Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

A. Ekshumasi

Berasal dari bahasa Latin yaitu Ex yang berarti keluar dan Humus yang berarti tanah. Ada
terdapat banyak alasan mengapa penggalian kuburan (ekshumasi) dilakukan, namun sebelum
ekshumasi dilakukan terlebih dahulu harus ada permintaan dari penyidik. Beberapa alasan
mengapa ekshumasi perlu dilakukan antara lain kesalahan identifikasi mayat, studi
toksikologi yang tidak lengkap, jejak bukti hilang atau terabaikan sebelumnya, dan analisis
luka yang tidak benar atau tidak lengkap. Pada kasus dimana penguburan baru dilakukan,
maka periksaan harus dilaksanakan segera, tetapi bila telah dikubur satu bulan atau lebih
maka penggalian mayat ditunda hingga ditentukan waktu yang tepat, sebab penundaan tidak
akan membawa pengaruh buruk terhadap pemeriksaan. Mengenai ekshumasi penggalian
mayat sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mendapatkan cahaya yang cukup terang,
udara masih segar, matahari belum terlalu terik dan terlebih penting untuk menghindari
kerumunan masyarakat yang akan mengganggu proses pemeriksaan. Bila tidak
memungkinkan dilaksanakan pada pagi hari maka pemeriksaan dapat juga dilaksanakan pada
siang hari dengan cuaca cerah, sedangkan pemeriksaan pada sore hari sebaiknya dihindari
karena bila berlangsung lama bias masuk ke malam hariyang suasananya tidak nyama karena
kurang penerangan.

B. Toksikologi

Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sain, yang menekunkan diri pada
aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan.
Kerja utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif
dari racun dari bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah
ada atau tidaknya racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti
dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan
analisisnya ini akan dimuat ke dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan
perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut
dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan.
C. Identifikasi Tulang

Dalam pelayanan kedokteran Forensik pemeriksaan identifikasi sangat penting pada korban
yang tak dikenal oleh penyidik, didalam visum ditulis sebagai Mr.X. Pemeriksaan ini menjadi
lebih berat bila mayat yang dikirim ke rumah sakit atau puskesmas telah mengalami
pembusukkan atau mengalami kerusakan berat akibat kebakaran, ledakan kecelakaan atau
hanya tinggal sebagian jaringan tubuh, tinggal tulang belulang dan lain- lain. Identifikasi
adalah penentuan atau pemastian identitas orang yang hidup maupun mati, berdasarkan ciri
khas yang terdapat pada orang tersebut. Identifikasi forensik merupakan usaha untuk
mengetahui identitas seseorang yang ditujukan untuk kepentingan forensik, yaitu kepentingan
proses peradilan.

1.2 TUJUAN

A. Ekshumasi

Ekshumasi atau penggalian jenazah merupakan hal yang tidak asing di Indonesia karena
cukup sering dilakukan. Penggalian jenazah biasanya dilakukan untuk kepentingan
pengadilan guna mencari penyebab kematian serta memutuskan seseorang bersalah atau tidak
bersalah. Selain alasan alasan di atas, ekshumasi juga dilakukan karena mayat akan
dipindahkan ke lokasi yang lain.Seperti pada kasus pemindahan mayat luka bakar yang
sekujur tubuhnya hancur dan pihak keluarga terlambat mengetahui berita tersebut sehingga
mayat telah dikubur. Namun beberapa kasus ekshumasi lainnya dilakukan karena adanya
permintaan dari pengadilan untuk mengulang kembali otopsi guna menghasilkan bukti
forensiK yang baru. Keperluan melakukan ekshumasi bervariasi antar satu daerah dengan
daerah lainnya. Untuk melakukan suatu ekshumasi diperlukan izin dari pemegang otoritas
setempat dan juga persetujuan dari pihak keluarga.

B. Toksikologi

Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu penegak hukum khususnya dalam
melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan
hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai
bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik
mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagai bukti dalam tindak kriminal,
dengan tujuan mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya
dari cairan biologis dan akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu
argumentasi tentang penyebab keracunan dari suatu kasus. Menurut masyarakat toksikologi
forensik amerika society of forensic toxicologist, inc. SOFT bidang kerja toksikologi
forensik meliputi: - analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian 3 - analisis
ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan
bermotor dijalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dopping). - Analisis obat
terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat
terlarang lainnya. Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan
rekonstruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut dapat
mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat
mengakibatkan kecelakaan fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan).

C. Identifikasi Tulang Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada
jenazah tidak dikenal, jenazah yang telah membusuk, rusak, hangus terbakar dan pada
kecelakaan massal, bencana alam atau huru-hara yang mengakibatkan banyak korban mati,
serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan
dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi yang tertukar atau diragukannya
orang tuanya. Identifikasi juga berperan pada pemeriksaan orang hidup yang berusaha
merubah identitas aslinya atau ketidak- tahuan akan identitasnya, misalnya pada: Tentara
yang melarikan diri dari kesatuannya Penjahat, pembunuh, pelaku penganiyaan/
perkosaan. Bayi tertukar di RS Orang yang merubah wajah dengan operasi plastic Jenis
kelamin yang diragukan Orang dewasa yang hilang ingatan Anak hilang. .
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ekshumasi

Penggalian mayat ( exhumation) adalah pemeriksaan terhadap mayat yang sudah dikuburkan
dari dalam kuburannya yang telah disahkan oleh hukum untuk membantu peradilan. Ex
dalam bahasa latin berarti keluar dan humus berarti tanah. Pada umumnya, penggalian mayat
dilakukan kembali karena adanya kecurigaan bahwa mayat mati secara tidak wajar, adanya
laporan yang terlambat terhadap terjadinya pembunuhan yang disampaikan kepada penyidik
atau adanya anggapan bahwa pemeriksaan mayat yang telah dilakukan sebelumnya tidak
akurat. Ekshumasi tidak hanya dilakukan pada penggalian kuburan personal namun juga
dapat dilakukan penggalian kuburan massal seperti penggalian kuburan massal di hutan
Situkup selama 3 hari. Penelitian massal ini bertujuan untuk mengungkapkan jumlah korban
pembunuhan, penahanan, penyiksaan, dan pelanggaraan HAM. Menurut keterangan dr.
Handoko (Tim Forensik), dari proyektil proyektil yang ditemukan pada kerangka yang
digali bisa ditarik kesimpulan bahwa pembunuhan ini dilakukan dengan menggunakan
senjata laras panjang maupun pendek yang diduga hanya dimiliki oleh militer.

2.1.1 Indikasi Ekshumasi

Indikasi dilakukan penggalian mayat adalah sebagai berikut :

a. Terdakwa telah mengaku dia telah membunuh seseorang dan telah menguburnya di suatu
tempat.

b. Jenazah setelah dikubur beberapa hari baru kemudian ada kecurigaan bahwa jenazah

c. meninggal secara tidak wajar.

d. Atas perintah hakim untuk melakukan pemeriksaan ulang terhadap jenazah yang telah

e. dilakukan pemeriksaan dokter untuk membuat visum et repertum.

f. Penguburan mayat secara ilegal untuk menyembunyikan kematian atau karena alasan
kriminal.
g. Pada kasus dimana sebab kematian yang tertera dalam surat keterangan kematian tidak
jelas dan menimbulkan pertanyaan seperti keracunan dan gantung diri. Dalam pembongkaran
dua kuburan seperti yang dilakukan oleh aparat TNI/Polri di Kecamatan Kuta baro yang
hanya ditemukan tulang berulang korban. Melihat dari kondisi korban, korban ditembak di
pelipisnya dalam posisi jongkok di depan lubang yang telah disediakan dengan kedua tangan
dan kaki terikat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan bagian rambut dan gigi di lab forensik.
Sedangkan satu kuburan lagi yang hanya ditemukan tengkorak kepala bersama separuh
rahang bawah kiri dan empat tulang rusuk serta tulang tangan dan kaki tidak ditemukan.
Proses penggalian tersebut disaksikan oleh keuchik dan tokoh masyarakat.

h. Pada kasus dimana identitas mayat yang dikubur tidak jelas kebenarannya atau diragukan.
i. Pada kasus criminal untuk menentukan penyebab kematian yang diragukan, misalnya pada
kasus pembunuhan, yang ditutupi seakan bunuh diri.1

2.1.2 Hal Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Exhumasi

Untuk melaksanakan penggalian kuburan harus dilaksanakan hal- hal sebagai berikut:

1. Persiapan penggalian kuburan,

- Dokter harus mendapat keterangan lengkap tentang peristiwa kematian agar dapat
memusatkan perhatian dan periksaan pada hal yang dicurigai.

