Anda di halaman 1dari 17

Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang
bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).

Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan
oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga,
oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga
terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks
dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-
XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,
subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline
cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.

Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan
bentuknya :

1). Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron
merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang.

2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari
tulang yang padat.
3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous.
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan
dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks
tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah
sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ).
Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler.
Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).

Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-
rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak
dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan
organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan
(protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium
karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui
proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan
yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan
menahan tekanan).

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan
tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn
hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal
kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid.
Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau
sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion kalsium di tulang
tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu
dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah.

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang.
Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik
multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah
yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti
dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus diperbarui
atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga
kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang
yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga
jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan
kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang
menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan
hormon.

Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat
arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas
osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah
promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas
akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-
tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang).
Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon
pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.

Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada
osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan
konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D
dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon
paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar
tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan
kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada
osteoklas.

Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi
kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan
kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin
adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium
serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini
meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.

b. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :

1). Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.


2). Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
3). Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
4). Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
5). Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

c. Anatomi dan Fisiologi Tulang rib


Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagian depan
berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan dengan ruas-
ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian. Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat
bergerak kembang kempis menurut irama pernapasan.
Tulang iga dibagi tiga macam:
a. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang dada dengan
perantaraan persendian.
b. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan tulang dada dengan
perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.
c. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyai hubungan dengan tulang
dada.
Berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta membantu menggerakkan otot
diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas.
Setelah tulang iga terdapat lapisan otot Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama
dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya
membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis mayor
membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Setelah lapisan otot. Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus.
Paru-paru dilapisi oleh Pleura. Lapisan ini adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara dan kapiler. Pleura
visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama
sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi
paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru paru normal, hanya ruang potensial yang
ada.
Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang tersusun dari tulang otot yang
kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang lentur dan dengan dasar suatu lembar jaringan ikat yang sangat
kuat yang disebut Diaphragma. Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian muskuler melengkung
membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi biasa /
tenang sekitar 75%.
3. Klasifikasi Fraktur
Penampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti
terlihat pada foto.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di
bawahnya.
Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau
langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat
trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan
lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum
masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
f. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

4. Klasifikasi Fraktur Iga


a) Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
Fraktur simple
Fraktur multiple
b) Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :
Fraktur segmental
Fraktur simple
Fraktur comminutif
c) Menurut letak fraktur dibedakan :
Superior (costa 1-3 )
Median (costa 4-9)
Inferior (costa 10-12 ).
d) Menurut posisi :
Anterior,
Lateral
Posterior.

Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula


1. Akibat dari tenaga yang besar
2. meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar
3. mortalitas sampai 35%

Fraktur Costae tengah (4-9) :


1. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat
jalan.
2. MRS jika pada observasi :
Penderita dispneu
Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
Penderita berusia tua
Memiliki preexisting lung function yang buruk.

Fraktur Costae bawah (10-12) :


Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen
Catatan : insersi chest tube sebagai profilaksis harus dilakukan pada semua px trauma yang diintubasi pada
adanya fraktur kostae. Associated injuries sering terlewatkan meliputi :kontusio kardiak, rupture diafragmatik
dan injury esophageal.

5. Etiologi
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma
Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: Kecelakaan
lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.
Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembak
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada
secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan
olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
6. Patofisiologi
Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang berfungsi memberikan perlindungan
terhadap organ di dalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costae
dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping, ataupun dari belakang. Walaupun
kontruksi tulang iga sangat kokoh dan kuat namun tulang iga adalah tulang yang sangat dekat dengan kulit dan
tidak banyak memiliki pelindung. Apabila terjadi trauma tajam dan trauma tumpul dengan kekuatan yang cukup
besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada alat / organ dalam yang vital yang ada di dalamnya.
Cedera pada organ tersebut tergantung pada bagian tulang iga yang mana yang mengalami fraktur. Cedera
pada tiga iga pertama jarang terjadi karena ditunjang pula oleh tulang-tulang dari bahu seperti skapula,
kalvikula, humerus dan seluruh otot. Namun dapat mengakibatkan kematian yang tinggi karena fraktur tersebut
berkaitan dengan laserasi arteri atau vena subkalvia. Cedera pada iga keempat hingga kesembilan merupakan
tempat fraktur yang paling umum dapat terjadi kemungkinan cedera jantung dan paru. Dapat mengakibatkan
kerusakan ventilasi paru, meningkatkan stimulasi saraf sehingga pasien akan mengalami nyeri yang sangat
hebat, nyeri tekan, dan spasme otot di atas area fraktur, yang diperburuk dengan batuk, napas dalam, dan
gerakan. Sehingga terjadi masalah keperawatan yaitu Nyeri akut.

