Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Radiografi merupakan gambaran bayangan nyata yang dihasilkan saat sinar-X melewati
sebuah objek dengan berbagai opasitas. Sinar mengenai film fotografi pada sisi yang berlawanan.
Sinar-X melewati struktur padat seperti enamel gigi, tulang secara radiografis akan tampak
sebagai gambaran bayangan putih karena berkas cahaya dari sinar-X banyak diserap saat
melewati material tersebut. Struktur yang tidak padat seperti kavitas, membran, dan otot, akan
memberikan gambaran berupa bayangan gelap karena struktur tersebut sedikit merintangi
datangnya sinar-X. Absorbsi sinar-X yang berbeda oleh material pembentuk gigi yang berbeda
juga akan memberikan bayangan radiografis yang berbeda (Johnson, 1998).
Radiografi kedokteran gigi merupakan perangkat yang sering digunakan dalam perawatan
kedokteran gigi. Pemeriksaan radiografi berperan penting dalam menentukan diagnosa, prognosa
dan memantau beberapa hasil perawatan yang dilakukan. Pemeriksaan radiografi merupakan
salah satu pemeriksaan identifikasi struktur anatomi tubuh, karena pemeriksaan radiografi dapat
memberikan gambaran dari struktur anatomis secara visual (Dewi, 2009). Radiografi dapat
menjadi dasar rencana perawatan dan mengevaluasi perawatan yang telah dilakukan. Radiografi
dapat digunakan untuk memeriksa struktur yang tidak terlihat pada pemeriksaan klinis.
Kegunaan foto radiografi gigi yaitu untuk mendeteksi lesi, lokasi lesi atau benda asing yang
terdapat pada rongga mulut, untuk membuktikan suatu diagnose penyakit serta menyediakan
informasi yang menunjang prosedur perawatan, dan untuk mengevaluasi pertumbuhan dan
perkembangan gigi, adanya karies, penyakit periodontal dan trauma pada gigi geligi (Haring,
2000).
Prosedur penggunaan radiografi kedokteran gigi harus dikelola dengan hati-hati, karena
radiasi sinar-X berpotensi mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Pengelolaan yang hati-hati
dalam penggunaaan sinar-X ini dilakukan dengan cara proteksi radiasi terhadap pasien, operator,
dokter gigi dan masyarakat di lingkungan sekitar (Arpansa, 2005).
Sinar-X mempunyai efek biologi, apabila terpapar pada tubuh akan menimbulkan perubahan
biologi pada jaringan. Efek biologi ini dapat dipergunakan pada pengobatan radioterapi, akan
tetapi apabila dosis pemberian sinar-X terlalu besar maka akan berpengaruh negatif pada tubuh.

1
Pengaruh radiasi pada organ tubuh manusia bergantung pada jumlah dosis dan luas lapangan
radiasi yang diterima. Efek biologi yang sering terjadi apabila tubuh terlalu banyak menerima
radiasi adalah terjadi kerusakan kulit (skin damage), kerusakan hemoepoetik, induksi keganasan
(induction of malignancy), karsinoma kulit, sarkoma, aberasi genetik (genetic aberrations),
mutasi gen langsung dan perubahan kromosom (Margono, 1998).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami pembelajaran tentang Radiologi pada Kedokteran Gigi
lebih baik lagi yang akan menjadi acuan dalam mencapai Standar Kompetensi Dokter Gigi.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk dapat memahami dasar-dasar radiologi dan efek-efek biologi radiasi.
2. Untuk mengetahui keamanaan dan perlindungan yang diperlukan terhadap radiasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami prinsip dan teknik rontgen foto.
4. Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan teknnik-teknik radiografi.
5. Untuk mengetahui teknik processing foto rotgen.
6. Untuk dapat mengetahui dan memahami cara menginterpretasikan hasil foto rotgen yang
normal dan kelainan-kelainan yang ada pada foto rotgen intraoral dan ekstraoral.