- Jika pemeriksaan dilakukan lokasi penggalian harus disiapkan tenda lengkap dengan
dinding penutup, meja pemeriksaan, air wadah, dan perlengkapan pengankatan mayat.
Peralatan yang yang diperlukan dalam penggalian kubur :

- Kendaraan - Perlengkapan untuk melakukan penggalian misalnya cangkul, ganco, linggis,


sekrup.

- Perlengkapan untuk melakukan otopsi, yaitu pisau dapur, scalpel, gunting, pinset, gergaji,
jarum (jarum karung goni), benang, timbangan berat, gelas pengukur,alat penggaris, ember,
stoples berisi alkohol 95% ini bila ada indikasi mati oleh keracunan dan stoples berisi
formalin 10%. 1 dan 2 disediakan penyidik. Perlu membawa 1 atau 2 pembantu.

2. Waktu yang baik, Waktu yang baik untuk melakukan ekshumasi adalah :

- Jika mayatnya masih baru maka di lakukan secepat mungkin sedangkan jika mayatnya
sudah lama atau lebih dari satu bulan dapat dicari waktu yang tepat untuk penggalian. -
Penetapan batas waktu ekshumasi di India, Inggris dan Indonesia tidak mempunyai batas
waktu. Di Prancis sekitar 10 tahun, Skotlandia 20 tahun, Jerman 30 tahun. - Waktu
penggalian dilakukan pada pagi hari untuk mendapatkan cahaya yang cukup terang, udara
masih segar, matahari belum terlalu terik dan untuk menghindari kerumunan masyarakat
yang sering mengganggu pemeriksaan. Bila tidak memungkinkan dilakukan pada pagi hari,
pemeriksaan dilakukan pada siang hari dengan cuaca yang baik. Penggalian mayat pada sore
hari sebaiknya dihindari.

3. Kehadiran petugas Pada saat pelaksanaan penggalian harus dihadiri oleh : - Penyidik atau
polisi beserta pihak keamanan - Pemerintah setempat / pemuka masyarakat. - Dokter beserta
pembantunya 6 - Keluarga korban / ahli waris korban - Petugas pengamanan/ penjaga
kuburan. - Penggali kuburan Dalam penggalian kuburan, kewenangannya dimiliki oleh Tim
Penyidik sebagaimana yang dikatakan oleh Direktur I Keamanan Trans Nasional Badan
Reserse dan Kriminal Mabes Polri Brigjen Pol Aryanto Sutadi bahwa TNI tidak memiliki
kewenagan untuk melakukan penggalian kuburan massal di Aceh meskipun sedang
diberlakukan darurat militer karena dapat merusak barang bukti, akan tetapi penyidik
memerlukan izin dari penguasa darurat militer karena tugas PDM adalah mengamankan.

4. Keamanan, yaitu penyidik harus mengamankan tempat penggalian dari kerumunan massa.
5. Proses penggalian kuburan - Untuk menentukan lokasi, bila dikuburan umum, adalah
keluarga atau juru kunci kuburan. Bila letaknya tersembunyi maka tersangka yang
menunjukan.Kadang tersangka sulit menunjukkan letaknya secara pasti sehingga penggalian
dapat mengalami kegagalan. - Saat peti diangkat ke atas, penutup peti sebaiknya dibuka
sedikit dengan membuka mur atau engsel peti agar gas-gas di dalamnya bias dikeluarkan ke
udara bebas. Selanjutnya peti dikirim ke kamar mayat, apabila terjadi pembusukan maka
ditempatkan potongan kayu atau kerangka fiberglass di dasarnya. Tanah dan lumpur harus
dipindahkan sebelum peti dikirim ke kamar otopsi untuk menghindari pencemaran.

6. Pemeriksaan mayat

Pemeriksaan mayat mayat sebaiknya dilakukan ditempat penggalian agar mempermudah


penguburan kembali selain karena mengingat adanya masalah transportasi dan waktu. Akan
tetapi pemeriksaan dikamar mayat lebih baik karena dapat dilakukan dengan tenang tanpa
harus ditonton oleh masyarakat banyak dan lebih teliti. Sebelum ahli patologi melakukan
pemeriksaan terhadap mayat, terlebih dahulu dipastikan bahwa mayat yang akan diperiksa
adalah benar. Pada umumnya, kerabat atau teman dekat korban yang melihat wajah mayat
dan kemudian menyatakan secara verbal kepada polisi, petugas kamar mayat atau dokter
bahwa benar itu mayat yang dimaksud. Apabila mayat terbakar dan tidak dapat dikenali,
dimutilasi, maka identifikasi dilakukan dengan cara menunjukkan dokumen atau benda-
benda seperti pakaian dan perhiasan milik mayat kepada kerabat.

Petugas pemeriksa mayat harus memakai sarung tangan dan masker yang telah dicelupkan
ke dalam larutan potassium permanganas. Bila mayat telah mengalami pembusukan dan
mengeluarkan cairan, maka kain pembungkus mayat harus diambil juga untuk pemeriksaan
laboratorium, setentang daerah punggung mayat. Bila mayat telah hancur semuanya maka
setiap organ yang tinggal harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Jika organ dalam tidak
dijumpai lagi maka yang diperiksa adalah rambut, gigi, kuku, tulang dan kulit korban.

Pemeriksaan mayat mencakup pemeriksaan luar dan dalam. Pemeriksaan luar yaitu :

a. Label mayat

b. Tutup dan pengbungkus mayat

c. Pakaian

d. Perhiasan

e. Tanda tanda kematian

f. Identifikasi umum : usia, jenis kelamin, TB g. Identifikasi khusus : tato, tahi lalat, kelainan
bawaan

h. Pemeriksaan local : kepala, rambut, mata, telinga, mulut, leher, dada, perut, ekstremitas,
alat kelamin, punggung dan dubur.

i. Pemeriksaan luka Tahap pemeriksaan dalam yaitu:

a. Pembukaan jaringan kulit dan otot

b. Pembukaan rongga tubuh, dapat dilakukan dengan dua metode yaitu insisi I dan
insisi Y

c. Pengeluaran organ dalam tubuh, dapat dilakukan dengan teknik : - Teknik Virchow,
yang paling sering dilakukan dengan ketelitian yang lebih rendah. - Teknik Rokitansky -
Teknik Letulle - Teknik Gohn Teknik Letulle dan Gohn memiliki ketelitian yang lebih tinggi.
Upaya identifikasi pada kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka tersebut
adalah kerangka manusia, ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, ciri ciri khusus,
dan deformitas serta tidak memungkinkan dilakukan rekonstruksi wajah. Dicari juga apakah
terdapat tanda tanda kekerasan pada tulang serta memperkirakan sebab kematian. Perkiraan
saat kematian ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kekeringan tulang. Bila terdapat
dugaan bahwa itu seseorang tertentu, maka identifikasi dilakukan dengan membandingkan
data antemortem orang tersebut. Dapat dilakukan identifikasi dengan 8 teknik superimposisi
yaitu suatu system pemeriksaan untuk melakukan jatidiri seseorang dengan membandingkan
korban semasa hidup dengan kerangka atau tengkorak yang ditemukan. Kesulitan kesulitan
dalam teknik imposisi adalah korban tidak pernah membuat foto semasa hidup, foto korban
harus baik kondisi dan kualitasnya, tengkorang yang ditemukan sudah hancur dan tidak
terbentuk lagi, dan kesulitan proses kamar gelap yang butuh banyak biaya.