Untuk mengurangi nyeri tersebut pasien melakukan kompensasi dengan bernapas dangkal sehingga masalah
keperawatan yang akan timbul adalah Ketidakefektifan pola pernapasan dan menghindari untuk menghela
napas, napas dalam, batuk, dan bergerak. Keengganan untuk bergerak atau bernapas ini sangat mengakibatkan
penurunan ventilasi dan juga dapat terjadi masalah keperawatan yaitu Inefektif bersihan jalan napas dan
Gangguan mobilitas fisik, selanjutnya dapat terjadi kolaps alveoli yang tidak mendapatkan udara (atelektasis)
sehingga terjadi hipoksemia bahkan dapat terjadi gagal napas. Apabila melukai otot jantung dapat
mengakibatkan tamponade jantung dengan tertimbunnya darah dalam rongga perikardium yang akan mampu
meredam aktivitas diastolik jantung.

Sedangkan iga 10-12 agak jarang terjadi fraktur, karena iga 10-12 ini bisa mobilisasi, apabila terjadi fraktur
kemungkinan cedera organ intraabdomen seperti pada limpa dan hepar karena tergores oleh patahan tulang iga.

7. Tanda Dan Gejala


Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
Adanya gerakan paradoksal
Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri
Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan
mengurangi rasa nyeri.
Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara yang dihisap
masuk ke dalam rongga dada.
Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.
8. TEST DIAGNOSTIK
a) Rontgen standar
Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks
ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa.
Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun tidak perlu untuk
identifikasi fraktur iga.
b) EKG
c) Monitor laju nafas, analisis gas darah
d) Pulse oksimetri
e) Aortografi untuk memeriksa adanya rupture aorta
9. Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Hematotoraks
d. Pneumotoraks
e. Cidera intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung
f. Laserasi jantung.
g. Pleura viseralis paru maupun jantung
10. Penatalaksanaan
1. Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain : konservatif (analgetika)
2. Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks, pneumotoraks)
3. Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks, hematotoraks, atau kerusakan
organ intratoraks lain, adalah:
Analgetik yang adekuat (oral/ iv / intercostal block)
Bronchial toilet
Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas darah
Cek Foto Ro berkala
Dengan blok saraf interkostal, yaitu pemberian narkotik ataupun relaksan otot merupakan pengobatan yang
adekuat. Pada cedera yang lebih hebat, perawatan rumah sakit diperlukan untuk menghilangkan nyeri,
penanganan batuk, dan pengisapan endotrakeal.
Pada fase akut, pasien harus istirahat dan tidak melakukan aktivitas fisik sampai nyeri dirasakan hilang
oleh pasien. Pemberian Oksigen membantu proses bernapas. Namun tidak dianjurkan dilakukan pembebatan
karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.

Pengobatan yang diberikan analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada:
Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae - Bupivakain
(Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar nervusinterkostalis pada costa yang fraktur serta costa-
costa di atas dan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur
dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru.

Tujuan pengobatan adalah untuk mengontrol nyeri dan untuk mendeteksi serta mengatasi cedera. Sedasi
digunakan untuk menghilangkan nyeri dan memungkinkan napas dalam dan batuk. Harus hati-hati untuk
menghindari oversedasi dan menekan dorongan bernapas. Strategi alternatif untuk menghilangkan nyeri
termasuk penyekat saraf interkosta dan es di atas tempat fraktur, korset dada dapat menurunkan nyeri saat
bergerak. Biasanya nyeri dapat diatasi dalam 5 sampai 7 hari dan rasa tidak nyaman dapat dikontrol dengan
analgesia apidural, analgesia yang dikontrol pasien, atau analgesia non-opioid. Kebanyakan fraktur iga
menyembuh dalam 3 sampai 6 minggu. Pasien dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda dan gejala yang
berkaitan dengan cedera.

Setelah nyeri berkurang, lakukan latihan fisik dengan ahli fisioterapi pada keadaan fraktur yang tidak
terlalu berat. Lakukan peghisapan mukus. Pada keadaan fraktur yang sangat buruk seperti pada Flail Chest,
kasus ini membutuhkan pembedahan traksi pada bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan penderita
stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif.

11. Prognosa

Fraktur iga pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis baik karena tulang iga anak-anak yang
masih lentur hanya menyebabkan ruptur saja dibutuhkan benturan yang cukup kuat untuk menyebabkan fraktur
pada tulang iga anak. Sedangkan Fraktur iga pada orang dewasa, penyambungan tulang relatif lebih lama dan
biasanya disertai komplikasi.