1.3 Manfaat
Dari penyusunan laporan ini akan didapatkan informasi baru yang akan semakin
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan Indonesia dan sebagai bahan bacaan bagi para
mahasiswa untuk menunjang masa pendidikannya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar-dasar Radiologi

a. Radiografi Dental

Radiografi pertama kali dikemukakan oleh Wilhelm Conrad Roentgen, seorang professor
fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman pada November 1895. Pada Januari 1896, Dr. Otto
Walkoff, seorang dokter gigi berkebangsaan Jerman mencoba untuk membuat radiografi dental
yang pertama. Pada percobaan pertama Dr. Otto Walkoff menggunakan teknik bitewing
sederhana dan memasukan lempeng kaca fotografi yang di bungkus dengan kertas hitam
kedalam mulutnya sendiri dan kemudian diberi paparan sinar radiografi selama 25 menit.

Perkembangan alat radiografi di bidang kedokteran gigi dimulai pada tahun 1913,
dimana William D. Coolidge membuat sebuah tabung katoda sinar-x yang berisi kawat pijar.
Pada tahun 1923, miniatur yang lebih kecil dari versi yang pertama dimunculkan dan kemudian
berkembang hingga 1966 dimana pada tahun ini muncul penggunaan sinar-x untuk intraoral
dengan long beam yang digunakan sampai saat ini. Pada tahun 1987, Francis Mouyen
memperkenalkan radiografi digital yang pertama dan kemudian berkembang menjadi cone-beam
computed tomography yang dapat menampilkan gambaran hasil radiografi dalam bentuk dua
dimensi (2D) ataupun tiga dimensi (3D) pada layar komputer.

Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan untuk melihat manifetasi oral di rongga
mulut yang tidak dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun dapat dengan jelas terlihat
gambaran seperti perluasaan dari penyakit periodontal, karies pada gigi serta kelainan patologis
rongga mulut lainnya. Radiografi dental menjadi pedoman untuk memaksimalkan hasil diagnosis
yang terlihat dari interpretasi gambar.

Prinsip dasar radiografi dental adalah suatu sistem yang meliputi pembentukan gambaran
radiografis yang dapat langusng ditayangkan hasilnya dilayar monitor, terjemahan inilah yang
memungkinkan penggalian data hasil foto radiografis lebih mendalam, sehingga onformasi yang
diperoleh menjadi lebih rinci guna membantu menegakkan diagnosa.
3
b. Efek-efek Radiasi

1. Efek Radiasi pada Membran Mukosa Mulut


Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya nasofaring akan mengikutsertakan
sebagian besar mukosa mulut. Akibatnya dalam keadaan akut akan terjadi efek samping pada
mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri pada saat menelan, mulut
kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali diperparah oleh timbulnya infeksi
jamur pada mukosa lidah serta palatum.

2. Efek Radiasi pada Glandula Salivarius

Terapi radiasi pada daerah leher dan kepala untuk perawatan kanker telah terbukiti dapat
mengakibatkan rusaknya struktur kelenjar saliva dengan berbagai drajat kerusakan pada kelenjar
saliva yang terkena radioterapi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya volume saliva. Jumlah
dan keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan lamanya penyinaran..
Mulut akan menjadi kering (Xerostomia) dan sakit, serta pembengkakan dan nyeri karena
berkurangnya saliva sehingga menyebabkan hilangnya fungsi lubrikasi.

