NIM : P07134015006
MENGHITUNG LEUKOSIT 2
I. TUJUAN
a. Tujuan Instruksional Umum
1. Mahasiswa dapat memahami cara hitung jumlah leukosit darah probandus.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan cara hitung jumlah leukosit darah probandus.
b. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan hitung jumlah leukosit darah probandus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah leukosit /mm3 darah probandus.
3. Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil hitung leukosit darah probandus.
II. METODE
Metode yang digunakan dalam pemeriksaan leukosit ini adalah metode manual
dengan menggunakan kamar hitung ( Improved Neubauer )
III. PRINSIP
Darah diencerkan dalam pipet leukosit dengan larutan asam lemah dan hipotonis,
kemudian dimasukkan kedalam kamar hitung. Jumlah leukosit dihitung dalam volume
tertentu, dengan mengenakan faktor konversi jumlah leukosit per l darah dapat
dihitung.
A. Alat :
B. Spesimen pemeriksaan
Darah vena dengan antikoagulan EDTA
C. Reagen
1. Larutan Turk:
Asam asetat glacial 3 ml
Gentian violet 1 % 1 ml
Akuades 100 ml
Penambahan gentian violet bertujuan member warna pada inti dan granula
leukosit. Larutan ini melisiskan eritrosit dan trombosit tetapi tidak
melisiskan leukosit maupun eritrosit.
2. HCL 1 %
3. Asam asetat 2 %
Perhitungan
Keempat bidang pada bilik hitung leukosit masing-masing memiliki luas 1 mm 2, jadi
luas seluruh bidang adalah 4 mm2. Karena kedalaman setiap bilik-hitung leukosit
adalah 0,1 mm, volume seluruh bilik hitung leukosit adalah 4 x 0,1 = 0,4 mm 3.. Jadi
kalau jumlah leukosit yang ditemukan dibagi 4 dan dikali 10 , diperoleh jumlah
leukosit pr 1 mm3 darah (dengan pengenceran ). Karena pengencerannya adalah 1 :
20, jumlah leukosit per 1 mm3 darah ( tanpa pengeceran ) sama dengan hasil di atas
dikali 20. Karena 1 liter sama dengan 1 juta ( 10 6) millimeter kubik, jumlah leukosit
per liter darah ( tanpa pengeceran ) sama dengan nilai tersebut dikali 106.
: 85 x 50
: 4.250/mm3
Gambar :
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum hematologi ini, praktikan melakukan perhitungan jumlah leukosit
dimana leukosit merupakan sel efektor dari sistem kekebalan tubuh dan beredar di
seluruh aliran darah dan sistem limfatik. Infeksi atau hasil cedera fisik pada respon
inflamasi menginduksi peningkatan produksi leukosit untuk menyelesaikan cedera atau
infeksi tersebut. Karena antara leukosit dan respon inflamasi memiliki hubungan, maka
jumlah sel darah putih adalah metrik yang berharga untuk diagnosis dan prognosis dari
beberapa penyakit. (JaebumChung, dkk., 2015). Leukosit hidup di jaringan dan bagian
tubuh lainnya tetapi hanya menggunakan darah sebagai alat transportasi. (Sanaullah
Khan,dkk., 2012).
Hitung sel darah putih adalah tes yang mengukur jumlah sel darah putih yang
terdapat dalam tubuh. Jumlah sel darah putih sering menjadi bagian dalam pemeriksaan
klinis rutin. Hasil hitung sel darah putih dapat menjadi penanda peradangan sistemik.
Beberapa data dari studi observasional telah menunjukkan bahwa jumlah sel darah putih
memiliki kemampuan independen untuk memprediksi penyebab kematian akibat kanker
dan penyakit kardiovaskular. (Gran Nilsson, dkk., 2014)
Hitung leukosit cenderung dikaitkan dengan faktor risiko lainnya seperti merokok,
serta HDL-kolesterol dan trigliserida. Sebuah penelitian Patofisiologis yang
menghubungkan jumlah WBC tinggi dengan peningkatan mortalitas tidak dapat
disimpulkan dengan baik. Dengan demikian, tidak diketahui apakah peningkatan jumlah
WBC terlibat langsung dalam patogenesis penyakit pembuluh darah atau hanyalah
indikator risiko faktor lain yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Terdapat
bukti bahwa neutrofil adalah subkelompok dari sel darah putih yang paling sangat terkait
dengan risiko koroner. ( Gran Nilsson, dkk. 2014).
Sel darah putih mengandung sel-sel kekebalan tubuh yang dapat menyerang virus
dan bakteri dalam tubuh seseorang. Ada sebuah jumlah jenis WBC dan mereka memiliki
nilai yang berbeda-beda seperti: Monosit (2% -9% dari semua leukosit), Eosinofil (1%
-4% dari semua leukosit), Basofil (0,5% -2% dari semua leukosit), Absolute neutrofil
Count (ANC), Neutrofil (50% -60% dari semua leukosit), Limfosit (20% -40% dari
semua leukosit)( Pooja Patil,dkk.2013).
Dalam menghitung jumlah sel darah putih terdapat dua metode yaitu metode
manual dan otomatis. Namun dalam praktikum digunakan metode manual yang hasilnya
dibandingkan dengan hasil perhitungan secara otomatis mennggunakan alat
flowsitometer sehingga dapat dinilai hasil perhitungan dapat dikoreksi presisi dan
akurasinya. Metode otomatis mampu menghitung sejumlah besar sel untuk memberikan
pembacaan statistik yang lebih akurat dari jumlah WBC dari sampel, tetapi
menggunakan peralatan khusus(Jaebum Chung, dkk. 2015). Cara otomatis menggunakan
alat Flowsitometer yang memungkinkan pemeriksaan di bidang imunologi dan
hematologi (Ayako Yamamoto,dkk.2014). Flowsitmeter adalah alat yang memungkinkan
analisis sel tunggal dan menghasilkan data yang secara inheren bersifat kuantitatif. Alat
ini menjadi teknologi yang telah difokuskan pada kemampuan khusus untuk
mempelajari sel tunggal dan alat analisis yang tepat untuk menangani keterbatasan
teknologi sederhana.
Kelebihan Flowsitometer terletak pada kemampuan khusus dalam pengukuran
pada setiap sel tanpa gangguan dari sampel atau sel lainnya, dan mengevaluasi setiap
parameter fungsional yang berbeda dalam mikrodetik. Mesin ini merupakan pemisah sel
tercepat yang dapat memproses sekitar 100.000 sel / detik, dan analisa tercepat sekitar
70.000 sel / detik. Oleh karena itu, instrumen ini memiliki tarif sel-analisis yang jauh
lebih besar daripada sistem yang tersedia saat ini sehingga mudah digunakan untuk
skrining. Sedangkan kelemahan Flowsitmeter adalah perlunya menjaga sel-sel dalam
suspensi yang sangat terbatas yang digunakan untuk memperoleh informasi spasial. Hal
ini merupakan kelemahan dari flow sitometri dimana sel-sel dapat melekat pada cawan
kultur. (J.Paul Robinson, dkk. 2012).
Dalam metode manual, digunakan hemositometer yaitu alat yang dipakai untuk
menghitung jumlah sel darah yang terdiri dari kamar hitung, kaca penutupnya dan pipet
thoma leukosit. Jumlah sel dalam darah murni dilaporkan dalam satuan per mm3 dari
seluruh darah. (Tshering Namgyal Wangdi. 2009). Pada perhitungan leukosit secara
manual, 50 l darah dicampur dengan larutan pengencer sejumlah 950 l. Dalam metode
hitung manual, spesimen darah diencerkan dalam pipet leukosit dengan perbandingan
1:20 dengan cairan pengencer kemudian dihitung di bawah mikroskop dengan daya
rendah menggunakan kamar hitung. Setelah dilakukan proses homogenisasi darah
dengan larutan pengencer kamar hitung diisi segera. Menghitung leukosit dimulai
setelah 2 menit di 4 kotak besar. Menggunakan parameter ini terdapat rumus yang telah
diturunkan untuk perhitungan leukosit dengan memperhatikan hal berikut yaitu: Jumlah
leukosit yang dihitung dalam kotak besar, batas pengenceran, total jumlah kotak yang
dihitung, volume satu persegi besar. (Sanaullah Khan,dkk., 2012) Dalam metode hitung
manual digunakan larutan Turk yang terdiri dari asam asetat glacial dan larutan gentian
violet. Asam asetat glasial pada larutan ini berfungsi untuk melisiskan sel darah merah
sedangkan gentian violet memberi warna pada inti dari leukosit. Jumlah sel dalam darah
murni dilaporkan per mm3 dari seluruh darah. (Tshering Namgyal Wangdi. 2009)
Penghitungan sel darah merah dengan metode manual memiliki fleksibilitas untuk
menggunakan beragam lensa objektif yang tersedia untuk mikroskop standar untuk
analisis visual yang cermat dari spesimen ilmuwan. Metode ini berkualitas tinggi namun
lebih murah dari teknologi yang berkembang saat ini dan memungkinkan untuk
diaplikasikan di tempat yang terbatas sumber daya(Jaebum Chung. 2015)
Masalah utama pada metode penghitungan secara manual di bawah mikroskop
adalah akurasi, Metode ini membutuhkan teknisi laboratorium yang berpengalaman dan
cukup terlatih untuk menghasilkan laporan penghitungan sel yang akurat, dan bahkan
jika teknisi laboratorium terlatih dan berpengalaman juga mengabaikannya, kesalahan
masih dapat mungkin terjadi disebabkan oleh laboran, kesalahan pribadi, kesalahan
statistik dll. (Sanaullah Khan. 2012). Kesalahan teknis lainnya yang terkait dengan
metode penghitungan manual adalah kesalahan yang terkait dengan scanning mekanik
slide kaca. Dimana dalam hal ini kinerja sebuah mikroskop konvensional terbatas, yang
berarti bahwa ada suatu trade-off(batasan) antara resolusi gambar dan bidang dari sudut
pandang mikroskop. Umumnya, untuk melihat dan membedakan leukosit di bawah
mikroskop konvensional, dilakukan dengan pembesaran 10x. (JaebumChung. 2015).