12. Asuhan Keperawatan


a. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut:
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus)
Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti)
Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang)
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada(Doengoes,
2000)

b. Intervensi Keperawatan
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi
dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit Mengurangi nyeri dan mencegah


dengan tirah baring, gips, bebat dan atau malformasi.
traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
edema/nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak
pasif/aktif. Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan
kenyamanan (masase, perubahan posisi) Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan
area tekanan lokal dan kelelahan otot.
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen
nyeri (latihan napas dalam, imajinasi Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
visual, aktivitas dipersional) meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama.
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut
(24-48 jam pertama) sesuai keperluan. Menurunkan edema dan mengurangi rasa
nyeri.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme
penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk
verbal dan non verval, perubahan tanda- Menilai perkembangan masalah klien.
tanda vital)
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan
syanosis, bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah
melakukan latihan menggerakkan jari/sendi kekakuan sendi.
distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat


tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk
perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang Meningkatkan drainase vena dan


cedera kecuali ada kontraindikasi adanya menurunkan edema kecuali pada adanya
sindroma kompartemen. keadaan hambatan aliran arteri yang
menyebabkan penurunan perfusi.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila
diperlukan. Mungkin diberikan sebagai upaya profilaktik
untuk menurunkan trombus vena.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, Mengevaluasi perkembangan masalah klien
warna kulit dan kehangatan kulit distal dan perlunya intervensi sesuai keadaan
cedera, bandingkan dengan sisi yang klien.
normal.

c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas,
tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas dalam Meningkatkan ventilasi alveolar dan perfusi.


dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
yang aman sesuai keadaan klien. menurunkan kongesti paru.

3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan Mencegah terjadinya pembekuan darah


(warvarin, heparin) dan kortikosteroid pada keadaan tromboemboli. Kortikosteroid
sesuai indikasi. telah menunjukkan keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2


4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, menunjukkan gangguan pertukaran gas;
kalsium, LED, lemak dan trombosit anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan penurunan
trombosit sering berhubungan dengan
emboli lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan perubahan


mental merupakan tanda dini insufisiensi
pernapasan, mungkin menunjukkan
5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya terjadinya emboli paru tahap awal.
bernapas, perhatikan adanya stridor,
penggunaan otot aksesori pernapasan,
retraksi sela iga dan sianosis sentral.

d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi Memfokuskan perhatian, meningkatakan


terapeutik (radio, koran, kunjungan rasa kontrol diri/harga diri, membantu
teman/keluarga) sesuai keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada


ekstremitas yang sakit maupun yang sehat Meningkatkan sirkulasi darah
sesuai keadaan klien. muskuloskeletal, mempertahankan tonus
otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah
reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan Mempertahankan posis fungsional


trokanter/tangan sesuai indikasi. ekstremitas.

4. Bantu dan dorong perawatan diri


(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
Meningkatkan kemandirian klien dalam
5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan
klien. klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit dan


pernapasan (dekubitus, atelektasis,
6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000- penumonia)
3000 ml/hari. Mempertahankan hidrasi adekuat, men-
cegah komplikasi urinarius dan konstipasi.
7. Berikan diet TKTP.

Kalori dan protein yang cukup diperlukan


untuk proses penyembuhan dan mem-
pertahankan fungsi fisiologis tubuh.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk


indikasi. menyusun program aktivitas fisik secara
individual.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan Menilai perkembangan masalah klien.


program imobilisasi.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit


dan aman (kering, bersih, alat tenun yang lebih luas.
kencang, bantalan bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah penonjolan


tulang dan area distal bebat/gips. Meningkatkan sirkulasi perifer dan
meningkatkan kelemasan kulit dan otot
terhadap tekanan yang relatif konstan pada
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah imobilisasi.
perianal
Mencegah gangguan integritas kulit dan
jaringan akibat kontaminasi fekal.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan
gips/bebat terhadap kulit, insersi Menilai perkembangan masalah klien.
pen/traksi.

f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat


perawatan luka sesuai protokol penyembuhan luka.

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan Meminimalkan kontaminasi.


sterilitas insersi pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan


toksoid tetanus sesuai indikasi. Antibiotika spektrum luas atau spesifik
dapat digunakan secara profilaksis,
mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid
tetanus untuk mencegah infeksi tetanus.

4. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium Leukositosis biasanya terjadi pada proses


(Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat
sensitivitas luka/serum/tulang) terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab
infeksi.

5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda- Mengevaluasi perkembangan masalah klien.


tanda peradangan lokal pada luka.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami
tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Kaji kesiapan klien mengikuti program Efektivitas proses pemeblajaran dipengaruhi


pembelajaran. oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk
mengikuti program pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan kemandirian


2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi klien dalam perencanaan dan pelaksanaan
sesuai program terapi fisik. program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien untuk


3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang mengenali tanda/gejala dini yang
memerluka evaluasi medik (nyeri berat, memerulukan intervensi lebih lanjut.
demam, perubahan sensasi kulit distal
cedera)
Upaya pembedahan mungkin diperlukan
4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi untuk mengatasi maslaha sesuai kondisi
pembedahan bila diperlukan. klien.

Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami

GEJALA DAN TANDA



Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada

Adanya gerakan paradoksal

Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea,

Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri.

periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda pergeserantrakea, pemeriksaan ECG,
saturasi oksigen

periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, hati, limpa,ginjal dan usus

periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota gerak

nilai status neurologis: plexus bracialis, intercostalis, subclavia.


DIAGNOSIS
Sebanyak 25% dari kasus fraktur costae tidak terdiagnosis dan baru terdiagnosis setelah timbul
komplikasi, sperti hematothoraks dan pneumothoraks
namnesis
Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah berat saat bernafas.Bernafas (inspirasi) rongga dada
mengembang menggerakkan fragmenc o s t a y a n g p a t a h
m e n i m b u l k a n g e s e k a n a n t a r a u j u n g f r a g m e n d e n g a n jaringan lunak sekitar rangsangan nyeri

Sesak nafasatau bahkan saat batuk keluar darah mengindikasikan adanyakomplikasi cedera pada paru.

Mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik

Airway
-
look

benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea
-
listen

Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor - f e e l

Breathing
-
Look

pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit, memar,deformitas, gerakan paradoksal.


-
Listen

vesikular paru, suara jantung, suara tambahan


-
Feel

krepitasi, nyeri tekan

Ciculation- T i n g k a t k e s a d a r a n - W a r n a k u l i t - Tanda-tanda laserasi- P e r l u k a a n e k s t e r n a l


Disability- T i n g k a t k e s a d a r a n - R e s p o n p u p i l - Tanda-tanda lateralisasi- Tingkat cedera
spinal

Exposure
3. Pemeriksaan penunjang

Rontgen
standar - R o n t g e n t h o r a x a n t e r o p o s t e r i o r d a n l a t e r a l d a p a t m e m b a n t u d i a g n o s i s hemat
othoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
-
Foto oblique

diagnosis fraktur multiple.

EKG

Monitor laju nafas, analisis gas darah

Pulse oksimetri
P r i m a r y s u r v e y 1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:

Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)

Penilaian akan adanya obstruksiManagement:

Lakukan
chin lift
dan atau
jaw thrust
dengankontrolservikal
in-line immobilisasi

Bersihkanairwaydaribendaasing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian

Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
in-line immobilisasi

Tentukanlajudandalamnyapernapasan

Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan


terdapatdeviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otottambahandantanda-tandacederalainnya.

Perkusithoraksuntukmenentukanredupatauhipersonor

AuskultasithoraksbilateralManagement:

Pemberian oksigen

Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu


pengembangandada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasidenganaspirin
atau asetaminofen setiap 4 jam.

Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibatfraktur costae- Bupivakain
(Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. i n t e r k o s t a l i s p a d a c o s t a y a n g
f r a k t u r s e r t a c o s t a - c o s t a d i a t a s d a n d i bawah yang cedera
-
Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus.
Jangan sampai mengenai pembuluh darahinterkostalis dan parenkim paru

Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasipernapasan.


3) Circulation dengan kontol perdarahan
Penilaian

Mengetahuisumberperdarahaneksternalyangfatal

Mengetahuisumberperdarahaninternal

Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.


Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannyaresusitasimasifsegera.

Periksawarnakulit,kenalitanda-tandasianosis.

Periksa tekanan darahManagement:

Penekananlangsungpadasumberperdarahaneksternal
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan
cross-match
serta AnalisisGasDarah(BGA).

Bericairankristaloid1-2literyangsudahdihangatkandengantetesancepat

T r a n s f u s i d a r a h j i k a p e r d a r a h a n m a s i f d a n t i d a k a d a r e s p o n o s t e r h a d a p pemberian cairan
awal.

Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.


4) Disability

Menilai tingkat kesadaran memakai GCS

Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tandalateralisasi.
5) Exposure/environment

Buka pakaian penderita

Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.
b. Tambahan primary survey

Pasang monitor EKG

Kateter urin dan lambung

Monitor laju nafas, analisis gas darah

Pulse oksimetri

Pemeriksaan rontgen standar

Lab darah
c. Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita

Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal

N i l a i p e r f u s i o r g a n ( n a d i , w a r n a k u l i t , k e s a d a r a n , d a n p r o d u k s i u r i n ) s e r t a awasi
tanda-tanda syok.
d. Secondary survey
1)
Anamnesis

AMPLE dan mekanisme trauma2) Pemeriksaan fisik

Kepala dan maksilofasial



Vertebra servikal dan leher

Thorax

Abdomen

Perineum

Musculoskeletal

Neurologis

Reevaluasi penderita
e . Ter a p i d e f i n i t i f
f . R u j u k
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masihmemungkinkan untuk dirujuk.

Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selamaperjalanan serta komunikasikan
dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju

Anda mungkin juga menyukai