Anda di halaman 1dari 13

Standar Kompetensi Lulusan

PROFIL LULUSAN

Pendidikan D-III Kebidanan STIKKU merupakan bagian dari pendidikan tinggi tenaga
kesehatan yang menghasilkan tenaga bidan professional pada tingkat Ahli Madya yang
lulusannya mampu berperan sebagai:
1. Care Provider atau pemberi asuhan kebidanan
2. Community Leader atau penggerak masyarakat dalam bidang kesehatan ibu dan anak
3. Communicator atau komunikator
4. Decision Maker atau pengambil keputusan dalam asuhan kebidanan
5. Manager atau pengelola, baik sebagai pengelolaan asuhan kebidanan secara mandiri atau
kolaborasi

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN DIPLOMA III KEBIDANAN


Terdapat perubahan standar kompetensi lulusan dari 9 standar kompetensi menjadi 6 standar
kompetensi. Adapun rumusan standar kompetensi lulusan Diploma III Kebidanan yang juga
disebut sebagai Kompetensi Inti adalah sebagai berikut:
1. Mampu berperilaku professional, beretika dan bermoral serta tanggap terhadap nilai
sosial budaya dalam praktik kebidanan
2. Mampu melakukan komunikasi efektif dengan perempuan, keluarga, masyarakat,
sejawat, dan profesi lain dalam upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak dalam
pelayanan kebidanan
3. Mampu memberikan asuhan kebidanan secara efektif, aman, dan holistik dengan
memperhatikan aspek budaya terhadap ibu hamil, bersalin, nifas dan menyusui, bayi baru
lahir, balita dan kesehatan reproduksi pada kondisi normal berdasarkan standar praktik
kebidanan dan kode etik profesi
4. Mampu memberikan penanganan kegawatdaruratan sesuai dengan kewenangannya
5. Mampu melakukan upaya promotif, preventif, deteksi dini dan pemberdayaan masyarakat
dalam pelayanan kebidanan
6. Mempunyai kemampuan mengelola kewirausahaan dalam pelayanan kebidanan yang
menjadi tanggung jawabnya
KOMPETENSI PENDUKUNG
1. Bidan dapat memberikan asuhan kebidanan berdasarkan prinsip evidence-based
2. Bidan dapat menguasai beberapa softskills yang dibutuhkan di dunia kerja, khususnya
sebagai Bidan di Desa (kemampuan public relationship, pemberdayaan dan pengorganisasian
masyarakat)
3. Bidan mampu menjadi agen perubahan sosial sebagai Bidan Komunitas dalam
melaksanakan program Desa Siaga
4. Bidan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, baik secara pasif maupun aktif dalam
konteks pelayanan kebidanan
5. Bidan mampu menguasai teknologi informasi dan komunikasi dan memanfaatkannya
dalam praktik kebidanan
6. Bidan mampu menunjukkan kemandirian dalam mengembangkan karirnya melalui spirit
kewirausahaan
7. Bidan mampu mengembangkan sikap dan perilaku yang berorientasi pada keselamatan
pasien , berperilaku sesuai Kode Etik Bidan Indonesia, bertanggung jawab, serta siap
bertanggung gugat

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan Dosen, adapun macam-macam
kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru dan Dosen antara lain: kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat
kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan Dosen.
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru dan Dosen terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap
subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta
didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik
dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta
didik.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan
pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori
belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta
didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran;
dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang
dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan
dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan
tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran
untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki
indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik;
dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
2) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia.
Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan
norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru dan Dosen; dan
memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam
bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru dan Dosen.
Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam
berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh
positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan
norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang
diteladani peserta didik.
3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru dan Dosen untuk berkomunikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator
esensial sebagai berikut:
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator
esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga
kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan
masyarakat sekitar.
4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.
Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial:
memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep
antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-
hari.
Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-
langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru dan
Dosen.
Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru dan Dosen meliputi (a) pengenalan peserta
didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content)
maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik
yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta
tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan
profesionalitas secara berkelanjutan. Guru dan Dosen yang memiliki kompetensi akan dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional (Ngainun Naim, 2009:60).
Langkah-Langkah Rekonstruksi MK
Menentukan dan Merumuskan TIU
Menentukan dan Merumuskan TIK
Menyusun mAteri Perkuliahan
Menyusun Strategi Instruksional
Strategi untuk melakukan Penialaian Hasil Belajar
4.1 Model CIIP (Context, input, process, product)
Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah, asset dan
peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas. Serta
membantu kelompok mengguna lainya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasinya.
Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternative pendekatan, rencana
tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi
kebutuhan kelompok sasarn serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna
bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumber
daya, pelaksana dan jadual kegiatan yang sesuai bagi kelangsungan program.
Evalusi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah
ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian
akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui program kerja dan
memperkirakan hasilnya. Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai-yang diharapkan dan tidak diharapkan,
jangka pendek dan jangka panjang, baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat
memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya
dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil
ini dapat dibagi kedalam penilaian terhadap dampak, efektivitas, keberlanjutan, dan daya
adaptasi (Stufflebeam et. Al.,2003)
4.2 Model Kesenjangan
Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut provus (dalam Fernandes,
1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara baku (standard) yang sudah
ditentukan dalam program dengan kinerja (performance) sesungguhnya dari program
tersebut. Baku adalah criteria yang ditetapkan, sedangkan kinerja adalah hasil
pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang yang dapat dievaluasi dalam
program pendidikan meliputi:
1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program
2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang
benar-benar direalisasikan
3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan yang
ditentukan.
4) Kesenjangan tujuan
5) Kesenjangan mengenai bagian program yang dapat diubah.
6) Kesenjangan dalam system yang tidak konsisten. Oleh karena itu model evaluasi ini
memeiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan membandingkan.
4.3 Model Evaluasi Formatif
Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengadakan penyesuaian didalam kegiatan
pendidikan begitu muncul kebutuhan, entah penyesuaian tersebut berkaitan dengan
personal, materi, fasilitas atau berkaitan dengan objektif pembelajaran, atau bahkan
dengan sikap diri sendiri.
Lingkup evaluasi formatif pada umumnya dibatasi oleh luas serta jangka waktu suatu
pengalaman belajar. Misalnya dikelas atau saat lokakarya tetapi harus cukup rinci
memasukkan sebanyak mungkin aspek pengalaman belajar sementara pembelajaran
berjalan. Perilaku peserta didik, perilaku pengajar, interaksi pengajar-peserta didik,
tanggapan peserta didik terhadap materi, dan metode pengajaran sera karakteristik
lingkungan, semuanya merupakan aspek dari pengalaman belajar di dalam lingkup
evaluasi formatif (proses) (Susan B. Bastable, 2002).
Sedangkan menurut Sukardi (2008) Evaluasi formatif bertujuan untuk memperoleh
informasi yang diperlukan oleh seorang evaluator tentang siswa guna menentukan tingkat
perkembangan siswa dalam satuan unit proses belajar mengajar. Fungsi evaluasi formatif
merupakan evaluasi yang dilakukan evaluator untuk memperbaiki proses pembelajaran
yang telah diterapkan.
4.4 Model Evaluasi Sumatif (Hasil)
Tujuan dari evaluasi sumatif adalah menentukan efek atau hasil dari upaya pengajaran.
Tujuannya adalah menjumlahkan apa yang terjadi sebagai hasil dari pendidikan .
Evaluasi sumatif (hasil) mengukur perubahan yang terjadi akibat dari pembelajaran dan
pengajaran. Lingkup evaluasi hasil sebagian tergantung pada perubahan yang akan di
ukur yang pada gilirannya bergantung pada objektif yang sudah ditetapkan bagi kegiatan
pendidikan itu. Evaluasi sumatif (hasil) berfokus pada jangka waktu yang lebih panjang.
Evaluasi sumatif (hasil) lebih banyak membutuhkan keahlian untuk mengembangkan
strategi pengukuran dan pengumpulan data, lebih banyak waktu untuk melakukan
evaluasi, memerlukan pengetahuan tentang penyusunan data dasar dan kemampuan untuk
melakukan perbandinga data yang dapat dipercaya dan valid setelah pengalaman belajar
terjadi (Susan B. Bastable, 2002).
Evaluasi sumatif ini banyak dilakukan dilembaga pendidikan formal maupun pendidikan
dan latihan (Diklat) yang dibiayai oleh sponsor. Fungsi evaluasi sumatif adalah sebagai
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan proses pembelajaran. Evaluasi yang diperoleh
dari hasil evaluasi sumatif , oleh para evaluator, kemdian secepatnya dianalisis guna
menentukan posisi siswa dalam materi penguasaan materi pembelajarannya (Sukardi,
2008).
4.5 Model Pengukuran
Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua didalam sejarah evaluasi dan telah
banyak dikenal didalam evaluasi pendidikan. Sesuai dengan namanya model ini sangat
menitik beratkan pada kegiatan pengukuran didalam proses evaluasi pendidikan.
Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau
jumlah. Jumlah ini akan menentukan besarnya (magnitude) objek, orang ataupun
peristiwa-peristiwa yang dilukiskan daam unit-unit ukuran tertentu. Dalam bidang
pendidikan model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan
mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal
kemampuan, minat, sikap mauun kepribadian (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-
UPI, 2007).
Dalam hubungan dengan evaluasi program pendidikan di sekolah. Model ini
menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-
masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes (Dyer, 1960). Hasil belajar yang
dijadikan objek evaluasi disini terutama adalah hasil belajar dalam bidang pengetahuan
(kognitif) yangmencakup berbagai tingkat pengetahuan seperti kemampuan ingatan,
pemahaman aplikasi dan sebagainya, yang evaluasinya dapat dilakukan secara
kuantitatif-objektif dengan menggunakan prosedur yang distandarisasikan. Sehubungan
dengan itu alat evaluasi yang lazim digunakan didalam model evaluasi ini adalah tes
tertulis atau paper-and-pancil test. Secara lebih khusus lagi bentuk tes yag biasanya
digunakan adalah bentuk tes objektif, yang soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan,
benar salah dan semacamnya (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
Secara lebih rinci menurut Thorndike & Robert. L Ebel (dalam Purwanto, 2009)
Beberapa ciri dari model pengukuran adalah:
1) Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan
kegiatan ilmiah yang bisa diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan.
2) Evaluasi adalah pengukuran berbagai tingkah laku untuk melihat perbedaan
individu atau kelompok. Oleh karena tujuannya adalah untuk mengungkapkan perbedaan,
maka sangat sangat diperhatikan tingkat kesukaran dan daya pembeda pada masing-
masing butir, serta dikembangkan acuan norma kelompok yang menggambarkan
kedudukan siswa dalam kelompok.
3) Ruang lingkup adalah hasil belajar asoek kognitif
4) Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama bentuk objektif
5) Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang menggunakan objektifitas. Oleh
karena itu model ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku.
Pembakuan dilakukan dengan mencobakan kepada sampel yang cukup besar untuk
melihat validitas daan reliabelitasnya.
4.6 Model Persesuaian
Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses yang didalamnya terdapat tiga hal
yang perlu dibedakan, yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan evaluasi hasil
belajar. Evaluasi pada dasarnya dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai
efektifitas kurikulum atau program pengajaran yang bersangkutan dalam mencapai
tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan itu mencerminkan perubahan-perubahan
perilaku yang diinginkan pada anak didik, maka yang paling penting dari proses evaluasi
adalah memeriksa sejauh mana perubahan-perubahan perilaku yang diinginkan itu terjadi
(Tyler, dalam Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
Menurut model ini evaluasi tidak lain adalah usaha untuk memerika persesuaian antara
tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil
evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepetingan penyempurnaan program, bimbingan
siswa dan pemberian informasi kepada pihak-pihak luar pendidikan mengenai hasil-hasil
yang telah dicapai.
Langkah-langkah evaluasi yang perlu ditempuh didalam proses evaluasi menurut model
yang kedua ini Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu:
1) Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran. Karena evaluasi
