporan keuangan BLU.
29. Menjelaskan pertanggungjawaban atas keberhasilan pencapaian
sasaran kegiatan BLU.
30. Menjelaskan pembinaan BLU.
31. Menjelaskan pengawasan oleh Dewan Pengawas BLU.
32. Menjelaskan pemeriksaan oleh pemeriksa internal BLU.
33. Menjelaskan pemeriksaan oleh pemeriksa eksternal BLU.
Maksud dan tujuan dari modul Pengelolaan Keuangan BLU adalah
memberikan pedoman bagi instansi pemerintah, masyarakat, dan
stakeholders lainnya untuk dapat memahami dan/atau menerapkan
pengelolaan keuangan BLU sebagai suatu pola manajemen keuangan sektor
publik dalam rangka peningkatan kepada masyarakat.

C. RUANG LINGKUP
Dalam rangka meningkatkan kualitas penatausahaan pengelolaan keuangan
negara, Direktorat Jenderal Perbendaharan memandang perlu untuk
menyusun pedoman/panduan pengelolaan keuangan negara tingkat Satuan Kerja
Kementerian Negara/Lembaga dalam bentuk modul. Salah satu modul tersebut
adalah Modul Pengelolaan Keuangan BLU.
Ruang lingkup modul Pengelolaan Keuangan BLU sebagai bagian Modul
Pengelolaan Keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga atau Satuan
Kerja meliputi: pendahuluan; pengertian, tujuan dan asas; persyaratan,
penetapan, dan pencabutan status; tata kelola; standar dan tarif layanan;
perencanaan dan penganggaran; pelaksanaan anggaran; pengelolaan keuangan
dan barang; akuntansi, pelaporan dan pertanggungjawaban; pembinaan,
pengawasan, dan pemeriksaan; dan penutup. Pengelolaan Keuangan BLU
pada modul ini membahas pengelolaan keuangan BLU pada instasi di
lingkungan pemerintah pusat.

3
BAB II
PENGERTIAN, TUJUAN, DAN ASAS

A. PENGERTIAN
Definisi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Dalam mengelola keuangannya, BLU menerapkan pola keuangan yang
memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya. Pola
pengelolaan keuangan ini disebut Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK BLU).
Pengelolaan Keuangan BLU (PK BLU) diterapkan oleh setiap instansi
pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat
operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada
berbagai jenjang eselon atau non eselon. Penetapan instansi sebagai BLU berkaitan
dengan pola pengelolaan keuangannya, bukan dalam kelembagaannya,
meskipun dalam kasus tertentu untuk bisa ditetapkan sebagai BLU suatu
instansi harus melakukan perubahan kelembagaannya. Sehingga pengertian
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk pada definisi tersebut
diatas tidak berarti suatu instansi pemerintah yang akan menerapkan PK BLU
harus merupakan satker yang baru dibentuk dalam rangka usulan menjadi BLU.
Dalam hal instansi pemerintah perlu mengubah status kelembagaannya dapat
untuk menerapkan PK BLU, dilakukan perubahan organisasi dan struktur
kelembagaan dengan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
B. TUJUAN DAN ASAS
BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan
berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis
yang sehat.
Sedangkan asas-asas BLU adalah sebagai berikut:
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja Kementerian Negara/Lembaga untuk
tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan.
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan Kementerian
Negara/Lembaga dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah dari
Kementerian Negara/Lembaga sebagai instansi induk.
3. Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas pelaksanaan
kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan pemberian layanan umum yang didelegasikan
kepadanya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan
pencarian keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU
disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana
kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Kementerian
Negara/Lembaga.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktik
bisnis yang sehat.

5
BAB III
PERSYARATAN, PENETAPAN DAN PENCABUTAN

A. PERSYARATAN MENJADI BLU


Satuan Kerja instansi pemerintah dapat menerapkan PK BLU apabila
memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

1. Persyaratan Substantif
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah
bersangkutan :
a) Menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum.
Contoh instansi yang menyelenggarakan penyediaan barang
dan/atau jasa layanan umum adalah instansi pelayanan bidang
kesehatan seperti rumah sakit, instansi penyelenggaraan
pendidikan, serta instansi pelayanan jasa penelitian dan
pengujian;
2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan
meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum.
Contoh instansi yang melaksanakan kegiatan pengelolaan wilayah
atau kawasan secara otonom adalah otorita dan Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet); dan/atau
3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan
ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Contoh instansi yang melaksanakan pengelolaan dana adalah
pengelola dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola
penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan perumahan.
b) Bidang layanan umum tersebut merupakan kegiatan pemerintah
yang bersifat operasional, dan dalam menyelenggarakan pelayanan
umum satker tersebut menghasilkan barang/jasa semi publik (quasi
public goods). Pengertian barang/jasa semi publik (quasi public
goods) adalah barang/jasa yang seharusnya disediakan oleh
pemerintah, tetapi dapat juga disediakan oleh swasta (private).
2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis instansi pemerintah bersangkutan terpenuhi apabila :
a) Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak
dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana
direkomendasikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan; dan
b) Kinerja keuangan sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen
usulan penetapan BLU.
Kinerja pelayanan instansi pemerintah berupa prestasi yang
berhasil dicapai sehubungan dengan target-target pelayanan yang telah
ditetapkan dalam suatu kontrak kinerja dengan instansi induk.
Kinerja keuangan yang ditunjukkan dalam dokumen usulan
penetapan, dapat mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah. Kinerja keuangan instansi pemerintah berupa
prestasi yang berhasil dicapai oleh sehubungan dengan target pendapatan
(PNBP) dan anggaran yang telah digunakan. Dari aspek pendapatan,
kinerja keuangan terlihat dari surplus yang dihasilkan, sementara dari
aspek belanja, informasi tentang kinerja ini relevan dengan perubahan
paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan
mengidentifikasikan secara jelas keluaran (output) dari setiap kegiatan
dan hasil (outcome) dari setiap program. Sehingga, kinerja keuangan yang
sehat adalah apabila keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang
dicapai telah sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan
anggaran.
Contoh :
Kasus 1
Sebuah balai diklat di bawah kementerian/lembaga akan diusulkan
menjadi satker BLU. Balai diklat tersebut sudah berjalan selama lebih dari 2
tahun anggaran. Seluruh pembiayaan balai diklat diperoleh dari alokasi rupiah
murni APBN dan menginduk pada satker Sekretariat Jenderal
kementerian/lembaga. Ke depan, balai diklat dimaksud akan diarahkan untuk
melayani masyarakat luas dan memperoleh pendapatan yang signifikan.
Analisis :
Untuk kondisi sat ini, seyogyanya tidak diusulkan menjadi satker BLU,

7
mengingat balai diklat dimaksud bukan merupakan satker mandiri dan tidak
mempunyai pendapatan PNBP (yang signifikan).
Kasus 2
Sebuah balai diklat mempunyai tenaga pengajar yang handal dan
mempunyai kompetensi khusus di bidangnya yang sangat dibutuhkan
masyarakat/instansi lain. Pendapatan yang diperoleh balai diklat dimaksud
berfluktuatif sesuai dengan jumlah siswa setiap tahunnya. Untuk menampung
keinginan tenaga pengajar, maka disusunlah rencana menjadi satker BLU
dengan maksud agar penyelenggaraan kegiatan sampingan tenaga pengajar
dimaksud menjadi legal.
Analisis :
Dapat dikembangkan menjadi satker BLU sepanjang yang dilayani
masyarakat luas, terlepas dari motivasi awal menjadi BLU. Namun demikian,
perlu dipertimbangkan pemenuhan persyaratan teknisnya, yaitu signifikansi
pendapatan PNBP yang dihasilkan dan kontinuitas layanannya.

3. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah
yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,
keuangan, dan manfaat bagi masyarakat.
Pernyataan kesanggupan tersebut disusun sesuai dengan format yang
tercantum dalam lampiran PMK No.119/PMK.05/2007 dan bermaterai,
ditandatangani oleh pimpinan Satuan Kerja instansi pemerintah yang
mengajukan usulan untuk menerapkan PK BLU dan disetujui oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.
b. Pola Tata Kelola (corporate governance)
Merupakan peraturan internal Satuan Kerja instansi pemerintah yang
menetapkan :
1) Organisasi dan tata laksana, mencakup:
(a) Struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan yang
ada pada satker yang akan menerapkan PK BLU dan
hubungan wewenang/tanggung jawab antar jabatan dalam
pelaksanaan tugas;
(b) Prosedur kerja yang menggambarkan wewenang/tanggung jawab

8
masing-masing jabatan dan prosedur yang dilakukan dalam
pelaksanaan tugas. Satker yang mengusulkan penerapan PK BLU
harus mempunyai prosedur kerja untuk semua kegiatannya,
terutama untuk kegiatan utama (core business);
(c) Pengelompokan fungsi yang logis, bahwa pengelompokan
fungsi-fungsi dalam struktur organisasi harus dilakukan secara
logis dan sesuai dengan prinsip pengendalian intern;
(d) Ketersediaan dan pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM). Satker yang menerapkan PK BLU harus mempunyai
sumber daya manusia yang memadai untuk dapat menjalankan
kegiatan dalam rangka mencapai tujuannya. Ketersediaan
SDM mencakup kuantitas, standar kompetensi, pola
rekruitmen, dan rencana pengembangannya.
2) Akuntabilitas, terdiri dari akuntabilitas program, kegiatan, dan
keuangan.
(a) Akuntabilitas program, adalah perwujudan kewajiban satker
yang menerapkan PK BLU untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan program yang
diukur dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan
(outcome performance indicator), sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Akuntabilitas
program ini terkandung antara lain kebijakan, mekanisme atau
prosedur, media pertanggungjawaban, dan periodisasi
pertanggungjawaban program;
(b) Akuntabilitas kegiatan, adalah perwujudan kewajiban satker
yang menerapkan PK BLU untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan kegiatan yang
diukur dengan seperangkat indikator kinerja non-keuangan
(outcome performance indicator), sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006. Dalam
akuntabilitas kegiatan ini terkandung antara lain kebijakan,
mekanisme atau prosedur, media pertanggungjawaban, dan
periodisasi pertanggungjawaban kegiatan;
(c) Akuntabilitas keuangan, terkait dengan pertanggungjawaban

9
pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang
diamanatkan kepada satker yang menerapkan PK BLU dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya,
akuntabilitas keuangan tertuang dalam laporan keuangan yang
memberikan informasi atas sumber dana dan penggunaannya
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, standar akuntansi
keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi
Indonesia atau standar akuntansi lain untuk bidang bisnis
spesifik sesuai dengan karakteristik BLU dan praktik bisnis yang
sehat. Dalam akuntabilitas keuangan ini terkandung antara lain
kebijakan, mekanisme atau prosedur, media
pertanggungjawaban, dan periodisasi pertanggungjawaban
keuangan.
3) Transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan
kewenangan, dan ketersediaan informasi kepada publik.
(a) Kejelasan tugas dan kewenangan.
Satker yang menerapkan PK BLU wajib memberikan informasi
yang jelas mengenai tugas dan kewenangan dari masing-masing
pejabat pengelola dan pegawai sehingga pelaksanaan tugas dan
kewenangan tersebut dapat dimonitor oleh publik.
(b) Ketersediaan informasi kepada publik.
Satker yang menerapkan PK BLU wajib mengungkapkan
informasi yang dapat mempengaruhi keputusan
stakeholders/publik sesuai ketentuan perundang-undangan.
Informasi tersebut harus tersedia dan dapat diakses oleh
masyarakat dengan relatif mudah.
(c) Rencana strategis bisnis, mencakup antara lain visi, misi,
program strategis, dan pengukuran pencapaian kinerja.
1) Visi, yaitu gambaran yang menantang tentang keadaan
masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin
diwujudkan;
2) Misi, yaitu sesuatu yang harus diemban atau
dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan, agar tujuan
organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik;
3) Program strategis, yaitu program yang berisi kegiatan yang

10
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun
waktu 1 sampai dengan 5 tahun dengan memperhitungkan
potensi/kekuatan, kendala/kelemahan, peluang, dan
ancaman yang ada atau mungkin timbul (analisis SWOT).
Program 5 tahunan memuat semua program satker meliputi
antara lain program di bidang pelayanan, keuangan,
administrasi, serta sumber daya manusia (SDM);
4) Kesesuaian visi, misi, program, kegiatan, dan pengukuran
pencapaian kinerja;
5) Indikator kinerja lima tahunan berupa indikator pelayanan,
keuangan, administrasi, dan SDM;
6) Pengukuran pencapaian kinerja, yaitu pengukuran yang
memberikan gambaran capaian kinerja tahun berjalan,
penjelasan, dan analisis faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi pencapaian kinerja. Pengukuran
pencapaian kinerja juga memberikan informasi metode
pengukuran kinerja satker yang bersangkutan.
Rencana strategis bisnis satker yang diusulkan harus
menunjukkan adanya peningkatan kinerja pelayanan dan
keuangan sesudah satker berstatus BLU.
(d) Laporan keuangan pokok, adalah laporan keuangan yang berlaku
bagi instansi yang meliputi:
1) Kelengkapan laporan :
(a) Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional,
yaitu laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi,
dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola,
serta menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam suatu periode
pelaporan yang terdiri dari unsur pendapatan dan
belanja;
(b) Neraca/Prognosa Neraca, yaitu dokumen yang
menggambarkan posisi keuangan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu;
(c) Laporan Arus Kas, yaitu dokumen yang menyajikan
informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional,

11
investasi, dan pendanaan selama satu periode
akuntansi;
(d) Catatan atas Laporan Keuangan, yaitu dokumen
yang berisi penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca/Prognosa Neraca, dan Laporan
Arus Kas.
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi (standar akuntansi
pemerintahan, standar akuntansi keuangan, atau standar
akuntansi lain);
3) Hubungan antar laporan keuangan, bahwa unsur-unsur
dalam laporan keuangan harus dapat diverifikasi antar
laporan;
4) Kesesuaian antara kinerja keuangan dengan indikator kinerja
yang ada di rencana strategis bisnis. Rencana strategis
bisnis harus diterjemahkan kedalam rencana
kerja/kegiatan dan rencana keuangan satker, sehingga
indikator kinerja yang ada di rencana strategis bisnis harus
selaras dengan indikator keuangan dalam laporan
keuangan;
5) Analisis laporan keuangan, yaitu berupa analisis trend,
analisis persentase per komponen, analisis rasio, dan/atau
analisis sumber penggunaan dana. Penggunaan metode
analisis disesuaikan dengan kebutuhan satker yang
bersangkutan dengan mempertimbangkan karakteristik
satker. Analisis tersebut digunakan untuk menguraikan
lebih lanjut tentang informasi keuangan satker sehingga
pengguna laporan keuangan memperoleh informasi
tambahan mengenai trend posisi keuangan, trend
pendapatan dan biaya, trend arus kas, potensi
kemampuan pelayanan publik dan pemenuhan kewajiban
dengan sumber daya yang ada di masa yang akan datang,
serta kontribusi satker yang menerapkan PK BLU
terhadap kesejahteraan masyarakat di masa sekarang
dan di masa mendatang.

12
(e) Standar Pelayanan Minimum (SPM), menggambarkan ukuran
pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satuan Kerja instansi
pemerintah yang akan menerapkan PK BLU dengan
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan
layanan serta kemudahan memperoleh layanan. SPM harus
mendapat penetapkan dari Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan. SPM tersebut diperuntukkan khusus untuk satker
yang akan menerapkan PK BLU berpedoman pada Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum dan/atau SPM
Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan.

Standar Pelayanan Minimum sekurang-kurangnya mengandung unsur:


1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker
Jenis kegiatan mencakup pelayanan yang diberikan oleh satker baik
pelayanan ke dalam (satker itu sendiri) maupun pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat. Jenis kegiatan ini merupakan tugas dan fungsi dari
satker yang bersangkutan.
2) Indikator pelayanan
Jenis kegiatan atau pelayanan dijabarkan dalam indikator-indikator pelayanan
yang dapat diukur.
3) Rencana Pencapaian SPM
Satuan Kerja menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target
tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian
SPM sesuai dengan peraturan yang ada.
4) Adanya tanda tangan pimpinan Satuan Kerja yang bersangkutan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.
5) Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum
Satuan Kerja instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk
menerapkan PK BLU. Dalam hal Satuan Kerja instansi pemerintah tersebut
belum pernah diaudit, Satuan Kerja instansi pemerintah dimaksud harus
membuat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen yang
disusun mengacu pada format yang tercantum dalam lampiran PMK
No.119/PMK.05/2007.

13
B. PENETAPAN BLU
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan mengusulkan instansi
pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan
administratif untuk menerapkan PK BLU kepada Menteri Keuangan.
Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan apabila
telah memenuhi semua persyaratan, maka Menteri Keuangan
menetapkan instansi pemerintah bersangkutan sebagai instansi yang
menerapkan PK BLU.
Dalam rangka penilaian usulan PK BLU, Menteri Keuangan menunjuk
suatu Tim Penilai.
Tugas tim penilai tersebut meliputi:
1. Merumuskan kriteria yang digunakan sebagai pedoman penilaian atas
usulan penerapan PK BLU untuk menciptakan standardisasi penilaian,
dan menjaga obyektivitas dan kualitas penilaian;
2. Melakukan identifikasi dan klarifikasi terhadap usulan penerapan
PK BLU;
3. Melakukan penilaian atas usulan penerapan PK BLU yang
diusulkan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan;
dan
4. Menyampaikan rekomendasi hasil penilaian kepada Menteri
Keuangan.
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat
penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan
sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap dari
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Penetapan BLU
dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU
Bertahap.
1. Status BLU Secara Penuh
Status BLU secara penuh diberikan apabila persyaratan substantif,
teknis dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan. Satker
yang berstatus BLU secara penuh diberikan fleksibilitas
pengelolaan keuangan, yaitu:
a) Pengelolaan Pendapatan
b) Pengelolaan Belanja
c) Pengadaan Barang dan/atau Jasa

14
d) Pengelolaan Barang
e) Pengelolaan Utang
f) Pengelolaan Piutang
g) Pengelolaan Investasi
h) Perumusan Standar, Kebijakan, Sistem, dan Prosedur
Pengelolaan Keuangan.
2. Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan
substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan
administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU
Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diusulkan
untuk menjadi BLU Secara Penuh.
BLU Bertahap diberikan fleksibilitas pada batas-batas
tertentu berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola
langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, dan
perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan
keuangan.
Fleksibilitas tidak diberikan dalam:
a) Pengelolaan
investasi;
b) Pengelolaan utang; dan
c) Pengadaan barang dan/atau jasa.
Batas-batas yang diberikan dan tidak diberikan tersebut
selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

C. PENCABUTAN STATUS BLU


Penerapan PK BLU berakhir apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan apabila BLU yang bersangkutan sudah
tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau
administratif;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan apabila BLU
yang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif,
teknis, dan/atau administratif; atau
3. Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan

15
negara yang dipisahkan. Pencabutan ini dilakukan berdasarkan
penetapan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan
mengajukan usulan pencabutan BLU, Menteri Keuangan membuat
penetapan pencabutan penerapan PK BLU paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka
waktu tersebut, usulan pencabutan dianggap ditolak. Terhadap
instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PK BLU dapat
diusulkan kembali untuk menerapkan PK BLU.

16
BAB IV
TATA KELOLA

A. KELEMBAGAAN
Pengelolaan Keuangan BLU dapat diterapkan oleh setiap instansi
pemerintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang
bersifat operasional. Instansi dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan
pada berbagai jenjang eselon atau non eselon pada Kementerian
Negara/Lembaga. Sehubungan dengan itu, apabila instansi pemerintah yang
akan menerapkan PK BLU memerlukan perubahan organisasi dan struktur
kelembagaan, maka perubahan tersebut berpedoman pada ketentuan yang
ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara. Perubahan tersebut bertujuan untuk mewujudkan desain
organisasi instansi pemerintah yang menerapkan PK BLU yang mampu
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal.
Desain organisasi harus memperhatikan keserasian antara besaran
organisasi dengan beban tugas, kemampuan dan sumberdaya yang dimiliki.
Dalam rangka menjamin kejelasan mekanisme kerja dan akuntabilitas
organisasi, maka desain organisasi instansi pemerintah yang menerapkan
PK BLU harus menggambarkan secara jelas bagan organisasi yang meliputi
kedudukan, susunan jabatan, dan hubungan kerja antar unit.