Umumnya, untuk melihat dan membeda-bedakan perhitungan leukosit di bawah
mikroskop konvensional, tujuan dengan kekuatan pembesaran minimal 10x (0.25NA)
digunakan. Namun, pada kekuatan-kekuatan pembesaran tinggi, FOV sangat kecil, yang
memerlukan scanning mekanik slide kaca selama proses penghitungan. Hal ini tidak
menguntungkan karena gerakan scanning harus tepat sesuai dan dapat dikendalikan
untuk menghindari tumpang tindih daerah scanning. Kelemahan lain dari menggunakan
mikroskop standar untuk penghitungan manual adalah ketegangan fisik pada praktikan
terkait dengan scanning manual dari slide dan observasi langsung melalui mikroskop.
(Jaebum Chung.dkk, 2015)
Proses penghitungan dapat menimbulkan masalah ketika terdapat sel yang tumpang
tindih dan biasanya temuan tersebut diabaikan. Metode ini membutuhkan keahlian untuk
mengklasifikasikan sel secara manual, dimana metode ini akan memakan waktu. Selain
itu, metode ini berkontribusi terhadap ketidaktelitian, inkonsistensi dan ketepatan
diagnosis yang rendah sehingga dapat menyebabkan salah diagnosis. (Razali
Tomari,dkk. , 2015).
Nilai rata-rata kisaran normal untuk hasil hitung sel darah putih adalah antara
4.500 10.000 per mm3. Hasil tes yang abnormal diklasifikasikan berdasarkan angka
yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kisaran ini. Hal ini penting bahwa usia juga
dapat mempengaruhi jumlah sel darah putih dimana bayi memiliki jumlah leukosit yang
lebih tinggi daripada orang dewasa. Sel darah putih rendah atau tinggi dapat
menunjukkan gangguan darah atau kondisi medis lainnya. Dokter mungkin akan
merekomendasikan hitung sel darah putih jika seseorang mengeluh sakit terus-menerus,
demam, menggigil, atau sakit kepala. Hitung sel darah putih dapat mendeteksi infeksi
tersembunyi dalam tubuh seseorang dan membantu dokter untuk waspada terhadap
kondisi medis yang tidak terdiagnosis, seperti penyakit autoimun, defisiensi kekebalan
tubuh, dan gangguan sel darah. Tes ini juga membantu dokter memantau efektivitas
kemoterapi atau pengobatan radiasi pada pasien kanker. (Valencia Higuera 2012).
Nilai normal leukosit untuk orang dewasa berkisar antara 4,000-10,000 / mm 3,
untuk bayi baru lahir adalah 10.000-25.000 / mm3, untuk anak-anak usia 1 sampai 3
tahun antara 6,000-18,000 / mm3, untuk anak-anak usia 4-7 tahun antara 6,000-15,000 /
mm3 dan untuk anak usia 8 sampai 12 tahun adalah antara 4,500-13,500 / mm 3.
(Tshering Namgyal Wangdi., 2009). Dalam praktikum digunakan sampel darah vena
dengan antikogulan EDTA.
Dalam praktikum ini, didapatkan hasil perhitungan trombosit probandus atas nama
Kadek Randa Pradana berumur 6 tahun 7 bulan 3 hari jenis kelamin laki-laki dengan
metode manual menggunakan hemositometer adalah 4.250 sel per mm3 darah.
Berdasarkan nilai rujukan, rentang nilai leukosit normal adalah 4.000-10.000 per mm 3,
maka hasil perhitungan jumlah leukosit probandus yang didapat adalah normal.
Sehingga dapat diindikasikan bahwa probandus tidak sedang mengalami imflamasi
ataupun peradangan. Namun nilai rujukan perhitungan menggunakan flowsitometer
6.000 14.000 sehingga hasil perhitungan sel darah putih yang didapatkan tersebut
berada dibawah normal yang mengindikasikan pasien mengalami leukopenia.
Perhitungan dengan cara otomatis didapatkan hasil perhitungan 4.760/ mm3 sedangkan
dengan cara manual didapatkan 4.250/ mm3.
Dalam sebuah penelitian perbandingan antara perhitungan jumlah sel darah dengan
cara manual dengan cara otomatis, rata-rata (SE) nilai hemoglobin, hematokrit,
trombosit dan jumlah sel darah putih menunjukkan perbedaan yang signifikan secara
statistik (p <0,001) dimana berdasarkan perangkat lunak SPSS yang digunakan dalam
analisis statistik nilai p kurang dari 0,05 (p <0,05) dianggap signifikan(Samuel O Ike,
dkk. 2010).
Dalam menginterpretasikan suatu hasil hitung sel darah putih terdapat indikasi
terhadap peningkatan dan penurunan nilai sel darah putih. Peningkatan total jumlah
leukosit hingga lebih dari 10.000 / mm 3 dikenal sebagai leukositosis dan penurunan
jumlah leukosit hingga kurang dari 4 000/ mm3 disebut leukopenia.
Leukositosis didefinisikan sebagai jumlah sel darah putih (WBC)> 11 109 sel / L
berdasarkan batas atas normal dari laboratorium rujukan pusat. Demikian juga batas atas
normal untuk leukosit subtipe dari laboratorium rujukan pusat digunakan untuk
menentukan limfositosis absolut (> 4,4 109 sel / L), monositosis mutlak (> 1,2 109
sel / L), dan neutrophilia mutlak (> 7,7 109 sel / L). (Gregory C. Connolly. 2010)
Sedangkan menurut (Gregory K. Deirmengian. 2011) Leukositosis didefinisikan sebagai
penghitungan sel darah putih (WBC) lebih besar dari 11,0 sel 106 / uL, sesuai dengan
bagian atas 2,5% dari nilai referensi pasien. Leukositosis biasa menyertai infeksi dan
dapat berfungsi sebagai penanda awal untuk infeksi berkembang. Tingkat WBC sering
digunakan untuk menyelidiki infeksi awal, tanpa adanya tanda-tanda lain atau gejala.
Leukositosis mengacu peningkatan jumlah leukosit di atas kisaran normal dalam
darah dan merupakan temuan umum laboratorium pada pasien. Ini terjadi sebagai
respons terhadap berbagai kondisi patologis, termasuk infeksi virus, bakteri, dan jamur,
invasi parasit, kanker, perdarahan, trauma, infark miokard, keganasan, keracunan, dan
gangguan metabolik. Berdasarkan jenis leukosit yang terakumulasi, leukositosis
selanjutnya disubkaterogikan sebagai neutrophilia, limfositosis, monositosis, eosinofilia,
dan basophilia. Secara klinis, leukositosis ini paling sering disebabkan oleh neutrophilia
dan jarang disebabkan oleh limfositosis, dan jarang terjadi konsekuensi dari monositosis,
eosinofilia, atau basophilia. Studi mekanistik telah menunjukkan bahwa leukositosis
dapat dikaitkan dengan peningkatan produksi sel, peningkatan pelepasan sel dari
penyimpanan, demargination di pembuluh darah, dan / atau penurunan egress ke
jaringan target. Banyak molekul yang berperan dalam peradangan leukositosis, terutama
selectins, kemokin, integrin, dan protease (Siyuan Zhang. 2012)
Penyebab leukositosis (Tshering Namgyal Wangdi, 2009):
a. Patologi
Leukositosis umum terjadi pada periode transien infeksi. Tingkat kenaikan leukosit
tergantung pada jenis dan beratnya infeksi dan respon tubuh. Infeksi tersebut antara
lain : 1) bakteri 2) virus 3) protozoa (malaria) atau 4) parasit (filaria, infeksi cacing
tambang). Leukositosis juga ditemukan pada perdarahan parah dan pada Leukemia.
b. Fisiologis
1. Umur: Saat lahir total jumlah leukosit adalah sekitar 18.000 /mm3 dan menurun
secara bertahap saat menuju dewasa.