diadakan untuk memeriksa sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu sudah
dapat dicapai, perlu masisng-maing itu diperjelas rumusannya sehingga memberikan arah
yang lebih tegas didalam proses perencanaan evaaluasi yang dilakukan.
2) Menetapkan test situation yang diperlukan. Dalam langkah ini ditetapkan jenis-
jenis evaluasi yang akan memungkinkan para siswa untuk memperlihatkan perilaku yang
akan dinilai tersebut. Situasi-situasi yang dimaksudkan dapat berbentuk demonstrasi,
memecahkan persoalan-persolan tertulis memimpin kegiatan kelompok dan sebagainya.
3) Menyusun alat evaluasi. Berdasarkan rumusan tujuan dan test situation yang telah
dikembangkan dalam langkah-langkah sebelumnya kini dapat ditetapkan dan disusun
alat-alat evaluasi yang cocok untuk digunakan dalam menilai jenis-jenis perilaku yang
tergambar dalam tujuan tersebut.
4) Menggunakan hasil evaluasi. Setelah tes dilaksanakan hasilnya diolah sedemikian
rupa agar dapat memenuhi tujuan diadakannya evaluasi tersebut, baik untuk kepentingan
bimbingan siswa maun untuk perbaikan program.
Karena setiap program pendidikan menyangkut tujuan yang hendak dicapai, akan lebih
tepat jika hasil evaluasi tidak dinyatakan dalam bentuk keseluruhan test tapi dalam
bentuk hasil bagian demi bagian dari test yang bersangkutan sehingga terlihat bagian-
bagian mana dari program pendidikan yang masih perlu disempurnakan karena belum
berhasi mencapai tujuannya (Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
4.7 Model Evaluasi Sistem Pendidikan
Model evaluasi system pendidikan bertitik tolak darri pandangan bahwa keberhasilan
suatu program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, cirri anak didik maupun
lingkungan sekitarnya, tujuan program dan peralatan yang dipakai, serta prosedur dan
mekanisme pelaksanaan program itu sendiri.
Evalausi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan kinerja dari berbagai
dimensi program yang sedang dikembangkan dengan sejumlah criteria tertentu, untuk
akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan jajmen mengenai program yang dinilai
tersebut.
Ada beberap hal di dalam isi pandangan di atas yang perlu digaris bawahi dan diuraikan
lebih lanjut mengingat pentingnya hal-hal tersebut didalam konteks konsep evaluasi yang
dianut oleh model ini.
1) Dengan mengungkapkan berbagai dimensi program model ini menekankan pada
pentingnya program sebagai suatu keseluruhan yang dijadikan objek evaluasi , tanpa
membatasi hanya pada aspek hasil yang dicapai saja.
2) Perbandingan antara program performance dankriteria juga merupakan salah satu
inti yang penting dalam konsep evaluasi menurut model ini. Hal penting disini adalah
bahwa setiap dimensi program pendidikan yang sedang dikembangkan itu perlu
ditetapkan dengan tegas criteria yang akan dijadikan ukuran dalam menilai performance
dalam maing-masing dimensi tersebut. Salah satu kelemahan yang ada sekarang
Stufflebeam (1972) adalah kurang jelasnya criteria yang digunakan sebagai dasar didalam
mengadakan evaluasi tersebut.
3) Model ini berpandangan bahwa model evaluasi tidak hanya berakhir pada suatu
deskripsi tentang keadaan program yang telah dinilainya, melainkan harus sampai pada
suatu Judgment baik-buruknya, efektif-tidaknya program pendidikanyang bersangkutan
(Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007).
pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat,
kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi
kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang
valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau
telah dijalankan.
Evaluasi kurikulum ini dapat mencakup keseluruhan kurikulum atau masing-masing
komponen kurikulum seperti tujuan, isi, atau metode pembelajaran yang ada dalam
kurikulum tersebut.Secara sederhana evaluasi kurikulum dapat disamakan dengan
penelitian karena evaluasi kurikulum menggunakan penelitian yang sistematik,
menerapkan prosedur ilmiah dan metode penelitian. Perbedaan antara evaluasi dan
penelitian terletak pada tujuannya. Evaluasi bertujuan untuk menggumpulkan,
menganalisis dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai
kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Sedangkan penelitian memiliki tujuan yang
lebih luas dari evaluasi yaitu menggumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk
menguji teori atau membuat teori baru.1,2,3
Fokus evaluasi kurikulum dapat dilakukan pada outcome dari kurikulum tersebut
(outcomes based evaluation) dan juga dapat pada komponen kurikulum tersebut
(intrinsic evaluation). Outcomes based evaluation merupakan fokus evaluasi kurikulum
yang paling sering dilakukan. Pertanyaan yang muncul pada jenis evaluasi ini adalah
apakah kurikulum telah mencapai tujuan yang harus dicapainya? dan bagaimanakah
pengaruh kurikulum terhadap suatu pencapaian yang diinginkan?. Sedangkan fokus
evaluasiintrinsic evaluation seperti evaluasi sarana prasarana penunjang kurikulum,
evaluasi sumber daya manusia untuk menunjang kurikulum dan karakteristik mahasiswa
yang menjalankan kurikulum tersebut.5
B. Pentingnya Evaluasi Kurikulum
Penulis setuju dengan pentingnya dilakukan evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum
dapat menyajikan informasi mengenai kesesuaian, efektifitas dan efisiensi kurikulum
tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana
informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum
tersebut masih dijalankan tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan
kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam
rangka penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan
kebutuhan pasar yang berubah.1,2,3
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area area kelemahan
kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju yang
lebih baik. Evaluasi ini dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan
waktu proses berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat menilai kebaikan kurikulum
apakah kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi
sumatif.5

Bahan Ajar
Bahan ajar adalah seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun
secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya berisi tentang pengetahuan, nilai, sikap, tindakan, dan
ketrampilan yang berisi pesan, informasi, dan ilustrasi berupa fakta, konsep, prinsip, dan proses
yang terkait dengan pokok bahasa tertentu yang diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Lebih lanjut disebutkan bahwa bahan ajar berfungsi sebagai:
Pedoman bagi pengajara yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran.
Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran.
Alat evaluasi pencapaian/penguasaan hasil pembelajaran.

Jenis-jenis Bahan ajar


Bahan ajar visual, yaitu bahan ajar yang penggunaannya dengan indra penglihatan.
Terdiri atas bahan cetak (printed) seperti antara lain handout, buku, modul, lembar kerja siswa,
brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan non cetak (non printed), seperti model/maket.
Bahan ajar audio, yaitu bahan ajar yang penggunaanya menggunakan indra pendengaran,
yaitu ditangkap dalam bentuk suara. Contohnya seperti kaset, radio, piringan hitam, dan compact
disk audio
Bahan ajar audio visual, yaitu bahan ajar yang dapat ditangkap dengan indra pendengaran
dan indra penglihatan. Contohnya seperti video compact disk, film.
Bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching material) seperti CAI (Computer
Assisted Instruction), compact disk (CD) multimedia pembelajaran interaktif, dan bahan ajar
berbasis web (web based learning materials).

Anda mungkin juga menyukai