ISI - Makalah - Kelompok - 1 75%
ISI - Makalah - Kelompok - 1 75%
4 Prasyarat
Dalam pembuatan makalah ini mahasiswa harus mengikuti syarat pembuatan
PENDAHULUAN
makalah yang sudah ditentukan dari Dosen mata kuliah elemen mesin yaitu Bapak
Mustafa, ST., MT. Mahasiswa juga dilarang meng-copy paste materi atau menjiplak.
1.1 Latar Belakang
Laju pertumbuhan modernisasi dinegara-negara maju dan berkembang, banyak
menuntut kebutuhan manusia disegala bidang.Dengan banyaknya tuntutan ini 1.5 Uraian
mendorong generasi bangsa untuk terus maju mengembangkan hal-hal baru dengan Elemen mesin merupakan ilmu yang mempelajari bagian-bagian mesin dilihat
Ilmu Pengetahuannya dan Teknologinya.Sejumlah sejarah mengenai para ilmuwan antara lain dari sisi bentuk komponen, cara kerja, cara perancangan dan perhitungan
yang telah berhasil menciptakan penemuan-penemuan yang sangat bermanfaat kekuatan darikomponen tersebut.
untuk dunia saat ini hingga berhasil dikembangkan lebih maju lagi atau biasa Dasar-dasar yang diperlukan untuk dapat mempelajari dan mengerti tentang
disebut lebih modern.Tujuan pengembangan teknologi ini agar dapat menghasilkan elemen mesin
lebih banyak dan dapat memenuhi kebutuhan pasar modern.Sejumlah penemuan dan permasalahannya antara lain berkaitan dengan:
telah diwujudkan dalam karya nyata, khususnya permesinan baik mesin Sistem gaya
konvensional maupun mesin non konvensional, serta konstruksi mesin/ Tegangan dan regangan
bangunan.Khususnya dalam makalah ini hanya membahas mengenai Perencanaan Pengetahuan bahan
1
Turbin : air, uap, gas : (pesawat terbang, kapal laut, kereta api, dll).
Motor listrik (AC, pompa air, kompresor, dll)
Motor Bakar Bensin dan Diesel (mobil, sepeda motor, kereta diesel,
generator listrik.
Kincir angin (pompa, generator listrik)
Mesin-mesin lain : crane, lift, katrol, derek, alat-alat berat, mesin pendingin, mesin
pemanas, mesin produksi, dll.
Mesin-mesin tersebut terdiri dari berbagai jenis dan jumlah komponen pendukung
yang
berbeda-beda
2
Metode jajaran genjang dengan cara membentuk bangun jajaran genjang dari
dua gaya yang sudah diketahui sebelumnya. Garis tengah merupakan R gaya.
2. Metode Segitiga
CATATAN
Penggunaan metode segitiga dan poligon gaya, gaya-gaya yang dipindahkan harus
mempunyai :besar, arah dan posisi yang sama dengan sebelum dipindahkan.
3. Metode Poligon Gaya Untuk menghitung besarnya R dapat dilakukan secara grafis (diukur) dengan skala
gaya
yang telah ditentukan sebelumnya.
3
1.5.5 Komponen Gaya
Gaya dapat diuraikan menjadi komponen vertikal dan horizontal atau mengikuti
sumbu x dan y.
FX adalah gaya horisontal, sejajar sumbu x dan FY adalah gaya vertikal, sejajar
sumbu y.
1.5.7 Hukum-Hukum Dasar
1. Hukum Paralelogram
- Dua buah gaya yang bereaksi pada suatu partikel, dapat digantikan dengan satu
gaya (gaya resultan) yang diperoleh dengan menggambarkan diagonal jajaran
genjang dengan sisi kedua gaya tersebut.
- Dikenal juga dengan Hukum Jajaran Genjang
2. Hukum Transmisibilitas Gaya
Kondisi keseimbangan atau gerak suatu benda tegar tidak akan berubah jika gaya
Jika terdapat beberapa gaya yang mempunyai komponen x dan y, maka resultan
yang bereaksi pada suatu titik diganti dengan gaya lain yang sama besar dan
gaya dapat dicari dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam komponen x dan y.
arahnya tapi bereaksi pada titik berbeda, asal masih dalam garis aksi yang sama.
Dikenal dengan Hukum Garis Gaya
RX = FX
3. Hukum I Newton
RY = FY
Bila resultan gaya yang bekerja pada suatu partikel sama dengan nol (tidak ada
gaya), maka partikel diam akan tetap diam dan atau partikel bergerak akan tetap
1.5.6 Aturan Segitiga: bergerak dengan kecepatan konstan. Dikenal dengan Hukum Kelembaman
4. Hukum II Newton Bila resultan gaya yang bekerja pada suatu partikel tidak sama
dengan nol artikel tersebut akan memperoleh percepatan sebanding dengan
4
besarnya gaya resultan dan dalam arah yang sama dengan arah gaya resultan
tersebut. Jika F diterapkan pada massa m, maka berlaku : F = m . a 1.5.9 Simbol Satuan
5. Hukum III Newton
Gaya aksi dan reaksi antara benda yang berhubungan mempunyai besar dan garis
aksi yang sama, tetapi arahnya berlawanan. Aksi = Reaksi
6. Hukum Gravitasi Newton
Dua partikel dengan massa M dan m akan saling tarik menarik yang sama dan
berlawanan dengan gaya F dan F , dimana besar F dinyatakan dengan :
5
Tegangan (stress) secara sederhana dapat didefinisikan sebagai gaya persatuan luas
penampang.
F : gaya (N)
A : luas penampang (mm2)
a. Tegangan tarik (t) : tegangan akibat gaya tarik
b. Tegangan geser () : tegangan akibat gaya geser.
Tegangan
Salah satu masalah fundamental dalam mechanical engineering adalah
menentukan pengaruh beban pada komponen mesin atau peralatan. Hal ini sangat
essensial dalam perancangan mesin karena tanpa diketahuinya intensitas gaya di Gambar 4.1 Konsep intensitas gaya dalam sebuah benda yang mendapat beban
dalam elemen mesin, maka pemilihan dimensi, material, dan parameter lainnya Definisikan vektor tegangan (Stress vector)
tidak dapat dilakukan. Intensitas gaya dalam pada suatu benda didefinisikan sebagai
tegangan(stress). Gambar 4.1 menunjukkan sebuah benda yang mendapat beban
dalam bentuk gaya-gaya. Untuk mengetahui intensitas gaya di dalam benda maka
..(4.1)
dapat dilakukan dengan membuat potongan imaginer melalui titik O. Untuk
Vektor tegangan ini adalah intensitas gaya pada seluruh penampang dan
menjaga prinsip kesetimbangan, tentu pada penampang potongan imajiner tesebut
arahnya tidak harus sama antara satu dengan yang lain. Dari definisi ini jelas bahwa
terdapat gaya-gaya dalam yang bekerja. Kalau penampang imaginer tersebut dibagi
tegangan pada suatu elemen mesin terjadi karena adanya beban yang bekerja pada
menjadi elemen-elemen yang sangat kecil A, maka pada masing masing A
elemen tersebut.
tersebut akan bekerja gaya dalam
sebesar F.
4.2. Pengaruh Beban Terhadap Kondisi Tegangan
6
Dalam analisis elemen mesin masing-masing jenis beban perlu dipelajari
pengaruhnya terhadap tegangan, regangan, maupun deformasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan lokasi dan metoda aplikasi beban serta arah pembebanan, beban dapat
diklasifikasikan menjadi :beban normal, beban geser, beban lentur, beban torsi,
danbeban kombinasi. Pengaruh jenis-jenis pembebanan tersebut terhadap
tegangan, regangan maupun defleksi elemen mesin dapat ditentukan secara analitik
untuk komponen yang sederhana.Sedangkan untuk komponen yang kompleks,
dapat digunakan metoda numerik maupun metoda eksperimental.
dapat diasumsikan terdistribusi secara seragam. Formula sederhana untuk material ditunjukkan pada gambar 4.3
.(4.2)
dengan P = beban uniaksial dan A = luas penampang tegak lurus arah beban
7
4.2.2. Kasus II : Beban torsi
Dari definisi tegangan dan regangan maka hubungan tegangan regangan elemen
Beban torsi akan menimbulkan efek puntiran atau deformasi sudut
yang mengalami beban uniaksial dapat diformulasikan menjadi Hukum Hooke satu
(angular deformation) seperti ditunjukkan pada gambar 4.5. Poros adalah salah satu
dimensi.
contoh elemen mesin yang mengalami beban puntir.Tegangan yang terjadi akibat
beban torsi adalah tegangan geser dengan distribusi yang bervariasi linear dari titik
.(4.3)
tengah penampang ke permukaan.