2. Kehamilan: Jumlah total leukosit cenderung menjadi sekitar 12.000 sampai
15.000 / mm3 yang meningkat segera setelah melahirkan dan kemudian secara
bertahap kembali ke normal.
3. Suhu tinggi.
4. Nyeri berat.
5. Latihan otot.
Leukopenia diindikasikan dengan sel darah putih (leukosit) <4.0 109 per liter
(NCI-CTCAE kelas 1)(C K Lee. 2011). Leukopenia adalah istilah medis yang
digunakan untuk menggambarkan jumlah WBC rendah. Rendahnya nilai leukosit dapat
dipicu oleh: HIV, gangguan autoimun, gangguan sumsum tulang / kerusakan, limfoma,
infeksi berat, penyakit hati dan limpa, lupus, terapi radiasi. Sedangkan Leukositosis
adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan jumlah WBC yang tinggi.
Hal ini bisa dipicu oleh adanya Anemia, tumor di sumsum tulang, leukemia, kondisi
peradangan, seperti artritis dan usus penyakit menekankan olahraga, kerusakan jaringan,
kehamilan, alergi, asma. (Higuera Valencia, dkk. 2012). Leukopenia merupakan kondisi
yang disebabkan oleh invasi bakteri, yang kemungkinan dimediasi oleh inflamasi dan
sitokin, yang dapat mengurangi jumlah jenis leukosit tertentu, seperti netrofil(Robert D.
Robison, 2016).
Penyebab leukopenia adalah Infeksi virus dan bakteri tertentu (tifus) cenderung
menyebabkan leukopenia daripada leukositosis(Tshering Namgyal Wangdi, 2009).
1. Infeksi
a. Bakteri : (Paratifoid, tifoid., tuberculosis, dll)
b. Viral (hepatitis, influenza, campak, dll)
c. Protozoa (malaria)
2. Beberapa kasus Leukemia
3. Depresi sumsum tulang primer (anemia aplastik).
4. Depresi sumsum tulang sekunder (karena obat, radiasi, dll)
5. Anemia (defisiensi besi, megaloblastik, dll.)
Beberapa studi prospektif telah menunjukkan hubungan positif dan independen
antara jumlah WBC dan risiko penyakit jantung koroner (PJK), stroke, dan semua
penyebab kematian. Selanjutnya, subtipe sel darah putih juga dikenal sebagai biomarker
untuk memprediksi risiko kardiovaskular atau stroke. Beberapa studi menemukan bahwa
jumlah leukosit dikaitkan dengan ketebalan dari arkus aorta plak, Perkembangan
ateroma aorta pada pasien stroke, atau peningkatan risiko stroke dan kematian vaskular
pada pasien dengan gejala penyakit aterosklerosis intrakranial. Penelitian lain telah
menunjukkan bahwa jumlah neutrofil menambah informasi prognostik peristiwa jantung
samping utama pada sindrom koroner akut atau sebagai prediktor independen stroke
iskemik berulang. Selain itu, sebuah studi menunjukkan bahwa jumlah granulosit adalah
biomarker kuat untuk hubungan antara Penyakit Jantung Koroner kejadian stroke
iskemik dan kardiovaskular mortalitas penyakit(Tzy-Haw Wu. 2013).
Selain masalah klinis tertentu, hasil perhitungan leukosit juga dipengaruhi oleh
obat-obatan. Obat-obatan yang dapat menurunkan jumlah leukosit meliputi: Antibiotik ,
Antikonvulsan , Obat anti-tiroid , Arsenicals , Kaptopril , Obat kemoterapi ,
Klorpromazin , Clozapine , Diuretik , Histamin-2 blocker , Quinidine , Terbinafine dan
Tiklopidin. Sedangkan obat-obatan yang dapat meningkatkan jumlah leukosit meliputi:
Agonis adrenergik beta (misalnya, albuterol) , Kortikosteroid , Epinefrin , Granulosit
colony stimulating factor , Heparin , dan Lithium. (Yi-Bin Chen, MD. 2015). Sedangkan
menurut (Higuera Valencia,dkk. 2012) Obat-obatan yang dapat mempengaruhi hasil tes
selain yang telah disebutkan adalah: Antihistamin, sulfonamide.
IX. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA