Anda di halaman 1dari 17

[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA

PASURUAN]

BAB II
METODOLOGI
Pada saat memasuki kancah penelitian, penentuan komponen metode
research seperti apa dan bagaimana jenis dan sumber data, instrumen
penelitian, populasi dan sampling, teknis pengumpulan dan pengolahan data
pengembangannya dikembangkan oleh peneliti yang memiliki dasar ilmiah yang
argumentatif. Dari sini, peneliti harus mampu menentukan metode yang tepat
agar data yang diambil benar-benar memlilki tingkat validitas dan reliabilitas
yang tinggi sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan yang lebih penting adalah
dengan metode penelitian yang ditetapkan tersebut, penelitian ini mampu
menjawab tujuan.

3 PENDEKATAN PERENCANAAN
Pendekatan perencanaan yang digunakan dalam koordinasi Penyusunan
Study Kelayakan Pembangunan Embung adalah: (1) Keterpaduan perencanaan
dari bawah dan dari atas (top down and botton up planning), (2) Intersektoral
Holistik (Comprehensive), (3) Perencanaan Berkelanjutan (Sustainable), dan (4)
Pendekatan masyarakat (Community approach).

Pendekatan Keterpaduan top down dan bottom up bertumpu pada


kebutuhan dan tuntutan akan perlunya keterpaduan arahan dan kebijakan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah di satu sisi dengan aspirasi dari masyarakat di
sisi lainnya. Perencanaan top down planning yang digunakan berupa
perencanaan program-program serta merupakan penjabaran dari kebijakan tata
ruang Kota Pasuruan. Adapun pendekatan bottom up planning memberikan
penekanan bahwa koordinasi Penyusunan Penyusunan Study Kelayakan
Pembangunan Embung dalam penyusunannya mengakomodasi aspirasi
masyarakat sebagai pelaku pembangunan dan dengan melibatkan masyarakat
dalam proses perencanaannya. Perencanaan ini merupakan upaya untuk
memberdayakan masyarakat dalam perencanaan kerakyatan dan untuk
mengembangkan segala potensi, mengurangi dan seoptimal mungkin

LAPORAN AKHIR
III-1
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

menyelesaikan permasalahan serta menanggulangi segala ancaman dan


tantangan yang muncul di wilayah perencanaan.

Pendekatan intersektoral holistik didasarkan pada suatu pemahaman


bahwa koordinasi Penyusunan Study Kelayakan Pembangunan Embung
menyangkut banyak aspek, sektor-sektor lain serta kawasan yang lebih luas dari
wilayah perencanaan. Perencanaan ini dimulai dengan tahapan diagnosis
terhadap wilayah perencanaan. Hasil dari tahapan diagnosis tersebut akan
dirumuskan kedalam konteks dan kerangka makro studi kelayakan. Tahapan
selanjutnya adalah Analisa dan arahan pada setiap rencana konseptual yang ada.
Setelah tahapan tersebut, dilanjutkan dengan tahapan koordinasi, sinkronisasi
dan integrasi pemanfaatan ruang.

Pendekatan Perencanaan Berkelanjutan (Sustainable Development) akan


mendorong perencanaan tidak hanya berorientasi pada kebutuhan dan
pemanfaatan ruang semaksimal mungkin untuk kebutuhan saat ini, namun tetap
berorientasi pada masa yang akan datang dengan tetap memanfaatkan ruang
seoptimal mungkin untuk kebutuhan saat ini, namun tetap memanfaatkan ruang
seoptimal mungkin dengan tidak merusak lingkungan. Prinsip dari pendekatan ini
antara lain :

1. Prinsip perencanaan tata ruang yang berpijak pada pelestarian dan


berorientasi ke depan (jangka panjang).
2. Penekanan pada nilai manfaat yang besar bagi masyarakat.
3. Prinsip pengelolaan aset yang tidak merusak lingkungan tetapi tetap
lestari.
4. Kesesuaian antara kegiatan pengembangan dengan daya dukung ruang.
5. Keselarasan yang sinergis antara kebutuhan, lingkungan hidup dan
masyarakat dengan tetap memberikan apresiasi pada konsep konservasi
lingkungan.
6. Antisipasi yang tepat dan monitoring perubahan lingkungan yang terjadi
akibat pembangunan dan pemanfaatan lahan untuk budidaya.
7. Pendekatan Masyarakat (Community Approach) digunakan dengan
pemahaman bahwa masyarakat setempat adalah masyarakat yang paling
tahu kondisi wilayahnya sehingga setiap kegiatan pembangunan harus
memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya pembangunan. Oleh karena itu
langkah studi kelayakan harus mencerminkan masyarakat lokal ikut
terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.

