Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation
menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Patah Tulang Tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar (Soedarman, 2000). Pendapat lain menyatakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang
bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992).
Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan
oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga,
oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga
terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks
dan intra abdomen.
Kecurigaan adanya kerusakan organ intra abdomen (hepar atau spleen) bila terdapat fraktur pada iga VIII-
XII. Kecurigaan adanya trauma traktus neurovaskular utama ekstremitas atas dan kepala (pleksus brakhialis,
subklavia),bila terdapat fraktur pada iga I-III atau fraktur klavikula.
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline
cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang
disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan
bentuknya :
1). Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang
disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat
daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang
tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang
dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis,
lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron
merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng
epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang.
2). Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari
tulang yang padat.
3). Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang
concellous.
4). Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
5). Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan
dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks
tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah
sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ).
Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler.
Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke
tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-
rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak
dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan
organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan
(protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium
karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui
proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan
yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan
menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan
tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn
hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel
pembentuk tulang yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal
kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid.
Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau
sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang
menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion kalsium di tulang
tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu
dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang.
Penyerapan tulang terjadi karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik
multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di tulang. Osteoklas tampaknya
mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas
biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.
Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah
yang kosong tersebut dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti
dengan tulang baru yang lebih kuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus diperbarui
atau mengalami remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga
kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang
yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga
jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan
kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan, dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang
menjadi rapuh sehingga mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan
hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat
arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas
osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah
promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas
akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-
tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang).
Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon
pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang.
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada
osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan
konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar
meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D
dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon
paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar
tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum.
Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan
kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada
osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi
kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan
kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin
adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium
serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini
meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
b. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma,
yaitu:
Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
5. Etiologi
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma
Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: Kecelakaan
lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.
Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembak
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada
secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan
olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
6. Patofisiologi
Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang berfungsi memberikan perlindungan
terhadap organ di dalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costae
dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping, ataupun dari belakang. Walaupun
kontruksi tulang iga sangat kokoh dan kuat namun tulang iga adalah tulang yang sangat dekat dengan kulit dan
tidak banyak memiliki pelindung. Apabila terjadi trauma tajam dan trauma tumpul dengan kekuatan yang cukup
besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada alat / organ dalam yang vital yang ada di dalamnya.
Cedera pada organ tersebut tergantung pada bagian tulang iga yang mana yang mengalami fraktur. Cedera
pada tiga iga pertama jarang terjadi karena ditunjang pula oleh tulang-tulang dari bahu seperti skapula,
kalvikula, humerus dan seluruh otot. Namun dapat mengakibatkan kematian yang tinggi karena fraktur tersebut
berkaitan dengan laserasi arteri atau vena subkalvia. Cedera pada iga keempat hingga kesembilan merupakan
tempat fraktur yang paling umum dapat terjadi kemungkinan cedera jantung dan paru. Dapat mengakibatkan
kerusakan ventilasi paru, meningkatkan stimulasi saraf sehingga pasien akan mengalami nyeri yang sangat
hebat, nyeri tekan, dan spasme otot di atas area fraktur, yang diperburuk dengan batuk, napas dalam, dan
gerakan. Sehingga terjadi masalah keperawatan yaitu Nyeri akut.
Untuk mengurangi nyeri tersebut pasien melakukan kompensasi dengan bernapas dangkal sehingga masalah
keperawatan yang akan timbul adalah Ketidakefektifan pola pernapasan dan menghindari untuk menghela
napas, napas dalam, batuk, dan bergerak. Keengganan untuk bergerak atau bernapas ini sangat mengakibatkan
penurunan ventilasi dan juga dapat terjadi masalah keperawatan yaitu Inefektif bersihan jalan napas dan
Gangguan mobilitas fisik, selanjutnya dapat terjadi kolaps alveoli yang tidak mendapatkan udara (atelektasis)
sehingga terjadi hipoksemia bahkan dapat terjadi gagal napas. Apabila melukai otot jantung dapat
mengakibatkan tamponade jantung dengan tertimbunnya darah dalam rongga perikardium yang akan mampu
meredam aktivitas diastolik jantung.
Sedangkan iga 10-12 agak jarang terjadi fraktur, karena iga 10-12 ini bisa mobilisasi, apabila terjadi fraktur
kemungkinan cedera organ intraabdomen seperti pada limpa dan hepar karena tergores oleh patahan tulang iga.
Pengobatan yang diberikan analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada:
Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam.
Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae - Bupivakain
(Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar nervusinterkostalis pada costa yang fraktur serta costa-
costa di atas dan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur
dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengontrol nyeri dan untuk mendeteksi serta mengatasi cedera. Sedasi
digunakan untuk menghilangkan nyeri dan memungkinkan napas dalam dan batuk. Harus hati-hati untuk
menghindari oversedasi dan menekan dorongan bernapas. Strategi alternatif untuk menghilangkan nyeri
termasuk penyekat saraf interkosta dan es di atas tempat fraktur, korset dada dapat menurunkan nyeri saat
bergerak. Biasanya nyeri dapat diatasi dalam 5 sampai 7 hari dan rasa tidak nyaman dapat dikontrol dengan
analgesia apidural, analgesia yang dikontrol pasien, atau analgesia non-opioid. Kebanyakan fraktur iga
menyembuh dalam 3 sampai 6 minggu. Pasien dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda dan gejala yang
berkaitan dengan cedera.
