Prinsip kerjanya sangat sederhana dimana satu pan diisi dengan sampel uji,
sedangkan pan yang lain diisi dengan material referensi.[2] Kedua pan berada diatas
heater. Kemudian dengan memberikan perintah melalui komputer, heater akan
dinyalakan dan sekaligus menentukan specific heat yang diinginkan. Melalui
pemograman komputer, kecepatan panas akan dikendalikan yang tentu saja panas
yang ada dideteksi dengan sensor temperatur yang kemudian sinyalnya diterima oleh
komputer dan komputer akan memberi perintah pada heater untuk mempertahankan
specific heat-nya [3]
Teknik ini banyak digunakan di berbagai aplikasi, baik sebagai uji kualitas
rutin dan sebagai alat penelitian. Peralatan ini mudah untuk dikalibrasi dengan
menggunakan indium leleh rendah pada 156.5985C, dan merupakan metode yang
cepat dan dapat diandalkan dalam analisis termal.
Terdapat dua jenis DSC yakni Heat Flux DSC dan Power Compensated DSC.
Perbedaannya yakni sebagai berikut:
Gambar 2. Perbedaan antara Heat flux DSC dan power compensated DSC
Pada Heat Flux DSC, sampel dihubungkan dengan suatu penghubung aliran
panas dengan sensor suhu thermocouple dan furnace atau pembakar yang sama
berada pada satu kotak untuk kemudian diukur perbedaan suhu antara sampel dan
pembanding. Sementara pada power compensated DSC, Sensor berupa thermocouple
dan posisi sensor serta pemanas terpisah antara sampel dan pembanding begitu pula
dengan furnace [4].
Cara kerja DSC yakni mengikuti prinsip dimana sampai awal mencair (t1),
sampel dan referensi suhu yang sangat mirip. Selama mencair (t1 - tp), suhu sampel
tidak berubah. Sampel absorpsi panas dari lingkungan. Suhu referensi meningkat.
Perbedaan suhu meningkat sampai sampel (tp) sepenuhnya cair. Suhu sampel kembali
ke suhu referensi (t2). Perbedaan suhu menurun. Mulai (t2), sampel dan referensi
suhu yang sangat mirip. Luas puncak A sebanding dengan panas peleburan. Hal ini
berlaku untuk semua transisi fase 1 [5].
DSC mengukur transisi dari suhu transisi gelas, titik leleh, dan temperatur kristalisasi.
Transisi gelas adalah suatu kisaran temperatur yang bersifat sempit, dimana di bawah
temperatur tersebut polimer bersifat glassy, dan di atas temperatur tersebut polimer
bersifat rubbery. Temperatur transisi gelas merupakan salah satu sifat polimer. Titik
leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah wujud menjadi zat cair pada
tekanan satu atmosfer. Dengan kata lain, titik leleh merupakan suhu ketika fase padat
dan cair sama-sama berada dalam kesetimbangan. Temperatur rekristalisasi yaitu,
perubahan struktur kristal akibat pemanasan pada suhu kritis dimana untuk suhu
kritis pada baja karbon adalah pada 723C, sehingga dapat diartikan lebih lanjut
bahwa temperatur rekristalisasi adalah suatu proses dimana butir logam yang
terdeformasi digantikan oleh butiran baru yang tidak terdeformasi yang intinya
tumbuh sampai butiran asli termasuk didalamnya.
Pustaka :
[1] European Pharmacopoeia 5th, Volume 5.0 , The Council of Europe, 1444.
[2] DSC. Available online at :http://pslc.ws/macrog/dsc.htm [diakses pada tanggal
5/9/2016]
[3] Lv Zhou Y, An Jian B, Chang Y, Li Meng M,2009, Basic principle and main
application microcalorimetry, Biomedical experimentation grade 4, School of
basic medical science, Peking University health science center, RRC.
[4] Heat flux and decompensated DSC. Available online at :
www.perkinelmer.com/.../Images/44-74542GDE_DSCBeginnersGuide.pdf
[5] Bhadesia H.K.D.H, 2010, Differential Scanning Calorimetry, Material science
and metallurgy, University of Chambridge. USA