3. Efek Radiasi pada Gigi

Gigi yang telah erupsi cenderung mengalami kerukan akibat radiasi daerah rongga mulut,
meskipun kerusakannya baru tampak setelah beberapa tahun setelah radiasi. Manifestasi
kerusakan berupa destruksi substansi gigi yang disebut karies radiasi dan dimulai pada servikal
gigi. Lesi berupa demineralisasi yang lebih daripada karies pada umumnya, dengan pola melintas
gigi dan menyebabkan kerusakan mahkota gigi pada daerah servikal.
Kerusakan jaringan keras gigi (email, dentin, sementum) mengakibatkan karies gigi.
Secara radiografi daerah karies bersifat radiolusen bila dibandingkan dengan email atau dentin.
Hal ini penting bagi pendiagnosa untuk melihat radiografi dalam situasi pengamatan yang tepat
dengan pandangan yang jelas agar dapat membedakan antara restorasi dan anatomi gigi yang
normal. Pada gigi terjadi dua efek radiasi yaitu efek radiasi secara langsung dan tidak langsung.

Efek Radiasi Langsung


Efek radiasi ini terjadi paling dini dari benih gigi, berupa gangguan kalsifikasi benih gigi,
gangguan perkembangan benih gigi dan gangguan erupsi gigi.

4
Efek Radiasi tidak Langsung

Efek radiasi tidak langsung terjadi setelah pembentukan gigi dan erupsi gigi normal
berada dalam rongga mulut, kemudian terkena radiasi ionosasi, maka akan terlihat kelainan
gigi tersebut misalnya adanya karies radiasi. Biasanya karies radiasi pada beberapa gigi
bahkan seluruh region yang terkena pancaran sinar radiasi, keadaan ini disebut rampan
karies radiasi. Radiasi karies merupakan bentuk rampan dari kerusakan gigi yang dapat
terjadi pada tiap individu yang mendapatkan radioterapi termasuk penyinaran dari glandula
saliva. Lesi karies dihasilkan dari perubahan glandula salivarius.

Penurunan arus, peningkatan pH, penurunan kapasitas buffer karena adanya perubahan
elektrolit dan peningkatan viskositas. Saliva normal dapat menurun dan akumulasi debris
yang cepat karena tidak adanya tindakan pembersihan. Karies sekunder yang disebabkan
radiasi memiliki bentuk jelas yang merata pada cement enamel junction (CEJ) dari
permukaan bukolabial, merupakan lokasi yang biasanya tahan terhadap karies.

Permukaan bukal dan lingual sering Nampak warna putih atau opak karena terjadi
demineralisasi dari email. Daerah ini terjadi demineralisasi bila saliva menjadi asam dan
kehilangan suplai mineral yang secara normal mengisi ion negative berubah, permukaan
lembut, kehailangan translusensi dan sering fraktur, menyebabkan erosi, membuat dentin
menjadi terbuka.

4. Efek Radiasi pada Tulang

Perawatan kanker pada daerah mulut sering dialkukan penyinaran termasuk pada
mandibula. Kerusakan primer pada tulang disebabkan oleh penyinaran yan mengakibatkan
rusaknya pembuluh darah periosteum dan tulang kortikal, yang dalam keadaan normalnya sudah
tipis. Radiasi juga dapat merusak osteoblas dan osteoklas. Jaringan sumsusm tulang menjadi
hipovaskular, hipoxik, dan hiposelular.

Sebagai tambahan, endosteum menjadi terjadi atrofi pada endosteum menunjukkan


berkurangnya aktifitas osteoblas dan osteoklas, dan beberapa lacuna pada tulang yang kompak
tampak kosong, hal tersebut merupakan indikasi terjadinya nekrosis. Derajat mineralisasi
menjadi berkurang, memicu terjadinya kerapuhan, aytau perubahandari tulang yang normal. Jika

5
keadaan ini bertambah parah tulang akan mangalami kematian, kondisi seperti ini disebut
osteoradionecrosis.