B. DEWAN PENGAWAS
Dewan Pengawas adalah organ BLU yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan BLU. Dewan Pengawas untuk BLU di lingkungan
pemerintah pusat dibentuk dengan keputusan Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan atas persetujuan Menteri Keuangan.
Pembentukan Dewan Pengawas berlaku hanya pada BLU yang memiliki
realisasi nilai omset tahunan menurut laporan realisasi anggaran atau nilai aset
menurut neraca yang memenuhi syarat minimum yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan, yaitu nilai omset minimum Rp 15 milyar per tahun
dan/atau aset minimum Rp 75 milyar.
Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur-unsur pejabat dari
Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan yang bersangkutan,
Kementerian Keuangan, dan tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan BLU.
Pembahasan Dewan Pengawas lebih rinci, akan dibahas dalam Bab
Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.

C. PEJABAT PENGELOLA
BLU dikelola oleh Pejabat Pengelola BLU yang terdiri dari pemimpin,
pejabat keuangan, dan pejabat teknis. Sebutan tersebut dapat disesuaikan
dengan nomenklatur yang berlaku pada instansi pemerintah yang
bersangkutan.
1. Pemimpin BLU
Pemimpin berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan
keuangan BLU, berkewajiban:
a) menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b) menyiapkan RBA tahunan;
c) mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai
dengan ketentuan yang berlaku; dan
d) menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan
BLU.
2. Pejabat Keuangan BLU
Pejabat keuangan BLU berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan,
berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.
3. Pejabat Teknis BLU
Pejabat teknis BLU berfungsi sebagai penanggung jawab teknis di
bidang masing-masing yang, berkewajiban:
a) menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya;
b) melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA; dan
c) mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya.

18
D. KEPEGAWAIAN
Pejabat pengelola dan pegawai BLU dapat terdiri atas pegawai negeri
sipil (PNS) dan/atau tenaga profesional non PNS sesuai dengan kebutuhan
BLU. Akan tetapi seyogyanya Pemimpin BLU dan Pejabat Keuangan berstatus
PNS. Hal ini didasari pertimbangan bahwa Pemimpin BLU bertindak sebagai
penanggung jawab keuangan disamping operasional, sedangkan pejabat
keuangan bertanggung jawab atas pengelolaan pendapatan dan belanja.
Pejabat pengelola anggaran yaitu Kuasa Pengguna Anggaran dan
Bendahara Penerimaan/Pengeluaran harus dijabat oleh PNS.
Pengisian PNS tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah
dengan UndangUndang Nomor 43 Tahun 1999, beserta peraturan
pelaksanaannya. Sedangkan pengisian tenaga profesional bukan PNS
tersebut ditetapkan berdasarkan ketentuan mengenai pedoman
pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, beserta peraturan
pelaksanaannya.

E. SATUAN PEMERIKSAAN INTERN


Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) merupakan unit kerja yang
berkedudukan langsung dibawah pemimpin BLU yang bertugas
melaksanakan pemeriksaan intern BLU. Pembahasan SPI lebih rinci, akan
dibahas dalam Bab Pembinaan, Pengawasan, dan Pemeriksaan BLU.

F. TATA HUBUNGAN KERJA


Dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang harmonis,
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menyusun mekanisme
kerja yang baku, terutama hubungan antara Satker BLU, Dewan Pengawas dan
instansi induknya, serta antara SPI dengan Inspektorat Jenderal/Inspektorat
Utama/Inspektorat.
Dewan Pengawas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan BLU
yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU. Hasil pengawasan disampaikan
kepada instansi induknya dan Menteri Keuangan. Sementara, SPI dalam
melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan unit pengawasan
fungsional.
Satker BLU menyampaikan rencana kerja dan anggaran serta laporan

19
keuangan dan kinerja kepada instansi induk untuk disajikan sebagai bagian
tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja
Kementerian Negara/Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menetapkan standar
pelayanan minimum dan masing-masing Satker BLU wajib menggunakan
standar pelayanan minimum tersebut sesuai dengan bidang tugasnya.
Untuk mengembangkan praktik bisnis yang sehat dalam penyelenggaraan
layanan umum, instansi induk memberikan pembinaan teknis dan tidak
membatasi atau mengganggu pelaksanaan otonomi manajemen
operasional Satker BLU.

G. REMUNERASI
Remunerasi merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji,
honorarium, tunjangan tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon,
dan/atau pensiun. Remunerasi diberikan kepada Pejabat Pengelola,
Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU berdasarkan tingkat tanggung jawab
dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Remunerasi dapat juga
diberikan kepada Sekretaris Dewan Pengawas.
Penentuan besaran gaji Pemimpin BLU ditetapkan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1. Proporsionalitas, yaitu pertimbangan atas ukuran (size) dan jumlah aset
yang dikelola BLU serta tingkat pelayanan;
2. Kesetaraan, yaitu memperhatikan praktik di industri pelayanan sejenis;
3. Kepatutan, yaitu menyesuaikan dengan kemampuan pendapatan
BLU yang bersangkutan;
4. Kinerja operasional BLU yang ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan sekurang-kurangnya
mempertimbangkan indikator keuangan, pelayanan, mutu dan manfaat
bagi masyarakat.
Perhitungan besaran gaji Pejabat Keuangan dan Pejabat Teknis ditetapkan
sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari gaji Pemimpin BLU. Sedangkan
perhitungan honorarium Dewan Pengawas ditetapkan sebagai berikut :
1. Honorarium Ketua Dewan Pengawas sebesar 40% (empat puluh
persen) dari gaji Pemimpin BLU.
2. Honorarium anggota Dewan Pengawas sebesar 36% (tiga puluh enam

20
persen) dari gaji Pemimpin BLU.
3. Honorarium Sekretaris Dewan Pengawas sebesar 15% (lima belas
persen) dari gaji Pemimpin BLU.
Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan
Pengawas yang diberhentikan sementara dari jabatannya memperoleh
penghasilan sebesar 50% (lima puluh persen) dari gaji/honorarium bulan
terakhir yang berlaku sejak tanggal diberhentikan sampai dengan
ditetapkannya keputusan difinitif tentang jabatan yang bersangkutan.
Disamping pemberian gaji/honorarium, Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas,
Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU dapat memperoleh tunjangan
tetap, insentif, bonus atas prestasi, pesangon dan/atau pensiun dengan
memperhatikan kemampuan pendapatan BLU yang bersangkutan.
Apabila Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan Sekretaris Dewan
Pengawas telah berakhir masa jabatannya, dapat diberikan pesangon
berupa santunan purna jabatan dengan pengikutsertaan dalam program
asuransi atau tabungan pensiun yang beban premi/iuran tahunannya
ditanggung oleh BLU yang besarannya ditetapkan paling banyak
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari gaji/honorarium dalam
satu tahun.
Besaran remunerasi untuk Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas,
Sekretaris Dewan Pengawas, dan Pegawai BLU pada masing-masing BLU
ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.

21
BAB V
ST AND AR D AN TARIF L AYAN AN

A. STANDAR LAYANAN
Standar layanan BLU berupa Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang
merupakan ukuran pelayanan yang harus dipenuhi oleh Satker yang
menerapkan PK BLU ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan
kepada masyarakat. SPM harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan memperoleh
layanan. Kualitas layanan yang dimaksud meliputi teknis layanan, proses
layanan, tata cara/prosedur, dan waktu tunggu untuk mendapatkan
layanan.
SPM bertujuan untuk memberikan batasan layanan minimum yang
seharusnya dipenuhi oleh pemerintah. Agar fungsi standar pelayanan dapat
mencapai tujuan yang diharapkan, maka standar layanan BLU semestinya
memenuhi persyaratan SMART, yaitu:
1. Fokus pada jenis layanan (specific);
2. Dapat diukur (measurable);
3. Dapat dicapai (attainable);
4. Relevan dan dapat diandalkan (reliable); dan
5. Tepat waktu (timely).
BLU wajib menggunakan SPM yang telah ditetapkan oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. SPM dapat
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan
keuangan BLU serta kemampuan kelembagaan dan personil BLU dalam
bidang yang bersangkutan.
SPM yang telah ditetapkan harus mencantumkan rencana pencapaian
SPM yang memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu
pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Untuk mewujudkan
transparansi, rencana pencapaian target tahunan SPM tersebut dan realisasi
capaiannya agar diinformasikan kepada masyarakat.
B. TARIF LAYANAN
Sesuai dengan tujuan diterapkannya PK BLU yaitu untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat, maka dalam menetapkan tarif layanan harus
memperhatikan SPM yang telah ditetapkan Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan. Selanjutnya, karena BLU dapat
memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa
layanan yang diberikan, maka diperlukan bentuk tarif yang ditetapkan
berdasarkan perhitungan biaya per unit layanan (untuk layanan yang berupa
penjualan barang dan/atau jasa) atau hasil per investasi dana (untuk layanan
perguliran dana).
Dalam penyusunan tarif dapat digunakan kebijakan cost plus
(memperhitungkan seluruh biaya ditambah imbal hasil atau margin), cost
recovery (memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan), cost minus
(menutup sebagian biaya yang d ikeluarkan).
Usulan tarif layanan diajukan oleh BLU kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, untuk selanjutnya Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan mengajukan usulan tarif tersebut kepada
Menteri Keuangan untuk ditetapkan. Dalam penetapan tarif dimaksud,
Menteri Keuangan dibantu oleh suatu tim dan dapat menggunakan nara
sumber yang berasal dari sektor terkait.
Hal-hal yang wajib dipertimbangkan dalam menyusun tarif layanan adalah:
1. Kontinuitas dan pengembangan layanan;
2. Daya beli masyarakat;
3. Asas keadilan dan kepatutan;
4. Kompetisi yang sehat.
Penyusunan tarif layanan BLU dimulai dari perhitungan biaya layanan per
unit output kegiatan/layanan BLU. Biaya layanan per unit output dibuat
berdasarkan perhitungan akuntansi biaya untuk setiap output barang/jasa
yang dihasilkan.
Setelah diperoleh biaya layanan per unit output, disusunlah harga layanan
dalam bentuk besaran atau pola tarif sesuai kebijakan BLU (cost minus, cost
recovery, atau cost plus). Perhitungan tarif layanan akan diuraikan lebih
lanjut dalam bab selanjutnya mengenai RBA.
Dalam penyusunan tarif layanan, Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan mengatur pedoman teknis penyusunan tarif layanan BLU.

23
Pedoman teknis penyusunan tarif layanan BLU tersebut antara lain
mengatur mengenai kebijakan kementerian negara/lembaga/dewan
kawasan, dalam penetapan besaran tarif layanan yang dikenakan kepada
masyarakat oleh BLU sebagai unit kerja kementerian
negara/lembaga/dewan kawasan.
Adapun Menteri Keuangan mengatur pedoman umum penyusunan
tarif layanan. Pedoman umum tersebut antara lain mengatur lebih lanjut
mengenai perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana,
aspek-aspek yang harus dipertimbangkan (kontinuitas dan
pengembangan layanan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan
kepatutan, dan kompetisi yang sehat) dalam penyusunan tarif layanan
BLU, serta prosedur pengajuan usulan tarif.
Menteri Keuangan dapat mendelegasikan kewenangan penetapan
tarif layanan kepada menteri/pimpinan lembaga/dewan kawasan dan/atau
pemimpin BLU. Pendelegasian tersebut memperhatikan karakteristik
layanan BLU serta pengaruhnya terhadap masyarakat umum.

24
BAB VI
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Pembahasan tentang perencanaan dan penganggaran diawali dengan proses


penyusunan rencana strategis (renstra) bisnis oleh satker BLU yang berpedoman
pada renstra Kementerian Negara/Lembaga. Renstra bisnis ini digunakan
sebagai panduan oleh satker BLU dalam mengelola kegiatannya selama 5 tahun ke
depan. Untuk kebutuhan perencanaan dan penganggaran tahunan, satker BLU
menyusun dokumen yang disebut rencana bisnis dan anggaran atau biasa disebut
RBA. Secara garis besar, RBA memuat program, kegiatan dan target yang akan
dilaksanakan pada tahun tersebut beserta anggaran yang dibutuhkan.
Pembahasan mengenai renstra bisnis satker BLU dan RBA akan diuraikan
dalam pokok-pokok bahasan dibawah ini.

A. RENCANA STRATEGIS BISNIS


Rencana strategis bisnis, selanjutnya disebut renstra bisnis, lahir dari
sebuah proses manajemen strategis. Manajemen strategis sendiri
merupakan seni dan ilmu untuk memformulasi, mengimplementasi, dan
mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat
mencapai tujuannya. Tujuan dari manajemen strategis adalah untuk
mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa
mendatang.
Renstra bisnis mengemuka ketika organisasi sadar bahwa tantangan
organisasi di masa depan semakin kompleks dengan berbagai macam
permasalahan dan persaingan. Identifikasi terhadap lingkungan internal
dan eksternal mutlak diperlukan guna mengetahui kekuatan, kelemahan,
tantangan serta ancaman organisasi. Elemen-elemen tersebut kemudian
dianalisis dan ditransformasikan ke dalam sebuah tahapan-tahapan strategi
untuk mencapai visi dan misi organisasi.
Satker BLU adalah sebuah organ pemerintah yang bertindak untuk
menyediakan layanan dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa dimana
dalam pengelolaannya lebih menitikberatkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas dengan tidak mengutamakan pencapaian laba (not for profit).
Sebagai sebuah organisasi modern, satker BLU dituntut mampu menyusun
dan menguraikan visi dan misi ke dalam tahapan-tahapan strategis untuk
mencapai visi dan misi tersebut.
Langkah-langkah normatif dalam proses perumusan sebuah renstra
bisnis juga dilaksanakan oleh satker BLU untuk memastikan bahwa satker
BLU tersebut mengenali dirinya sendiri dan menggunakan keunggulan kompetitif
yang dimiliki sebagai instrumen untuk bersaing dengan organisasi lain yang
memiliki layanan sejenis.

B. RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN (RBA)


1. Konsep, Definisi, dan Dasar-Dasar Penyusunan RBA
Ketika sebuah renstra bisnis satker BLU telah disusun, langkah lanjutan
dari sebuah proses perencanaan dan penganggaran satker BLU adalah
penyusunan rencana bisnis dan anggaran tahunan, yang biasa disebut
RBA. Sebagai representasi dari sebuah renstra bisnis satker BLU, RBA
berfungsi sebagai dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran
tahunan satker BLU yang memuat program, kegiatan, target kinerja, dan
anggaran BLU.
Berbicara mengenai RBA satker BLU tidak dapat dilepaskan dari
kerangka APBN secara keseluruhan. Target pendapatan dan belanja
yang tercantum dalam RBA harus dikonsolidasikan dalam APBN.
Realisasi atas target pendapatan PNBP dan belanja yang bersumber dari
PNBP harus dibukukan dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka
keuangan negara. Harus disadari oleh pejabat pengelola dan pegawai
satker BLU bahwa satker BLU bukanlah kekayaan negara yang
dipisahkan, sehingga prinsip-prinsip dalam pengelolaan keuangan negara
harus dipahami dan dipedomani oleh satker BLU. Fleksibilitas diberikan
dalam kerangka memberikan pengecualian terhadap prinsip universalitas
dimaksudkan agar satker BLU dapat berkembang dan memberikan
pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat. Posisi RBA terhadap
APBN digambarkan dalam diagram berikut:

26
Gambar 1. Diagram posisi RBA terhadap APBN

2. Penyusunan RBA
Dalam menyusun RBA, satker BLU harus mempertimbangkan ukuran
dan kompleksitas organisasinya. Satker BLU yang memiliki organisasi
yang berukuran kecil dapat melakukan sentralisasi dalam hal penganggaran.
Namun, satker BLU yang besar dan kompleks perlu melakukan
desentralisasi dengan memberikan kewenangan kepada unit-unit kerja di
dalamnya untuk mengajukan kebutuhan anggaran yang diperlukan dan
membebaninya dengan target pendapatan. Desentralisasi penyusunan
anggaran tersebut tentu saja harus dalam koridor program, kegiatan,
dan kebijakan yang telah dituangkan dalam renstra bisnis. Dalam hal ini,
tugas pimpinan BLU untuk menerjemahkan dan mensosialisasikan renstra
bisnisnya kepada unit-unit kerja yang ada dan menghimpun rencana
kerja/bisnis dan anggaran yang diajukan oleh masing-masing unit kerja
untuk kemudian ditransformasikan dalam bentuk RBA.

27
UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan
UNIT KEGIATAN: UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per - Analisa biaya per
unit unit
- Perkiraan harga - Perkiraan harga
- Rencana - Rencana
pendapatan pendapatan

HEAD OFFICE:
-consolidated cost
& revenue
-budgeting

UNIT KEGIATAN: UNIT KEGIATAN:


- Analisa biaya per - Analisa biaya per
unit unit
- Perkiraan harga - Perkiraan harga
- Rencana - Rencana
pendapatan pendapatan

UNIT KEGIATAN:
- Analisa biaya per
unit
- Perkiraan harga
- Rencana
pendapatan

Gambar 2. Skema Penyusunan RBA

Dasar-dasar yang digunakan dalam penyusunan RBA diuraikan sebagai berikut:


a) RBA disusun mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Pagu Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga merupakan batas tertinggi anggaran yang dialokasikan kepada
Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L yang
disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
pada akhir bulan Juni.
b) Pagu Anggaran BLU dalam RKA-K/L yang sumber dananya berasal dari
pendapatan BLU dan surplus anggaran BLU, dirinci dalam satu program, satu
kegiatan, satu output, dan jenis belanja. Rincian lebih lanjut pagu anggaran BLU
dituangkan dalam RBA.
c) RBA disusun berdasarkan:
1) basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis
layanannya.
2) kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan
diterima.
3) basis akrual.
d) Penggunaan Standar Biaya:
1) Bagi BLU yang telah menyusun standar biaya layanannya berdasarkan

28
perhitungan akuntansi biaya (dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya yang
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan), RBA
disusun menggunakan standar biaya tersebut. Penetapan standar biaya
oleh Pemimpin BLU dan dilampiri SPTJM.
2) Bagi BLU yang belum menyusun standar biaya layanannya berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya, RBA disusun menggunakan standar biaya
yang ditetapkan oleh Menkeu.
e) Penyusunan kebutuhan dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada
satker BLU dan merupakan pagu belanja yang dirinci menurut program,
kegiatan, output, akun belanja dan detail belanja. Kemampuan pendapatan
bersumber dari:
1) Pendapatan yang akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada
masyarakat;
2) Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari
masyarakat atau badan lain;
3) Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya;
4) Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau
5) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN (Rupiah Murni).
f) RBA memuat paling kurang:
1) Seluruh program, kegiatan dan target kinerja (output);
Rumusan program, kegiatan, dan target kinerja (output) harus sama
dengan rumusan program, kegiatan dan target kinerja (output) yang ada
dalam RKA-K/L.
2) Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
Merupakan uraian gambaran mengenai capaian kinerja per unit kerja pada
satker BLU.
3) Asumsi makro dan mikro;
Asumsi makro merupakan data dan/atau informasi atas indikator ekonomi
yang berhubungan dengan aktivitas perekonomian nasional dan/atau global
secara keseluruhan. Asumsi mikro merupakan data dan/atau informasi atas
indikator ekonomi yang berhubungan dengan aktivitas satker BLU. Asumsi
makro dan asumsi mikro yang digunakan dalam menyusun RBA adalah
asumsi yang hanya berkaitan dengan pencapaian target BLU dan dijelaskan
kaitannya dengan keberhasilan pencapaian target tersebut.
4) Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada

29
satker BLU.
Dalam rangka penyusunan anggaran satker BLU, basis akuntansi yang
digunakan adalah basis kas, yang berarti bahwa pendapatan diakui pada saat
kas diterima oleh satker BLU, serta belanja diakui pada saat kas dikeluarkan
dari satker BLU.
5) Perkiraan biaya layanan per unit kerja.
Perkiraan biaya layanan disusun per unit kerja pada satker BLU,
meliputi seluruh biaya yang timbul atas kegiatan operasional maupun non
operasional BLU. Basis akuntansi yang digunakan dalam rangka perhitungan
perkiraan biaya layanan per unit kerja berdasarkan basis akrual, yang berarti
biaya sudah diakui dan dicatat saat terjadinya transaksi tanpa
memperhatikan saat kas telah dibayarkan atau belum oleh satker BLU.
Penyusunan biaya layanan per unit kerja tersebut harus didasarkan pada
perhitungan biaya per unit output layanan. Oleh karena itu satker BLU
terlebih dahulu wajib menyusun dan memiliki dokumen mengenai biaya per
unit output layanan (unit cost per output layanan).
6) Prakiraan maju (forward estimate).
Merupakan perkiraan kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan yang
dicantumkan dalam RBA sampai dengan 3 (tiga) tahun kedepan.
f) RBA menganut pola anggaran fleksibel (flexibel budget) dengan suatu
persentase ambang batas tertentu yang memberikan keleluasaan
penggunaan belanja dalam RBA untuk bertambah atau berkurang secara
proporsional terhadap pendapatan BLU selain yang bersumber dari RM APBN.
Dalam menghitung ambang batas belanja, satker BLU harus
mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional, antara lain tren naik/turun
realisasi anggaran satker BLU tahun sebelumnya, realisasi/prognosa tahun
anggaran berjalan, dan target anggaran satker BLU tahun yang akan datang.
Penghitungan ambang batas belanja BLU berlaku hanya untuk belanja yang
didanai dari PNB P BLU tahun anggaran berjalan tanpa
memperhitungkan saldo awal kas. Persentase ambang batas dicantumkan dalam
RKA K/L dan DIPA BLU. Satker BLU dapat melakukan belanja melampaui pagu
anggaran sampai dengan ambang batas mendahului pengesahan revisi DIPA.
1) Contoh penetapan ambang batas :
Berdasarkan laporan keuangan pada satker BLU A, diperoleh data
sebagai berikut:

30
a) 2 tahun sebelumnya (20XX-3) pagu 100 M, Realisasi belanja adalah
sebesar Rp110 M.
b) 1 tahun sebelumnya (20XX-2) pagu 110 M, Realisasi belanja adalah
sebesar Rp123 M.
c) sampai dengan akhir tahun berjalan (20XX-1) pagu 123 M,
perkiraan realisasi belanja adalah sebesar Rp135 M.
Maka berdasarkan data diatas, tren realisasi belanja satker BLU
mengalami kenaikan dari pagu belanja rata-rata sebesar 10%, sehingga
dapat ditetapkann ambang batas 10%.
2) Contoh perhitungan belanja sampai dengan ambang batas belanja
untuk satker BLU penyedia barang dan jasa dan satker BLU pengelola
kawasan:
Target pendapatan satker BLU sebesar Rp 20 M dan pagu belanjanya
Rp 20 M. Ambang batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
adalah 20%. Apabila realisasi pendapatan meningkat minimal sebesar
20% menjadi Rp 24 M, maka belanja yang dapat dilakukan adalah
sebesar Rp20M + (20% x Rp. 20 M) atau sebesar Rp 24 M.
3) Contoh perhitungan belanja sampai dengan ambang batas belanja
untuk satker BLU pengelola dana.
Target pendapatan satker BLU sebesar Rp 100 M dan pagu
belanjanya Rp 20 M. Ambang batas yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan adalah 20%.
Belanja yang dapat dilakukan adalah maksimal sebesar Rp 20 M +
(20% x Rp 20 M) atau sebesar Rp 24 M, sesuai dengan realisasi
pendapatan tanpa harus melampaui Rp 100 M.
3. Ilustrasi Perhitungan Biaya per Unit Output Layanan (unit cost per
unit output layanan).
Perhitungan biaya per output layanan merupakan salah satu komponen
yang ada dalam RBA pada masing-masing unit kerja BLU, yang
merupakan rincian dari perhitungan biaya layanan per unit kerja. Biaya
per output layanan tersebut tidak disampaikan kepada Menteri
Keuangan dalam proses perencanaan dan penganggaran. Identifikasi
atas biaya tersebut memudahkan satker BLU dalam mengetahui harga pokok
produksi sebuah layanan, menetapkan margin, menetapkan tarif yang akan
dibebankan ke masyarakat, dan mengevaluasi efisiensi biaya. Suatu

31
layanan yang dijalankan oleh satker BLU tersebut dapat berupa barang
dan/atau jasa. Klasifikasi biaya sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik satker BLU, paling kurang meliputi:
a. Biaya Langsung
Biaya langsung merupakan seluruh biaya yang terkait langsung dengan
pelayanan kepada masyarakat, antara lain meliputi biaya pegawai, biaya
bahan, biaya jasa layanan, biaya pemeliharaan, biaya daya dan jasa, dan biaya
langsung lainnya yang berkaitan langsung dengan pelayanan yang
diberikan oleh satker BLU. Biaya langsung secara khusus dapat ditelusuri
atau diidentifikasi sebagai komponen langsung dari biaya produk.
Dalam beberapa literatur, biaya langsung ini sering disebut juga dengan
istilah biaya utama (prime cost).
b. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung merupakan biaya-biaya yang diperlukan untuk
administrasi dan biaya yang bersifat umum dan tidak terkait secara
langsung dengan kegiatan pelayanan satker BLU. Biaya ini antara lain
meliputi biaya pegawai, biaya administrasi perkantoran, biaya
pemeliharaan, biaya langganan daya dan jasa, biaya promosi, biaya
bunga dan biaya administrasi bank. Biaya tidak langsung tidak dapat
diidentifikasi secara khusus terhadap suatu produk dan dibebankan
kepada seluruh jenis produk secara bersamaan. Biaya tidak langsung ini
sering disebut juga dengan istilah biaya overhead (overhead cost).
Selanjutnya, biaya langsung dan biaya tidak langsung terdiri atas:
1. Biaya variabel, adalah biaya yang berubah secara total seiring dengan
berubahnya volume produk yang dibuat. Sehingga hubungan antara total
biaya variabel dengan total unit barang yang diperoduksi adalah linier (garis
lurus). Sedangkan biaya per unit-nya adalah tetap. Contoh: Biaya bahan
baku langsung dan tenaga kerja langsung.
2. Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang akan selalu tetap (constant)
dalam suatu rentang waktu/periode tertentu. Perlu dicatat bahwa biaya
tetap akan selalu konstan pada semua tingkat produksi (volume), sedangkan
biaya tetap per unit akan menurun seiring dengan meningkatnya volume
produksi. Contoh: biaya penyusutan dan biaya sewa.
Berikut ilustrasi mekanisme perhitungan biaya per layanan:
a. Untuk memudahkan menghitung biaya per output layanan, satker BLU

32
perlu mengidentifikasi dan mengelompokkan unit-unit kerja yang menjadi
revenue center dan cost center. Di dalam revenue center unit terdapat
layanan/kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan, sementara
pada cost center unit hanya terdapat kegiatan-kegiatan yang menimbulkan
biaya.
b. Untuk satu jenis layanan, tentukan jenis biaya dan komponen
pembentuknya. Jenis biaya dapat berupa biaya langsung variabel, biaya
langsung tetap, biaya tidak langsung variabel, dan biaya tidak
langsung tetap.
c. Hitung biaya (per jenis biaya) dengan mengalikan volume komponen
dengan satuan biaya. Penggunaaan satuan biaya mengacu pada standar
biaya yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU berdasarkan perhitungan
akuntansi biaya atau Standar Biaya yang ditetapkan Menteri
Keuangan.
d. Jumlahkan seluruh jenis biaya untuk mendapatkan total biaya per jenis
layanan, kemudian bagi dengan volume output/layanan. Biaya satuan per
jenis layanan merupakan biaya pokok produksi suatu jenis layanan.
e. Apabila layanan tersebut termasuk dalam kelompok revenue center unit
dan akan ditentukan besaran tarifnya maka jumlahkan biaya satuan per
layanan dan margin yang diinginkan. Penentuan margin ini untuk menjaga
kontinuitas dan pengembangan layanan.

REVENUE CENTER UNIT COST CENTER UNIT

Pendapatan :
Volume x Tarif layanan =
XXXX

Biaya langsung: Biaya langsung:


Biaya Variabel : Biaya Variabel :
Volume x Tarif layanan = XXXX Volume x Tarif layanan = XXXX
Biaya Tetap : Biaya Tetap :
Standar Biaya = XXXX Standar Biaya =
Total Biaya Langsung = XXXX
XXXX Total Biaya Langsung =

33
XXXX
Biaya Tidak Langsung :
Unit A
Persentase x Biaya unit A =
% sesuai Alokasi
XXXX Biaya

Unit B
Persentase x Biaya unit B =
XXXX
Total Biaya Tidak Langsung
XXXX

4. Mekanisme Pengajuan don Pengesahan RBA

Keterangan:
1. Penyusunan Rencana Startegis Bisnis BLU
BLU menyusun Rencana Startegis Bisnis BLU berdasarkan Renstra
K/L.
2. Penyusunan RBA
BLU menyusun RBA mengacu pada Rencana Startegis Bisnis BLU dan
Pagu Anggaran K/L.
3. Penyusunan RKA K/L
a. RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan diketahui oleh
Dewan Pengawas/pejabat yang ditunjuk, selanjutnya diusulkan
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk
mendapat persetujuan.

34
b. RBA dilampiri SPM, tarif, dan/atau standar biaya.
c. RBA yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan menjadi dasar penyusunan RKA K/L untuk satker
BLU.
4. Penelaahan RKA K/L
a. RKA K/L dan RBA diajukan kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk disampaikan kepada
Menkeu c.q. DJA.
b. Pengajuan RKA-K/L dan RBA dilaksanakan sesuai dengan jadwal
penyusunan RKA-K/L berdasarkan pagu anggaran.
c. Menkeu c.q. DJA menelaah RKA K/L dan RBA yang diajukan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam
rangka penelahaan RKA-K/L, sebagai bagian dari mekanisme
pengajuan dan penetapan APBN.
5. Penyusunan RBA Definitif
a. Pemimpin BLU melakukan penyesuaian RKA K/L dan RBA dengan
Perpres Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.
b. RBA yang telah disesuaikan ditandatangani oleh Pemimpin BLU,
diketahui oleh Dewan Pengawas, dan disetujui Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menjadi RBA definitif.
c. Dalam hal satker BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, maka
RBA definitif ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan, dan disetujui Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.
d. Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan
menyampaikan RKA K/L dan RBA definitif kepada Menkeu c.q.
DJA dan DJPBN.
e. RBA definitif merupakan dasar untuk melakukan kegiatan satker
BLU.
Pemimpin BLU dapat menyusun rincian RBA definitif sebagai
penjabaran lebih lanjut dari RBA definitif. Tata cara penyusunan
dan format rincian RBA definitif ditetapkan oleh Pemimpin BLU.

35
BAB VII
PELAKSANAAN ANGGARAN

A. PENGELOLAAN PENDAPATAN BLU


Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2005, sebagaimana diubah dengan PP
Nomor 74 Tahun 2012, pendapatan BLU terdiri dari:
1. pendapatan dari jasa layanan dan/atau hibah tidak terikat;
2. pendapatan dari hasil kerjasama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha
lainnya; dan
3. pendapatan dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan
lain yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
4. penerimaan lainnya yang sah, dan/atau
5. pendapatan dari APBN (RM);
Pendapatan sebagaimana tercantum pada poin 1 s.d. 4 dilaporkan sebagai
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU. Pendapatan BLU yang
berasal dari hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan
lain harus diperlakukan sesuai dengan peruntukannya.
Tata cara pertanggungjawaban pendapatan BLU yang berasal dari
APBN (RM) mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam PMK Nomor
190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sementara itu,
penggunaan dan pertanggungjawaban PNBP BLU berpedoman pada
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK.05/2011 tentang Rencana
Bisnis dan Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum dan
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011
tentang Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU jo.
PER-02/PB/2015 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011.
1. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Penuh
Satker berstatus BLU penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, antara lain dapat langsung menggunakan seluruh PNBP yang
diperolehnya, di luar dana yang bersumber dari APBN (RM), sesuai
RBA tanpa terlebih dahulu disetorkan ke Rekening Kas Negara.
Pengertian anggaran fleksibel yaitu belanja dapat bertambah atau
berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatannya juga
bertambah atau berkurang setidaknya proporsional.
Contoh:
a) Satker A berstatus BLU Secara Penuh, dalam RBA Tahun 2011
target PNBP adalah sebesar Rp 100 miliar dan anggaran belanja yang
didanai dari PNBP adalah sebesar Rp 100 miliar.
b) Ambang batas belanja (anggaran fleksibel) yang ditetapkan dalam
RBA adalah sebesar 10%, artinya realisasi belanja Satker A yang
bersumber dari PNBP dapat melampaui anggaran belanja dalam
RBA sebesar 10%, apabila realisasi PNBP melebihi target yang
ditentukan dalam RBA minimal 10%.
c) Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp 85 miliar, maka PNBP
yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp 85 miliar.
d) Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp 110 miliar maka:
1) PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp 110
miliar;
2) Pengeluaran belanja tersebut dapat dilaksanakan mendahului
revisi DIPA BLU. Adapun RBA definitif tetap harus direvisi.
e) Apabila realisasi PNBP Satker A sebesar Rp 115 miliar maka:
1) PNBP yang dapat digunakan langsung maksimal sebesar Rp110
miliar
(Rp100 miliar + (10% x Rp100 miliar)) melalui revisi RBA
definitif.
Penggunaan PNBP untuk belanja tersebut dapat dilaksanakan
mendahului revisi DIPA BLU.
2) Apabila sisa PNBP sebesar Rp 5 miliar tersebut akan digunakan
pada tahun anggaran berjalan, maka terlebih dahulu dilakukan
revisi RBA definitif dan DIPA BLU sebelum belanja.
2. Penggunaan PNBP pada Satker Berstatus BLU Bertahap
Satker berstatus BLU bertahap dapat menggunakan langsung PNBP
sebesar persentase tertentu sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan tentang penetapan satker yang menerapkan PK BLU
bersangkutan.
BLU berstatus BLU bertahap wajib secepatnya menyetorkan bagian
pendapatan yang tidak dapat digunakan langsung ke Kas Negara

37
sesuai peraturan perundang- undangan di bidang Penerimaan Negara
Bukan Pajak. Seluruh pendapatan yang telah disetorkan ke Kas
Negara tersebut tidak dapat ditarik/digunakan kembali.
Contoh:
a) Satker B berstatus BLU Bertahap, target PNBP dalam RBA Tahun
2011 adalah sebesar Rp 100 miliar.
b) Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Satker B sebagai
BLU Bertahap menyebutkan bahwa Satker B dapat menggunakan
PNBP secara langsung sebesar 90%.
c) Apabila satker BLU menerima PNBP sebesar Rp 10 miliar, maka :
1) PNBP yang dapat digunakan digunakan secara langsung adalah
sebesar Rp 9 miliar (90% x Rp 10 miliar);
2) PNBP yang harus disetor secepatnya ke Rekening Kas Negara
dan tidak dapat ditarik kembali adalah sebesar Rp 1 miliar (Rp 10
miliar Rp 9 miliar);
d) Apabila total kumulatif realisasi PNBP sampai dengan akhir tahun
adalah sebesar Rp 110 miliar, maka:
1) PNBP yang dapat digunakan digunakan secara langsung adalah
sebesar Rp90 miliar (90% x Rp 100 miliar);
2) Kelebihan target sebesar Rp9 miliar (90% X (Rp 110 miliar Rp 100
miliar)) apabila ingin digunakan dalam tahun anggaran berjalan,
maka satker BLU terlebih dahulu harus merevisi RBA definitif dan
DIPA BLU.
3) PNBP yang harus disetor secepatnya ke Rekening Kas Negara
dan tidak dapat ditarik kembali adalah sebesar Rp 11 miliar (10% x
Rp 110 miliar);
3. Pengesahan Pendapatan dan/atau Belanja Satker BLU
Dalam rangka mempertanggungjawabkan penggunaan dana yang
bersumber dari PNBP BLU, satker BLU membuat Surat Perintah
Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU (SP3B BLU) dan
disampaikan ke KPPN setiap triwulan. Penyampaian SP3B BLU
tersebut dapat dilakukan satu kali atau lebih dalam satu triwulan.
Dengan demikian satker BLU dapat mengajukan SP3B BLU ke KPPN
secara mingguan, bulanan dan/atau triwulanan disesuaikan dengan
volume/kebutuhan.

38
SP3B BLU yang disampaikan ke KPPN pada akhir triwulan diterima KPPN
paling lambat pada pukul 10.00 waktu setempat pada hari kerja terakhir
setiap triwulan berkenaan.
Dalam hal satker BLU menyampaikan SP3B BLU:
a) Satu kali dalam satu triwulan, satker BLU melakukan cut off
realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU sejak tiga hari kerja
sebelum akhir triwulan berkenaan. Realisasi pendapatan
dan/atau belanja sejak cut off sampai dengan akhir triwulan
berkenaan dipertanggungjawabkan dalam penyampaian SP3B BLU
triwulan berikutnya.
b) Lebih dari satu kali dalam satu triwulan, satker BLU tetap
menyampaikan SP3B BLU pada akhir triwulan berkenaan sepanjang
terdapat realisasi pendapatan dan/atau belanja sampai dengan akhir
triwulan berkenaan. Satker BLU melakukan cut off realisasi
pendapatan dan/atau belanja BLU terhadap SP3B BLU akhir
triwulan. Cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU
dilakukan sejak tiga hari kerja sebelum akhir triwulan berkenaan.
Realisasi pendapatan dan/atau belanja sejak cut off sampai dengan
akhir triwulan berkenaan dipertanggungjawabkan dalam penyampaian
SP3B BLU triwulan berikutnya.
BLU tidak melakukan cut off realisasi pendapatan dan/atau belanja BLU
terhadap SP3B BLU akhir triwulan IV. Pengajuan SP3B BLU akhir triwulan IV
mengikuti ketentuan mengenai langkah-langkah akhir tahun anggaran.

Ilustrasi Pengajuan SP3B BLU & Penetapan Cut Off TA 2011


a. Penyampaian SP3B BLU ke KPPN adalah triwulanan, sebagaimana berikut:
1) Triwulan I adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja mulai
tanggal 1 Januari s/d 27 Maret 2011. Cut off triwulan I adalah tanggal
28 Maret 2011 (3 hari kerja sebelum akhir triwulan I)
2) Triwulan II adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off
triwulan I , yaitu tanggal 28 Maret 2011 s/d 23 Juni 2011. Cut off triwulan
II adalah tanggal 24 Juni 2011 (3 hari kerja sebelum akhir triwulan II).
3) Triwulan III adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off
triwulan II, yaitu tanggal 24 Juni 2011 s/d 26 September 2011.
Cut off triwulan III adalah tanggal 27 September 2011 (3 hari kerja

39
sebelum akhir triwulan III).
4) Triwulan IV adalah untuk realisasi pendapatan dan belanja sejak cut off
triwulan III, yaitu tanggal 27 September 2011 s/d 31 Desember 2011.
b. Contoh : Satker BLU yang menyampaikan SP3B BLU satu kali dalam satu
triwulan:
1) Pengajuan SP3B BLU Triwulan I adalah mulai tanggal 28, 29, 30,
dan paling lambat tanggal 31 Maret 2011 pada pukul 10.00 waktu
setempat.
2) Pengajuan SP3B BLU Triwulan II adalah mulai tanggal 24, 27, 28,
dan paling lambat tanggal 30 Juni 2011 pada pukul 10.00 waktu
setempat.
3) Pengajuan SP3B BLU Triwulan III adalah mulai tanggal 27, 28, 29,
dan paling lambat tanggal 30 September 2011 pada pukul 10.00 waktu
setempat.
4) Pengajuan SP3B BLU Triwulan IV mengikuti ketentuan mengenai
langkah-langkah menghadapi akhir tahun anggaran.
c. Contoh : Satker BLU yang menyampaikan SP3B BLU lebih dari satu
kali dalam satu triwulan:
1) Pada triwulan III, SP3B BLU pertama diajukan pada tanggal 29 Juli
2011 untuk realisasi sejak cut off pada triwulan II yaitu tanggal
24 Juni 2011 sampai dengan realisasi pendapatan dan/atau belanja
yang dipertanggungjawabkan dalam SP3B dimaksud (misalkan
tanggal 28 Juli 2011).
2) Satker BLU menyampaikan SP3B BLU kedua pada tanggal 25
Agustus 2011 untuk realisasi sejak tanggal 29 Juli 2011 sampai
dengan realisasi pendapatan dan/atau belanja yang
dipertanggungjawabkan dalam SP3B dimaksud (misalnya tanggal 24
Agustus 2011).
3) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III (27 September
2011) masih terdapat realisasi pendapatan dan/atau belanja, maka
satker BLU menyampaikan SP3B BLU ketiga dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) SP3B BLU yang ketiga merupakan pertanggungjawaban
realisasi pendapatan dan/atau belanja sejak tanggal 25 Agustus
2011 s.d. tanggal 26 September 2011.

40
b) Pengajuan SP3B BLU yang ketiga adalah mulai tanggal
27, 28, 29, dan paling lambat tanggal 30 September 2011.
c) Realisasi pendapatan dan/atau belanja tanggal 27, 28, 29, dan 30
September 2011 dipertanggungjawabkan dalam SP3B BLU
Triwulan berikutnya.
4) Dalam hal sampai dengan cut off triwulan III (tanggal 27 September
2011) tidak terdapat realisasi pendapatan dan/atau belanja, maka
satker BLU tidak menyampaikan SP3B BLU ketiga.
5) Pengajuan SP3B BLU pertama pada triwulan IV adalah realisasi
pendapatan dan belanja sejak cut off triwulan III (tanggal 27
September 2011) s.d realisasi yang akan dipertanggungjawabkan
pada SP3B BLU berikutnya.
Satker BLU menyampaikan SP3B BLU ke KPPN dilampiri:
a. Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani oleh
Kuasa PA/Pemimpin BLU; dan
b. ADK SP3B BLU yang dihasilkan dari aplikasi yang telah disediakan
oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
KPPN menerbitkan Surat Pengesahan Pendapatan dan Belanja BLU
(SP2B BLU) berdasarkan SP3B BLU yang diajukan oleh satker BLU. SP2B
BLU diterbitkan setelah dilakukan pengujian terhadap SP3B BLU, yaitu:
a. Memeriksa kelengkapan lampiran (SPTJ dan ADK);
b. Memeriksa kesesuaian kode kegiatan/output/jenis belanja/sumber dana
dengan DlPA BLU;
c. Memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat
cacat dalam penulisan;
d. Mencocokkan tanda tangan pada SP3B BLU dengan spesimen tanda
tangan;
e. Memeriksa jumlah belanja BLU tidak melebihi ambang batas belanja sesuai
yang telah ditetapkan dalam DlPA BLU;
f. Memeriksa kesesuaian pencanturnan pendapatan dan belanja pada SP3B
BLU dengan SPTJ; dan
g. Mencocokkan tanda tangan Kuasa PA/Pemimpin BLU pada SPTJ dengan
spesimen tanda tangan.
Dalam hal terjadi kesalahan pada SP3B BLU, satker BLU mengajukan
ralat SP3B BLU ke KPPN. Kesalahan SP3B BLU dapat berupa

41
kesalahan administrasi berupa kesalahan pencantuman kegiatan, output,
jenis belanja, dan akun, dan/atau kesalahan pencantuman jumlah nominal
pendapatan dan/atau belanja BLU. Ralat akibat kesalahan administrasi
dilaksanakan melalui mekanisme koreksi, sedangkan ralat akibat kesalahan
pencantuman jumlah nominal dilaksanakan melalui mekanisme
penyesuaian. Jumlah nominal pendapatan dan/atau belanja pada
penyesuaian SP3B BLU diajukan sebesar nilai selisih antara nilai pada
SP3B BLU yang disesuaikan dengan nilai yang sebenarnya.
Pengajuan ralat SP3B BLU dilampiri:
a. Fotokopi SP3B BLU dan SP2B BLU yang akan diralat;
b. Surat Pernyataan Tanggung Jawab (SPTJ) yang ditandatangani
oleh KPA/Pemimpin BLU;
c. ADK dan hard copy ralat SP3B BLU;
d. Penjelasan penyebab terjadinya kesalahan yang
ditandatangani KPA/Pemimpin BLU.
KPPN menerbitkan ralat SP2B BLU berdasarkan ralat SP3B BLU
setelah melakukan:
a. Pemeriksaan kelengkapan lampiran;
b. Pengujian terhadap ralat SP3B BLU sebagaimana pengujian pada
SP3B BLU; dan
c. Pencocokan tanda tangan Kuasa PA/Pemimpin BLU pada lampiran
ralat SP3B BLU dengan spesimen tanda tangan.
Pejabat penandatangan SP3B BLU, petugas pengantar SP3B BLU, dan
petugas pengambil SP2B BLU adalah Pejabat Penandatangan Surat
Perintah Membayar (PP-SPM), petugas pengantar SPM dan petugas
pengambil SP2D pada satker BLU. Apabila keputusan penunjukan
PP-SPM, petugas pengantar SPM dan petugas pengambil SP2D telah
ditetapkan, maka PA/Kuasa PA melakukan revisi terhadap surat
keputusan penunjukan tersebut untuk menambahkan kewenangan sebagai
penandatangan SP3B, pengantar SP3B BLU dan pengambil SP2B BLU.
Selanjutnya revisi tersebut segera disampaikan kepada Kepala KPPN
mitra kerjanya.
Tata cara mengenai:
a. Penyampaian surat keputusan penunjukan pejabat perbendaharaan
untuk tahun anggaran berikutnya ke KPPN;

42
b. Tata cara penyampaian SPM dan pengambilan SP2D;
c. Penunjukan petugas pengantar SPM dan pengambil SP2D;
d. Penyampaian surat keputusan penunjukan petugas pengantar
SPM dan pengambil SP2D;
e. Penerimaan SPM di KPPN; dan
f. Pengambilan SP2D di KPPN.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan nomor PER-57/PB/2010 jo.PER-41/PB/2011 tentang
Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah
Pencairan Dana jo. PER-41/PB/2011, berlaku mutatis mutandis
terhadap tata cara mengenai:
a. Penyampaian surat keputusan penunjukan pejabat
perbendaharaan yang bertanggungjawab terhadap realisasi
pendapatan dan/atau belanja yang sumber dananya berasal dari
PNBP yang digunakan langsung oleh BLU untuk tahun anggaran
berikutnya ke KPPN;
b. Tata cara penyampaian SP3B BLU dan pengambilan SP2B BLU;
c. Penunjukkan petugas pengantar SP3B BLU dan Pengambil SP2B
BLU;
d. Penyampaian surat keputusan penunjukan petugas pengantar
SP3B BLU dan pengambil SP2B BLU;
e. Penerimaan SP3B BLU di KPPN; dan
f. Pengambilan SP2B BLU.

B. DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BLU


Dokumen pelaksanaan anggaran satker BLU yang disebut DIPA BLU
disusun berdasarkan RBA yang telah disetujui (RBA definitif). DIPA BLU
disahkan oleh Menteri Keuangan. DIPA BLU merupakan lampiran dari
perjanjian kerja antara Pimpinan BLU dengan
Kementerian/Lembaga/Dewan Kawasan. DIPA BLU menjadi dasar
pencairan/penarikan dana dari APBN, pengesahan pendapatan dan
belanja yang bersumber dari PNBP BLU, dan pertanggungjawaban.
DIPA BLU memuat antara lain saldo awal kas, pendapatan, belanja,
saldo akhir kas, besaran persentase ambang batas, proyeksi arus kas
(termasuk rencana penarikan dana yang bersumber dari APBN/RM),

43
sebagaimana ditetapkan dalam RBA definitif.
DIPA BLU tidak memuat antara lain:
a. Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN
(Rupiah Murni) tahun sebelumnya; dan/atau
b. Pengeluaran pembiayaan (dana bergulir/investasi) dari APBN
(Rupiah Murni) tahun berjalan yang telah tercantum dalam DIPA
lain.
Konsep DIPA BLU disampaikan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan kepada Menteri Keuangan c.q. Dirjen Anggaran sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya Menteri Keuangan c.q. Dirjen
Anggaran/Kepala Kanwil Dirjen Perbendaharaan mengesahkan DIPA
BLU paling lambat tanggal 31 Desember dengan menerbitkan Surat
Pengesahan DIPA BLU (SP-DIPA BLU).

C. REVISI RBA DEFINITIF DAN DIPA BLU


Dasar Hukum revisi RBA Definitif dan DIPA BLU yang sumber dananya
berasal dari PNBP BLU yaitu:
1. PMK No. 257/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran
Tahun Anggaran 2015;
2. PMK No.92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA) serta Pelaksanaan Anggaran BLU.
3. Perdirjen Perbendaharaan No.PER-09/PB/2015 tentang Petunjuk
Teknis Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dan Revisi Anggaran BLU Tahun Anggaran 2015.
Dasar hukum revisi DIPA BLU yang sumber danya berasal dari selain
PNBP BLU, yaitu:
1. PMK No. 257/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi Anggaran
Tahun Anggaran 2015;
2. Perdirjen Perbendaharaan No.PER-09/PB/2015 tentang Petunjuk
Teknis Revisi Anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan
dan Revisi Anggaran BLU Tahun Anggaran 2015.

1. Revisi RBA Definitif


Revisi RBA Definitif dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah
program pada DIPA BLU. Usul Revisi RBA Definitif disampaikan unit

44
kerja BLU kepada pejabat keuangan BLU, selanjutnya pejabat
keuangan BLU menelaah usulan untuk kemudian disampaikan
kepada pemimpin BLU guna mendapatkan pengesahan.
Pengesahan Revisi RBA Definitif diatur sebagai berikut:
a. Disahkan oleh Pemimpin BLU untuk belanja sampai dengan pagu
DlPA BLU;
b. Disahkan oleh Pemimpin BLU dan diketahui dewan
pengawas/pejabat yang ditunjuk Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam hal BLU tidak
mempunyai dewan pengawas, untuk:
1) Belanja yang melebihi pagu DIPA BLU baik dalam
ambang batas fleksibilitas maupun melebihi ambang batas
fleksibilitas,
2) Penggunaan saldo awal kas, dan
3) Belanja yang melebihi pagu DIPA BLU pada BLU Bertahap.
Revisi RBA Definitif disampaikan kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga/ Ketua Dewan Kawasan dan Menteri Keuangan (DJA &
DJPBN).
Revisi RBA Definitif yang telah mendapatkan pengesahan
tersebut di atas merupakan dasar melakukan kegiatan satker BLU.

2. Revisi DIPA BLU


Sepanjang tidak diatur lain dalam Perdirjen Perbendaharaan No.
PER-09/PB/2015, revisi DIPA BLU mengacu pada ketentuan yang
berlaku umum pada instansi pemerintah, yaitu PMK
No.257/PMK.02/2014.
a. Prinsip Revisi Anggaran DIPA BLU:
1) diutamakan dalam rangka penyediaan alokasi untuk
peningkatan kapasitas dan kualitas layanan BLU;
2) perubahan/pergeseran alokasi antar sumber dana
diperkenankan sepanjang untuk mengubah sumber dana
belanja yang semula Rupiah Murni menjadi Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) BLU;
3) penggunaan saldo kas BLU diutamakan untuk belanja yang
secara langsung mendukung/menunjang pemberian layanan

45
BLU;
4) penambahan pagu yang disebabkan terlampauinya target
PNBP dilakukan secara proporsional dengan peningkatan
volume layanan.
b. Revisi Anggaran pada DIPA BLU terdiri dari:
1) penggunaan anggaran belanja diatas pagu APBN;
2) pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap;
dan/atau
3) perubahan Akibat Hal-hal Khusus;
c. Revisi DIPA BLU di atas pagu APBN diakibatkan oleh:
1) terlampauinya target PNBP BLU yang diikuti dengan belanja
diatas pagu APBN (baik dalam ambang batas maupun melebihi
ambang batas);
2) penggunaan saldo awal kas BLU.
d. Revisi DIPA BLU dalam hal pagu anggaran tetap, dapat dilakukan
sepanjang tidak mengurangi volume keluaran dalam DIPA BLU.
e. Revisi DIPA BLU akibat peruhanan hal-hal Khusus, terdiri dari
1) pencantuman saldo awal kas
2) penggunaan saldo awal kas dalam rangka mismatch
3) revisi DIPA akibat penetapan menjadi BLU
4) akibat penetapan BLU bertahap menjadi BLU Penuh
5) akibat penerimaan hibah langsung

Tabelisasi Revisi DIPA BLU (PER-09/PB/2015)


Batas Waktu
No. Jenis Revisi Batasan Revisi Lampiran
Pengesahan
1. Revisi DIPA a. menambah volume
BLU diatas pada keluaran,
pagu APBN termasuk rincian
dibawah keluaran yang
sudah ada,
b. menambah
subkeluaran, termasuk
rincian dibawah sub
keluaran pada keluaran
yang sudah ada,

46
Batas Waktu
No. Jenis Revisi Batasan Revisi Lampiran
Pengesahan
dan/atau
c. menambah keluaran
baru,
a. Penambahan a. dapat melakukan 2 hari kerja a. Surat Usulan
pagu dalam Pengesahan Revisi
belanja dalam ambang sebelum
ambang batas DIPA BLU yang
batas mendahului batas waktu
dilampiri matriks
revisi, pengajuan
perubahan
b. pengesahan SP3B BLU SP3B BLU
(semula-menjadi),
dilakukan setelah revisi
b. SPTJM yang
DIPA BLU.
ditandatangani oleh K
PA,
c. ADK yang dihasilkan
dari aplikasi RKA-K/L
DIPA Revisi,
d. SPTJ Revisi RBA
Definitif,
e. Persetujuan dari Menteri
Keuangan c.q. DJA,
dalam hal penambahan
referensi keluaran
baru.
b. Penambahan a. dapat melakukan belanja 30 sda
pagu di atas setelah pengesahan revisi November
ambang batas DIPA BLU 2015
b. pengesahan SP3B BLU
dilakukan setelah revisi
DIPA BLU.

c. Penggunaan a. untuk belanja dalam 30 sda


saldo awal kas rangka operasional atau November
BLU langsung mendukung 2015
layanan TA berjalan,
termasuk menambah
kapasitas/kualitas
layanan,
b. selain untuk keperluan di
atas, perlu persetujuan
Menkeu c.q. DJPB
melalui K/L,

47
Batas Waktu
No. Jenis Revisi Batasan Revisi Lampiran
Pengesahan
c. belanja dapat dilakukan
setelah pengesahan revisi
DIPA BLU,
d. pengesahan SP3B BLU
dilakukan setelah revisi
DIPA BLU.
2. Pergeseran a. tidak mengurangi volume 30 sda
rincian keluaran, November
anggaran b. dalam 1 keluaran, atau 1 2015
kegiatan, atau 1 satker.
dalam hal
c. pengesahan SP3B BLU
pagu
dilakukan setelah revisi
anggaran
DIPA BLU.
tetap
d. dilakukan untuk:
menambah volume
pada keluaran,
termasuk rincian
dibawah keluaran
yang sudah ada,
menambah
subkeluaran,
termasuk rincian
dibawah
subkeluaran pada
keluaran yang sudah
ada, dan/atau
menambah keluaran
baru.
3. Perubahan
akibat hal-hal
khusus

a. Pencantuman a. tidak mempengarubi 30 April a. Surat Usulan


saldo awal kas target PNBP BLU tahun 2015 Pengesahan Revisi
BLU berjalan, DIPA BLU yang
b. sebesar saldo akhir kas dilampiri matriks
BLU Triwulan IV TA yang perubahan
lalu yang tercantum (semula-menjadi),
dalam SP2B BLU, b. SPTJM yang

48
Batas Waktu
No. Jenis Revisi Batasan Revisi Lampiran
Pengesahan
berdasarkan konfirmasi ditandatangani oleh K
dari KPPN. PA,
c. ADK yang dihasilkan
dari aplikasi RKA-K/L
DIPA Revisi,
a. SP2B BLU Triwulan IV,
b. Hasil konfirmasi
besaran saldo awal kas
dari KPPN.
b. Penggunaan a. BLU dapat menggunakan 2 hari kerja a. Surat Usulan
saldo awal saldo awal kas dalam hal sebelum Pengesahan Revisi
dalam rangka terjadi selisih (mismatch) batas waktu DIPA BLU yang
mismatch antara realisasi PNBP dan pengajuan dilampiri matriks
belanjanya, SP3B BLU perubahan
b. tidak menambah pagu (semula-menjadi),
DIPA BLU, b. SPTJM yang
c. dalam hal mismatch s.d. ditandatangani oleh K
akhir TA tidak dapat PA,
dibiayai PNBP BLU TA c. ADK yang dihasilkan
berkenaan, dilakukan revisi dari aplikasi RKA-K/L
sumber dana dari PNBP DIPA Revisi,
BLU menjadi penggunaan d. SPTJ Revisi RBA
saldo awal kas. Definitif.
c.Setelah a. perubahan kode akun 30 a. Surat Usulan
penetapan PNBP menjadi PNBP November Pengesahan Revisi

menjadi BLU dengan ketentuan: 2015 DIPA BLU yang


1) akun belanja PNBP dilampiri matriks
Satker BLU
yang telah realisasi, perubahan
tetap menggunakan (semula-menjadi),
akun PNBP. b. SPTJM yang
2) akun belanja PNBP ditandatangani oleh K
yang belum direalisasi PA,
baik yang telah disetor c. ADK yang dihasilkan
maupun belum disetor dari aplikasi RKA-K/L
ke kas negara, DIPA Revisi,
menggunakan akun d. Resume pendapatan
BLU. dan belanja BLU.
b. pencantuman ambang
batas berdasarkan usulan
Satker BLU dengan

49
Batas Waktu
No. Jenis Revisi Batasan Revisi Lampiran
Pengesahan
pertimbangan fluktuasi
operasional 2 tahun
terakhir dan
realisasi/prognosa TA
berjalan.
c. BLU yang ditetapkan
sebelum proses APBN-P
dan sebelumnya bukan
pengguna PNBP, revisi
menjadi DIPA BLU
dilakukan oleh DJA.
d. BLU yang ditetapkan
setelah proses APBN-P
dan sebelumnya bukan
pengguna PNBP, tidak
diperlukan revisi menjadi
DIPA BLU.
e. pencantuman target PNBP
BLU & realisasi belanja
PNBP BLU bagi BLU yang
ditetapkan setelah proses
APBN-P dan sebelumnya
bukan pengguna PNBP,
diungkapkan dalam CaLK.
d. Perubahan Dilakukan pencantuman 30 a. Surat Usulan
status Satker ambang batas berdasarkan November Pengesahan Revisi
BLU dari usulan Satker BLU dengan 2015 DIPA BLU yang
BLU pertimbangan fluktuasi dilampiri matriks
bertahap operasional 2 tahun terakhir perubahan
menjadi BLU dan realisasi/prognosa TA (semula-menjadi),
penuh berjalan. b. SPTJM yang
ditandatangani oleh K
PA,
c. ADK yang dihasilkan
dari aplikasi RKA-K/L
DIPA Revisi,
d. SPTJ Revisi RBA
Definitif,
e. Resume pendapatan
dan belanja BLU.

50
Batas Waktu
No. Jenis Revisi Batasan Revisi Lampiran
Pengesahan
e. Penerimaan a. Hibah langsung berupa --- ---
hibah uang yang tidak
langsung dibelanjakan, tidak perlu
berupa uang revisi DIPA BLU.

b. hibah langsung berupa 2 hari kerja a. Surat Usulan


uang yang dibelanjakan, sebelum Pengesahan Revisi DIPA
diatur : batas waktu BLU yang dilampiri
1) tidak dilakukan revisi pengajuan matriks perubahan
apabila belanja dapat SP3B BLU (semula-menjadi),
ditampung pada b. SPTJM yang
keluaran, volume ditandatangani oleh K PA,
keluaran, jenis belanja, c. ADK yang dihasilkan dari
dan pagu belanja, aplikasi RKA-K/L DIPA
2) dilakukan revisi apabila Revisi,
belanja tidak dapat d. SPTJ Revisi RBA Definitif,
ditampung pada e. Surat Pernyataan dari
keluaran, volume KPA mengenai
keluaran, jenis belanja, penerimaan hibah
dan pagu belanja, langsung berupa uang
3) pengesahan SP3B BLU yang dicatat sebagai
dilakukan setelah revisi PNBP BLU TA 2015.
DIPA BLU.

c. hibah langsung berupa --- ---


barang/jasa, diatur :
1) tidak perlu revisi DIPA
BLU,
2) dilaporkan pada
Laporan Aktivitas /
Laporan Operasional
dan Neraca
4. Perubahan/ mengikuti ketentuan revisi DIPA yang berlaku umum.
ralat karena
kesalahan
administrasi.

51
BAB VIII
PENGELOLAAN KEUANGAN DAN BARANG

A. PENGELOLAAN KAS
Seperti diketahui, satker BLU merupakan satker pemerintah yang
memiliki fleksibilitas, dimana pendapatan yang diperoleh dari jasa
layanan tidak perlu disetor ke Kas Negara. Hal ini berarti bahwa satker
BLU perlu melakukan pengelolaan kas terhadap pendapatan dimaksud.
Pasal 16 ayat (2) PP 23 Tahun 2005 menyatakan bahwa pengelolaan
kas BLU dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang sehat. Artinya,
pengelolaan kas BLU harus ditujukan dan mampu untuk meningkatkan
layanan kepada masyarakat secara berkesinambungan.
Selanjutnya, dalam Pasal 16 ayat (1) PP 23 Tahun 2005,
disebutkan bahwa dalam hal pengelolaan kas, BLU menyelenggarakan
hal-hal sebagai berikut:
1. Merencanakan penerimaan dan pengeluaran kas;
2. Melakukan pemungutan pendapatan atau tagihan;
3. Menyimpan kas dan mengelola rekening bank;
4. Melakukan pembayaran;
5. Mendapatkan sumber dana untuk menutup defisit jangka pendek;
6. Memanfaatkan surplus kas jangka pendek untuk memperoleh
pendapatan tambahan, yang dilakukan sebagai investasi jangka pendek
pada instrumen keuangan dengan risiko rendah.
Dari pasal tersebut dapat diterjemahkan bahwa satker BLU dapat
menggunakan sisa pendapatan yang belum dibelanjakan untuk dikelola
dengan tujuan meningkatkan pendapatan satker BLU bersangkutan.
Meskipun demikian, harus diperhatikan bahwa dana yang digunakan dalam
rangka pengelolaan kas tersebut merupakan PNBP satker BLU itu sendiri,
bukan pendapatan yang diperoleh dari alokasi Rupiah Murni (RM) dalam
DIPA BLU. Apabila terdapat sisa dana yang berasal dari Rupiah Murni
(RM), maka baik sisa dana tersebut maupun bunganya, jika ada, tetap
harus disetor kembali ke Kas Negara.
Dalam rangka pengelolaan rekening, Satker BLU dapat
membuka rekening pengeluaran dan rekening lainnya. Pembukaan
rekening harus mendapat ijin terlebih dahulu dari Kuasa Bendahara
Umum Negara di Daerah/KPPN.

Gambar 3. Pembukaan rekening Satker BLU

Rekening lainnya pada satker BLU terdiri dari Rekening Operasional


BLU, Rekening Dana Kelolaan BLU, dan Rekening Pengelolaan Kas BLU.
Pengaturan rekening lainnya pada satker BLU mengikuti ketentuan PMK
nomor 252/PMK.05/2014 tentang Rekening Milik Kementerian
Negara/Lembaga/Satuan Kerja.
1. Rekening Pengeluaran adalah rekening giro pemerintah pada bank
umum/kantor pos yang dipergunakan untuk menampung uang bagi
keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada
Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja, termasuk didalamnya
rekening bendahara pengeluaran pembantu.
2. Rekening Operasional BLU adalah rekening giro milik BLU yang
dipergunakan untuk menampung seluruh penerimaan atau membayar
seluruh pengeluaran BLU yang dananya bersumber dari PNBP BLU pada
bank umum.
3. Rekening Pengelolaan Kas BLU adalah rekening giro dan/atau deposito
milik BLU untuk penempatan idle cash pada bank umum yang terkait
dengan pengelolaan kas BLU.
4. Rekening Dana Kelolaan adalah rekening giro milik BLU yang dipergunakan
untuk menampung dana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Rekening
Operasional BLU dan Rekening Pengelolaan Kas BLU pada bank umum,
untuk menampung dana antara lain:
a. dana bergulir; dan/atau;
b. dana yang belum menjadi hak BLU.

53
Kuasa BUN di Daerah harus menerbitkan surat persetujuan/penolakan
pembukaan Rekening kepada pemimpin BLU paling lambat 5 (lima) hari kerja
sejak diterimanya surat permohonan persetujuan pembukaan rekening. Surat
persetujuan pembukaan rekening yang diterbitkan oleh Kuasa BUN di Daerah
berlaku 15 (lima belas) hari kalender sejak tanggal penerbitan.
Pemimpin BLU harus menyampaikan laporan pembukaan rekening
kepada Kuasa BUN di Daerah paling lambat 20 (dua puluh) hari kalender sejak
terbitnya surat persetujuan pembukaan rekening. Khusus rekening pengelolaan
kas BLU, laporan pembukaan rekening dalam bentuk deposito disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kalender sejak tanggal pembukaan rekening.
Kuasa BUN di daerah berwenang menutup rekening dalam hal:
a. Pemimpin BLU membuka rekening tanpa memperoleh persetujuan dari
Kuasa BUN di Daerah;
b. Pemimpin BLU tidak melaporkan pembukaan rekening;
c. Rekening yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukkanya.
Pemimpin BLU harus menutup rekening milik BLU yang sudah tidak
digunakan sesuai dengan tujuan dan peruntukannya. Pemimpin BLU harus
menyampaikan laporan penutupan rekening kepada Kuasa BUN di Daerah
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal penutupan.
Contoh :
Kasus 1
Droping dana Jamkesmas/Jamkesda belum bisa diakui sebagai
pendapatan satker BLU sebelum diverifikasi pihak Kemenkes/Pemda.
Analisis :
- Droping dana ditempatkan pada rekening Dana Kelolaan.
- Setelah melalui proses verifikasi atas bukti-bukti kegiatan
pelayanan, dana yang telah menjadi hak satker BLU ditransfer ke
Rekening Operasional penerimaan.
Kasus 2
Suatu satker BLU mendapat hibah tunai. Jika sampai dengan akhir
tahun anggaran belum terserap, sisa dana harus dikembalikan ke
pemberi hibah.
Analisis :
- Dana hibah ditempatkan pada rekening Dana Kelolaan.
- Belanja dana hibah dilakukan melalui Rekening Operasional

54
pengeluaran.
Rek. Dana Kelolaan Rek. Operasional penerimaan Rek.
Operasional pengeluaran
- Sisa dana hibah di rekening Dana Kelolaan dikembalikan ke
pemberi hibah.
Kasus 3
Idem kasus 2, namun tidak ada kewajiban mengembalikan sisa dana
hibah.
Analisis :
Dana hibah ditempatkan pada rekening Operasional penerimaan.

B. PENGELOLAAN PIUTANG
Pengelolaan piutang BLU mengikuti ketentuan pada PMK nomor
230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan Piutang BLU. Piutang BLU
merupakan piutang negara. Piutang BLU terjadi sehubungan dengan
penyerahan barang, jasa, dan/atau transaksi lainnya yang
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLU.
Piutang BLU dikelola dan diselesaikan secara tertib, efisien, ekonomis,
transparan, dan bertanggung jawab serta dapat memberikan nilai tambah,
sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Dalam rangka penyelenggaraan
pengelolaan piutang BLU, Pemimpin BLU wajib menetapkan pedoman
pengelolaan piutang BLU yang disetujui Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan yang bersangkutan. Pedoman pengelolaan piutang BLU
paling kurang mencakup:
1. Prosedur dan persyaratan pemberian piutang;
2. Penatausahaan dan akuntansi piutang;
3. Tata cara penagihan piutang; dan
4. Pelaporan piutang.
BLU harus melakukan penagihan secara maksimal terhadap piutang
BLU. Dalam hal piutang BLU tidak terselesaikan setelah dilakukan penagihan
secara maksimal, BLU menyerahkan pengurusan penagihan tersebut
kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Pengurusan Piutang
BLU oleh PUPN sampai lunas, selesai atau optimal. Pengurusan Piutang
BLU dinyatakan telah optimal, dalam hal telah dinyatakan sebagai
Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT) oleh PUPN.

55
Terhadap Piutang BLU yang telah dinyatakan PSBDT oleh PUPN,
Pemimpin BLU melakukan penghapusan secara bersyarat terhadap
Piutang BLU dengan menerbitkan surat keputusan penghapusan.
Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU dilakukan dengan
menghapuskan Piutang BLU dari pembukuan BLU tanpa menghapuskan hak
tagih negara. Penghapusan Piutang BLU dilakukan dengan dilengkapi:
1. Daftar nominatif para penanggung utang;
2. Besaran piutang yang dihapuskan; dan
3. Surat pernyataan PSBDT dari PUPN.
Pemimpin BLU diberikan kewenangan penghapusan secara bersyarat sesuai
jenjang kewenangannya. Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang
BLU ditetapkan oleh:
1. Pemimpin BLU untuk jumlah sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) per penanggung utang;
2. Pemimpin BLU dengan persetujuan Dewan Pengawas untuk jumlah lebih
dari Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) per penanggung utang.
Dalam hal tidak terdapat Dewan Pengawas, persetujuan diberikan oleh
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan yang bersangkutan.
3. Penghapusan secara bersyarat, sepanjang menyangkut piutang BLU
untuk jumlah lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) per
penanggung utang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penghapusan Piutang Negara.
Dalam hal perjanjian/peraturan/hal lain yang menjadi dasar
terjadinya piutang BLU diatur bahwa penanggung utang wajib
menyalurkan kredit kepada para anggotanya, nilai piutang BLU yang dapat
dihapuskan secara bersyarat adalah per anggota penanggung utang.
Pencatatan atas penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang
BLU dilakukan sesuai pedoman penatausahaan dan akuntansi BLU.
Penghapusan secara bersyarat terhadap Piutang BLU yang
dilakukan oleh Pemimpin BLU untuk jumlah sampai dengan Rp
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) per penanggung utang dilaporkan
kepada Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk dengan tembusan
kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan yang

56
bersangkutan. Pemimpin BLU menyampaikan laporan penghapusan
secara bersyarat terhadap Piutang BLU kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara dan Direktur Jenderal
Perbendaharaan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah surat
keputusan penghapusan diterbitkan.
Penghapusan secara mutlak terhadap piutang BLU dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penghapusan
Piutang Negara.

C. PENGELOLAAN UTANG
Dalam kegiatan operasional dengan pihak lain, BLU dapat memiliki
utang yang dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggung jawab, sesuai dengan praktik bisnis yang sehat.
Pembayaran utang BLU pada prinsipnya menjadi tanggung jawab BLU.
Pengelolaan utang harus sesuai dengan peruntukannya. Utang jangka
pendek ditujukan hanya untuk belanja operasional, sedangkan utang
jangka panjang ditujukan untuk menutupi belanja modal.
Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah lima tahun sejak
utang tersebut jatuh tempo, kecuali diterapkan lain oleh peraturan yang
ada. BLU dengan status penuh dapat mengadakan pinjaman jangka pendek
atas namanya sendiri sesuai kebutuhan. Pinjaman jangka pendek
merupakan pinjaman dalam rangka menutup selisih antara jumlah kas
yang tersedia ditambah aliran kas masuk yang diharapkan dengan jumlah
pengeluaran yang diproyeksikan dalam suatu tahun anggaran (mismatch).
Pinjaman jangka pendek digunakan untuk memenuhi kebutuhan
belanja operasional atau dimaksudkan memberikan manfaat jangka pendek.
BLU dapat melakukan perikatan pinjaman jangka pendek dengan
pihak lain yaitu badan usaha dalam negeri baik berupa lembaga
keuangan perbankan maupun non perbankan, badan usaha lainnya
atau BLU. Aset tetap dilarang dijadikan jaminan atas Pinjaman jangka
pendek.
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan pinjaman jangka
pendek adalah:
1. Kegiatan tersebut telah tercantum dalam RBA tahun anggaran berjalan,
namun dana yang tersedia dari PNBP tidak/belum mencukupi untuk

57
menutup kebutuhan atau kekurangan dana untuk membiayai
kegiatan dimaksud;
2. Kegiatan yang akan dibiayai bersifat mendesak dan tidak dapat
ditunda;
3. Saldo kas dan setara kas BLU tidak mencukupi atau tidak memadai
untuk membiayai pengeluaran dimaksud; dan
4. Jumlah pinjaman jangka pendek yang masih ada ditambah dengan
jumlah pinjaman jangka pendek yang akan ditarik tidak melebihi 15%
(lima belas persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran
sebelumnya yang tidak bersumber langsung dari APBN (Rupiah
Murni) dan hibah terikat. Sebagaimana dijelaskan di muka, hibah
terikat merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai
peruntukan atau maksud pemberi hibah.
Kewenangan persetujuan atas Pinjaman jangka pendek diberikan oleh:
1. Pemimpin BLU untuk peminjaman yang bernilai sampai dengan 10%
(sepuluh persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun anggaran
sebelumnya yang tidak bersumber dari APBN (Rupiah Murni) dan
hibah terikat.
2. Pemimpin BLU atas persetujuan Dewan Pengawas untuk
peminjaman yang bernilai di atas 10% (sepuluh persen) sampai
dengan 15% (lima belas persen) dari jumlah pendapatan BLU tahun
anggaran sebelumnya yang tidak bersumber dari APBN dan hibah
terikat.
3. Pemimpin BLU atas persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan bagi BLU yang tidak memiliki Dewan
Pengawas untuk peminjaman yang bernilai di atas 10% (sepuluh
persen) sampai dengan 15% (lima belas persen) dari jumlah
pendapatan BLU tahun anggaran sebelumnya yang tidak bersumber
dari APBN (Rupiah Murni) dan hibah terikat.
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan adalah pejabat minimal setingkat eselon II pada Kementerian
Negara/Lembaga yang bersangkutan dan hanya dimaksudkan untuk
memberikan persetujuan dalam rangka pinjaman jangka pendek.
Pelaksanaan pinjaman jangka pendek antara BLU dengan pihak lain,

58
dituangkan dalam Perjanjian Pinjaman yang paling kurang memuat hal-hal
sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang mengadakan Perjanjian Pinjaman;
2. Jumlah pinjaman;
3. Peruntukan pinjaman;
4. Persyaratan pinjaman;
5. Prosedur/tata cara pencairan pinjaman; dan
6. Prosedur/tata cara pembayaran pinjaman.
Pejabat Keuangan BLU melaksanakan pembayaran pokok pinjaman,
bunga, dan biaya lainnya pada saat jatuh tempo sesuai Perjanjian
Pinjaman. Kewajiban yang timbul sebagai akibat dari Perjanjian
Pinjaman merupakan tanggung jawab BLU. Penatausahaan pinjaman
jangka pendek dilaksanakan oleh Pejabat Keuangan BLU, mencakup
kegiatan:
1. Administrasi pengelolaan pinjaman; dan
2. Akuntansi pengelolaan pinjaman.
Dalam hal terdapat penyelesaian kegiatan yang lambat atau
penyerapan pinjaman yang rendah, Pemimpin BLU mengambil
langkah-langkah penyelesaian. Pemimpin BLU melakukan evaluasi kinerja
kegiatan yang didanai dari pinjaman paling sedikit setiap semester
berdasarkan sasaran dan/atau standar kinerja yang telah ditetapkan.
Pejabat keuangan BLU menyampaikan laporan bulanan kepada
Pemimpin BLU mengenai realisasi penyerapan dan pembayaran
kewajiban yang timbul akibat pinjaman jangka pendek.
Pejabat teknis BLU menyampaikan laporan bulanan kepada Pemimpin
BLU mengenai realisasi kegiatan yang dibiayai Pinjaman jangka pendek.
Laporan bulanan tersebut disampaikan oleh Pemimpin BLU kepada Dewan
Pengawas atau Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk
BLU yang tidak memiliki Dewan Pengawas.
BLU yang beralih statusnya menjadi badan hukum lain dengan
kekayaan negara yang dipisahkan atau turun statusnya menjadi BLU
bertahap, harus menyelesaikan sisa kewajiban yang timbul sebagai
akibat dari Perjanjian Pinjaman.

59
D. PENGELOLAAN INVESTASI
BLU tidak dapat melakukan investasi jangka panjang kecuali atas
persetujuan Menteri Keuangan. Investasi jangka panjang dimaksud
antara lain berupa penyertaan modal, pemilikan obligasi jangka panjang
atau investasi langsung (misal; pendirian perusahaan). Apabila suatu
satker BLU mendirikan atau membeli badan usaha yang berbadan hukum,
maka kepemilikannya berada pada Menteri Keuangan, tetapi
keuntungan yang diperoleh menjadi pendapatan satker BLU dimaksud.

E. PENGELOLAAN BARANG
1. Pengadaan barang dan/atau jasa
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 08/PMK.02/2006 tentang
Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum,
mengatur secara khusus pengadaan barang dan/atau jasa satker
BLU sebagai berikut:
a) Pelaksanaan pengadaan barang/jasa pada satker BLU harus
dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, dan ekonomis, sesuai
dengan praktik bisnis yang sehat;
b) BLU Penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan
sebagian atau seluruhnya dari ketentuan pengadaan barang dan
jasa pemerintah bila terdapat alasan efektivitas dan/atau
efisiensi. Fleksibilitas diberikan hanya terhadap pengadaan
barang dan/atau jasa yang dananya bersumber dari:
1) Jasa layanan kepada masyarakat;
2) Hibah tidak terikat;
3) Hasil kerjasama satker BLU dengan pihak lain;
4) Hasil usaha lainnya.
Pengadaan barang/jasa tersebut dilaksanakan berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan oleh Pemimpin BLU dengan mengikuti
prinsip-prinsip transparansi, adil/tidak diskriminatif, akuntabilitas, dan
praktik bisnis yang sehat.
c) Untuk pengadaan barang/jasa yang sumber dananya berasal dari
hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan
pengadaan dari pemberi hibah, atau mengikuti ketentuan yang
berlaku bagi satker BLU sepanjang disetujui oleh pemberi hibah;

60
d) Dalam penetapan penyedia barang/jasa, Panitia Pengadaan terlebih dahulu
harus memperoleh persetujuan dari:
1) Pemimpin BLU untuk pengadaan barang/jasa yang bernilai di atas Rp 50
miliar; atau
2) Pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemimpin BLU untuk pengadaan yang
bernilai sampai dengan Rp50 miliar.
e) Penunjukan pejabat lain sebagaimana tersebut di atas, melibatkan semua
unsur Pejabat Pengelola BLU dan harus memperhatikan prinsip-prinsip:
1) Obyektivitas, yaitu penunjukan yang didasarkan pada aspek integritas
moral, kecakapan pengetahuan mengenai proses dan prosedur pengadaan
barang/jasa, tanggung jawab untuk mencapai sasaran kelancaran dan
ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa;
2) Independensi, yaitu menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan
kepentingan dengan pihak terkait dalam melaksanakan penunjukan
pejabat lain, langsung maupun tidak langsung; dan
3) Saling uji (cross check), yaitu berusaha memperoleh informasi dari
sumber yang berkompeten, dapat dipercaya, dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk mendapatkan keyakinan yang
memadai dalam melaksanakan penunjukan pejabat lain.

2. Pengelolaan aset satker BLU


a) Barang inventaris satker BLU dapat dihapuskan dan/atau dialihkan
kepada pihak lain dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan,
berdasarkan pertimbangan ekonomis dan dilaporkan secara
berkala kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan;
b) BLU tidak dapat mengalihkan, memindahtangankan, dan/atau
menghapus aset tetap, kecuali atas persetujuan yang dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Penerimaan hasil penjualan aset tetap sebagai akibat dari
pemindahtanganan diatur sebagai berikut:
1) Penerimaan hasil penjualan aset tetap yang pendanaannya
berasal dari pendapatan BLU selain dari APBN merupakan
pendapatan BLU dan dapat dikelola langsung untuk
membiayai belanja BLU.

61
2) Penerimaan hasil penjualan aset tetap yang pendanaannya
sebagian atau seluruhnya berasal dari APBN bukan
merupakan pendapatan BLU dan wajib disetor ke rekening
Kas Umum Negara.
Hasil penjualan aset tetap dimaksud harus diungkapkan secara
memadai dalam laporan keuangan BLU
d) Pemanfaatan aset tetap untuk kegiatan yang tidak terkait atau tidak
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi BLU harus
mendapat persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
e) Tanah dan bangunan disertifikatkan atas nama
Kementerian/Lembaga terkait;
f) Tanah dan bangunan yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan
tugas pokok dan fungsi BLU, dapat dialihgunakan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan terkait dengan persetujuan Menteri
Keuangan.

F. PENYELESAIAN KERUGIAN
Setiap kerugian negara pada satker BLU yang disebabkan oleh tindakan
melanggar hukum atau kelalaian, diselesaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan mengenai penyelesaian kerugian
Negara.
Setiap Pimpinan Kementerian/Lembaga dapat segera melakukan
tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa pada satker BLU yang
berada dalam kewenangannya telah terjadi kerugian Negara, sebagai
akibat perbuatan dari pihak manapun.