Setelah nyeri berkurang, lakukan latihan fisik dengan ahli fisioterapi pada keadaan fraktur yang tidak
terlalu berat. Lakukan peghisapan mukus. Pada keadaan fraktur yang sangat buruk seperti pada Flail Chest,
kasus ini membutuhkan pembedahan traksi pada bagian dinding dada yang mengambang, bila keadaan penderita
stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif.
11. Prognosa
Fraktur iga pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis baik karena tulang iga anak-anak yang
masih lentur hanya menyebabkan ruptur saja dibutuhkan benturan yang cukup kuat untuk menyebabkan fraktur
pada tulang iga anak. Sedangkan Fraktur iga pada orang dewasa, penyambungan tulang relatif lebih lama dan
biasanya disertai komplikasi.
b. Intervensi Keperawatan
Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu
berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi
dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
edema/nyeri.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak
pasif/aktif. Mempertahankan kekuatan otot dan
meningkatkan sirkulasi vaskuler.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan
kenyamanan (masase, perubahan posisi) Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan
area tekanan lokal dan kelelahan otot.
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen
nyeri (latihan napas dalam, imajinasi Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
visual, aktivitas dipersional) meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama.
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut
(24-48 jam pertama) sesuai keperluan. Menurunkan edema dan mengurangi rasa
nyeri.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai
indikasi.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme
penghambatan rangsang nyeri baik secara
sentral maupun perifer.
Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk
verbal dan non verval, perubahan tanda- Menilai perkembangan masalah klien.
tanda vital)
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema,
pembentukan trombus)
Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan
syanosis, bisa bergerak secara aktif
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah
melakukan latihan menggerakkan jari/sendi kekakuan sendi.
distal cedera.
5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, Mengevaluasi perkembangan masalah klien
warna kulit dan kehangatan kulit distal dan perlunya intervensi sesuai keadaan
cedera, bandingkan dengan sisi yang klien.
normal.
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler
(interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas,
tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi Reposisi meningkatkan drainase sekret dan
yang aman sesuai keadaan klien. menurunkan kongesti paru.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah
kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur
invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami
tentang penyakitnya
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
Evaluasi
o Nyeri berkurang atau hilang
o Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
o Pertukaran gas adekuat
o Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Infeksi tidak terjadi
o Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri.
periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda pergeserantrakea, pemeriksaan ECG,
saturasi oksigen
periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, hati, limpa,ginjal dan usus
Sesak nafasatau bahkan saat batuk keluar darah mengindikasikan adanyakomplikasi cedera pada paru.
Mekanisme trauma
2. Pemeriksaan fisik
Airway
-
look
benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea
-
listen
Breathing
-
Look
Exposure
3. Pemeriksaan penunjang
Rontgen
standar - R o n t g e n t h o r a x a n t e r o p o s t e r i o r d a n l a t e r a l d a p a t m e m b a n t u d i a g n o s i s hemat
othoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
-
Foto oblique
EKG
Pulse oksimetri
P r i m a r y s u r v e y 1) Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
Lakukan
chin lift
dan atau
jaw thrust
dengankontrolservikal
in-line immobilisasi
Bersihkanairwaydaribendaasing.
2) Breathing dan ventilasi
Penilaian
Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal
in-line immobilisasi
Tentukanlajudandalamnyapernapasan
Perkusithoraksuntukmenentukanredupatauhipersonor
AuskultasithoraksbilateralManagement:
Pemberian oksigen
Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibatfraktur costae- Bupivakain
(Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. i n t e r k o s t a l i s p a d a c o s t a y a n g
f r a k t u r s e r t a c o s t a - c o s t a d i a t a s d a n d i bawah yang cedera
-
Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus.
Jangan sampai mengenai pembuluh darahinterkostalis dan parenkim paru
Mengetahuisumberperdarahaninternal
Periksawarnakulit,kenalitanda-tandasianosis.
Penekananlangsungpadasumberperdarahaneksternal
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan
cross-match
serta AnalisisGasDarah(BGA).
Bericairankristaloid1-2literyangsudahdihangatkandengantetesancepat
T r a n s f u s i d a r a h j i k a p e r d a r a h a n m a s i f d a n t i d a k a d a r e s p o n o s t e r h a d a p pemberian cairan
awal.
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tandalateralisasi.
5) Exposure/environment
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.
b. Tambahan primary survey
Pulse oksimetri
Lab darah
c. Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
N i l a i p e r f u s i o r g a n ( n a d i , w a r n a k u l i t , k e s a d a r a n , d a n p r o d u k s i u r i n ) s e r t a awasi
tanda-tanda syok.
d. Secondary survey
1)
Anamnesis
Thorax
Abdomen
Perineum
Musculoskeletal
Neurologis
Reevaluasi penderita
e . Ter a p i d e f i n i t i f
f . R u j u k
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masihmemungkinkan untuk dirujuk.
Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selamaperjalanan serta komunikasikan
dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju