Anda di halaman 1dari 7

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pada pasal 1 ini berisikan pengertian-pengertian mengenai kesehatan, sumber daya di
bidang kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, tenaga kesehatan,
Fasilitas pelayanan kesehatan, obat, obat tradisional, teknologi kesehatan, upaya kesehatan,
pelayanan kesehatan promotif, pelayanan kesehatan preventif, pelayanan kesehatan kuratif,
pelayanan kesehatan rehabilitatif, pelayanan kesehatan tradisional, pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan menteri.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pada BAB II ini terdapat dua pasal, yaitu pasal 2 dan pasal 3 yang berisikan
pengertian serta tujuan dari pembangunan kesehatan yang diselenggarakan berdasarkan
perikemanusiaan, keadilan, serta menjunjung tinggi hak dan kewajiban. Pembangunan
kesehatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kemauan bagi setiap individu
untuk hidup sehat, agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pada BAB III bagian kesatu ini terdapat lima pasal, yaitu pasal 4, 5, 6, 7, dan 8 yang
berisikan tentang hak setiap orang untuk memperoleh kesehatan, memperoleh akses sumber
daya di bidang kesehatan, pelayanan kesehatan dengan proporsi yang sama. Selain itu setiap
orang juga berhak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat, mendapatkan informasi dan
edukasi secara terperinci mengenai pengobatan, perawatan maupun tindakan yang akan
diterima dari tenaga kesehatan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pada BAB III bagian kedua ini terdapat lima pasal, yaitu pasal 9, 10, 11, 12,dan 13
yang berisikan tentang kewajiban setiap orang untuk ikut mewujudkan, mempertahankan
serta meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain itu setiap orang juga
berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh kesehatan serta
lingkungan yang sehat. Sehingga setiap orang berkewajiban untuk turut serta dan berperilaku
hidup sehat, menjaga serta meningkatkan derajat kesehatan.
BAB IV
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH
Pada BAB IV ini terdapat tujuh pasal, yaitu 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 yang berisikan
tentang tanggungjawab pemerintah dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan serta
mengawasi upaya kesehatan agar kesehatan tersebut didapatkan masyarakat secara adil dan
merata. Untuk menunjang hal tersebut pemerintah juga bertanggung jawab akan ketersediaan
sarana, prasana, sumber daya di bidang kesehatan, informasi serta edukasi dalam bidang
kesehatan secara terperinci. Pemerintah juga bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan
kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
Agar mampu terciptanya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diharapkan peran aktif
dari masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.

BAB V SUMBER DAYA


DI BIDANG KESEHATAN
Bagian Kesatu
Tenaga Kesehatan
Pada BAB V bagian kesatu ini tedapat sembilan pasal, yaitu 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27,
28, dan 29 yang berisikan tentang cara pemerintah untuk mengatur perencanaan, pengadaan
serta pengawasan terhadap mutu tenaga kesehatan dalam upaya penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Cara tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah dalam Undang-Undang. Selain
itu tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimun, tenaga kesehatan juga berwenang
dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan bidang keahlian yang
dimiliki. Tenaga kesehatan dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan tetapi harus
memiliki izin dari pemerintah, memenuhi kode etik dan standar profesi. Untuk dapat
memiliki tenaga kesehatan yang dimasutkan tersebut pemerintah bertanggung jawab akan
penyelenggaraan pendidikan/pelatihan. Pemerintah juga dapat mengatur penempatan dari
tenaga kesehatan untuk proses pemerataan pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang telah
melakukan kewajibannya berhak untuk mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum.

Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pada BAB V bagian kedua ini terdapat enam pasal, yaitu 30, 31, 32, 33, 34, dan 35
yang berisikan tentang fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut jenisnya dibedakan menjadi
pelayanan kesehatan perseorangan dan masyarakat baik tingkat pertama, kedua, dan ketiga.
Fasilitas kesehatan dapat mempermudah dalam memberikan akses yang luas untuk kebutuhan
penelitian di bidang kesehatan, serta mengirimkan hasil dari penelitian tersebut kepada
pemerintah daerah atau menteri. Dalam keadaan darurat diharapkan fasilitas pemberi
pelayanan kesehatan memberikan pelayanan kesehatan terlebih dahulu untuk penyelamatan
nyawa pasien dan mencegah adanya kecatatan. Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas
pelayanan kesehatan perseorangan harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan
perseorangan yang dibutuhkan. Pemerintah daerah juga dapat menentukan jumlah dan jenis
pelayanan kesehatan, jenis fasilitas kesehatan serta pemberian izin beroperasi.
Bagian Ketiga
Perbekalan Kesehatan
Pada BAB V bagian ketiga ini terdapat enam pasal, yaitu pasal 36, 37, 38, 39, 40, 41
yang berisikan tentang pemerintah yang menjamin ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan kesehatan serta ketersediaan obat. Untuk diperlukan kebijakan khusus untuk
pengadaan dan pemanfaatan obat dan bahan yang berkhasiat. Pengelolaan obat dilakukan
agar kebutuhan dasar masyarakat akan perbekalan kesehatan terpenuhi. Pemerintah
mendorong dan mengarahkan pengembangan obat kesehatan dengan memanfaatkan potensi
nasional yang tersedia. Pengelolaan obat ini tercantum pada Peraturan Menteri. Pemerintah
juga menyusun daftar dan jenis obat yang secara esensial harus tersedia bagi kepentingan
masyarakat dan ketersediaanya harus merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah
daerah juga berwenang dalam merencanakan kebutuhan obat sesuai dengan kebutuhan
daerahnya dengan tetap memperhatikan pengaturan dan pembinaan standar pelayanan yang
berlaku secara nasional.
Bagian Keempat
Teknologi dan Produk Teknologi
Pada BAB V bagian keempat ini terdapat empat pasal, yaitu pasal 42, 43, 44, dan 45
yang berisikan teknologi kesehatan yang diteliti, dikembangkan dan dimanfaatkan dalam
bidang kesehatan masyarakat yang mencakup segala metode dan alat yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat
penyakit, menyembuhkan, memperkecil komplikasi, dan memulihkan kesehatan setelah sakit.
Pemerintah juga membentuk lembaga yang bertugas dan berwenang melakukan pengaturan,
pemanfaatan, serta pengawasan terhadap penggunaan teknologi dan produk teknologi. Dalam
mengembangkan teknologi dapat dilakukan uji coba teknologi atau produk teknologi
terhadap manusia atau hewan, dengan jaminan tidak merugikan manusia yang dijadikan uji
coba serta dilakukan dengan persetujuan orang yang dijadikan uji coba. Sedangkan
penelitian terhadap hewan harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan tersebut serta
mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan manusia. Setiap orang dilarang
mengembangkan teknologi dan/atau produk teknologi yang dapat berpengaruh dan membawa
risiko buruk terhadap kesehatan masyarakat.