2.1.3 Prosedur Pengggalian Jenazah

Permintaan secara tertulis oleh penyidik, disertai permintaan untuk otopsi. Penyidik harus
memberikan keterangan tentang modus dan identitas korban sehingga dokter dapat
mempersiapkan diri. Misalnya korban pencekikan maka pemeriksaan leher akan lebih
berhati-hati. Korban keracunan, maka dipersiapkan alkohol 95% untuk pengawet. Yang
harus diperhatikan dalam identitas korban adalah:

a. Jenis kelamin, laki-laki atau perempuan

b. Tinggi badan.

c. Umur korban.

d. Pakaian, perhiasan yang menempel pada tubuh korban.

e. Sidik jari. (dari Satlantas saat mengambil SIM).

f. Tanda-tanda yang ada pada tubuh korban :

- Warna dan bentuk rambut serta panjangnya.

- Bentuk dan susunan gigi. Memakai gigi palsu / tidak.

- Ada tato di kulit atau tidak. (bentuk dan lokasinya)

- Adanya cacat pada tubuh korban misalnya : Adanya luka perut, pada kulit, penyakit -
penyakit lainnya. Label identitas diikat erat pada ibu jari atau gelang tangan dan kaki. Pada
kasus non kriminal, seperti mati mendadak ( sudden death), kecelakaan, dan bunuh diri, maka
identitas mayat disertakan dengan label oleh polisi, perawat, atau petugas kamar mayat, yang
berisi nama, alamat, nomor seri dan detail lain yang relevan. Ahli patologi harus
mencocokkan dokumen resmi tentang label tersebut. Bila ada ketidaksamaan maka otopsi
tidak boleh dilakukan sampai didapatkan identitas yang benar dari polisi. Jika ada kecurigaan
tertentu, sampel tanah harus diambil pada permukaan kuburan, bagian di sekitar makam dan
tanah di atas peti mayat. Saat peti telah dipindahkan, ahli forensik akan mengambil sampel
tanah dari pinggir dan bawah peti mayat. Saat ada kecurigaan atau diduga tindak kriminal,
rekaman gambar pada setiap bagian identifikasi dimakamkan harus diambil 9 ( biasa difoto
oleh polisi) untuk menemukan bukti-bukti selama otopsi. Jika dicurigai diracun, contoh dari
kain kafan, pelengkapan peti mati dan benda yang hilang seperti cairan harus dianalisis.
Mayat dipindahkan dilucuti pakaian dan dilakukan otopsi sesuai kondisi pada tubuh.
Pembusukan, adiposere dan mumifikasi merupakan penyulit pemeriksaan, kadang ketiganya
berada pada tubuh yang sama. Pada posisi yang tinggi akan membuat keadaan mayat lebih
baik daripada tanah yang berisi air ditempat penguburan. Sebelum mayat dikubur kembali
harus dipastikan apakah bahan bahan yang diperlukan sudah cukup untuk menghindari
penggalian ulang.

2.1.4 Aspek Hukum

Identifikasi kuburan harus dilakukan dengan perencanaan dan dicatat segala sesuatunya atas
ijin petugas pemakaman dan pihak yang berwenang. Prosedur penggalian mayat di atur
dalam KUHAP dan memerlukan surat permintaan pemeriksaan dari penyidik. Di samping itu,
masih diperlukan persiapan lain yaitu koordinasi dengan pihak pemerintah daerah (Dinas
Pemakaman), untuk memperoleh bantuan penyediaan tenaga para penggali kubur, juga perlu
dipersiapkan kantong plastic besar untuk jenazah serta kantong plastic untuk wadah /sample
pemeriksaan laboratorium.

1. KUHAP Pasal 135 Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan
penggalian mayat, dilaksanakan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133
ayat 2 dan pasal 134 ayat 1 undang-undang ini. Dalam penjelasan pasal 135 KUHAP ini lebih
lanjut disebut : yang dimaksud dengan penggalian mayat termasuk pengambilan mayat dari
semua jenis tempat dan penguburan.

2. KUHAP Pasal 133 ayat 2 Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan
luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

3. KUHAP Pasal 134 ayat 1 Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan
pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban. Mengenai biaya untuk kepentingan penggalian
mayat, bila merujuk ke dalam ketentuan hukum KUHP dinyatakan ditangguang oleh Negara,
walaupun dalam pelaksanaannya ada ketegasan dan kejelasan. 10

4. KUHAP Pasal 136 Semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam bagian kedua BAB XIV ditanggunga oleh Negara.

5. KUHAP Pasal 7 ayat 1 h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara.

6. KUHAP Pasal 180 (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang
timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula
minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. (2) Dalam hal timbul keberatan
yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan
penelitian ulang. (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan
penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2). Bagi yang menghalang- halangi atau
menolak bantuan pihak pengadilan dapat dikenakan sanksi hokum seperti tercantum dalam
pasal 222 KUHP.

7. KUHP pasal 222 Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalangi, atau
menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan dihukum dengan penjara selamalamanya
9 bulan atau denda sebanyak- banyaknya tiga ratus ribu rupiah. Profesionalisme kedokteran
forensik di Indonesia dapat ditingkatkan apabila didukung oleh undang undang yang
memberinya kewenangan, kelembagaaan dan dukungan financial yang memadai. Tujuan
utama penggalian jenazah : membantu mengumpulkan jejas-jejas yang ada pada jenazah atau
kelainan-kelainan yang ada pada jenazah atau pakaiannya. Bila mayat baru dikubur (beberapa
hari) segera dilakukan penggalian kubur (ekshumasi). Semakin ditunda maka mayat semakin
busuk dan dapat menghilangkan barang bukti. Apabila sudah sebulan atau lebih, maka
penggalian dapat ditunda dan disesuaikan dengan cuaca dan keadaan. Setelah dilakukan
penggalian mayat, maka segera otopsi di RS terdekat atau di tempat penggalian. Cara
Mengambil Kesimpulan dari Hasil Pemeriksaan. Pada penggalian ditemukan jenazah dalam
keadaan membusuk. - Pada otopsi ditemukan patah tulang kepala yang hampir separuh
kepala. 11 - Patah tulang tersebut mempunyai tanda-tanda akibat persentuhan dengan benda
tajam. - Kesimpulannya ialah : Ditemukan patah tulang kepala akibat persentuhan dengan
benda tajam.Kekerasan oleh benda tajam pada kepala korban. tersebut dapat menimbulkan
kematian.
2.1.5 Aspek Budaya

Ditinjau dari aspek budaya, pelaksanaan ekshumasi (penggalian kubur) seperti di India,
Srilanka dan lain lain yang mayoritas penduduknya beragama hindu jarang dilakukan
ekshumasi karena jenazah yang sudah meninggal tidak dikubur melainkan dibakar.

2.2 Toksikologi

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan efek yang tidak
diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang berbahaya terhadap tubuh
manusia.

2.2.1 Macam-macam toksikologi

Toksikologi klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian terhadap
penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari bahan
toksik tersebut. Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan
kimia yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan
keadaan toksik. Efek toksisitas yang ditimbulkan oleh keracunanmakanan/minuman dapat
bersifat akut atau kronis. Keracunan akut ditimbulkan oleh bahan-bahan beracun yang
memiliki toksisitas yang tinggi, dimana dengan kuantitas yang kecil sudah dapat
menimbulkan efek fisiologis yang berat. Jenis keracunan ini umumnya mudah diidentifikasi
danmenjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya keracunan yang bersifat kronis efek
toksisitasnya baru dapat terlihat atau teridentifikasi dalam waktu yang lama, umumnya tidak
disadari dan tidak mendapat perhatian. Peningkatan yang berarti terhadap jumlah penderita
penyakit yang dapat dipicu oleh pengaruh bahan beracun seperti tumor (kanker), gangguan
enzimatik, gangguan metabolisme, gangguan sistem syaraf, mungkin saja merupakan akibat
dari penggunaan berbagai jenis bahan kimia yang bersifat toksis dalam makanan yang
dikonsumsi masyarakat. Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan
terhadap kehidupan dan pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk 12
mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan. Toksikologi
forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai efek
membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu
mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan.
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal),
yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi
kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Menurut
Gradwohl racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai tubuh
seorang (atau masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan
kematian. Sehingga jika dua definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang
dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa
kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek
yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian.