5. Efek Radiasi pada Pulpa

Apoptosis adalah mekanisme biologis yang merupakan jenis kematian sel yang
terprogram, yang dapat terjadi pada kondisi fisiologis maupun patologis. Apoptosis digunakan
oleh organism multi sel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh. Apoptosis
umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat menguntungkan bagi tubuh.
Apoptosis dapat terjadi selama selama perkembangan, sebagai mekanisme homeostatis
untuk menjaga atau memelihara populasi sel dalam jaringan, sebagai mekanisme pertahanan jika
sel rusak oleh suatu penyakit atau bahan racun pada proses penuaan.
Apoptosis pada jaringan fibroral pulpa dapat terjadi akibat dosis radiasi yang diterima
selama terapi radiasi adalah 200 rad sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa meningkat
pulpa sehingga selain sel sel fibrolas, sel-sel lain juga turut mati akibat efek radiasi. Dikarenakan
sel fibrolas merupakan sel terbanyak yang ada di pulpa dengan fungsi sebagai menjaga integritas
dan vitalitas pulpa berupa membentuk dan mempertahankan matriks jaringan pulpa dengan
membentuk ground substance dan serat kolagen sehingga apoptosis pada sel fibrolas pulpa
menjadi proses awal terjadinya karies radiasi.

Selain itu, Interaksi radiasi pengion dengan meteri biologi diawali dengan interaksdi
fisika yaitu, proses ionisasi. Elektron yang dihasilkan dari proses ionisasi akan berinteraksi
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung bila penyerapan energi langsung terjadi
pada molekul organik dalam sel yang mempunyai arti penting, seperti DNA. Sedangkan interaksi
secara tidak langsung bila terlebih dahulu terjadi interaksi radiasi dengan molekul air dalam sel
yang efeknya kemudian akan mengenai molekul organik penting. Mengingat sekitar 80% dari
tubuh manusia terdiri dari air, maka sebagian besar interaksi radiasi dalam tubuh terjadi secara
tidak langsung.

6
2.2 Keamanan dan Proteksi terhadap Radiasi

a. Prosedur Keamanan Kerja

Tidak boleh mengenai orang lain selain orang yang ingin di foto
Film harus dipasang pada posisinya
Petugas berdiri sejauh mungkin minimal 3 meter
Pasien harus dilindungi menggunakan apron
Ukuran sinarnya harus dibatasi
Harus ada indikasi klinis yang jelas

Tahap-tahapnya berupa :
Menerangkan cara kerja kepada pasien
Memakaikan apron pada pasien
Pasien melepaskan benda-benda penghalang radiograf
Perhatikan kepala pasien dan letakkan kepala pasien pada posisi yang tepat
Memposisikan sesuai dengan yang mau diperiksa
Meletakkan film pada area yang mau diperiksa
Operator harus berdiri sejauh 3 meter dibelakang dinding dengan memakai apron khusus
Mengarahkan sinar X
Dilakukan pemotretan
Radiografnya digantung dan dikeringkan

7
Proteksi radiasi merupakan prosedur penting yang harus dilakukan sebelum melakukan
radiografi. Dasar perlindungan radiasi dari prinsip ALARA (as low as reasonable achievable)
menyebutkan bahwa tidak perduli sekecil apapun dosis efek merusak tetap ada. Persiapan
terhadap proteksi radiografi harus dilakukan terhadap semua yang berhubungan dengan
pelaksanaan radiografi antara lain pasien, operator dan lingkungan kerja radiologi.

a. Proteksi Radiasi terhadap Pasien


Untuk proteksi pada pasien ini, perlu diperhatikan :
1. Pasien harus memakai apron pelindung untuk seluruh badan.
2. Pemeriksaan sinar-X hanya atas permintaan seorang dokter.
3. Waktu penyinaran dilakukan sesingkat mungkin.
4. Daerah yang disinari harus sekecil mungkin, misalnya dengan menggunakan konus
(untuk radiografi) atau diafragma (untuk sinar tembus).
5. Pasien hamil, terutam trisemester pertama dan trisemester ketiga dipertimbangkan untuk
tidak melakukan pemeriksaan radiografi.

b. Proteksi Radiasi terhadap Operator


Untuk proteksi ini perlu diperhatikan :
1. Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung yang berlapis Pb dengan ketebalan
maksimum 0,5 mm.
2. Operator tidak harus memegang film radiografi selama penyinaran.
3. Operator tidak berada didalam ruangan atau berada dibelakang penghalang yang cocok
atau dinding selama penyinaran.
4. Berdiri minimal 2 meter dari pasien dan di lokasi yang bebas dari jalur sinar X selama
penyinaran.

c. Proteksi Radiasi terhadap Lingkungan (Ruang Radiasi)


Untuk proteksi ini perlu diperhatikan :
1. Tempat dan lokasi ruangan radiasi harus memenuhi syarat Internasional, yaitu diharapkan
sinar radiasi tidak menembus ruangan lain, dengan demikian ruangan radiasi tidak
menembus ruangan lain, dengan demikian ruangan radiasi tersebut sebaiknya soliter atau
dikelilingi oleh halaman/jalan bebas dan jangan berada di tingkat atas (sebaiknya di ruang
bawah tanah/paling bawah bangunan) agar radiasi cepat hilang ke tanah.
2. Bila terdapat koridor ruang radiasi harus dilapisi lembaran atau lempengan timah hitam
setebal 2 mm, dengan harapan agar radiasi primer dan radiasi skunder dapat diserap
sehingga andaikan tertembus sinar radiasi sinarnya lemah atau kurang berbahaya.

8
3. BIla terdapat koridor atau sisi ruangan radiasi, maka harus ditulis dilarang berdiri,
dilarang duduk/menunggu di koridor ini agar tidak terkena radiasi skunder.
4. Penempatan pesawat rontgen diatur sedemikian rupa agar arah sinar radiasi ke tempat
yang aman yaitu ke halaman yang bebas penghuni.
5. Menggunakan protective barrier atau sekat proteksi yang dapat berupa dinding yang
dapat digeser-geser atau dipindah-pindahkan di dalam ruangan radiasi, dinding sekat ini
dilapisi lempengan timah hitam setebal 2 mm, untuk menyerap sinar primer dan sekunder
pada setiap eksposi.
6. Harus ada lampu peringatan di depan pintu yang menandakan adanya proses
pengambilan foto rontgen.

2.5 Prosesing Film


Film radiografi merupakan suatu lembaran tipis selulosa yang peka terhadap sinar-X.
Prinsip pembentukan bayangan radiografi diperoleh melalui radiasi yang melewati suatu obyek
dan akan diserap obyek, dimana banyaknya penyerapan di suatu titik tergantung pada tebal dan
kerapatan material obyek dititik tersebut. Perbedaan penyerapan radiasi dideteksi dan direkam
pada film radiografi sebagai perbedaan tingkat kehitaman (densitas) (Sudaryo, 2004).
Pembentukan gambar radiografi dimulai dari emulsi perak halida (AgBr) film radiografi
yang sangat peka terhadap sinar-X akan membentuk bintik sensitif. Ion Br- apabila terkena
radiasi sinar-x akan terbentuk atom Br dan elektron dan merubah muatan positif Ag + menjadi
atom Ag. Kristal dengan atom Ag pada permukaanya disebut bayangan laten melalui proses
pembangkitan bayangan oleh larutan pembangkit yang mengandung larutan alkali bersifat basa.
Tahap selanjutnya gambar dicuci dan difiksasi di dalam cairan penetap yang bersifat
asam untuk melarutkan kristal yang tidak mengandung bayangan laten (Hanna dan Wayne,
2008).
Metode prosesing film adalah prosedur yang dilakukan setelah film mendapat exposure
dari dental x-ray untuk mendapat gambaran struktur anatomis dan jaringan yang akan diamati.
Film radiografi dibuka dan diproses di dalam ruang gelap (dark room/light save)(Supriyadi dkk,
2009). Film radiografi harus dilakukan pengembangan sebelum dapat dilihat hasilnya. Prosesing
merupakan suatu cara untuk mendapatkan gambar yang permanen dalam pembuatannya dengan
menggunakan cairan kimia tertentu. Pengembangan film radiografi dilakukan dalam ruang gelap
dimana cahaya yang normal telah dikurangi. Cahaya yang digunakan bisa berupa lampu warna

9
kuning atau merah dengan kekuatan kurang dari 15 watt dan diletakkan lebih dari 3 kaki dari
area kerja. Lampu yang sinarnya bocor, terlalu terang atau terlalu dekat dengan area kerja dapat
mengakibatkan gambaran gelap pada film yang mengurangi kualitas gambaran hasil foto
(Margono, 1999).
Bahan prosesing film terdiri dari larutan developer dan larutan fixer. Larutan developer
(larutan pengembang) komposisinya terdiri dari hidroquinone yang bertujuan mengatur kontras
film dan menjadikan developer lebih tahan lama, metal (elon) sebagai zat pereduksi agar gambar
cepat muncul, natrium karbonat untuk mempertahankan derajat kebasahan agar larutan
pengembang dapat berfungsi menghaluskan emulsi, kalium bromide berfungsi mereduksi kristal
halida yang tidak tertembus sinar dan mencegah gambaran kabut pada film, natrium sulfite
mencegah zat pereduksi teroksidasi oleh oksigen yang ada di dalam air atau oksigen yang
berasal dari udara dan air sebagai zat pelarut media yang cocok untuk pencampuran obat. Fungsi
dari larutan developer adalah untuk mengendapkan emulsi perak halide yang tertembus sinar-X
sehingga berwarna hitam. Proses developing berjalan sekitar 8-10 detik bergantung pada jenis
larutan pengembang baru atau lama dan suhu dalam ruangan yang bisa mempercepat timbulnya
gambar (Margono, 1999).
Larutan Fixer berfungsi sebagai larutan penstabil dimana larutan ini melarutkan kristal
yang tidak tembus sinar-X sehingga film tersebut bersih dari larutan emulsi perak halida dan
larutan pengembang yang tertinggal. Komposisi larutan fixer adalah, natrium tiosulfat, asam
asetat, natrium sulfite, kalium alum (boraks) dan air. Proses fixing memerlukan waktu kurang
lebih 4-15 menit untuk mencegah perubahan pada film dan membuat film tampak jelas dan tahan
lama. Proses rinsing dan washing yaitu pembilasan dalam air mengalir dilakukan sekitar 10
menit untuk menghilangkan semua bahan kimia film. Proses terakhir adalah drying yaitu
pengeringan gambar radiografi sebelum siap dibaca oleh dokter gigi (Margono,1999).
Metode visual merupakan metode pengamatan prosesing film radiografi secara langsung.
Beberapa keuntungan dengan melakukan metode visual adalah film dapat dikembangkan sesuai
kontras dan detail yang diinginkan, dapat melihat kontras dari gambaran film lebih teliti.
Kerugian dari metode ini yaitu sulit dilakukan dan melelahkan bila film yang harus diproses
banyak dengan waktu penyinaran dan densitas jaringan yang berbeda-beda (Supriyadi dkk,
2009).

10
6.

11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pemeriksaan radiografi berperan penting dalam menentukan diagnosa, rencana dan


evaluasi perawatan. Pengambilan film radiografi dengan kualitas gambar yang baik harus
memenuhi salah satu faktor yaitu densitas. Densitas adalah nilai derajat kehitaman film yang
ditentukan oleh banyaknya sinar-X yang dapat mencapai film setelah melalui jaringan tubuh dan
berinteraksi dengan komponen bahan film radiografi. Sinar-X yang keluar dari alat radiografi
gigi memiliki efek biologi. Radiasi dari sinar-X dapat menyebabkan perubahan biologi,
menganggu kesehatan sel dan jaringan.

12

Anda mungkin juga menyukai