Sebelum penggunaan prostaglandin (PGE1) banyak bayi dengan ductus arteriosus dependent
congenital heart disease (CHD) yang dilahirkan di rumah sakit selain tertiary care centers
meninggal pada saat transportasi ke inter-hospital. Perkembangan pada bidang pembedahan
jantung neonatal meningkatkan pentingnya diagnosis cepat dan stabilisasi bayi dengan CHD.
Angka keselamatan bayi dengan CHD meningkat pada sepuluh tahun terakhir. Mungkin
pengunaan dini PGE1 merupakan salah satu faktor penting untuk memberikan kestabilan klinis
untuk pembedahan. Terapi dengan PGE1 dapat mempertahankan fungsi cardiovaskuler sampai
prosedur pembedahan dilakukan. Saat ini banyak rumah sakit tidak mempertahankan pasokan
PGE1 dikarenakan biaya dan penggunaan yang terbatas karena beberapa efek samping.
Efek samping
Pada beberapa penelitian besar persentase terjadinya efek samping jatuh pada 21.5
sampai 53%. Efek samping yang biasa terjadi adalah cutaneous vasodilatation, apnoea atau
hipoventilasi, kejang, pyrexia dan diare. Akantetapi, penggunaan dengan dosis tepat, komplikasi
signifikan jarang terjadi. Flushing dilaporkan terjadi pada 10% pasien.
Saat mempertimbangkan penggunaan prostaglandin pada pasien, yang akan dilakukan
operasi manipulasi daerah duktus, penting untuk ahli bedah untuk mengetahui risiko terjadinya
induced rupture of the ductus. Telah dilaporkan bahwa mucopolysaccharides meninkat pada
ductus. Perubahan ini menimbulkna peningkatan kerentanan dari duktus dan struktur juxtaductal,
dengan demikian meningkatkan terjadinya spontaneous aneurysms dan rupture, atau robek atau
rupturnya aortic dan pulmonary jungtian saat dilakukannya operasi. Fragilitas duktus, arteri
pulmonal dan aorta yang tidak terjadi teramati pada ligasi dari duktus dengan infuse
prostaglandin E yang bertahan selama tujuh sampai sepuluh hari. Sebagai tambahan, pasien lain
yang menerima infuse prostaglandin E untuk enam hari dilaporkan mengalami aneurismal
fullness of the ductur arteriosus saat otopsi. Temuan histology dan pengalaman intraoperatif pada
penelitian ini menimbulkan kecurigaan bahaya dari rupture ductus arteriosus secara spontan
maupun saat operasi yang diikuti infuse prostaglandin yang lama.
Hiperpireksia dan apnoea yang terjadi pada 10-15% dari seluruh kasus adalah komplikasi yang
paling parah dari infuse prostaglandin. Keadaan ini berhenti pada saat infuse juga dihentikan.
Kejadian apnoea yang tiba-tiba membutuhkan intubasi dan ventilasi segera pada saat
pengobatan, oleh karena itu support ventilasi harus diadakan sebelum pengobatan PGE1. Apakah
apnoea terjadi karena pemberian pada dosis tertentu masih menjadi controversial akan tetapi
pada saat trial multicentre side efek, efek samping seperti apnoea, jitteriness dan pireksia tidak
terlihat sebagai efek samping yang berhubungan dengan jumlah dosis.
Penggunaan infusi prostaglandin dalam kurun waktu pendek dan panjang juga berkaitan dengan
cortical proliferation dari system skelet. Telah terjadi pada tujuh pasien yang teregristasi sampai
saat ini. Perubahan skeletal terjadi dalam kurun 9 hari dari pemberian prostaglandin dan juga
meliputi widened fontanelles, pretibial dan soft-tissue swellin dan swelling dari ekstrimitas atas
dan bawah. Reaksi ini dapat bertahan sampai 38 minggu setelah pengobatan dihentikan.
Konsentrasi alkaline phospat terjadi pada 4 kasus. Walaupun kasus diatas bukan merupakan
penelitian prospectif, evaluasi AP dapat memberikan arti pada monitoring neonatal yang
menjalani pengobatan prostaglandin. Periostitis diasosiasikan dengan sakit dan bengkak seluruh
tubuh pada pasien. Periostitis meningkat dengan infuse prostaglandin, setelah pemberian selama
6 minggu, periostitis menurun secara signifikan. Periostitis terlihat berpengaruh pada durasi
pemberian prostaglandin dibandingankan dosis pemberian. Kesadaran pada hal ini merupakan
hal yang penting tidak hanya untuk team caring tapi juga untuk konsultan paediactric
orthopaedist untuk menghindari infestigasi untuk infeksi, penyakit metabolic atau kekurangan
vitamin yang menyerupai prostaglandin induced periostitis.
Dua kasus gastric outlet obstruction yang berhubungan dengan prostaglandin induced gastric
foveolar hyperplasia, yang terjadi setelah infuse prostaglandin E1 untuk pengobatan hypoplastic
left heart syndrome juga pernah dilaporkan.