Perpindahan yang terjadi pada elemen yang mengalami beban uniaksial
Tegangan geser yang terjadi pada suatu elemen poros pada jarak r dari sumbu
diilustrasikan pada gambar 4.4. Formulasi untuk menghitung perpindahan dapat
dan diakibatkan adanya torsi T, diformulasikan sebagai berikut :
dilakukan dari definisi deformasi = uB uA dan dengan menggunakan hukum
Hooke, maka dapat diturunkan bahwa
.(4.5)
J adalah momen inersia polar, besarnya tergantung pada dimensi dan bentuk
.(4.4) penampang.Nilai J untuk berbagai macam penampang bisa dilihat pada tabel 4.1.
Gambar 4.4 Gaya dan perpindahan pada elemen yang mengalami beban uniaksial
8
.(4.7)
Tabel 4.1 Sifat penampang
Gambar 4.5 Poros penampang lingkaran dengan panjang L dan jari-jari a, diputar
dengan torsi T
Elemen yang diberi beban torsi akan mengalami tegangan geser sebesar
yang akan mengakibatkan terjadinya regangan geser sebesar , hubungannya seperti
pada formulasi Hukum Hooke untuk tegangan geser berikut : = G..(4.6)
dengan G=modulus geser,
Deformasi sudut yang diakibatkan adanya torsi bisa dilihat pada gambar
4.6. Besarnya adalah :
9
4.2.3. Kasus III : Beban bending
.(4.8)
y adalah jarak titik yang ditinjau dari sumbu netral, I adalah momen inersia,
sedangkan A adalah luas penampang melintang beam. Nilai I untuk berbagai macam
penampang bias dilihat pada tabel 4.1.
Gambar 4.6 Sebuah poros dengan panjang L yang diberi beban torsi T Gambar 4.7 Beam dengan beban bending
10
keling seperti pada gambar 4.10. Diasumsikan beban geser terdistribusi merata pada
Tegangan normal dan tegangan geser akibat beban bending ditunjukkan
bidang kerja, sehingga tegangan yang terjadi pada bidang itu nilainya seragam:
pada gambar 4.8.Beban bending mengakibatkan terjadinya regangan seperti pada
gambar 4.9. Besar regangan pada elemen beam berjarak y dari sumbu netral adalah :
.(4.9) Tegangan geser yang diakibatkan adanya beban P pada sebuah paku keeling
dengan luas penampang A, diformulasikan sebagai berikut :
Gambar 4.9 Regangan yang terjadi pada beam
Beban geser akan menimbulkan tegangan geser pada bidang yang sejajar .(4.10)
dengan arah bekerjanya beban. Beban geser bisa ditemui pada elemen mesin paku
11
Khusus pada pembebanan transversal pada beam, seperti pada gambar 4.11,
akan terjadi kombinasi tegangan bending dan tegangan geser. Dari gambar 4.12 di atas, besarnya tegangan geser dihitung :
(4.11)
dengan b adalah tebal penampang. dM/dy adalah gaya geser pada setiap titik, V,
sehingga :
Gambar 4.11 Pembebanan pada beam
.(4.12)
.(4.13)
.(4.14)
12
Sehingga :
.(4.17)
.(4.15)
Tegangan geser bervariasi seperti pada gambar 4.13. Pada y1=h/2, =0. Pada
y1=0,max=Vh2/8I. Untuk penampang persegi panjang, I=bh3/12, sehingga :
.(4.16)
Komponen tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap bidang disebut tegangan
normal, sedangkan komponen yang bekerja dalam arah bidang kerja disebut
tegangan geser.
Jika potongan imajiner dilakukan untuk bidang-bidang yang lain maka
akandidapatkan elemen tegangan 3 dimensi seperti ditunjukkan pada gambar 4.15.
Komponen-komponen tegangan yang lengkap untuk tiga dimensi adalah merupakan
tensor orde 2.Tensor tegangan untuk elemen tiga dimensi dapat dituliskan dalam
bentuk matrik pada persamaan 4.18.
Gambar 4.13 Distribusi tegangan geser pada beam persegi panjang
Vektor tegangan T yang bekerja pada bidang potongan imajiner dapat diuraikan
sebagai berikut :
13
Untuk tegangan bidang x-y, tensor tegangan dapat disederhanakan menjadi
. (4.19)
.(4.18)
Gambar 4.15 Komponen tegangan tiga dimensi
14
. (4.21)
Dengan
semua tegangan geser berharga nol. Kondisi ini disebut dengan Principal stress
atau tegangan utama. Nilai tegangan utama dan orientasinya dapat ditentukan dari
persamaan karakteristik berikut : Setelah nilai tegangan utama didapatkan (p1, p2, p3) maka arah orientasi
tegangan utama (nx, ny, nz) dapat dihitung dengan memasukkan nilai tegangan
utama ke persamaan (4.20). Arah ketiga tegangan utama pasti saling tegak lurus.
Tegangan geser maksimum atau sering disebut tegangan utama geser
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
. (4.20)
(4.23)
dimana nx, ny, nz adalah arah cosinus vektor n (normal terhadap principal plane). dan orientasi tegangan utama adalah
15
Langkah-langkah untuk menggambar Lingkaran Mohr (lihat gambar 4.19)
adalahsebagai berikut :
Sedangkan tegangan geser maksimum untuk kasus dua dimensi juga dapat
disederhanakan menjadi :
.. (4.25)
16
4.7. Konsentrasi Tegangan
17
Gambar 4.21 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat berlubang
18
Gambar 4.22 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat dengan fillet Gambar 4.23 Faktor konsentrasi tegangan untuk pelat beralur
19
Gambar 4.24 Faktor konsentrasi tegangan pada fillet untuk poros
20
TEGANGAN BENDING DAN TORSI
Kadang-kadang elemen mesin menerima torsi murni atau bending murni,
atau kombinasi tegangan bending dan torsi. Kita akan membahas secara detail
mengenai tegangan ini pada halaman berikut ini.
3.1 Tegangan Geser Torsi
Ketika bagian mesin menerima aksi dua kopel yang sama dan berlawanan dalam
bidang yang sejajar (atau momen torsi), kemudian bagian mesin ini dikatakan
menerima torsi. Tegangan yang diakibatkan oleh torsi dinamakan tegangan geser Gambar 3.1 Tegangan geser torsi
torsi.Tegangan geser torsi adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada Dengan = Tegangan geser torsi pada permukaan luar poros atau Tegangan geser
permukaan luar. maksimum.
r = Radius poros,
Perhatikan sebuah poros yang dijepit pada salah satu ujungnya danmenerima torsi T = Momen puntir atau torsi,
pada ujung yang lain seperti pada Gambar 3.1. Akibat torsi, setiap bagian yang J = Momen inersia polar,
C = Modulus kekakuan untuk material poros,
terpotong menerima tegangan geser torsi. Kita akan membahas tegangan geser torsi l = Panjang poros,
adalah nol pada pusat poros dan maksimum pada permukaan luar. Tegangan geser = Sudut puntir dalam radian sepanjang l.
Catatan:
torsi maksimum pada permukaan luar poros dengan rumus sebagai berikut: 1. Tegangan geser torsi pada jarak x dari pusat poros adalah:
21
Dalam praktik keteknikan, bagian-bagian mesin dari batang struktur yang
mengalami beban statis atau dinamis yang selain menyebabkan tegangan bending
pada bagian penampang juga ada tipe tegangan lain seperti tegangan tarik, tekan
dan geser.
Untuk poros berlubang dengan diameter luar d dan diameter dalam d , momen Balok lurus yang mengalami momen bending M seperti pada Gambar 3.2 di
o i
inersia polar J adalah: bawah ini.
22
Yang mana, M = aksi momen bending pada bagian yang diberikan,
= tengan bending,
I = Momen inersia dari penampang terhadap sumbu netral,
y = Jarak dari sumbu netral ke arsiran,
1. Diagram Tegangan Regangan
E = Modulus elastisitas material balok, Secara umum hubungan antara tegangan dan regangan
R = Radius kelengkungan balok. dapat dilihat pada diagram
tegangan regangan berikut ini :
Dari persamaan di atas, rumus tegangan bending adalah:
Karena E dan R adalah konstan, oleh karena itu dalam batas elastis, tegangan pada
sembarang titik adalah berbanding lurus terhadap y, yaitu jarak titik ke sumbu
netral.
Juga dari persamaan di atas, tegangan bending adalah:
Keterangan :
Regangan
A : Batas proposional
B : Batas elastis
Regangan (strain) merupakan pertambahan panjang suatu C : Titik mulur
struktur atau batang akibat pembebanan. D : y : tegangan luluh
E : u : tegangan tarik maksimum
23
F : Putus
24
Regang tidak boleh melebihi batas proporsional Pasangan roda gigi pada tingkat kecepatan pertama ini terdiri dari
pinion yang terletak pada poros input dan roda gigi yang terletak pada poros
kedua. Jarak antara poros transisi dan poros output direncanakan sebesar 80
mm. Penerusan daya dan putaran dari poros transisi sebesar 8,45 KW / 8500
rpm ke poros kedua dilakukan oleh pasangan roda gigi ini yang bersifat
dimensi dari roda gigi, pemilihan bahan roda gigi dan pemeriksaan
25
b. Jumlah gigi dari pinion dan roda gigi (z)
Berdasarkan daya pada poros ini maka modul untuk roda gigi ini
untuk roda gigi ini dipilih sebesar 1,5. Dengan demikian jumlah gigi dari
pinion dan roda gigi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (1.2)
yaitu:
Gambar 3.1 Diagram pemilihan modul roda gigi lurus
26
H = 2 x m + ck = 2x 1,5 + 0.25= 3,25 mm
Y2 = 0,413
e. Tinggi gigi ( H )
sebagai berikut:
27
g. Kecepatan keliling roda gigi ( v)
Kecepatan rendah
Kecepatan keliling dari roda gigi dapat dihitung dengan mengunakan
Kecepatan tinggi
Berdasarkan tabel 3.3 diatas maka untuk roda gigi reduksi ini, factor
tumbukan yang terjadi, oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap gaya
yang terjadi pada roda gigi. Factor koreksi dapat dilihat pada tabel dibawah i. Gaya tangensial roda gigi
ini Gaya tangensial roda gigi dapat dihitung dengan menggunakan
28
Bahan roda gigi dapat kita pilih berdasarkan tabel 3.4. Berdasarkan
Fb = a x m x Y x fv
Tabel 3.4 tegangan lentur yang diizinkan pada bahan roda gigi
29
k. Lebar roda gigi (b) Diameter
jarak bagi
Lebar roda gigi didapat dengan mengunakan persamaan (1.10): 21,05 138,9 10,52 69,47
sementara
mm mm mm mm
pinion dan
b =Ft / Fmin roda gigi (do)
= 28,7 kg / 6,45 kg/mm = 4,45 mm, dibulatkan menjadi 5 mm. Jumlah gigi
14 93 4 23
(Z)
Diameter
l. Pemeriksaan keamanan jarak bagi 139,5
21 mm 12 mm 68 mm
sebenarnya mm
b / m = 5 / 1,5 = 3,3 kontruksi aman (do)
mengasumsikan jarak poros kedua dengan poros output adalah 40 mm. Faktor bentuk
0,162 0,413 0,087 0,333
gigi (Y)
Tabel 3.5 Ukuran-ukuran roda gigi
Kecepatan
0,13 0,13
Tingkat kecepatan keliling roda 1,4 m/s 1,44 m/s
m/s m/s
gigi (v)
I II
Keterangan Faktor koreksi
Roda Roda terhadap 0,68 0,68 0,96 0,96
Pinion Pinion
Gigi Gigi kecepatan (fv)
30
Gaya
313,8 313,8
tangensial 28,7 kg 28,7 kg
kg kg Daya maksimum yang diperlukan 0,8-1,2
roda gigi (Ft)
Daya normal 1,0-1,5
Bahan FC30 FC25 FC30 FC15
(Sumber : Sularso, Elemen Mesin)
Lebar roda
5 mm 5 mm 30 mm 30 mm
gigi (b)
= 0,37 kW
Daya yang akan ditransmisikan fc
Maka daya rencana :
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2-2,0
31
= 1360 rpm
Pd = 1.0 x 74,97
Dimana : Tabel 3.6 Baja karbon untuk kontruksi mesin dan baja batang yang ditarik dingin untuk
poros
T = momen puntir yang terjadi
Perlakuan Kekuatan
Standar dan macam Lambang Keterangan
Pd panas tarik(kg/mm2)
= daya rencana (kW) S30C Penormalan 48
S35C 52
Baja karbon
S40C 55
konstruksi mesin (JIS
= 0,37 kW S45C 58
G 4501)
S50C 62
S55C 66
n = putaran poros (rpm) Batang baja yang S35C-D - 53 Ditarik dingin,
difinis dingin S45C-D - 60 digerinda,
32
dibubut,
atau gabungan
S55C-D - 72
antara hal-hal
tersebut
=
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1997, hal 3
= 7,89 mm
Pengaruh ini dimasukkan dalam perhitungan yang dinyatakan dengan
Sf2, pada perencanaan ini faktor Sf2 diambil sebesar 2,0, dari data-data diatas
Tabel 3.7 Faktor momen puntir
dapat ditentukan tegangan geser yang diizinkan (a) dapat diketahui dengan
Cara pembebanan Kt
menggunakan persamaan (2.11) sebagai berikut: Beban dikenakan secara halus 1,0
Terjadi sedikit kejutan 1,0 1,5
Beban dikenakan dengan kejutan dan tumbukan besar 1,5 3,0
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1997, hal 8
kg/mm2
faktor momen puntir Kt diambil sebesar 1 (Tabel 3.7), sementara itu Tabel 3.8 Faktor koreksi untuk momen lentur
Cara pembebanan Cb
Diperkirakan akan pemakaian dengan beban lentur 1,2 2,3
faktor koreksi untuk momen lentur Cb diambil sebesar 2 (Tabel 3.8). Semua
Diperkirakan tidak terjadi beban lentur 1,0
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1997, hal 8
faktor ini akan digunakan dalam perhitungan diameter poros dengan
memakai persamaan (2.12) sebagai berikut berikut: Diameter poros harus dipilih dari Tabel 3.9, dari tabel tersebut
1/ 3
ds=
[ 5,1
a
. Kt . Cb. T
] didapatkan bahwa diameter 7,89 mm tidak terdapat dalam tabel, oleh karena
33
Tabel 3.9 Diameter poros Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang
4 10 *22,4 40 100 *224 400 Keterangan : dikoreksi lebih besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros
24 (105) 240
11 25 42 110 250 420
260 440 1 Tanda* menyatakan bahwa bilangan
4,5 *11,2 28 45 *112 280 450 tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.
12 30 120 300 460 yang bersangkutan dipilih dari bilangan
*31,5 48 *315 480
5 *12,5 32 50 125 320 500 standar
130 340 530
35 55 2 Bilangan didalam kurung hanya dipakai
*5,6 14 35,5 56 140 355 560
(15) 150 360
untuk bagian dimana akan dipasang
6 16 38 60 160 380 600 bantalan gelinding
(17) 170
*6,3 18 63 180 630
19 190
20 200
22 65 220
7 70
*7,1 71
75
8 80 Berdasarkan perhitungan diatas maka poros yang telah dihitung adalah aman
85
9 90
95 dan layak untuk digunakan.
Sumber: Sularso, K Suga, DPDP Elemen Mesin,1997, hal 9 Cara kerja 6 spline 4 spline 10 spline
34
D = 0.80 D D = 0.81 D Bahan yang digunakan untuk spline adalah sama dengan bahan poros, karena
Pada putaran
W = 0.25 D W = 0.156 D spline menyatu dengan poros.
ketika bekerja
h = 0.10 D H = 0.095 D
kg/mm2
35
Pembebanan yang akan dialami oleh poros dikenakan dengan sedikit
Sebuah poros aman digunakan apabila tegangan geser yang diizinkan yang
kejutan pada waktu pemindahan tingkatan kecepatan, oleh karena itu faktor
dikoreksi lebih besar dari tegangan geser yang dihitung atas dasar poros
momen puntir Kt diambil sebesar 1,5 (Tabel 4.8), sementara itu faktor
tanpa alur pasak, faktor Cb dan Kt.
koreksi untuk momen lentur Km diambil sebesar 1,5 (Tabel 4.9), karena poros
gigi direncanakan berjumlah 6 buah. Maka ukuran dari spline adalah sebagai
Momen puntir yang bekerja pada poros, mengakibatkan terjadinya tegangan
berikut:
geser pada poros sebesar:
Diameter poros (ds) = 0,80 x D
36
Bahan untuk spline adalah sama dengan bahan poros yaitu S55C-D, karena 9. Keamanan operasi
37
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB III
PERTANYAAN DAN JAWABAN
RANGKUMAN
38
DAFTAR PUSTAKA
39