62
BAB IX
AKUNTANSI, PELAPORAN, DAN
PERTANGGUNGJAWABAN

A. AKUNTANSI
BLU menerapkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang
diterbitkan oleh Asosiasi Profesi Akuntansi Indonesia sesuai dengan
jenis industrinya. Apabila tidak ada standar akuntansi yang diterbitkan
oleh Asosiasi Profesi Akuntansi Indonesia, BLU dapat mengembangkan
standar akuntansi industri yang spesifik dengan mengacu pada pedoman
akuntansi BLU sebagaimna diatur dalam PMK No.76/PMK.05/2008.
Standar akuntansi tersebut ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan setelah mendapatkan persetujuan
Menteri Keuangan.
Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen
pendukungnya dikelola secara tertib. Selain itu, BLU juga harus
mengembangkan dan menerapkan sistem akuntansi dengan mengacu
pada standar akuntansi yang berlaku sesuai dengan jenis layanannya.
Sistem akuntansi adalah serangkaian prosedur baik manual maupun
terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan. BLU
setidak-tidaknya mengembangkan tiga sistem akuntansi yang merupakan
sub sistem dari sistem akuntansi BLU, yaitu sistem akuntansi keuangan,
sistem akuntansi aset tetap, dan sistem akuntansi biaya.
1. Sistem Akuntansi Keuangan
Sistem akuntansi keuangan adalah sistem akuntansi yang menghasilkan
laporan keuangan pokok untuk tujuan umum (general purpose). Tujuan
laporan keuangan adalah:
a) Akuntabilitas: mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya
serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada BLU dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
b) Manajemen: membantu para pengguna untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan BLU dalam periode pelaporan sehingga
memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian
atas seluruh penerimaan, pengeluaran, aset, kewajiban, dan
ekuitas BLU untuk kepentingan stakeholders.
c) Transparansi: memberikan informasi keuangan yang terbuka
dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa
masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan
menyeluruh atas pertanggungjawaban BLU dalam pengelolaan
sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada
peraturan perundang-undangan.
Sistem akuntansi keuangan menghasilkan laporan keuangan pokok
berupa Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang ditetapkan oleh asosiasi profesi
akuntansi Indonesia/standar akuntansi industri spesifik dan Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan keuangan sesuai dengan SAK digunakan untuk kepentingan
pelaporan kepada pengguna umum laporan keuangan BLU, dalam hal
ini stakeholders, yaitu pihak-pihak yang berhubungan dan memiliki
kepentingan dengan BLU. Sedangkan laporan keuangan yang sesuai
dengan SAP digunakan untuk kepentingan konsolidasi laporan keuangan
BLU dengan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga.
2. Sistem Akuntansi Aset Tetap
Sistem akuntansi aset tetap menghasilkan laporan tentang aset
tetap untuk keperluan manajemen aset. Sistem ini menyajikan
informasi tentang jenis, kuantitas, nilai, mutasi, dan kondisi aset tetap
milik BLU ataupun bukan milik BLU tetapi berada dalam
pengelolaan BLU.
Pengembangan sistem akuntansi aset tetap diserahkan sepenuhnya
kepada BLU yang bersangkutan. Namun demikian, BLU dapat
menggunakan sistem yang ditetapkan Menteri Keuangan seperti
Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara
(SIMAK-BMN).
3. Sistem Akuntansi Biaya
BLU mengembangkan sistem akuntansi biaya yang
menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi, biaya satuan
(unit cost) per unit output layanan, dan evaluasi varian. Sistem

64
akuntansi biaya berguna dalam perencanaan dan pengendalian,
pengambilan keputusan, dan perhitungan tarif layanan.
Sistem akuntansi BLU terdiri atas sub sistem yang terintegrasi untuk
menghasilkan laporan keuangan dan laporan lainnya yang berguna
bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Sub sistem/komponen sistem
akuntansi antara lain mencakup :
a) Kebijakan Akuntansi
Kebijakan akuntansi meliputi pilihan prinsip-prinsip, dasar-dasar,
konversi, peraturan, dan prosedur yang digunakan BLU dalam
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Pertimbangan
dan/atau pemilihan kebijakan akuntansi perlu disesuaikan dengan
kondisi BLU. Sasaran pilihan kebijakan yang paling tepat adalah
gambaran kondisi keuangan BLU secara tepat.
Pertimbangan dalam pemilihan penerapan kebijakan
akuntansi dan penyiapan laporan keuangan oleh manajemen
antara lain :
1) Penyajian Wajar
Faktor pertimbangan sehat bagi penyusunan laporan
keuangan diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian
peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu
diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya
dengan menggunakan pertimbangan sehat dalam
penyusunan laporan keuangan.
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada
saat melakukan perkiraan dalam kondisi ketidakpastian,
sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi
dan kewajiban atau biaya tidak dinyatakan terlalu rendah.
Penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan
pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan berlebihan
dan sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang lebih
rendah atau pencatatan kewajiban atau biaya lebih tinggi
sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak
handal.
2) Substansi Menggungguli Bentuk (Substance Over Form)
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar

65
transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan,
sehingga transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan
disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi dan
bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi
transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan
aspek formalitasnya, maka hal tersebut diungkapkan dengan
jelas di CaLK.
3) Materialitas
Walapun idealnya memuat segala informasi, laporan keuangan
BLU hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi
kriteria materialitas. Informasi dipandang material apabila
kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat
informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi
pengguna yang diambil atas dasar laporan keuangan.
b) Subsistem Akuntansi
Subsistem akuntansi merupakan bagian sistem akuntansi.
Contohnya subsistem akuntansi penerimaan kas dan subsistem
pengeluaran kas merupakan bagian dari sistem akuntansi
keuangan.
c) Prosedur Akuntansi
Prosedur yang digunakan untuk menganalisis, mencatat, mengklasifikasi
dan mengikhtisarkan informasi untuk disajikan di laporan
keuangan juga mengacu pada siklus akuntansi (accounting
cycle).
d) Bagan Akun Standar (BAS)
BAS merupakan daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan
disusun secara sistematis oleh Pimpinan BLU untuk memudahkan
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, serta
akuntansi dan pelaporan keuangan. Untuk tujuan konsolidasi laporan
keuangan BLU dengan laporan Kementerian Negara/Lembaga
digunakan BAS yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

B. PELAPORAN
1. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi mengenai

66
posisi keuangan, operasional keuangan, arus kas BLU yang bermanfaat
bagi pengguna laporan keuangan dalam membuat dan mengevaluasi
keputusan ekonomi.
Laporan keuangan disusun untuk tujuan umum, yaitu memenuhi
kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian,
laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan BLU
menyajikan informasi tentang :
1. Aset;
2. Kewajiban;
3. Ekuitas;
4. Pendapatan dan biaya; dan
5. Arus kas.

2. Tanggung Jawab atas Laporan Keuangan


Peminpin BLU bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian
laporan keuangan BLU yang disertai dengan surat pernyataan tanggung
jawab yang berisikan pernyataan bahwa pengelolaan anggaran
telah dilaksanakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai, akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan, dan kebenaran isi laporan
keuangan merupakan tanggung jawab pemmpin BLU.

3. Komponen Laporan Keuangan


Laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari komponen-komponen
berikut ini
a) Laporan Realisasi Anggaran /Laporan Operasional
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyajikan informasi
tentang anggaran dan realisasi anggaran BLU secara bersama
yang menunjukkan tingkat capaian target-target yang telah
disepakati dalam dokumen pelaksanaan anggaran.
2) Laporan Operasional (LO) menyajikan informasi tentang
operasi BLU mengenai sumber, alokasi, dan pemakaian sumber

67
daya ekonomi yang dikelola oleh BLU. Laporan operasional
antara lain dapat berupa laporan aktivitas atau laporan surplus
defisit.
3) Informasi dalam LRA/LO, digunakan bersama-sama dengan
informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan lainnya
sehingga dapat membantu para pengguna laporan keuangan
untuk:
(a) mengevaluasi keputusan mengenai alokasi
sumber-sumber daya ekonomi;
(b) menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan
penggunaan sumber daya ekonomi; dan
(c) menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran
secara menyeluruh yang berguna dalam mengevaluasi kinerja
BLU dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan
anggaran.
b) Neraca
1) Tujuan utama neraca adalah menyediakan informasi tentang
posisi keuangan BLU meliputi aset, kewajiban, dan ekuitas pada
tanggal tertentu.
2) Informasi dalam neraca digunakan bersama-sama dengan informasi
yang diungkapkan dalam laporan keuangan lainnya sehingga
dapat membantu para pengguna laporan keuangan untuk
menilai :
(a) Kemampuan BLU dalam memberikan jasa layanan
secara berkelanj utan;
(b) Likuiditas dan solvabilitas;
(c) Kebutuhan pendanaan eksternal.
c) Laporan Arus Kas
1) Tujuan utama laporan arus kas adalah menyediakan informasi
mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas
selama periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada
tanggal pelaporan. Arus kas dikelompokkan dalam aktivitas
operasi, investasi, dan pendanaan.
2) Informasi dalam laporan arus kas digunakan bersama-sama
dengan informasi yang diungkapkan dalam laporan keuangan

68
lainnya sehingga dapat membantu para pengguna laporan
keuangan untuk menilai:
(a) kemampuan BLU dalam menghasilkan kas dan setara
kas;
(b) sumber dana BLU;
(c) penggunaan dana BLU;
(d) prediksi kemampuan BLU untuk memperoleh sumber
dana serta penggunaannya untuk masa yang akan
datang.
d) Catatan atas Laporan Keuangan
1) Tujuan utama Catatan atas Laporan Keuangan adalah
memberikan penjelasan dan analisis atas informasi yang ada
di LRA/LO, neraca, laporan arus kas, dan informasi tambahan
lainnya sehingga para pengguna mendapatkan pemahaman
yang paripurna atas laporan keuangan BLU.
2) Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan mencakup
antara lain:
(a) Pendahuluan;
(b) Kebijakan akuntansi;
(c) Penjelasan atas pos-pos LRA/LO;
(d) Penjelasan atas pos-pos neraca;
(e) Penjelasan atas pos-pos laporan arus kas;
(f) Kewajiban kontinjensi;
(g) Informasi tambahan dan pengungkapan lainnya.
Laporan keuangan pokok di atas disertai dengan
Laporan Kinerja yang menjelaskan secara ringkas dan
lengkap tentang capaian kinerja yang berisikan ringkasan
keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang
dicapai dari masing-masing program yang disusun
dalam RBA.

4. Penyajian Laporan Keuangan


Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara
jelas dan menyajikan informasi, antara lain mencakup:
a. Nama BLU atau identitas lain;

69
b. Cakupan laporan keuangan, apakah mencakup hanya satu unit
usaha atau beberapa unit usaha;
c. Tanggal atau periode pelaporan;
d. Mata uang pelaporan dalam Rupiah; dan
e. Satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan
keuangan.

5. Konsolidasi Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan Keuangan


Kementerian Negara/Lembaga
BLU menyusun laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK). BLU merupakan satker Kementerian Negara/Lembaga, oleh
karena itu laporan keuangan BLU dikonsolidasikan dengan laporan keuangan
Kementerian Negara/Lembaga. Konsolidasi laporan keuangan dapat dilakukan jika
digunakan prinsip-prinsip akuntansi yang sama. Kondisi yang ada, BLU
menggunakan SAK sedangkan laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga
menggunakan SAP. Oleh karena itu, BLU mengembangkan sub sistem akuntansi
yang mampu menghasilkan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Komponen Laporan Keuangan BLU yang dikonsolidasikan ke dalam
laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga meliputi:
a) Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Operasional;
b) Neraca.
Sistem akuntansi BLU memproses semua pendapatan dan belanja BLU,
baik yang bersumber dari pendapatan usaha dari jasa layanan, hibah,
pendapatan APBN, dan pendapatan usaha lainnya. Sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan sistem akuntansi tersebut mencakup seluruh
transaksi keuangan pada BLU.
Transaksi keuangan BLU yang bersumber dari pendapatan usaha dari
jasa layanan, hibah, pendapatan APBN, dan pendapatan usaha lainnya
wajib dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga dan Pemerintah. Oleh karena itu transaksi tersebut harus
disahkan oleh KPPN dengan mekanisme SP3B dan SP2B minimal satu kali
setiap triwulan. Dengan demikian pelaksanaan SAI di BLU dapat
dilakukan secara kumulatif setiap triwulan.
Pos-pos neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas juga

70
dikonsolidasikan ke neraca Kementerian Negara/Lembaga. Untuk tujuan
ini perlu dilakukan reklasifikasi pos-pos neraca agar sesuai dengan SAP
dengan menggunakan BAS yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Dalam rangka menyiapkan laporan keuangan untuk tujuan konsolidasi,
sistem akuntansi BLU juga harus menghasilkan data elektronis (berupa file
Buku Besar/Arsip Data Komputer ADK) yang dapat digabungkan oleh
UAPPAE1/UAPA dengan menggunakan aplikasi Sistem Akuntansi
Instansi (SAI) tingkat Eselon I atau Kementerian/Lembaga. Dengan
demikian laporan keuangan yang dihasilkan pada tingkat Eselon I atau
Kementerian/Lembaga telah mencakup laporan keuangan BLU.
Dalam hal sistem akuntansi keuangan BLU belum dapat menghasilkan
laporan keuangan untuk tujuan konsolidasi dengan laporan keuangan
Kementerian/Lembaga, BLU perlu melakukan konversi laporan keuangan
BLU berdasarkan SAK ke dalam laporan keuangan berdasarkan SAP.
Proses konversinya mencakup pengertian, klasifikasi, pengakuan,
pengukuran, dan pengungkapan atas akun-akun neraca dan laporan
aktivitas/operasional.
a. Pengertian
Pada umumnya, pengertian akun-akun menurut SAK tidak jauh
berbeda dengan SAP. Apabila ada pengertian yang berbeda, maka
untuk tujuan konsolidasi pengertian akun menurut SAP, yaitu
berdasarkan Peraturan Pemerintah mengenai SAP.
b. Klasifikasi
Klasifikasi aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan, dan biaya perlu
disesuaikan dengan klasifikasi aset sesuai dengan Bagan Akun Standar
yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Keuangan.
1) Mapping klasifikasi pendapatan dan belanja ke dalam perkiraan
pendapatan dan belanja berbasis SAI berpedoman kepada
Peraturan Menteri Keuangan tentang Bagan Akun Standar.
2) Mapping klasifikasi neraca, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas
BLU menjadi aset, kewajiban, dan ekuitas dana sesuai dengan
Bagan Akun Standar. Akun penyisihan piutang tak tertagih,
akumulasi penyusutan dan akumulasi amortisasi tidak perlu
disajikan di neraca berdasarkan SAP, sepanjang aplikasi SAI belum
menerapkan penyisihan piutang tak tertagih, penyusutan dan

71
amortisasi.
c. Pengakuan dan pengukuran
SAK menggunakan basis akrual dalam pengakuan aset, kewajiban, ekuitas,
pendapatan, dan biaya. Pendapatan diakui pada saat diterima atau
hak untuk menagih timbul sehubungan dengan adanya barang/jasa
yang diserahkan kepada masyarakat. Biaya diakui jika penurunan
manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan
aset atau peningkatan kewajian telah terjadi dan dapat diukur dengan
andal. Ini berarti pengakuan biaya terjadi bersamaan dengan pengakuan
penurunan aset atau kenaikan kewajiban, misalnya akrual penyusutan
aset tetap atau hak karyawan.
SAP menggunakan basis akrual dalam pengakuan aset, kewajiban,
dan ekuitas serta basis kas dalam pengakuan pendapatan dan
belanja. Pendapatan diakui pada saat kas diterima pada rekening Kas
Umum Negara. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari
rekening Kas Umum Negara dan dipertanggungjawabkan.
Pendapatan (tidak termasuk pendapatan yang ditransfer dari
APBN/RM) dan belanja BLU diakui jika pendapatan dan belanja
tersebut dilaporkan dengan mekanisme SP3B dan SP2B. Belanja yang
didanai dari pendapatan BLU diakui sebagai belanja oleh Bendahara
Umum Negara jika belanja tersebut telah dilaporkan dengan
mekanisme SP3B dan SP2B.
Untuk kepentingan konsolidasi dengan laporan keuangan
Kementerian Negara/Lembaga, perlu dilakukan penyesuaian atas akun
pendapatan dan belanja yang berbasis akrual menjadi akun pendapatan
dan belanja berbasis kas.
Formula penyesuaian pendapatan dan belanja berbasis akrual
menjadi berbasis kas adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan Berbasis Kas = Pendapatan BLU + pendapatan
diterima di muka pendapatan yang masih harus diterima.
2. Belanja Berbasis Kas = Biaya BLU Biaya yang dibayar tidak
tunai termasuk Penyusutan + utang biaya yang dibayar + biaya
dibayar di muka.
d. Pengungkapan
Pengungkapan laporan keuangan sesuai dengan SAP harus mengikuti

72
persyaratan sesuai dengan Peraturan Pemerintah mengenai
SAP. Konsolidasi laporan keuangan BLU kedalam laporan keuangan
Kementerian Negara/Lembaga dilakukan secara berkala setiap
semester dan tahunan. Laporan keuangan yang dikonsolidasikan
terdiri dari neraca dan laporan realisasi anggaran.

6. Ilustrasi Format Laporan Keuangan (terlampir)

C. PERTANGGUNGJAWABAN
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan bertanggung
jawab atas keberhasilan pencapaian sasaran program berupa hasil (political
accountability), sedangkan pimpinan BLU bertanggung jawab atas
keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan berupa keluaran (operational
accountability) dan terhadap kinerja BLU sesuai dengan tolok ukur yang
ditetapkan dalam RBA.

73
BAB X
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMERIKSAAN

A. PEMBINAAN
Pembinaan teknis BLU dilakukan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, sedangkan pembinaan di bidang
keuangan dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Pembinaan keuangan BLU oleh Menteri Keuangan dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pembinaan ini meliputi antara lain:
perencanaan dan penganggaran; dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA);
pengelolaan pendapatan; pengelolaan belanja; pengelolaan kas; pengelolaan
piutang; pengelolaan utang; investasi; pengelolaan barang; penyelesaian
kerugian; akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban; surplus dan
defisit.

B. PENGAWASAN OLEH DEWAN PENGAWAS


Dalam rangka pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan BLU dapat
dibentuk Dewan Pengawas. Usulan keanggotaan Dewan Pengawas diajukan
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan kepada Menteri
Keuangan untuk mendapatkan persetujuan. Pembentukan Dewan Pengawas
tersebut berlaku pada BLU yang memiliki realisasi omzet tahunan minimum
Rp 15.000.000.000,- dan/atau nilai aset minimum Rp 75.000.000.000,-.
Jumlah anggota Dewan Pengawas dapat berjumlah 3 (tiga) orang atau 5
(lima) orang tergantung pada nilai omset dan nilai aset BLU.
1. Anggota Dewan Pengawas berjumlah tiga orang bila nilai omzetnya
sebesar Rp 15.000.000.000,- s.d. Rp 30.000.000.000,- dan/atau nilai aset sebesar
Rp75.000.000,- s.d. Rp200.000.000.000,-;
2. Anggota Dewan Pengawas berjumlah lima orang bila nilai omsetnya
lebih dari Rp30.000.000.000,- dan/atau nilai aset lebih dari
Rp200.000.000.000,-.
Unsur-unsur keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari unsur pejabat
dari Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan, Kementerian
Keuangan dan tenaga ahli (profesional) sesuai bidang layanan BLU.
Persyaratan untuk diangkat sebagai anggota Dewan Pengawas adalah orang
perseorangan yang:
1. Memiliki integritas, dedikasi dan memahami masalah-masalah yang
berkaitan dengan kegiatan BLU, serta dapat menyediakan waktu yang
cukup untuk melaksanakan tugasnya.
2. Mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit
atau tidak pernah menjadi anggota direksi atau komisaris atau dewan
pengawas yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu
badan usaha pailit, atau orang yang tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana yang menyebabkan kerugian Negara.
Pembentukan Dewan Pengawas dan jumlah keanggotaan Dewan
Pengawas dapat ditinjau kembali apabila realisasi nilai omset tahunan
menurut laporan realisasi anggaran tahun terakhir dan/atau nilai aset
menurut neraca mengalami penurunan selama 2 (dua) tahun
terakhir.
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan
BLU yang dilakukan oleh Pejabat Pengelola BLU mengenai
pelaksanaan Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis dan
anggaran dan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban Dewan Pengawas BLU yaitu:
1. Memberikan pendapat dan saran kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dan Menteri Keuangan mengenai
Rencana Strategis Bisnis dan Rencana Bisnis dan Anggaran yang
diusulkan oleh Pejabat Pengelola BLU;
2. Melaporkan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan dan Menteri Keuangan dalam hal terjadi gejala penurunan
kinerja BLU;
3. Mengikuti perkembangan BLU dan melaporkan setiap masalah yang
dianggap penting kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan dan Menteri Keuangan;
4. Memberikan nasihat pada pejabat BLU dalam melaksanakan pengelolaan
BLU;
5. Memberikan masukan, tanggapan dan saran atas laporan keuangan dan
laporan kinerja BLU.
Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

75
Pengangkatan anggota Dewan Pengawas tidak bersamaam waktunya
dengan pengangkatan Pejabat Pengelola BLU, kecuali pengangkatan
untuk pertama kalinya pada waktu pembentukan BLU.
Anggota Dewan pengawas diberhentikan oleh Menteri/Pimpinan
Lembaga/Ketua Dewan Kawasan setelah masa jabatan anggota Dewan
Pengawas berakhir. Anggota Dewan pengawas dapat diberhentikan
jabatannya oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan
atas persetujuan Menteri Keuangan sebelum habis masa jabatannya,
disebabkan karena :
1. Tidak melaksanakan tugasnya dengan baik;
2. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan;
3. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BLU;
4. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan perbuatan pidana
kejahatan dan/atau kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya
melaksanakan pengawasan atas BLU;
5. Berhalangan tetap.
Apabila terdapat anggota Dewan Pengawas yang diberhentikan
sebelum berakhirnya masa jabatan, Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan dapat mengajukan usul penggantian anggota Dewan ke
Menteri Keuangan untuk diberikan persetujuan. Masa jabatan anggota Dewan
Pengawas pengganti adalah selama sisa masa jabatan anggota Dewan
Pengawas yang diganti.
Dalam rangka mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya, Dewan
Pengawas berkewajiban menyampaikan laporan pengawasan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dan Menteri Keuangan
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) semester. Laporan Semester I
disampaikan paling lambat tanggal 30 (tiga puluh) hari setelah periode
semester I berakhir dan laporan Semester II disampaikan paling lambat 40
(empat puluh) hari setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan Dewan Pengawas ditandatangani oleh ketua dan anggota
Dewas, sekurang-kurangnya memuat :
1. Penilaian terhadap renstra, RBA, dan pelaksanaannya;
2. Penilaian terhadap kinerja pelayanan, keuangan, dan lainnya;
3. Penilaian ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
4. Permasalahan-permasalahan pengelolaan BLU dan

76
solusinya;
5. Saran dan rekomendasi.
Selain laporan per semester, Dewan Pengawas sewaktu-waktu
menyampaikan laporan apabila terjadi hal-hal yang secara substansial
berpengaruh terhadap pengelolaan BLU, antara lain
1. Penurunan kinerja BLU;
2. Pemberhentian pimpinan BLU sebelum berakhirnya masa jabatan;
3. Pergantian lebih dari satu anggota Dewan Pengawas;
4. Berakhirnya masa jabatan Dewan Pengawas.

C. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan menurut UU Nomor 15 Tahun 2004 adalah proses
identifikasi masalah, analisis dan evaluasi independen, obyektif, dan
profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara.

1. PEMERIKSAAN OLEH PEMERIKSA INTERNAL


Fungsi pemeriksaaan dalam pelaksanaan kegiatan di Satker BLU harus
ada dalam organisasi satker tersebut. Fungsi tersebut dilaksanakan
oleh Satuan Pemeriksaan Intern (SPI). SPI berkedudukan sebagai unit
kerja yang berkedudukan langsung di bawah pimpinan BLU. Namun
apabila Satker BLU tersebut belum memungkinkan untuk
pembentukan SPI maka fungsi pengawasan internal BLU diserahkan
kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Negara/Lembaga yang
bersangkutan atau unit lain yang mendapat kewenangan dari
pimpinan BLU untuk melakukan fungsi pengawasan.
Selain itu, pengawasan dapat dilakukan oleh Badan Pengawas
Keuangan Pemerintah (BPKP). BPKP adalah badan atau lembaga
pengawasan yang melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa
mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah
yang menjadi obyek pemeriksaannya. Kedudukan BPKP yang
terlepas dari semua Kementerian atau Lembaga diharapkan dapat
melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif. BPKP
mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

77
pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendekatan yang dilakukan BPKP diarahkan lebih bersifat
preventif atau pembinaan dan tidak sepenuhnya audit atau represif.
Kegiatan sosialisasi, asistensi atau pendampingan, dan evaluasi
merupakan kegiatan yang mulai dilakukan BPKP. Sedangkan audit
investigatif dilakukan dalam membantu aparat penegak hukum untuk
menghitung kerugian keuangan negara.

2. PEMERIKSAAN OLEH PEMERIKSA EKSTERNAL


Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
pemeriksa eksternal. Dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan BLU, BPK dapat memanfaatkan hasil
pemeriksaan pengawasan intern pemerintah.
Jenis-jenis Pemeriksaan:
1. Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
Pemeriksaan keuangan menghasilkan laporan hasil pemeriksaan
yang memuat opini atas laporan keuangan yang diterbitkan oleh
entitas pelaporan yaitu BLU. Opini merupakan pernyataan
profesional pemeriksa (auditor) mengenai kewajaran informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada
kriteria:
a. Standar Akuntansi Keuangan (SAK);
b. Kecukupan pengungkapan (adequte disclosures);
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
d. Efektivitas sistem pengendalian internal.
Terdapat 4 (empat) jenis opini yang dapat diberikan oleh auditor
yaitu:
a. Opini wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
b. Opini wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
c. Opini tidak wajar (adversed opinion);
d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of
opinion).

78
Audit (pemeriksaan) dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
atas pendeteksian salah saji yang material dalam laporan
keuangan. Konsep keyakinan memadai menunjukkan bahwa
auditor bukan seorang penjamin kebenaran laporan keuangan.
Salah saji dibedakan menjadi dua yaitu kekeliruan (errors) dan
ketidakberesan (irregularities). Kekeliruan adalah salah saji yang
tidak disengaja sedangkan ketidakberesan adalah salah saji yang
disengaja.
2. Pemeriksaan Kinerja
Pemeriksaan kinerja adalah adalah pemeriksaan atas pengelolaan
keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan
efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Pemeriksaan kinerja
menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang memuat temuan,
kesimpulan dan rekomendasi. Dalam audit kinerja, tinjauan yang
dilakukan tidak terbatas pada masalah akuntansi saja namun juga
meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan
komputer, metode produksi, pemasaran dan bidang-bidang lain
sesuai dengan keahlian auditor.
3. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu adalah pemeriksaan yang tidak
termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Pemeriksaan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas
hal-hal lain di bidang keuangan negara, pemeriksaan investigatif dan
pengawasan atas pengendalian intern.

79
DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.


2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
Dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
4. Peraturan Pemerintah No. 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja
Dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja instansi pemerintah.
6. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum.
7. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan
Dan Penerapan Stndar Pelayanan Minimal.
8. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 tentang
akuntabilitas Kinerja instansi pemerintah.
9. Peraturan Menteri Keuangan No.143/PMK.02/2015 tentang Petunjuk
Penyusunan Dan Penelaahan Rencana Kerj a Dan Anggaran Kementerian
Negara/ Lembaga dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
No.196/PMK.02/2015.
10. Peraturan Menteri Keuangan No.257/PMK.02/2014 tentang Tata Cara Revisi
Anggaran Tahun Anggaran 2015.
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.05/2014 tentang Rekening
Milik Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja.
12. Peraturan Menteri Keuangan No. 92/PMK.05/2011 tentang Rencana Bisnis
Anggaran serta Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
13. Peraturan Menteri Keuangan No.230/PMK.05/2009 tentang Penghapusan
Piutang BLU.
14. Peraturan Menteri Keuangan No.77/PMK.05/2009 tentang Pinjaman pada
Badan Layanan Umum.
15. Peraturan Menteri Keuangan No.76/PMK.05/2008 tentang Pedoman
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum.
16. Peraturan Menteri Keuangan No.119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan

80
Administratif dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja
instansi pemerintah untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum.
17. Peraturan Menteri Keuangan No.109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas
pada Badan Layanan Umum.
18. Peraturan Menteri Keuangan No.10/PMK.02/2006 tentang Pedoman
Penetapan Remunerasi bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas, dan
Pegawai Badan Layanan Umum, sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan No. 73/PMK.05/2007.
19. Peraturan Menteri Keuangan No.8/PMK.02/2006 tentang Kewenangan
Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum.
20. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-09/PB/2015
tentang Petunjuk Teknis Revisi Anggaran pada Direktur Jenderal
Perbendaharaan dan Revisi Anggaran BLU Tahun Anggaran 2015.
21. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-30/PB/2011
tentang Mekanisme Pengesahan Pendapatan dan Belanja Satker BLU,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.
PER-02/PMK.05/2015.
22. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2007
tentang Tata Cara Pengintegrasian Laporan Keuangan BLU ke dalam Laporan
Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

81
LAMPIRAN - LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Kerja Penilaian dan Penetapan BLU


Lampiran 2 Sistematika RBA BLU
Lampiran 3a Neraca
Lampiran 3b LA Satker BLU Penuh
Lampiran 3c LA Satker BLU Bertahap
Lampiran 3d LAK Metode Langsung
Lampiran 3e LAK Metode Tidak Langsung
Soal Latihan Pilihan Ganda dan Studi Kasus
Lampiran 1 - Prosedur Penilaian Penetapan BLU

PROSEDUR KERJA PENILAIAN DAN PENETAPAN BLU

No. Uraian Satuan Kerja Menteri/Pimpinan Lembaga Menteri Keuangan Dirjen PBN Tim Penilai
1 Satuan kerja menyiapkan persyaratan administratif Menyiapkan
sebagaimana diatur dalam PP No. 23 tahun 2005 persyaratan
tentang Pengelolaan Keuangan BLU, yaitu administratif untuk
a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan mendapatkan
kinerja pelayanan persetujuan dari
menteri/pimpinan
b. pola tata kelola
lembaga
c. rencana strategis bisnis
d. standar pelayanan minimum
e. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia
untuk diaudit secara independen
persyaratan persyaratan
Persyaratan administratif diajukan ke
administratif administratif
menteri/pimpinan lembaga untuk dilakukan
penilaian.

2 Menteri/pimpinan lembaga melakukan penilaian


Melakukan penilaian terhadap
terhadap persyaratan substantif, teknis dan persyaratan substantif, teknis
administratif unit yang mengajukan BLU. dan administratif

Apabila persyaratan substantif, teknis dan


administratif dinilai telah terpenuhi, maka
menteri/pimpinan lembaga mengusulkan unit memenuhi Y dokumen
persyaratan
tersebut ke Menteri Keuangan. Apabila diteruskan ke
syarat? Menteri administratif
persyaratan subtantif, teknis dan administratif Keuangan
belum terpenuhi maka menteri/pimpinan lembaga
mengembalikan dokumen tersebut ke unit yang T
bersangkutan. Unit tersebut dapat mengajukan
dokumen
kembali apabila persyaratan tersebut telah persyaratan dikembalikan
dipenuhi. administratif ke satker ybs

3 Menteri Keuangan mendisposisikan dokumen ke


Dirjen PBN u.p Direktur Pembinaan PK-BLU, mendisposisikan ke persyaratan
Dirjen PBN u.p Direktur persyaratan
kemudian diteruskan kepada tim penilai untuk administratif administratif
Pembinaan PK-BLU
melakukan penilaian atas kelayakan unit tersebut
menerapkan PK-BLU. Tim penilai melakukan
penilaian dan membuat Berita Acara Penilaian meneliti Melakukan penilaian
kelengkapan terhadap persyaratan
dokumen, substantif, teknis dan
meneruskan ke tim administratif
penilai

Membuat Berita Acara


Hasil Penilaian

BA Penilaian

4 Berdasarkan rapat, tim penilai menilai dan


menuangkan hasil penilaian dalam Berita Acara
Penilaian. Apabila persyaratan administratif tidak
Membuat
terpenuhi maka Tim Penilai membuat dan dan
mengirimkan konsep surat penolakan ke Dirjen mengirimkan
persyaratan
Konsep surat
PBN untuk dipelajari. Dirjen PBN mengirimkan Konsep surat penolakan ke T administratif
terpenuhi?
konsep surat penolakan tersebut ke Menteri Penolakan Dirjen PBN
Keuangan. Menteri Keuangan mempelajari,
menandatangani dan mengirimkan surat
penolakan ke menteri/pimpinan lembaga
terkait.Surat Penolakan dibuat 4 copy, masing- Mempelajari, dan
Konsep surat mengirimkan konsep
masing 1 copy untuk: surat penolakan ke
Penolakan
a. Menteri/Pimpinan Lembaga terkait, Menkeu
b. SekJen Kementerian Negara/Lembaga terkait,
c. Direktur PK BLU Ditjen Perbendaharaan (arsip), Y
d. Kepala BLU terkait. Surat Surat Mempelajari,
Penolakan Penolakan menandatangani konsep
surat penolakan

Bila persyaratan subtantif dan teknis terpenuhi


namun persyaratan administratif belum terpenuhi Membuat
secara memuaskan maka Tim Penilai akan dan persyaratan
mengirimkan T administratif
menyiapkan dan mengajukan konsep KMK BLU Konsep KMK Konsep KMK secara
memuaskan?
bertahap ke Dirjen PBN untuk dipelajari dan BLU BLU bertahap
kemudian Dirjen PBN mengirim konsep KMK Konsep KMK Bertahap ke Dirjen
BLU PBN
tersebut ke Menteri Keuangan. Menteri Keuangan
Bertahap
mempelajari, menandatangani dan mengirimkan
Mempelajari,
KMK BLU bertahap ke menteri/pimpinan lembaga mengirimkan Y
terkait. Bila persyaratan administratif, subtantif dan Mempelajari,menand konsep KMK BLU
teknis telah terpenuhi secara memuaskan maka KMK BLU KMK BLU atangani konsep Bertahap ke
KMK BLU bertahap Menkeu
Tim Penilai akan menyiapkan dan mengajukan Bertahap Bertahap
konsep KMK BLU penuh ke Dirjen PBN. Dirjen
PBN mempelajari konsep KMK tersebut dan
mengirimkan ke Menteri Keuangan. Menteri
Keuangan mempelajari, menandatangani dan Membuat dan
mengirimkan KMK BLU penuh ke menteri/pimpinan mengirimkan
lembaga terkait. KMK BLU menjadi dasar untuk Konsep KMK Konsep KMK BLU
menginput data BLU ke dalam database.KPMK Penuh Penuh ke Dirjen
Konsep KMK PBN
BLU dibuat 10 copy, masing-masing 1 copy untuk BLU Penuh
a. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan,
b. Menteri/Pimpinan Lembaga terkait, Mempelajari,
c. Sekjen Kementerian Negara/Lembaga terkait, , mengirimkan
d. Itjen Kementerian Negara/Lembaga terkait, konsep KMK BLU
Mempelajari, Penuh ke Menkeu
e. Sekjen Depkeu, menandatangani
f. Dirjen Anggaran Depkeu, KMK BLU KMK BLU
Penuh konsep KMK BLU
g. Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Penuh penuh
h. Direktur PK-BLU Ditjen Perbendaharaan (arsip),
i. Ka Biro Hukum Depkeu,
j. Kepala BLU terkait.
Lampiran 2

Sistematika Rencana Bisnis dan Anggaran

Berikut disajikan sistematika umum sebuah RBA satker BLU Tahun 20XX
Ringkasan Eksekutif
BAB I Pendahuluan
1. Umum
2. Visi dan Misi BLU
3. Budaya BLU
4. Susunan Pejabat Pengelola BLU dan Dewan Pengawas

BAB II Kinerja BLU Tahun Berjalan (TA 20XX-1) dan Rencana


Bisnis dan Anggaran BLU TA 20XX
1. Gambaran Kondisi Satker BLU
2. Pencapaian Kinerja dan Target Kinerja Satker BLU
3. Informasi Lainnya yang Perlu Disampaikan
4. Ambang Batas Belanja BLU
5. Prakiraan Maju Pendapatan dan Berlanja

BAB III Penutup


1. Kesimpulan
2. Hal-hal Lain yang perlu mendapat perhatian
Lampiran 3a
SATKER BLU
NERACA PER 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

TAHUN TAHUN Kenaikan/(Penurunan)


URAIAN
20X1 20X0 JUMLAH %
ASET
Aset Lancar
Kas dan Setara Kas 999.999 999.999 999.999 99.99
Investasi Jangka Pendek 999.999 999.999 999.999 99.99
Piutang Usaha 999.999 999.999 999.999 99.99
Piutang Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Persediaan 999.999 999.999 999.999 99.99
Uang Muka 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Dibayar Dimuka 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Aset Lancar 999.999 999.999 999.999 99.99

Investasi Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99

Aset Tetap
Tanah 999.999 999.999 999.999 99.99
Gedung dan Bangunan 999.999 999.999 999.999 99.99
Peralatan dan Mesin 999.999 999.999 999.999 99.99
Jalan, irigasi dan jaringan 999.999 999.999 999.999 99.99
Aset tetap lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Konstruksi dalam pengerjaan 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Aset Tetap 999.999 999.999 999.999 99.99
Akumulasi Penyusutan 999.999 999.999 999.999 99.99
Nilai Buku Aset Tetap 999.999 999.999 999.999 99.99

Aset Lainnya
Aset Kerja Sama Operasi 999.999 999.999 999.999 99.99
Aset Sewa Guna Usaha 999.999 999.999 999.999 99.99
Aset Tak Berwujud 999.999 999.999 999.999 99.99
Aset Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Set Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
JUMLAH ASET 999.999 999.999 999.999 99.99

KEWAJIBAN
Kewajiban Jangka Pendek
Utang Usaha 999.999 999.999 999.999 99.99
Utang Pajak 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Yang Masih harus Dibayar 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Diterima Dimuka 999.999 999.999 999.999 99.99
Bagian Lancar Hutang Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99
Utang Jangka Pendek Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 999.999 999.999 999.999 99.99

Kewajiban Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99


JUMLAH KEWAJIBAN 999.999 999.999 999.999 99.99

EKUITAS
Ekuitas Tidak Terikat 999.999 999.999 999.999 99.99
Ekuitas Awal 999.999 999.999 999.999 99.99
Surplus dan Defisit Tahun Lalu 999.999 999.999 999.999 99.99
Surplus dan Defisit Tahun Berjalan 999.999 999.999 999.999 99.99
Ekuitas Donasi 999.999 999.999 999.999 99.99
Ekuitas Terikat Temporer 999.999 999.999 999.999 99.99
Ekuitas Terikat Permanen 999.999 999.999 999.999 99.99
JUMLAH EKUITAS 999.999 999.999 999.999 99.99
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS 999.999 999.999 999.999 99.99
Lampiran 3b
SATKER BLU (status penuh)
LAPORAN AKTIVITAS PER 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

TAHUN TAHUN Kenaikan/(Penurunan)


URAIAN
20X1 20X0 JUMLAH %
PENDAPATAN
Pendapatan Usaha Dari Jasa Layanan
. 999.999 999.999 999.999 99.99
. 999.999 999.999 999.999 99.99
. 999.999 999.999 999.999 99.99

Hibah
Terikat 999.999 999.999 999.999 99.99
Tidak Terikat 999.999 999.999 999.999 99.99

Pendapatan APBN
Operasional 999.999 999.999 999.999 99.99
Investasi 999.999 999.999 999.999 99.99

Pendapatan Usaha Lainnya


Hasil Kerjasama Dengan Pihak Ketiga 999.999 999.999 999.999 99.99
Sewa 999.999 999.999 999.999 99.99
Jasa Lembaga Keuangan 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99

JUMLAH PENDAPATAN 999.999 999.999 999.999 99.99

BIAYA
Biaya Layanan
Biaya Pegawai 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Bahan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Jasa Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Pemeliharaan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Daya dan Jasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Biaya Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99

Biaya Umum dan Administrasi


Biaya Pegawai 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Administrasi Perkantoran 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Pemeliharaan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Langganan dan Jasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Promosi 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Biaya Umum dan Administrasi 999.999 999.999 999.999 99.99

Biaya Lainnya
Biaya Bunga 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Administrasi Bank 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Biaya Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
JUMLAH BIAYA 999.999 999.999 999.999 99.99

Surplus/Defisit Sebelum Pos Keuntungan/Kerugian


Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar 999.999 999.999 999.999 99.99
Rugi Penjualan Aset non Lancar 999.999 999.999 999.999 99.99
Rugi Penurunan Nilai dan Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Keuntungan / Kerugian 999.999 999.999 999.999 99.99

Surplus/Defisit Sebelum Pos-Pos Luar Biasa


Pendapatan dari kejadian luar biasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya dari kejadian luar biasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Pos-Pos Luar Biasa 999.999 999.999 999.999 99.99

Surplus/Defisit Bersih Tahun Berjalan 999.999 999.999 999.999 99.99


Surplus/Defisit Tahun Berjalan di Luar Pendapatan 999.999 999.999 999.999 99.99
APBN
Lampiran 3c
SATKER BLU (bertahap)
LAPORAN AKTIVITAS PER 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0

TAHUN TAHUN Kenaikan/(Penurunan)


URAIAN
20X1 20X0 JUMLAH %
PENDAPATAN
Pendapatan Usaha Dari Jasa Layanan
. 999.999 999.999 999.999 99.99
. 999.999 999.999 999.999 99.99
. 999.999 999.999 999.999 99.99

Hibah
Terikat 999.999 999.999 999.999 99.99
Tidak Terikat 999.999 999.999 999.999 99.99

Pendapatan APBN
Operasional 999.999 999.999 999.999 99.99
Investasi 999.999 999.999 999.999 99.99

Pendapatan Usaha Lainnya


Hasil Kerjasama Dengan Pihak Ketiga 999.999 999.999 999.999 99.99
Sewa 999.999 999.999 999.999 99.99
Jasa Lembaga Keuangan 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99

JUMLAH PENDAPATAN 999.999 999.999 999.999 99.99

BIAYA
Biaya Layanan
Biaya Pegawai 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Bahan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Jasa Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Pemeliharaan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Daya dan Jasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Biaya Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99

Biaya Umum dan Administrasi


Biaya Pegawai 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Administrasi Perkantoran 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Pemeliharaan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Langganan dan Jasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Promosi 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Biaya Umum dan Administrasi 999.999 999.999 999.999 99.99

Biaya Lainnya
Biaya Bunga 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Administrasi Bank 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Biaya Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
JUMLAH BIAYA 999.999 999.999 999.999 99.99

Surplus/Defisit Sebelum Pos Keuntungan/Kerugian


Keuntungan Penjualan Aset Non Lancar 999.999 999.999 999.999 99.99
Rugi Penjualan Aset non Lancar 999.999 999.999 999.999 99.99
Rugi Penurunan Nilai dan Lain-Lain 999.999 999.999 999.999 99.99
Keuntungan / Kerugian 999.999 999.999 999.999 99.99

Surplus/Defisit Sebelum Pos-Pos Luar Biasa


Pendapatan dari kejadian luar biasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya dari kejadian luar biasa 999.999 999.999 999.999 99.99
Jumlah Pos-Pos Luar Biasa 999.999 999.999 999.999 99.99

Surplus /Defisit Bruto Tahun Berjalan 999.999 999.999 999.999 99.99


(Penyetoran) / Penarikan Kas Negara (999.999) (999.999) (999.999) (99.99)

Surplus/Defisit Bersih Tahun Berjalan 999.999 999.999 999.999 99.99


Surplus/Defisit Tahun Berjalan di Luar Pendapatan 999.999 999.999 999.999 99.99
APBN

Keterangan :
Pos Penyetoran / Penarikan Kas Negara merupakan bagian pendapatan PNBP BLU Bertahap yang
tidak dapat digunakan langsung. Pendapatan tersebut di setor ke rekening kas negara dan dapat
ditarik kembali melalui mekanisme pencairan PNBP.
Lampiran 3d
SATKER BLU
LAPORAN ARUS KAS PER 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (METODE LANGSUNG)

TAHUN TAHUN Kenaikan/(Penurunan)


URAIAN
20X1 20X0 JUMLAH %
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Arus Masuk
Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Hibah 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan APBN (Rupiah Murni) 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Usaha Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Keluar
Biaya Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Umum dan Administrasi 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Kas Bersih dari aktivitas operasi 999.999 999.999 999.999 99.99

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVENTASI


Arus Masuk
Hasil Penjualan Asett Tetap 999.999 999.999 999.999 99.99
Hasil Penjualan Investasi Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99
Hasil Penjualan Lainnya
Arus Keluar
Perolehan Aset Tetap 999.999 999.999 999.999 99.99
Perolehan Investasi Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99
Perolehan Aset Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Kas Bersih dari aktivitas investasi 999.999 999.999 999.999 99.99

ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN


Arus Masuk
Perolehan Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Penerimaan Pokok Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Keluar
Pembayaran Pokok Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Pemberian Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Kas Bersih dari aktivitas pendanaan 999.999 999.999 999.999 99.99

Kenaikan Kas Bersih 999.999 999.999 999.999 99.99

Kas Setara Kas Awal 999.999 999.999 999.999 99.99

Jumlah Saldo Kas 999.999 999.999 999.999 99.99


Lampiran 3e

SATKER BLU
LAPORAN ARUS KAS PER 31 DESEMBER 20X1 dan 20X0 (METODE TIDAK LANGSUNG)

TAHUN TAHUN Kenaikan/(Penurunan)


URAIAN
20X1 20X0 JUMLAH %
ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI
Arus Masuk
Pendapatan Usaha dari Jasa Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Hibah 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan APBN (Rupiah Murni) 999.999 999.999 999.999 99.99
Pendapatan Usaha Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Penarikan Kas Negara *) 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Keluar
Biaya Layanan 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Umum dan Administrasi 999.999 999.999 999.999 99.99
Biaya Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Penyetoran Kas Negara *) 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Kas Bersih dari aktivitas operasi 999.999 999.999 999.999 99.99

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVENTASI


Arus Masuk
Hasil Penjualan Aset Tetap 999.999 999.999 999.999 99.99
Hasil Penjualan Investasi Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99
Hasil Penjualan Lainnya
Arus Keluar
Perolehan Aset Tetap 999.999 999.999 999.999 99.99
Perolehan Investasi Jangka Panjang 999.999 999.999 999.999 99.99
Perolehan Aset Lainnya 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Kas Bersih dari aktivitas investasi 999.999 999.999 999.999 99.99

ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN


Arus Masuk
Perolehan Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Penerimaan Pokok Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Keluar
Pembayaran Pokok Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Pemberian Pinjaman 999.999 999.999 999.999 99.99
Arus Kas Bersih dari aktivitas pendanaan 999.999 999.999 999.999 99.99

Kenaikan Kas Bersih 999.999 999.999 999.999 99.99

Kas Setara Kas Awal 999.999 999.999 999.999 99.99

Jumlah Saldo Kas 999.999 999.999 999.999 99.99

Keterangan :
Pos Penyetoran / Penarikan Kas Negara merupakan bagian pendapatan PNBP BLU Bertahap yang
tidak dapat digunakan langsung. Pendapatan tersebut disetor ke rekening kas negara dan dapat
ditarik kembali melalui mekanisme pencairan PNBP
SOAL LATIHAN

A. PILIHAN GANDA
1. Menurut pasal 1 PP nomor 23 Tahun 2005, Badan Layanan Umum (BLU)
adalah instansi dilingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual dengan:
a. Mengutamakan mencari keuntungan
b. Tidak boleh rugi
c. Tanpa mengutamakan mencari keuntungan
d. Tidak ada jawaban yang benar

2. Karakteristik instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan


keuangan Badan Layanan Umum adalah:
a. Pendapatan BLU dapat digunakan langsung.
b. Pegawai dapat terdiri dari PNS dan tenaga profesional non-PNS.
c. Mengutamakan mencari keuntungan (laba)
d. Jawaban a dan b benar

3. Berikut ini persyaratan untuk ditetapkan sebagai instansi pemerintah


dengan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum, KECUALI:
a. Persyaratan Subtstantif
b. Persyaratan Objektif
c. Persyaratan Teknis
d. Persyaratan Administratif

4. Dokumen yang harus disajikan dan merupakan persyaratan administratif,


antara lain:
a. Pola Tata Kelola
b. Rencana Strategis Bisnis BLU
c. Laporan Keuangan Pokok
d. Jawaban a, b dan c benar
5. Instansi pemerintah yang ditetapkan menjadi BLU diberikan otonomi
untuk pengelolaan keuangannya secara langsung, dikenal dengan istilah:
a. Efektivitas BLU
b. Objektivitas BLU
c. Subjektivitas BLU
d. Fleksibilitas BLU

6. Pola anggaran fleksibel tidak berlaku untuk belanja yang bersumber dari:
a. Pendapatan dari layanan kepada masyarakat
b. Rupiah Murni APBN
c. Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat
d. Hasil kerja sama dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya

7. Pernyataan berkaitan dengan penyusunan perencanaan dan


penganggaran BLU berikut ini yang benar adalah:
a. BLU membuat Rencana Strategis Bisnis 5 tahunan mengacu ke
Renstra K/L
b. BLU menyusun RBA setiap 5 tahun berbasis kinerja
c. RBA disusun berdasarkan DIPA BLU
d. RBA disusun sebagai bagian dari persyaratan administratif instansi
pemerintah yang akan menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU.

8. Pernyataan berkaitan dengan dokumen pelaksanaan anggaran BLU


berikut ini yang benar adalah:
a. RBA digunakan sebagai acuan dalam menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran BLU
b. RBA yang disetujui menjadi dasar untuk membuat RKA-KL dan DIPA
c. DIPA menjadi dasar penarikan/pengesahan dana oleh BLU
d. Jawaban a, b, dan c benar

9. Sesuai pasal 32 dan 33 PP nomor 23 Tahun 2005, disebutkan bahwa


struktur yang tercantum dalam Pola Tata Kelola yang dibuat oleh BLU
adalah sebagai berikut, KECUALI :
a. Pejabat Teknis
b. Pemimpin BLU
c. Pejabat Perbendaharaan
d. Pejabat Keuangan

10. Pasal 5 dan 6 PP nomor 23 Tahun 2005 menyatakan bahwa instansi


pemerintah untuk menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU
diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga dan setelah melalui proses
penilaian terhadap pemenuhan persyaratannya maka akan ditetapkan
oleh :
a. Presiden
b. Menteri/Pimpinan Lembaga
c. Menteri Negara BUMN
d. Menteri Keuangan

11. RBA yang diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga ditandatangani


oleh pimpinan BLU dan diketahui oleh dewan pengawas, jika BLU
belum memiliki dewan pengawas maka dapat digantikan oleh:
a. Pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga
b. Satuan Pemeriksaan Intern
c. Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga
d. Atasan langsung Pemimpin BLU

12. Yang dimaksud dengan persyaratan teknis yang harus dipenuhi jika
instansi pemerintah akan ditetapkan menerapkan pola pengelolaan
keuangan BLU adalah :
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya dikelola dan
ditingkatkan pencapaiannya melalui pengeleloaan keuangan BLU.
b. Dokumen Pola Tata Kelola.
c. Jawaban a dan d benar
d. Kinerja keuangan instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.

13. Salah satu jenis rekening lainnya yang dikelola oleh BLU adalah :
a. Rekening Pemimpin BLU
b. Rekening Dana Kelolaan
c. Rekening Kas Umum Negara
d. Jawaban a, b dan c tidak ada yang benar

14. Pasal 18 PP nomor 23 Tahun 2005 mengatur bahwa BLU dapat


memiliki utang sehubungan dengan kegiatan operasionalnya dan/atau
perikatan peminjaman dengan pihak lain, yaitu :
a. Utang jangka pendek untuk belanja modal.
b. Hak tagih atas utang BLU kadaluarsa setelah 5 tahun
c. Pembayaran kembali utang merupakan tanggung jawab Menteri
Keuangan.
d. Utang jangka panjang untuk belanja operasional.

15. Salah satu syarat yang harus dipertimbangkan dalam mengusulkan tarif
layanan adalah :
a. Daya beli Badan Layanan Umum
b. Kotinuitas dan pengembangan layanan
c. Asas ekonomi kerakyatan
d. Proyeksi Laporan Arus Kas

16. Sesuai pasal 9 PP nomor 74 Tahun 2012 diatur bahwa pengaturan


pedoman umum penyusunan tarif layanan BLU dibuat oleh:
a. Menteri/Pimpinan Lembaga
b. Dewan Pengawas
c. Pemimpin BLU
d. Menteri Keuangan

17. Pengaturan pedoman teknis penyusunan tarif layanan BLU sesuai pasal
9 PP nomor 74 Tahun 2012 dibuat oleh :
a. Menteri/Pimpinan Lembaga
b. Dewan Pengawas
c. Pemimpin BLU
d. Menteri Keuangan

18. Pernyataan di bawah ini adalah benar berkaitan dengan surplus dan
defisit BLU sesuai pasal 29 PP nomor 23 Tahun 2005, KECUALI :
a. Surplus anggaran dapat digunakan untuk tahun anggaran
berikutnya.
b. Surplus dapat diminta untuk disetor sebagian/seluruhnya ke Kas
Negara.
c. Defisit anggaran BLU tidak dapat diajukan pembiayaan dalam tahun
anggaran berikutnya kepada Menteri Keuangan melalui
Menteri/Pimpinan Lembaga
d. Surplus merupakan selisih lebih antara pendapatan dan belanja
BLU berdasarkan laporan operasional berbasis akrual.

19. Pembinaan teknis BLU sesuai pasal 34 PP nomor 23 Tahun 2005


dilakukan oleh :
a. Menteri Keuangan.
b. Menteri/Pimpinan Lembaga
c. Dewan Pengawas
d. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI)

20. Pembinaan keuangan BLU sesuai pasal 34 PP nomor 23 Tahun 2005


dilakukan oleh :
a. Menteri Keuangan
b. Menteri/Pimpinan Lembaga
c. Dewan Pengawas
d. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI)

21. Jenis layanan berikut ini dapat dipertimbangkan untuk dikelola oleh Badan
Layanan Umum, KECUALI:
a. Kesehatan
b. Perijinan
c. Pendidikan
d. Penelitian

22. Pendapatan BLU berikut ini dicatat sebagai Pendapatan Negara Bukan
Pajak Kementerian/Lembaga:
a. Pendapatan dari masyarakat
b. Penerimaan yang bersumber dari APBN
c. Subsidi dari Pemerintah
d. a dan b benar

23. Badan Layanan Umum dalam memberikan layanan menggunakan


standar pelayanan minimum yang mempertimbangkan
a. Remunerasi pengelola Badan Layanan Umum
b. Pendapatan yang akan diterima BLU
c. Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
d. Kualitas layanan

24. Dalam proses penyusunan Rencana Kerja Anggaran


Kementerian/Lembaga, satker BLU diwajibkan untuk menyusun:
a. Tata Kelola Organisasi
b. Standar Pelayanan Minimun (SPM)
c. Rencana Bisnis Anggaran (RBA)
d. DIPA

25. Tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama:


a. Satuan Kerja BLU
b. Kementerian/Lembaga
c. Menteri Keuangan
d. Pemerintah Republik Indonesia

26. Menteri Keuangan merupakan pembina satuan kerja Badan Layanan


Umum dalam hal:
a. Kinerja keuangan
b. Kinerja layanan
c. Kinerja administrasi
d. a, b, dan c benar

27. Badan Layanan Umum merupakan satuan kerja di tingkat pusat yang
kekayaannya:
a. Dipisahkan sebagian
b. Dipisahkan seluruhnya
c. Tidak dipisahkan
d. Dipisahkan khusus hanya untuk yang berupa tanah

28. Usulan suatu satuan kerja untuk menerapkan Pola Pengelolaan


Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) diajukan:
a. oleh pimpinan satker langsung ke Menteri Keuangan
b. oleh pimpinan satker langsung ke Direktur Pembinaan PK BLU
c. oleh pimpinan Kementerian/Lembaga ke Menteri Keuangan
d. oleh pimpinan Kementerian/Lembaga langsung ke Direktur PK BLU

29. Sebagai entitas bisnis, dalam menjalankan kegiatannya Badan Layanan


Umum:
a. mengutamakan pencarian keuntungan untuk membiayai
operasionalnya
b. mengutamakan pelayanan kepada masyarakat
c. mengutamakan pencarian keuntungan disamping pelayanan kepada
masyarakat
d. dapat mengutamakan pencarian keuntungan

30. Pendapatan BLU dari PNBP dipergunakan untuk:


a. Belanja pegawai
b. Belanja barang
c. Belanja modal
d. Semua benar
B. STUDI KASUS
1. Satker Pengguna PNBP yang baru ditetapkan menjadi BLU tidak segera
melakukan revisi DIPA BLU, akibatnya belum dapat melakukan
pengesahan pendapatan dan belanja. Jelaskan langkah yang harus
ditempuh dalam merevisi DIPA menjadi DIPA BLU.

2. Sesuai soal nomor 1, apakah satker yang baru ditetapkan menjadi BLU
tersebut sebelumnya bukan merupakan satker Pengguna PNBP?

3. Pada pertengahan tahun, pagu untuk belanja operasional dari PNBP RS


A hampir habis, sementara kegiatan pelayanan harus tetap berjalan.
Pada DIPA BLU RS A tercantum saldo awal kas yang cukup untuk
membiayai kegiatan operasional. Apa yang harus dilakukan satker BLU
tersebut?.

4. Pada pertengahan tahun, target PNBP belum terealisasi, sementara


belanja untuk kegiatan pelayanan harus tetap berjalan (mismatch). Pada
DIPA BLU RS A tercantum saldo awal kas yang cukup untuk membiayai
kegiatan operasional. Jelaskan prosedur penggunaan saldo awal tersebut
tanpa menambah pagu belanja.

5. Droping dana Jamkesda belum merupakan pendapatan satker BLU


sebelum diverifikasi pihak Pemda. Bagaimana penempatan dana tersebut
pada rekening BLU.

6. Suatu satker BLU mendapat hibah tunai dari suatu BUMN dengan
persyaratan jika s.d. akhir tahun terdapat dana yang belum terserap, sisa
dana harus dikembalikan ke pemberi hibah. Bagaimana penempatan
dana tersebut pada rekening BLU.

7. Berdasarkan soal nomor 6, jelaskan bagaimana jika di dalam kondisi


tidak ada kewajiban mengembalikan sisa dana.

8. Suatu satker/instansi pemerintah RS Dr. Perbendaharaan mengajukan


usulan untuk menerapkan PK-BLU. Kementerian Kesehatan selaku
pembina teknis BLU melakukan penilaian kelengkapan usulan dan
mengajukan usulan penerapan PK-BLU ke Menteri Keuangan.
Berdasarkan hasil penilaian Menteri Keuangan, persyaratan substantif
dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif tidak
terpenuhi secara memuaskan. Sebagai PIC penetapan satker BLU,
jelaskan status Satker BLU apa yang Saudara tetapkan untuk RS Dr.
Perbendaharaan dalam KMK penetapan sebagai satker BLU, dan
jelaskan pula fleskibilitas apa saja yang diberikan/tidak diberikan.

9. Universitas Perbendaharaan yang menerapkan PK-BLU dipimpin oleh


seorang Rektor yang menerima gaji sebesar Rp10 juta per bulan
berdasarkan penetapan dalam KMK remunerasi. Rektor dibantu oleh tiga
orang Pembantu Rektor (PR I, PR II, dan PR III) selaku pejabat teknis
dan pejabat keuangan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan, PR I
diberhentikan sementara dari jabatannya TMT 1 April 2015. Berdasarkan
informasi tersebut, hitung perkiraan maksimal gaji PR I sebelum
diberhentikan sementara dan setelah diberhentikan sementara.

10. Satker BLU Politeknik Kesehatan sampai dengan mendekati batas cut off
penyampaian SP3B BLU triwulan I TA.2015 telah menerima PNBP
sebesar Rp 500 juta, namun belum melakukan belanja yang bersumber
dari PNBP. Belanja yang telah dilakukan adalah yang bersumber dari
RM. Terhadap kasus tersebut apa yang harus dilakukan oleh BLU
Politeknik Kesehatan dalam rangka pengesahan pendapatan dan belanja
ke KPPN.

11. Pada DIPA Satker BLU Kawasan Lapangan Banteng terdapat alokasi
untuk pembayaran listrik sebesar Rp50 juta yang bersumber dari PNBP.
Namun sampai dengan bulan Februari belum ada PNBP yang diterima.
Adapun saldo awal kas yang dimiliki adalah sebesar Rp500 juta.
Jelaskan langkah-langkah yang harus dlakukan oleh Satker BLU tersebut
untuk dapat melakukan pembayaran listrik tepat waktu.

12. Satker BLU RS Dr. Perbendaharaan menerima uang muka biaya


perawatan pasien sebesar Rp 10 juta pada tanggal 14 Januari. Pada
tanggal 15 Januari diperlukan biaya untuk membayar jasa dokter sebesar
Rp 1 juta dan biaya pembayaran makanan pasien sebesar Rp 500 ribu.
Jelaskan bagaimana tata pengelolaan uang muka pasien tersebut
berdasarkan ketentuan mengenai pengelolaan rekening satker BLU.

Anda mungkin juga menyukai