BAB VI
UPAYA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pada BAB VI bagian kesatu ini terdapat empat pasal, yaitu pasal 46, 47, 48, 49, 50,
dan 51 yang berisikan cara untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi
masyarakat. Upaya untuk mewujudkannya dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, dan menyeluruh. Untuk mewujudkannya
pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat ikut bertanggung jawab dalam
penyelenggaraannya. Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk
meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan. Upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud adalah sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat.
Peningkatan dan pengembangan upaya kesehatan dilakukan berdasarkan pengkajian dan
penelitian. Upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat. Upaya kesehatan tersebut didasarkan pada
standar pelayanan minimal kesehatan.
Bagian Kedua
Pelayanan Kesehatan
Paragraf Kesatu
Pemberian Pelayanan
Pada BAB VI bagian kedua pada paragraf kesatu ini terdapat empat pasal, yaitu pasal
52, 53, 54, dan 55 yang berisikan pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan
perseorangan; dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan meliputi kegiatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan perseorangan ditujukan
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.
Sedangkan, pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata
dan nondiskriminatif. Pemerintahpun wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan
yang diatur Peraturan Pemerintah.
Paragraf Kedua
Perlindungan Pasien
Pada BAB VI bagian kedua pada paragraf kedua ini terdapat tiga pasal, yaitu pasal 56,
57, dan 58 yang berisikan hak setiap orang untuk menerima atau menolak sebagian atau
seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap. Setiap orang berhak atas
rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan dan setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga
kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Bagian Ketiga
Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pada BAB VI bagian ketiga ini terdapat dua pasal, yaitu pasal 60 dan 61 yang
berisikan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradisional yang terbagi menjadi
pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan keterampilan, dan pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan ramuan. Pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana
dimaksudkan adalah yang dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma
agama. Setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan
alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang. Masyarakat
diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan
menggunakan pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat
dan keamanannya.
Bagian Keempat
Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit
Pada BAB VI bagian keempat ini hanya berisi satu pasal, yaitu pasal 62 yang
berisikan pengertian peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan
oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan
melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi, atau kegiatan lain untuk menunjang
tercapainya hidup sehat. Pencegahan penyakit merupakan segala bentuk upaya yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat untuk menghindari
atau mengurangi risiko, masalah, dan dampak buruk akibat penyakit
Bagian Kelima
Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan
Pada BAB VI bagian kelima ini hanya berisi delapan pasal, yaitu pasal 63, 64, 65, 66,
67, 68, 69, dan 70 yang berisikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang
diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan, mengembalikan fungsi tubuh akibat
penyakit dan/atau akibat cacat, atau menghilangkan cacat. Penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan ini dilakukan dengan pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan
dapat juga dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat
dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca.
Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan
ke dalam tubuh manusia, serta bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Transplantasi sel, baik yang berasal dari manusia
maupun dari hewan, hanya dapat dilakukan apabila telah terbukti keamanan dan
kemanfaatannya. Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat dan tidak ditujukan untuk mengubah identitas. Penggunaan
sel punca hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan, serta dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi. Sel punca ini tidak boleh berasal
dari sel punca embrionik.
Bagian Keenam
Kesehatan Reproduksi
Pada BAB VI bagian keenam ini hanya berisi tujuh pasal, yaitu pasal 71, 72, 73, 74,
75, 76, dan 77 yang berisikan pengertian kesehatan reproduksi, merupakan keadaan sehat
secara fisik, mental, dan sosial secara utuh. Setiap orang berhak menjalani kehidupan
reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaan dan/atau
kekerasan dengan pasangan yang sah, menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari
diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak
merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama, menentukan sendiri kapan dan
berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma
agama, dan memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi
yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan
sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan
terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Setiap pelayanan kesehatan reproduksi
yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Setiap orang dilarang melakukan
aborsi. Larangan tersebut dapat dikecualikan berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang
menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Aborsi dapat
dilakukan sebelum kehamilan berumur enam minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis. Pemerintah wajib melindungi dan mencegah
perempuan dari aborsi tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Keluarga Berencana
Pada BAB VI bagian ketujuh ini hanya berisi satu pasal, yaitu pasal 78 yang berisikan
pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan
usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.
Bagian Kedelapan
Kesehatan Sekolah
Pada BAB VI bagian kedelapan ini hanya berisi satu pasal, yaitu pasal 79 yang
berisikan kesehatan sekolah yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup
sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar,
tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya
manusia yang berkualitas.
Bagian Kesembilan
Kesehatan Olahraga
Pada BAB VI bagian kesembilan ini hanya berisi dua pasal, yaitu pasal 80 dan 81
yang berisikan upaya kesehatan olahraga ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan
kebugaran jasmani masyarakat. Peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani
masyarakat ini merupakan upaya dasar dalam meningkatkan prestasi belajar, kerja, dan
olahraga. Upaya kesehatan olahraga lebih mengutamakan pendekatan preventif dan promotif,
tanpa mengabaikan pendekatan kuratif dan rehabilitatif.
Bagian Kesepuluh
Pelayanan Kesehatan Pada Bencana
Pada BAB VI bagian kesembilan ini hanya berisi empat pasal, yaitu pasal 82, 83, 84,
dan 85 yang berisikan tanggungjawab atas ketersediaan sumber daya, fasilitas, dan
pelaksanaan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan pada bencana,
meliputi pelayanan kesehatan pada tanggap darurat dan pascabencana. Pelayanan kesehatan
kegawatdaruratan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih
lanjut. Pelayanan kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk penyelamatan nyawa,
pencegahan kecacatan lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien. Ketentuan lebih
lanjut tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada bencana diatur dengan Peraturan
Menteri. Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelamatan nyawa
pasien dan pencegahan kecacatan.

Anda mungkin juga menyukai