2.2.2 Macam-Macam Dosis

Dosis pemakaian: dosis normal yang dipakai seseorang tetapi tujuannya bukan untuk
pengobatan. Misalnya untuk menjaga kesehatan tubuh. Dosis terapi:

dosis yang cukup memberikan daya penyembuhan yang

optimal Dosis minimal: dosis terkecil yang masih dapat memberikan efek terapi

Dosis maksimal: dosis terbesar untuk sekali pemakaian atau untuk 24 jam tanpa
memperlihatkan efek toksik

Dosis toksik: dosis yang sedemikian besarnya dapat menunjukkan efek toksik

Dosis letal: dosis yang sedemikian besarnya dapat menyebabkan kematian pada hewan
percobaan.

2.2.3 Cara Masuk Racun ke Dalam Tubuh

Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain,
berturut-turut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling
lambat ialah bila melalui kulit yang sehat.

2.2.4 Cara Kerja Racun di Dalam Tubuh

Racun yang bekerja lokal Misalnya:

a) Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat

b) Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2

c) Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol. Racun-racun yang bekerja secara setempat
ini, biasanya akan menimbulkan sensasi nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan,
bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau karena
peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan. Racun
yang bekerja sistemik Walaupum kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini
biasanya memiliki akibat/afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar
bila dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh lainnya. Misalnya:

a) Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat

b) Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung

c) Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang

d) CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan

e) Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal

f) Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh


terhadap hati Racun yang bekerja lokal dan sistemik Misalnya:

a) Asam oksalat b) Asam karbol Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan
menimbulkan depresi pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan
karena sebagian dari asam karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak. a)
Arsen

b) Garam Pb.

2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Racun

Cara pemberian Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika
cara pemberiannya tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tertentu akan
memberikan efek maksimal bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun
tersebut masuk ke dalam tubuh secara 14 ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang
sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam tubuh sama besarnya.

Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh
jika masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi
melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui
kulit yang sehat.

- Keadaan tubuh

a) Umur
Pada umumnya anak-anak dan rang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan
belladonna, justru anak-anak akan lebih tahan.
b) Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih
mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke
dalam tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada
orangorang tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian halnya
dengan ekskresinya. Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan
peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada
umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh
terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian seseorang karena penyakit tanpa
penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana
disini gejala keracunannya mirip dengan gejala gastrointeritis yang lumrah dijumpai.
c) Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-
gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat
bahwa toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi
misalnya pada pecandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak menggunakan
narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat menerangkan mengapa pada para
pecandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang digunakan sama besarnya.
d) Hipersensitif (alergi idiosinkrasi)
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang
mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si korban sangat rentan terhadap
preparat-preparat tersebut. 15 Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh
dilupakan, kita harus menentukan apakah kematian korban memang benar disebabkan
oleh karena hipersinsitif dan harus ditentukan pula apakah pemberian preparat-preparat
mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat tersebut dapat
mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi preparat
tersebut.
-Racunnya sendiri
a) Dosis
Besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan.
Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi
individual. Pada toleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke
dalam tubuh belum mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat
bawaan/kongenital atau toleransi yang didapat setelah seseorang menderita penyakit
yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi melakukan detoksifikasi dan
ekskresi.
b) Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif,
konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda
dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan
dalam menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
c) Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam
keadaan lambung kosong tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan
orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.

d)Adiksi dan sinergisme

Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau CO,
dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis letal. Dari segi hukum kedokteran
kehakiman, kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan,
terutama jika menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan
dalam hal demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat
aditif (sinergitik dengan racun yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan
bahwa kematian korban disebabkan karena anafilaksi yang fatal atau karena adanya
toleransi.
e) Susunan kimia
Ada beberap zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang
sebaliknya. f) Antagonisme Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan
lebih dari satu macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-
reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini
dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan kaloxone yang dipakai untuk
mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada keracunan akut
obat-obatan golongan narkotik (Santoso, 2005).
2.2.6 Motif Keracunan
Kecelakaan
Bunuh diri
Pembunuhan
2.2.7 Prinsip Pengobatan Pada Keracunan
1. Resusitasi (ABC)
2. Eliminasi
Tujuan menghambat penyerapan, kalau dapat menghilangkan bahan racun/hasil
metabolisme tubuh
Dapat dikerjakan dengan cara:
a) Emesis
Menggunakan sirup ipecac mengeluarkan sebagian isi lambung jika diberikan dengan
segera setelah keracunan, tapi menghambat kerja karbon aktif, sekarang tidak dipakai
lagi.
Indikasi: jarang
Kontrindikasi: pasien pusing, tidak sadar, atau kejang atau pada pasien keracunan
kerosin atau hidrokarbon yang lain, racun korosif, konfulsan kerja cepat (tricyclic anti
depresan, stricnin, kamper).
Tehnik: berikan 30 ml sirup diikuti dengan 8 gelas kecil air/800cc, jika diperlukan ulani
setiap 20 menit.
b) Katarsis (intestinal lavage)
Diberi laksans
Cara pemberian: magnesium sulfat 10% 2-3 ml/kg atau sorbitol 70% 1-2 ml/kg
c) Kumbah lambung
Efektif pada racun yang berbentuk cair/pil yang kecil dan sangat efektif jika
dilakukan
Efektif pada racun yang berbentuk cair/pil yang kecil dan sangat efektif jika dilakukan
30%.Dibawah ini 30 secara jelas < 12 th pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05
mg/kg BBIV pelan-pelan dilanjutkan dengan 0,02 - 0,05mg/kg BB setiap 5 - 20 menit
sampaiatropinisasi sudah adekuat atau dihentikan bila : Kulit sudah hangat, kering dan
kemerahan Pupil dilatasi (melebar) Mukosa mulut kering Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan disesuaikan denganrespon
penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinispenderita,atropin
diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secarabertahap. Meskipun atropin sudah
diberikan masih bisa terjadi gagal nafaskarena atropin tidak mempunyai pengaruh
terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot ) organofosfat.
2) Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.obat antiemetik
adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang menghambat reseptor serotonin
di Susunan Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna.. Obat ini dapat digunakan untuk
pengobatan postoperasi, dan gejala mual dan muntah akibat keracunan. Beberapa contoh
obat yang termasuk golongan ini adalah : o Dolasetron 5. Pengobatan Supportif Tujuan
dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis fisiologis sampai
terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk mencegah serta mengobati komplikasi sekunder
seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia, rhabdomiolisis, gagal
ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau syok berkepanjangan.
Terapi: a) Hipoglikemia : glukosa 0,5 - 1g /kg BB IV b) Kejang : diazepam 0,2 - 0,3
mg/kgBB IV 2.2.24 Keracunan Arsen As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga
acidum arsenicosum merupakan senyawa yang sering dan penting artinya dalam
hubungannya dengan keracunan. As2O3 ini berupa serbuk putih atau kadang kristal halus
dengan 35 sedikit rasa (lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali dan tidak
berbau. Mudah larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang
putih. Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide),
industri (sebagai pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan
(sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun
organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada
dalam bentuk gas. 2.2.25 Tanda dan Gejala Keracunan Ada 4 tipe gejala keracunan: 1.
Acute Paralytic Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta
absorbsinya berjalan sangat cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan
saraf pusat yang hebat khususnya pusat-pusat vital dimedulla, antara lain: Circulatory
collapse dengan tekanan darah turun/rendah Denyut nadi cepat dan lemah Pernafasan
sukar dan dalam Stupor atau semicomatous Kadang-kadang kejang dan adakalanya
tampak/ tidak tampak gejala iritasi gastrointestinal Kematian terjadi dalam waktu
kurang dari 24 jam. 2. Gastrointestinal Type Merupakan gejala yang paling utama
dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada lambung, usus maupun organ-organ parenchym
segera setelah keracunan, timbul muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam kemudian.
Rasa sakit dan cramp pada perut Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan Mulut
terasa kering Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah Profuse
diarrhea dengan faeces bercampur darah. Gejala klinis diatas sangat inddividual,
dimana satu penderita condong menunjukkan gejala profuse diarrhea sebagai gejala
utama, yang lain lebih condong menunjukkan gejala muntah atau kombinasi dari gejala-
gejala tersebut pada penderita lainnya. Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul
gejala seperti muka kebiruan dan cemas, kulit pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian
atas, delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat hilangnya cairan tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat
melewati serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup. 3. Subacute
Type 36 Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali
dalam interval waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak
segera menimbulkan kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan
(slow excretion). Gejalanya: Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang
menjadi acute/subacuteyellow atrophy disertai toxic jaundice hebat. Perdarahan
multiple pada lapisan sub serosa jaringan Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi
dan kronis serta diarhea berkepanjangan Cramp dan dehidrasi Ginjal mengalami
nephrosis dengan albuminuria dan hematuria Skin eruption, bengkak seluruh tubuh,
beberapa kasus tampak penderita mengalami keratosis kulit, berat badan menurun serta
keadaan umum korban makin buruk. Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian. 4.
Chronic Type Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak
gejala-gejala: Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis
kronis disertai dengan degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan ke
arah sentral. Anaesthesia Rambut dan kuku rontok Kadang tampak gastroentritis
kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare Kulit mengalami hiperkeratosis dan
hiperpigmentasi Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak Garis
melintang pada kuku berwarna putih. Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada
telapak tangan dan telapak kaki 2.2.26 Pemeriksaan Forensik Keracunan Akut :
Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi Pemeriksaan dalam ditemukan
tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-kadang dengan perdarahan
(fleas bitten appearance) Keracunan Kronik : Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi
buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenic), keratosis telapak
tangan dan kaki (keratosis arsenic). Kuku memperlihatkan garis-garis putih (Mees lines)
pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar kuku. Temuan pada pemeriksaan dalam tidak
khas. 2.2.27 Timah 37 Plumbum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana,
dalam jumlah besar dalam badan accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman
dahulu, timah solder, bahan dasar cat, dempul meni, dan glasier dari bendabenda keramik
dan gelas (crystal lead). Pb juga terdapat pada bahan kosmetik mata orang Indian yang
disebut surma, demikian juga dapat ditemukan pada eye-shadow, lipstick, dan blush-on.
Timbel di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul protein yang
menyebabkan hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim yang dihambat
adalah enzim delta- aminolevulinik asid (deltaALA) yang berperan dalam sintesi
hemoglobin. 2.2.28 Tanda dan Gejala Keracunan Keracunan Akut : Korban merasa sepat
(rasa logam), muntah-muntah berwarna putih Karena adanya Pb Klorida, dan juga diare
dengan feses hitam akibat adanya PbS. Kedua hal ini dapat menyebabkan dehidrasi.
Keracunan Kronik : Korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi,
karena pucat timbul sebagai akibat spasme arteriol di bawah kulit. Rasa logam pada
mulut, anoreksia, obstipasi, kadang diare. 2.2.29 Pemeriksaan Forensik Diagnosis pada
orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala keracunan dan pemeriksaan kadar
Pb darah dan urin, Pada jenazah, dapat ditemukan, Keracunan Akut : Tanda-tanda
dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung warna putih. Usus spastic
dan feses berwarna hitam. Keracunan Kronik : Tubuh sangat kurus, pucat terdapat garis
Pb, ikterik, gastritis kronikm dan pada usus nampak bercak-bercak hitam Kadar
tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, jati dan otak, sehingga bahan pemeriksaan
diambil dari organ-organ tersebut. 2.2.30 Pemeriksaan Laboratorium Diagnosis toksisitas
Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti kadar Pb dalam darah, ulas darah
untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas pada Pb, dan protoporfirin
eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan koproporfirin III juga dapat
dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb. 2.2.31 Keracunan Narkoba Narkoba adalah zat
kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati
serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum,
dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008) Narkoba dibagi dalam
3 jenis : 38 I. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan ( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
35 tahun 2009). Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan : a) Narkotika golongan I : adalah
narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan
ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk
penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak
murni berupa bubuk. b) Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya
adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan
turunannya, benzetidin, betametadol. c) Narkotika golongan III : adalah narkotika yang
memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contoh : codein dan turunannya. Prekursor narkotika UU 35/2009 PASAL 1 AYAT 2:
Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan narkotika. Tujuan pengaturan prekusor Narkotik: PASAL 48 a) melindungi
masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika b) mencegah dan
memberantas peredaran gelap prekursor narkotika c) mencegah terjadinya kebocoran dan
penyimpangan prekursor narkotika Golongan dan jenis prekusor narkotika: TABEL I
TABEL II Acetic anhydride N-Acetylanthranilic Acid Ephedrine Ergometrine
Ergotamine Isosafrole Acetone Anthranilic acid Ethyl ether Hydrochloric acid Methyl
ethyl ketone Phenylacetic acid 39 Lysergic acid 3,4-Methylenedioxyphenyl-2- propanone
Norephedrine 1-Phenyl-2-Propanone Piperonal Potassium permananat Pseudoephedrine
safrole Piperidine Sulphuric acid Toluene I.II. Tanda dan Gejala Keracunan Keracunan
dapat terjadi secara akut maupun kronik. Keracunan akut biasanya terjadi akibat
percobaan bunuh diri, tetapi dapat pula terjadi pada kecelakaan dan pembunuhan. Gejala
keracunan diawali dengan eksitasi susuan saraf yang kemudian disusul oleh narkosis.
Penderita merasa ngantuk, yang makin lama makin dalam dan berakhir dengan keadaan
koma, terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi saluran nafas, nadi kecil
dan lemah, pernafasan sukar, irregular, pernafasan dangkal lambat, suhu badan turun,
muka pucat, pupil miosis (pin-head size) yang akan melebar kenbali setelah terjadi
anoksia, tekanan darah menurun hingga syok. 2.2.32 Pemeriksaan Forensik Pada korban
hidup perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas suntikan, pembesaran
kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin blister), tanda asfiksia (busa halus dari
lubang hidung dan mulut), sianosis pada ujung jari dan biir, perdarahan petekial pada
konjungtiva dan pada pemakaian narkotika dengan cara sniffing (menghirup), kadang
dijumpai perforasi septum nasi. Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna
gelap dan cair, terdapat gumpalan masa coklat kehitaman pada lambung, trakea dan
bronkus kongesti dan berbusa, paru kongesti dan edema. 2.2.33 Pemeriksaan
Laboratorium Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan
jaringan sekitar suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan : Uji
Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam 60 ml asam sulfat pekat. Tes ini cukup
sensitive dengan sensitifitas berkisar antara 0,05 mikrogram 1 mikrogram. Hasil positif
unutk opium, morfin, heroin, kodein adalah warna merah-ungu. 40 Uji MIkrokristal :
lebih sensitive dan lebih khas. Caranya 1 tetes larutan narkotika ditambah dengan
reagen dan dengan mikroskop dilihat Kristal apa yang terbentuk. Untuk morfin berupa
plates, heroin berupa fine dendrites atau rosettes, kodein berupa gelatinous rosettes dan
pethidin berupa feathery rosettes. 2.2.34 Penatalaksanaan 1) Istirahat Kontrol jalan
napas Oksigen Kumbah lambung bila minum obat sebelum 6 jam. 2) Diet 3)
Medikamentosa Obat pertama : Naloxone: 2mg/5 menit hingga respons yang di
inginkan tercapai (maksimal 10 mg). Bila perolal tak ada respons dapat di berikan
naloxone perinfus: 2mg naloxone dalam 500 ccNaCl 0,9%,lalu di berikan 50-
100cc/jam. Naltrexon,terapi lanjutan setelah pemberian naloxone.Dosis awal 25mg,di
ikuti 50mg/hari.Lalu 3x/minggu antara satu hari masingmasing 100 (senin) , 100
(rabu) ,dan 150mg ( jumat) 2.2.35 Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik
alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas
mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997) Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan : a.
Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk
menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan
sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam
bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu (berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin). b.
Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan
Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh :
ampetamin dan metapetamin. c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif
yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.
41 d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono, 2006) 2.2.36 Tanda
dan Gejala Keracunan Untuk barbiturat, gejala akutnya adalah ataksia, vertigo,
pembicaraan kacau, nyeri kepala, parestesi, halusinasi, gelisan dan delirium. Bila sudah
kronis (adiksi), dapat berupa kelainan psikiatrik seperti depresi melankolik, regresi
psikik, wajah kusut, emosi tidak stabil. 2.2.37 Pemeriksaan Forensik Gambaran tidak
khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran asfiksia, berupa sianosis, keluarnya
busa halus dari mulut, tardieau spoy, dapat ditemukan vesikel atau bula pada kulit daerah
yang tidak tertekan. Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dna seluruh organ
dalam menunjukkan tanda perbendungan. Esophagus menebal , berwarna merah coklat
gelap dan kongestif. 2.2.38 Zat Adiktif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat zat selain
narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya,
diantaranya adalah : a. Rokok b. Kelompok alkohol dan minuman lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan. c. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu,
penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan. 2.3
Indentifikasi Tulang Identifikasi adalah usaha pengenalan terhadap seseorang baik masih
hidup dan utuh maupun telah meninggal dan tinggal sisa jaringan. Data-data yang dapat
diperoleh dari identifikasi antara lain Jenis kelamin bangsa umur perawakan
warna kulit rambut sidik jari dan telapak kaki tanda-tanda tatoo keadaan gizi
dan lain-lain 42 Identifikasi ini dapat dilakukan dari: Karakteristik morfologi korban,
meliputi: tinggi badan, berat badan, rambut, warna kulit, pakaian, perhiasan, tatoo, dll..
Sidik jari korban Gigi korban Tulang-tulang Pada saat petugas kepolisian membawa
tulang untuk dilakukan pemeriksaan medis, hal-hal yang biasanya dipertanyakan pihak
kepolisian kepada petugas medis antara lain: 1. Apakah tulang tersebut adalah tulang
manusia atau bukan. 2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita. 3.
Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tulang dari satu individu atau beberapa
individu. 4. Umur dari pemilik tulang tersebut. 5. Waktu kematian. 6. Apakah tulang-
tulang tersebut dipotong, dibakar atau digigit oleh binatang. 7. Kemungkinan penyebab
kematian. 2.3.1 Untuk Membedakan Tulang Manusia dan Tulang Hewan Hal ini
merupakan tugas dokter karena pihak kepolisian dan rakyat biasa sering acuh, sehingga
pernah terjadi kekeliruan dengan tulang binatang, terutama dengan tulang-tulang anjing,
babi dan kambing. Pengetahuan mengenai anatomi manusia, berperan penting untuk
membedakannya. Jika tulang yang dikirim utuh atau terdapat tulang skeletal akan sangat
mudah untuk membedakannya, tetapi akan menjadi sangat sulit bila hanya fragmen kecil
yang dikirim tanpa adanya penampakan yang khas. Tes precipitin yang dikonduksi
dengan serum anti-human dan ekstrak dari fragmen juga dapat dipergunakan untuk
mengetahui apakah tulang tersebut tulang manusia. Tulang manusia dan binatang juga
dapat dibedakan melalui analisa kimia debu tulang. 2.3.2 Untuk Menentukan Jenis
Kelamin Sebelum masa dewasa, jenis kelamin tidak dapat ditentukan hanya dengan
tulang-tulang saja. Baru setelah masa puber hal-hal berikut dapat dipakai sebagai
pegangan: Panggul pada wanita lebih lebar, khususnya tulang kemaluan (os pubis) dan
tulang usus (os oschii); sudut pada incisura ischiadica major lebih terbuka, foramen
orburatum mendekati bentuk segitiga. Sangat diagnostik adalah Arc compose. Pada pria
lengkung yang yag terbentuk oleh pinggir kranial ventral facies auricularis, kl. Dapat
dilanjutkan pada pinggir kranial dan ventral incisura ischiadica major; pada wanita
terbentuk dua lengkung terpisah. Di 43 samping itu pada wanita terdapat lengkung pada
bagian ventral tulang kemaluan, yang tidak kentara pada pria; pada wanita bagian
subpubica dari rasmus ischio-pubicus cekung, pada pria tulang ini cembung; dilihat dari
sisi ventral , pada wanita bagian yang sama agak tajam, pada pria lebih membulat. Tabel.
Identifikasi jenis kelamin dari tulang panggul menurut acsadi & Nemeskeri(1970) dan
Ferembach (1979) bdk. Martin-Knussmann (1988) Ciri Bobot w Hyperfeminim -2
Feminim -1 Netral 0 Maskulin +1 Hypermaskulin +2 Sulcus Preauricularis 3 Mendalam
Lebih dangkal Hanya bekas Hamper tak kentara Tidak ada Incisura ishiadica mayor 3
Batasnya jelas Tepi jelas Bentuk peralihan Bentuk U Sempit, jelas bentuk U Angulus
suppubicus 2 Sangat terbuka bentuk v Terbuka bentuk V 60-100 45-60 100 90-100
Bentuk peralihan Cirri maskulin kurang jelas Tinggi, sempit, relief otot sangat kentara
Arc Compose 2 Rendah, lebar, sayap luas, relief otot kurang jelas Cirri feminism kurang
jelas Dua lengkungan Satu lengkung Satu lengkung Foramen Obturatum 2 Segi tiga
sudut runcing Dua lengkung Bentuk tidak jelas oval Oval dengan sudut Corpus Ossis 2
Sangat sempit, tuber ischiadicus kurang jelas Segitiga Sedang Oval Bulat Ischii 1 Bentuk
s-nya sangat dangkal Sempit Sedang Lebar Sangat lebar dengan tuber ischiadikus sangat
kuat Crista Illiaca 1 Sanga rendah dan lebar Bentuk snya dangkal Tinggi dan lebarnya
sedang Jelas berbentuk S Sangat jelas berbentuk S Fossa Illiaca 1 Sangat lebar Rendah
dan lebar sedang Tinggi dan sempit Sempit Sangat tinggi dan sempit Pelvis Major 1
Sangat lebar Lebar Lebarnya sedang Sempit Sangat sempit Pelvis Minor Sangat lebar
oval Lebar oval bulat Sempit berbentuk harten Sangat sempit berbentuk harten 44
Tulang tengkorak. Besarnya tengkorak adalah salah satu ciri dimorfis seksual.
Tengkorak pria lebih besar, lebih berat dan tulangnya lebih tebal.Seluruh rellef tengkorak
(benjolan,tonjolan dsb.) lebih jelas pada pria. Tulang dahi dipandang dari norma lateralis
kelihatan lebih miring pada pria, pada wanita hampir tegal lurus; benjolan dahi (tubera
frontalla) lebih kentara pada wanita, pada pria agak menghilang. Arci supercilliaris lebih
kuat pada laki-laki; sering hampir tidak kentara pada wanita; pinggir lekuk mata (orbita)
agak tajam/tipis pada wanita dan tumpul/tebal pada pria. Bentuk orbita pada pria lebih
bersegi empat (menyerupai layar TV dengan sudut tumpul), pada wanita lebih oval
membulat. Pada tulang pelipis tahu mastoid (prossesus mastoideus) besar dan takiknya
(incisura mastoidea) lebih mendalam pada pria. Tabel Identifikasi jenis kelamin dari
tengkorak kepala no Yang membedakan Laki- Laki Perempuan 1 Ukuran Kapasitas intra
cranial lebih besar 10% dari perempuan Kapasitas intra cranial lebih kecil 10% dari
lakilaki 2 Glabella Kurang menonjol Lebih menonjol 3 Daerah Supra Orbita Lebih
menonjol Kurang menonjol 4 Processus Mastoideus Lebih menonjol Kurang menonjol 5
Protuberantia Occipitalis Lebih menonjol Kurang menonjol 6 Arcus Zigomaticus Lebih
menonjol Kurang tegas 7 Dahi Curam, agak datar Bulat/ bundar 8 Eminentiaa Frontalis
Lebih menonjol Kurang menonjol 9 Orbita Letak lebih rendah, relative lebih kecil, batas
agak bulat dan berbentuk seperti persegi empat Lebih tinggi, relative lebih besar, batas
tajam dan berbentuk bulat 10 Nasion Angulasi Jelas Angulasi kurang menonjol 11 Malar
Prominence Lebih lengkung Lebih datar 12 Lobang Hidung Lebih tinggi dan sempit
Lebih rendah dan luas 13 Eminentia Parietalis Kurang Lebih 14 Condilus Occipitalis
Besar kecil 15 Condylar Facet Panjang dan sempit Pendek dan luas 16 Foramina Lebih
besar Lebih kecil 17 Palatum Lebih besar dan berbentuk Lebih kecil dan parabolic 45
seperti huruf U 18 Digastric Groove Dalam Dangkal 19 Sinus Frontalis Lebih
berkembang Kurang Berkembang 20 Gigi Lebih Besar Lebih Kecil 21 Permukaan
Tulang Permukaan seluruhnya kasar dengan tempat perlekatan otot yang lebih menonjol
Seluruhnya halus dengan tempat perlengkatan otot yang kurang menonjol Mandibula.
Sudut yang terbentuk oleh rasmus dan corpus mandibulae lebih kecil pada pria
(mendekati 90). Benjol dagu (protuberia mentalis) lebih jelas/besar pada pria. Processus
coronoideus lebih besar/panjang pada pria. Tabel Identifikasi jenis kelamin dari
mandibula NO Yang membedakan Laki- laki Perempuan 1 Ukuran Lebih Besar Lebih
kecil 2 Sudut anatomis Everted Inverted 3 Dagu Berbentuk persegi panjang Agak bulat 4
Bentuk Tulang Berbentuk seperti huruf V Berbentuk seperti huruf U 5 Mental tuberkel
Besar dan menojol Tidak signifikan 6 Myelohyoid Menonjol dan dalam Kurang
menonjol dan dangkal 7 Tinggi pada simphisis mentii Lebih Kurang 8 Ramus ascending
Lebih lebar Lebih sempit 9 Condylar facet Lebih besar Lebih kecil 10 Berat dan
permukaan Lebih berat, permukaannya kasar dengan tempat perlengketan otot yang
menonjol Lebih ringan dengan permukaaan yang halus 11 Gigi Lebih besar Lebih kecil
Tabel Identifikasi jenis kelamin dari tulang femur No Yang membedakan Laki- laki
Perempuan 1 caput Permukaan dan persendian lebih dari 2/3 dari bulatan Permukaan dan
persendian kurang dari 2/3 dari bulatan 2 Collum dan corpus Membentuk sudut lancip
Membentuk sudut tumpul 3 Kecenderungan corpus bagian bawah kearah dalam Kurang
Lebih 46 4 Kearah dalam Sekitar 4-5cm Sekitar 4.15 cm 5 Diameter vertical caput
Sekitar 45cm Sekitar 39 cm 6 Panjang oblik trochanter Sekitar 14cm Sekitar 10 cm 7
Garis Popliteal Lebar bicondylar Sekitar 7-5 cm Sekitar 7 cm 8 Ciri- cir umum Berat,
permukaan kasar dengan perlekatan otot yang menonjol Ringan dengan permukaan yang
halus 2.3.3 Menentukan Tulang Dari Satu Individu Atau Beberapa Individu Tulang-
tulang yang dikirim untuk dilakukan pemeriksaan harus dipisahkan berdasarkan sisi
asalnya, dan selanjutnya dilakukan pencatatan jika terdapat tulang yang berlebih dari
yang sebenarnya , atau terdapat jenis tulang yang sama dari sisi yang sama. 2.3.4
Menentukan Usia Dari Pemilik Tulang Tersebut Pada pemeriksaan rahang bawah, bisa
dibedakan rahang bayi, dewasa dan orang tua. Rahang bayi corpusnya dangkal dan
rasmusnya sangat pendek dan membentuk sudut 140 dengan corpus dari rahan tersebut.
Pada rahang dewasa corpus menjadi tebal dan panjang dan susut antara rasmus dan
corpus mengarah 90. Pada orang tua batas dari prosessus alveolarismulai hilang dan
corpus akan menjadi tumpul. Pada anak kecil foramen mentalis terletak pada pinggir
bawahnya. Prossesus condyloideus hampir segaris dengan corpus dan prosesus
coronoideus project di atas condylus. Pada orang dewasa foramen mentalis terletak di
pertengahan batas atas dan bawah dari corpus condylus panjang dan menonjol di atas
prosessus coronoideus. Pada usia tua foramen mentalis terletak dekat batas alveolus.
Pada pertemuan dari tulang rawan pada ephypisis dengan diaphysis pada wanita lebih
dahulu terjadi dari laki-laki. Sedangkan sutura pada cranium hilang lebih dahulu pada
laki-laki. Pada umur 18 tahun ephypisis dari phalanx, metacarpal dan ujung bawah dari
ulna dan radius mulai menutupi pusat penulangan. Pada umur 19 tahun bagian tersebut
sudah tertutup rapat. Pada daerah tropis, pusat penulangan dan pertemuan (persatuan)
dari ephypisis pada tulang panjang lebih cepat 2 tahun pada laki-laki, sedangkan pada
weanita 3 tahun lebih dahulu 2.3.5 Menentukan Waktu Kematian Sangatlah susah untuk
memperkirakan waktu kematian dari pemeriksaan tulang, meskipun begitu dugaan-
dugaan dapat dibuat dengan memperhatikan adanya fraktur, aroma, dan kondisi jaringan
lunak dan ligamen yang melekat dengan pada tulang tersebut. Pada kasus-kasus fraktur,
perkiraan waktu kematian dapat diperkirakan dalam berbagai tingkatan ketepatan,
dengan pemeriksaan callus setelah dibedah sebelumnya secara longutidunal. Aroma yang
dikeluarkan tulang pada beberapa kematian sangat khas dan menyengat. 47 Harus diingat
bahwa anjing, serigala dan pemakan daging lainnya akan menggunduli tulang tanpa
sedikit pun jaringan lunak dan ligamen, meskipun dalam waktu yang sangat singkat,
tetapi aroma yang ditinggalkanya masih merupakan bukti dan tetap berbeda dari tulang
yang telah mengalami penguraian di tanah. Setelah semua jaringan lunak menghilang,
tulang-tulang mulai mengalami penguraian selama tiga sampai sepuluh tahun, yang
biasanya terjadi dalam peti mati. Perubahan yang terjadi pada tulang diikuti dengan
berkurangnya berat dan bahan organik, seperti tulang menjadi lebih gelap atau
kecoklatan atau menjadi rapuh. Akan menjadi sangat susah untuk memperkirakan jika
perubahan warba terjadi, tetapi itu tergantung kepada kemurnian tanah, model
penguburan (dengan atau tanpa peti mati), dan usia dari orang tersebut (lebih cepat pada
usia muda). 2.3.6 Melihat Apakah Tulang Tersebut Dipotong, Dibakar, Atau Digigit
Binatang Tulang, bagian ujung ujung dari tulang, harus diperiksa dengan sangat teliti
untuk mengetahui apakah tulang-tulang tersebut dipotong dengan benda tajam, atau
digerogoti binatang, atau medulanya telah dimakan. Terkadang petugas kepolisian yang
kurang berpengalaman salah mengira tulang yang digerogoti binatang dan mengiranya
dipotong dengan benda tajam, lalu berusaha menerangkannya dengan berbagai teori yang
tidak jelas. Saluran-saluran nutrisi juga harus diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya
arsenic merah atau zat pewarna lainnya untuk mengetahui dengan pasti apakah tulang
tersebut berasal dari ruang pemotongan. 2.3.7 Menentukan Kemungkinan Penyebab
Kematian Hampir tidak mungkin untuk menentukan penyebab kematian dari tulang,
kecuali jika didapati fraktur atau cedera, seperti fraktur pada tulang tengkorak atau pada
cervikal atas atau potongan yang dalam pada tulang yang mengarahkan kepada
penggunaan alat pemotong yang kuat. Penyakit-penyakit pada tulang, seperti karies atau
nekrosis, atau bekas cedera bakar. Racun-racun metalik seperti arsenik, antimoni atau
merkuri dapat dideteksi melalui analisa kimia meskipun lama setelah kematian. 48 BAB
III PENUTUP 3.1 Kesimpulan A. Ekshumasi Penggalian mayat merupakan pemeriksaan
terhadap mayat yang sudah dikubur. Ada beberapa kemungkinan mengapa penggalian
mayat harus dilakukan. Biasanya berkenaan dengan tindak pidana, dimana diperlukan
keterangan mengenai penjelasan yang masih kabur bagi penyidik ataupun pengadilan.
Prosedur penggalian mayat diatur dalam KUHAP, dalam pasal 135 dan disini terkait pada
pasal 133, 134, dan 136 KUHAP. Dan bagi yang menghalangi atau menolak bantuan
phak peradilan dapat dikenakan sanksi hukum seperti tercantum dalam pasal 222 KUHP.
Tidak Semua jenazah dimakamkan, namun ada juga yang dikremasi. Untuk menghindari
konflik kepentingan dalam sebuah investigasi forensic perlu diupayakan agar
penyelidikan dilakukan dengan melibatkan para penyelidik yang netral dan pnting juga
melibatka peran masyarakat. B. Toksikologi 1) Sianida adalah zat beracun yang sangat
mematikan. Hidrogen sianida adalah cairan tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru
pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan mudah terbakar. Sianida ditemukan pada
rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung
tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan pada beberapa produk sintetik
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacammacam; mulai dari rasa
nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai
korban tidak sadar Korban dapat terpapar sianida secara inhalasi, kontak langsung
melalui kulit dan mata dan dengan menelan atau tertelan sianida. Jumlah distribusi dari
sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di dalam darah.
Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis yang akan
ditimbulkannya. 2) Keracunan Insektisida Insektisida merupakan obat yang digunakan
untuk membasmi hama, Seperti hewan serangga. Sifat dari Insektisida adalah sebagai
penghambat kholin esterase (cholinesterase inhibitor insecticide) merupakan insektisida
poten yang paling banyak digunakan dalam 49 pertanian dengan toksisitas yang tinggi.
Dapat menembus kulit yang normal, dapat diserap lewat paru dan saluran makanan, tidak
berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK. 3) Gas karbon
monoksida (CO) sudah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Gas CO
dapat menimbulkan dampak yang serius bagi korbannya, bahkan dapat menyebabkan
kematian. Namun, selama ini gejala keracunan gas CO memang sulit ditentukan,
mengingat gejala yang ditimbulkan serupa dengan gejala flu pada umumnya. Karenanya
dituntut memiliki pengetahuan yang lebih akan hal itu. Selain itu juga dapat dilakukan
sejumlah tindakan preventif atau pencegahan agar tidak timbul keracunan tersebut.
Pengetahuan dalam hal penanganannya pun tak kalah penting, terutama pengetahuan
mengenai penanganan pertama yang dapat dilakukan sesegera mungkin setelah
mengetahui korban keracunan gas CO. 4) Keracunan Narkoba Bahwa Narkotika adalah
obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau menjualnya akan dikenakan
sanksi yang terdapat pada UU No.07 Tahun 1997 tentang Narkotika. Dilarang keras
untuk mengkonsumsi dan menjualnya selain itu di dalam UU RI No.27 Tahun 1997
tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan
ilmu pengetahuan. C. Identifikasi Tulang Oleh karena tulang-tulang, teristimewa gigi-
geligi tahan terhadap pembusukan maka biasanya hanya bagian-bagian itulah yang dapat
ditemukan kembali dalam waktu cukup lama. Maka dari itu tulang dan gigi merupakan
sumber informasi yang penting dalam Kedokteran Kehakiman dan mempunyai aspek
medikolegal yang amat besar. Untuk mempelajari dan menginterpretasi dengan tepat
tulang-tulang diperlukan banyak pengalaman serta pengetahuan yang luas tentang
variasivariasi, aspek-aspek perbandingan dan prosedur teknik. Meskipun demikian
kekeliruan dalam identifikasi tulang masih sering terjadi. 50 DAFTAR PUSTAKA 1.
Bernard Knight CBE. Simpsons Forensic Medicine. 11th ed. New York: Arnold
Publishers, 1997. 2. DR. dr. Ardiyan Boer, Sm.HK. Osteologi Umum. 10th ed. Padang:
Percetakan Angkasa Raya. 3. S. Keiser Nielsen. Person Identification by Means of the
Teeth. Bristol: John Wright & Sons Ltd, 1980. 4. C.A. Franklin, MD. Modis Textbook
Medical Jurisprudence and Toxicology. 21st ed. Bombay: N.M. Tripathi Private Limited,
1988. 5. Apurba Nandy, MD. Principles of Forensic Medicine. 1st ed. Calcutta: New
Central Book Agency (P) Ltd., 1996. 6. Josef Glinka SVD. Antopometri &
Antroskopi.3rd ed. Surabaya: 1990. 7. Dr. Amri Amir, DSF. Kapita Selekta Kedokteran
Forensik. 1st ed. Medan: USU Press, 2000. 8. Amir, A. 2007. Rangkaian Ilmu
Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Bagian Kedokteran Forensik dan Medikolegal,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 9. Anonimous. 2010. Exhuming a
Corpse For Forensic Analysis. (Online) (Available at
http://www.exploreforensics.co.uk/exhuming-a-corpse-for-forensic-analysis.html.
diakses 1 April 2010) 10. Solichin, S. 2008. Penggalian Jenazah. Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 11. Amir, A. 2004.
Autopsi Medikolegal Edisi Kedua. Medan: Percetakan Ramadan. 12. Alifia, U, 2008.
Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan Ilmu. 13. Buchari. 2010.
Toksikologi Industri.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1438/1/07002745.pdf, diakses tanggal 20
Juni 2012. 14. Darmono, 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press. 15.
Emo. 2010. Mekanisme Racun Dalam Tubuh Manusia.
http://eemoo.wordpress.com/2010/10/05/mekanisme-racun-dalam-tubuh-manusia/.
Diakses tanggal 20 Juni 2012. 16. IGD RSUD BUOL. 2009. Toksikologi.
http://igdrsudbuol.blogspot.com/2009/03/toksikologi.html. Diakses tanggal 16 Juni 2012.
17. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht).
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b1_2. Diakses tanggal 21 Juni 2012. 18.
Kurniawan, J, 2008. Arti Definisi & Pengertian Narkoba Dan Golongan/Jenis Narkoba
Sebagai Zat Terlarang. http://juliuskurnia.wordpress.com/2008/04/07/artidefinisi-
pengertian-narkoba-dan-golonganjenis-narkoba-sebagai-zat-terlarang. Diakses tanggal
20 Juni 2012. 51 19. Martono, dkk, 2006. Pencegahan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah. Jakarta: Balai Pustaka. 20. Munim Idries,
Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta:
Sagung Seto. 21. Munim Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa
Aksara 22. Prasetya Putri, Indah. 2011. Toksikologi.
http://imindah.blogspot.com/2011/06/toksikologi.html. Diakses tanggal 20 Juni 2012. 23.
Santoso, Jihad. 2005. Forensic Paper. http://forpapjs.blogspot.com/. Diakses tanggal 20
Juni 2012. 24. Sinaga, Edward J. 2010. Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et
Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Dengan Menggunakan
Racun. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20996/3/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 21 Juni 2012. 25. Syaroni, Akmal. 2012. Keracunan Akut Bahan Kimia.
http://www.scribd.com/doc/24225307/Keracunan-Bahan-Kimia-Ektasi-OpiatMakanan2.
diakses tanggal 21 Juni 2012. 26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika. 27. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997
tentang Psikotropika. 28. Universitas Sumatera Utara. 2011. Toksikologi.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23334/4/Chapter%20II.pdf. Diakses
tanggal 20 Juni 2012. 29. Wirasuta, IMAG. 2007. Toksikologi Umum.
http://www.scribd.com/doc/27116301/Toksikologi-Umum. Diakses tanggal 20 Juni 2012.
30. Wirasuta, IMAG. 2009. Analisis Toksikologi Forensik.
http://gelgelwirasuta.blogspot.com/2009/12/analisis-toksikologi-forensik.html#!. Diakses
tanggal 16 Juni 2012.

Anda mungkin juga menyukai