LAPORAN AKHIR
III-2
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

4 METODE PENGUMPULAN DATA


Metode pengumpulan data dibedakan berdasarkan jenis data yang akan
dihimpun, yakni berupa data primer dan data sekunder.
A. Data Primer
Data primer diperoleh dengan dua cara, yaitu wawancara/interview dan
observasi/ pengamatan kepada obyek perencanaan.
1. Wawancara/Interview
Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan di mana dua orang atau lebih bertatap muka berbicara
secara langsung untuk mendapatkan informasi-informasi atau keterangan-
keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Wawancara yang dilakukan
menggunakan metode interview bebas terpimpin dimana dalam
melaksanakan interview, pewawancara membawa pedoman atau desain
survey yang merupakan hal-hal yang akan ditanyakan. Wawancara
digunakan untuk memperoleh data pendukung dalam proses perencanaan
pembangunan Embung di Kota Pasuruan, wawancara akan dilakukan
terhadap:
1. stakeholder
2. masyarakat
Selain melakukan wawancara, pengumpulan data primer juga dilakukan
melalui penyebaran kuesioner kepada pihak-pihak yang terkait.
2. Observasi/Pengamatan
Alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati,
mencatat dan penggambaran sesuai dengan kontek penelitian secara
sistematis mengenai gejala-gejala yang akan diteliti. Metode ini
digunakan untuk memperoleh data menangani potensi-masalah sebagai
data pendukung dalam analisa data.
B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh berdasarkan studi kepustakaan
melalui berbagai literatur atau data yang diperoleh dari instansi yang terkait
dengan tema. Kegiatan survey dilakukan melalui:
1. Studi literatur
Dilakukan melalui studi kepustakaan yang berhubungan dengan tema
penelitian baik berupa buku, tugas akhir, tesis, peraturan-peraturan,
peta.

LAPORAN AKHIR
III-3
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

2. Survey instansi
Survey instansi bertujuan mencari data-data pendukung melalui instansi
atau lembaga tertentu yang berhubungan langsung dengan tema
penelitian atau pernah melakukan penelitian dengan tema tersebut.
Instansi yang dituju antara lain Badan Perencanaan, Pembangunan Daerah
Kota Pasuruan, Dinas Pekerjaan Umum, dan dinas lainnya yang terkait.

LAPORAN AKHIR
III-4
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

5 KERANGKA PERENCANAAN

Maksud dan Tujuan Studi Kelayakan Embung


di Kota Pasuruan

Pengumpulan Data
Primer dan Sekunder

Dokumen Tata Ruang

Kepustakaan

Diskusi Teknis IDENTIFIKASI KONDISI


HIDROLOGI (DAS)

IDENTIFIKASI LOKASI EMBUNG, IRIGASI


DAN DAERAH RAWAN BANJIR

Identifikasi Pemenuhan Irigasi


Analisa Karakteristik Sungai
Analisa Rencana Lahan Pertanian
Analisa Jenis Tanah
Analisa Daerah Rawan Genangan
Analisa Hidrologi

PERUMUSAN REKOMENDASI LOKASI


EMBUNG

GAMBAR
GAMBAR RANCANGAN
RANCANGAN EMBUNG
EMBUNG
INDIKASI
INDIKASI PROGRAM
PROGRAM

KESIMPULAN
KESIMPULAN

Gambar 3. 1 Kerangaka Perencanaan

LAPORAN AKHIR
III-5
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

6 METODE ANALISA
Dalam proses analisa data guna menghasilkan validasi analisa yang optimal
dalam proses penyusunan pekerjaan maka digunakan beberapa metode analisa.
Berikut merupakan metode analisa yang digunakan.

6.1 Identifikasi Pemenuhan Irigasi


Irigasi bagi tanaman padi berfungsi sebagai penyedia air yang cukup dan stabil
untuk menjamin produksi padi. Luas tanah atau sawah di dalam daerah
pengairan di bagi bagi sedemikian rupa sehingga memudahkan pembagian
airnya. Adapun cara pembagiannya tergantung pada tujuan pengairan itu dan
kebutuhan air untuk pertanian. Air yang di salurkan kesawah melalui sistem
jaringan yang terdiri atas saluran saluran air dengan bangunan pengendali.
Pada analisa ini akan diidentifikasi kecukupan air irigasi dari daerah pelayanan
irigasi yang ada di sekitar Kota Pasuruan.

6.2 Analisa Struktur Kawasan DAS


Aliran sungai pada dasarnya memiliki bentuk-bentuk aliran yang berbeda.
Berikut merupakan jenis sungai berdasarkan struktur pola alirannya.

A. Pola Aliran Dendritik


Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya
menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik
dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat
memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya.
Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang
resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat)
sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk
tekstur kasar (renggang).
Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak
resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus),
sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur
kasar.
B. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar
secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi
atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk

LAPORAN AKHIR
III-6
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentang alam ini pola aliran
sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan
annular.
C. Pola Aliran Rectangular
Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi
terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang
mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya
kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan
saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran
rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-
sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat
tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya
membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang
dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan
sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang
mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.
D. Pola Aliran Trellis
Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk
pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan
oleh sungai yang mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabang-
cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama
dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga
menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang
berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa
perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air
yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus
dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu
lipatan.
E. Pola Aliran Sentripetal
Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola
radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa
cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang
umum dijumpai di bagian barat dan barat laut Amerika, mengingat sungai-

LAPORAN AKHIR
III-7
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada musim basah
cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam
terbentuk ketika air danau mengering.
F. Pola Aliran Annular
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar
secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran
kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi
kubah atau intrusi loccolith.
G. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh
lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka
bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah
lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran
paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang
seragam. Pola aliran paralel kadangkala mengindikasikan adanya suatu
patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan
kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara
pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

LAPORAN AKHIR
III-8
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

Gambar 3. 2 Jenis Pola Airan Sungai

6.3 Identifikasi Kawasan Rawan Banjir


Bencana yang terjadi di Kota Pasuruan adalah banjir, yang terjadi hampir
setiap tahun di beberapa wilayah. Berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria kawasan rawan banjir adalah
kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami
bencana alam banjir.

LAPORAN AKHIR
III-9
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

Kawasan rawan bencana banjir di Kota Pasuruan adalah kawasan yang


berada di sekitar Sungai Gembong, Petung dan Welang. Berdasarkan isu yang
berkembang saat ini menyatakan bahwa bencana banjir akan terjadi setiap
tahunan (bencana banjir tahunan). Kawasan Rawan Banjir ditetapkan dengan
kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi
mengalami bencana alam banjir pada masing-masing DAS tersebut.

6.4 Analisa Jenis Tanah


Analisa ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanah yang ada pada Kota
Pasuruan. Analisa ini nantinya berfungsi untuk menetukan lokasi embung, yaitu
terletak pada wilayah yang berjenis tanah tertentu sesuai dengan persyaratan
lokasi embung.

6.5 Analisa Hidrologi


Analisa dilakukan dengan beberapa tahap perhitungan yaitu analisa
hidrologi di wilayah studi dan perhitungan dimensi saluran dan mengidentifikasi
debit dan volume air buangan dan air hujan yang melewati drainase tersebut..
Adapun langkah-langkah analisa tersebut adalah :

1. Perhitungan Curah Hujan Rata - Rata dapat dilakukan dengan beberapa


metode yaitu :
a. Metode Aritmathic Mean
Metode ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun
penakar hujannya dan dengan anggapan , bahwa di daerah tersebut
sifat curah hujannya adalah uniform.

d 1 d 2 d 3 ....... d n
d rata rata
n

Dimana:
d rata rata = tinggi hujan rata rata daerah aliran
d 1 , d 2 , d 3d n = tinggi hujan pada pos penakar 1,2,3...n
n = banyaknya pos penakar

b. Metode Thiessen Poligon


Metode ini dipakai dengan cara memasukan faktor pengaruh daerah
yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut sebagai
koefisien thiessen. Besarnya faktor pembobot tergantung dari luas
daerah pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh

LAPORAN AKHIR
III-10
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

poligon poligon yang memotong tegak lurus pada tengah tengah


garis penghubung dua stasiun. Dengan demikian setiap stasiun akan
terletak di dalam suatu poligon yang tertutup.

A 1 .d 1 A 2.d 2 A 3 .d 3 ....... A n d n
d rata rata
A 1 A 2 A 3 ........ A n

A = Luas daerah aliran


d rata rata = tinggi hujan rata rata daerah aliran
d 1 , d 2 , d 3d n = tinggi hujan pada pos penakar
1,2,3...n
A1, A2,A 3,An = luas daerah pengaruh pos
1,2,3,n

2. Frekuensi Curah Hujan


Metode analisa frekuensi curah hujan yang digunakan untuk
penyusunan adalah metode Gumbell dan metode Log Pearson. Metode
ini nantinya akan dibandingkan satu dengan yang lain sehingga
diketahui metode yang paling sesuai untuk analisa selanjutnya.

a. Metode Gumbell dengan penjabaran sebagai berikut:


Distribusi dari harga ekstrim (Max/Min) tahun yang dipilih dari n
sampel akan mendekati suatu bentuk batas bila ukuran sampel
meningkat. Dari stasiun hujan diperoleh array data Hujan Harian
maksimum (HHM) dalam setahun yang diberi notasi XT (mm/24jam)
selama n tahun pendataan.
Rumus rumus yang digunakan adalah:

__
x
XT X (Yt Yn )
n

Dimana :
XT = Besarnya curah hujan untuk periode ulang T tahun
(mm/24jam)
__
X = nilai rata rata aritmatik hujan komulatif
x = standar deviasi
Yt = variasi yang merupakan fungsi periode ulang
(lihat tabel 3.1)
Yn = nilai yang tergantung pada n (lihat tabel 3.2)

LAPORAN AKHIR
III-11
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

Sn = standar deviasi merupakan fungsi dari n


(lihat tabel 3.3)

Tabel 3. 1 REDUCED VARIATE -Yn

T (Y) Yt Keterangan
2 0.3665
5 1.4999
10 2.2502
20 2.9702
30 3.9029
Sumber: CD.Soemarto Ir.B.I.E. Dipl.H, Hidrologi Teknik

Tabel 3. 2 REDUCE MEAN Yh

m Yn
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220
20 0.5236 0.5252 0.5283 0.5268 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5402 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5463 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5493 0.5504 0.5504 0.5505 0.5511 0.5515 0.5518
Sumber: CD.Soemarto Ir.B.I.E. Dipl.H, Hidrologi Teknik

Tabel 3. 3 REDUCE STANDART DEVIASI -Sn

m Yn
(Y) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0315 1.0411 1.0493 1.0565
20 1.0628 1.0696 1.0696 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.004 1.1047 1.1086
30 0.1124 1.1159 1.1159 1.1266 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388
40 0.1413 1.1436 1.1480 1.1499 1.1519 1.1519 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590
50 0.1607 1.1623 1.1623 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734

b. Metode log pearson type III


Metode ini berdasarkan pada perubahan data yang ada ke bentuk
logaritma. Sesuai dengan anjuran dari The Hidrology Community of
The Water Resource Council, maka untuk pemakaian praktis dari
data yang ada pertama kali merubah data tersebut ke dalam
logaritma , kemudian baru dihitung statistical parameternya.

Langkah perhitungannya sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR
III-12
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

Log XT=logX.+G.Sx

Dimana :
Log XT: antilog dari log XT adalah besarnya curah hujan untuk
periode ulang T tahun (mm/jam)
Log X : nilai log dari nilai rata rata hujan komulatif
G : harga yang didapat dari nilai penyimpangan (Cs)

n ________
(LogX i LogX ) 3
Cs i 1
(n 1)(n 2)Sx 3

Dengan interpolasi dari tabel skew coeficinet, maka didapat nilai Cs

3. Penentuan Intensitas Hujan, dengan rumus sebagai berikut:


a. Penentuan Reduce Variete

T-1

Yt= - ln - ln ( )
Dimana :

Yt = reduce variete
T = waktu ulang

b. Perhitungan Curah Hujan rencana


XT = l/a.YT + b

I/a = X/Sn

b = Xr-1/a.Yn

dimana ;
XT = Kemungkinan hujan harian max. dalam frekwensi T tahun
(mm)
Xr = Curah hujan rata - rata (mm)
X = Standart deviasi (mm)
YT = Reduced Variate dari distribusi Gumbel, sebagai fungsi dari
waktu ulang T tahun
Yn = Reduced Mean, tergantung banyaknya data (n)
Sn = Reduced standart deviation, sebagai fungsi banyaknya data
(n)

LAPORAN AKHIR
III-13
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

c. Waktu Konsentrust (tc)

tc = 0,0195 (------)0,77

Dimana;
tc = waktu konsentrasi (menit)
L = jarak titik terjauh ke titik analisa (m)
I = kemiringan permukaan tanah

d. Intensitas Hujan

I = (R24/8)*(8/t)^(2/3)
Dimana;
I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan harian (mm)
t = waktu konsentrasi (jam)

4. Koefisien Pengaliran (C)


Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan
yang mempunyai nilai C yang berbeda, harga C rata rata ditentukan
dengan persamaan:

C1 . A1 C 2 . A2 C 3 . A3 ......
C
A1 A2 A3 .....

Dimana :
C1,C2,C3,Cn,.. = koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe
kondisi permukaan
A1, A2,A3,An,.. = luas daerah pengaliran yang diperhitungkan
sesuai dengan kondisi permukaan

5. Perhitungan Debit maksimum,


a. Metode Rasional

Untuk daerah dengan luas pematusan yang kecil ( 40-80 ha),


menggunakan metode Rasional sebagai berikut :

Q = 0,278 C I A

Dimana;
Q = Debit banjir rencana dengan perioda ulang T tahun,
(m3/detik)

LAPORAN AKHIR
III-14
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

C = Koefisien limpasan
I= Intensitas curah hujan rencana sesuai dengan waktu konsentrasi
(mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan air / Catchment Area (Km2)

Untuk daerah dengan luas pematusan yang lebih besar dari 80 Ha,
menggunakan metode Rasional sebagai berikut :

Q = 0,278 Cs C I A

Dimana;
Q = Debit banjir rencana dengan perioda ulang T tahun,
(m3/detik)
Cs = Koefisien tampungan
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan rencana sesuai dengan waktu
konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan air/Catchment Area (Km2)

6. Debit Banjir Rencana Nakayasu


Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu Nakayasu dari Jepang , telah
menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa sungai di Jepang. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut :
Dimana :

Qp = debit puncak banjir (m/detik)

Ro = hujan satuan (mm)

Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)

T 0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam).

Dimana :

LAPORAN AKHIR
III-15
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak. (m/detik) Bagian


lengkung turun (decreasing limb)

Qd > 0,3 Qp ; Qd = Qp.0,3 pangkat

0,3 Qp > Qd > 0,3 Qp ; Qd = Qp.0,3 pangkat

Tenggang waktu Tp = t g + 0,8 t r

L < 15 km t g = 0,21.L 0,7


L > 15 km t g = 0,4 + 0,058 L

Dimana :
L = Panjang alur sungai (km)
tg = waktu konsentrasi (jam)
tr = 0,5. tg sampai tg (jam)
T 0,3 = . tg (jam)
Sumber : (CD. Soemarto, 1999)

7. Perhitungan Debit Andalan


Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat
dipakai untuk memenuhi kebutuhan air. Perhitungan ini menggunakan cara
analisis water balance dari Dr. F.J Mock berdasarkan data cuarah hujan bulanan.
jumlah hari hujan. evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah
pengaliran.

Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranpirasi potensial Metode


Penman.
dE/Eto = (m/20) x (18-n)
dE = (m/20) x (18-n) x Eto
Etl = Eto dE
Dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas.
Eto = evapotranspirasi potensil.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
m = prosentase lahan yang tidak ditutupi vegetasi.
= 10 - 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.

LAPORAN AKHIR
III-16
[STUDI KELAYAKAN PEMBANGUNAN EMBUNG DI KOTA
PASURUAN]

Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah.


S = Rs Etl
SMC(n) = SMC(n-1) + IS(n)
WS = S IS
Dimana :
S = kandungan air tanah.
Rs = curah hujan bulanan.
Etl = evapotranspirasi terbatas.
IS = tampungan awal / soil storage (mm)
IS (n) = tampungan awal / soil storage moisture (mm) di ambil antara 50-
250 mm.
SMC(n) = kelembaman tanah bulan ke-n.
SMC(n-1) = kelembaman tanah bulan ke- (n-1)
WS = water suplus / volume air bersih.

LAPORAN AKHIR
III-17

Anda mungkin juga menyukai