Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

Pembimbing:

dr. Luhu A.Tapiheru, Sp.S

Disusun Oleh :

IKA PUTRI ZANITA ( 1508320049)


MUTIARA NISA (1508320051)

SMF ILMU KESEHATAN NEUROLOGI


RUMAH SAKIT HAJI MEDAN
TAHUN 2017

1
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. STATUS PASIEN

IDENTITAS PRIBADI
Nama : Ny S K
Umur : 50Tahun ( 31-12-1966)
Jenis kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Batak
Alamat : Jl. Medan
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status perkawinan : Sudah Menikah
Tanggal MRS : 13 Desember 2016
Tanggal KRS :

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan diantar keluarganya
dengan keluhan penurunan kesadaran yang di alami
OS sejak 5 hari SMRS secara tiba-tiba saat sedang
beraktifitas ringan. Sakit kepala(-), Riwayat muntah
meyembur (+) 2 kali , riwayat kejang(+), riwayat
hipertensi(+) dengan pengobatan tidak teratur. Tensi
tertinggi yang dialami OS 240/150 mmHg. Riwayat
hiperkateteremia.

Riwayat penyakit terdahulu : hipertensi, Stroke (1 tahun yang lalu)

Riwayat penggunaan Obat : tidak ditemukan

ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius : Dalam batas normal
Traktus Respiratorius : Dalam Batas normal
Traktus Digestivus : Dalam Batas normal
Traktus Urogenitalis : Dalam batas nomal
Penyakit Terdahulu : Hipertensi dan stroke
Intoksikasi dan Obat-obatan : Tidak dijumpai

2
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter : -
Faktor Familier : -
Lain-lain

ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan : Normal
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT

PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah : 127/88 mmHg
Nadi : 22x/i
Frekuensi Nafas : 26x/i
Temperatur : 23,4 oC
Kulit dan Selaput Lendir : Dalam batas normal
Kelenjar Getah Bening : Dalam batas normal
Persendian : Baik
KEPALA DAN LEHER
Bentuk dan Posisi : Normocepali
Pergerakan :-
Kelainan Panca Indera :-
Rongga mulut dan Gigi : Dalam batas normal
Kelenjar Parotis : Dalam batas normal
Desah : Tidak ada
Dan lain-lain : Tidak ada

RONGGA DADA DAN ABDOMEN


PARU-PARU
Inspeksi : Simetris kanan = kari
Palpasi : Stemfremitus kanan=kari
Perkusi : Sonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler
ABDOMEN
Inspeksi : Simetris.
Palpasi : Soepel
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus normal
GENITALIA
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

3
STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM : Coma
KRANIUM
Bentuk : Normocephali
Fontanella : Tertutup, Keras
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk : TDP
Tanda Kernig : TDP
Tanda Lasegue : TDP
Tanda Brudzinski I : TDP
Tanda Brudzinski II : TDP

PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL


Muntah : -
Sakit Kepala : -
Kejang : -

SARAF OTAK/NERVUS KRANIALIS


NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meastus Nasi Sinistra
Normosmia : TDP TDP
Anosmia : TDP TDP
Parosmia : TDP TDP
Hiposmia : TDP TDP

NERVUS II Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra


(OS)
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lapangan Pandang
Normal : - -
Menyempit : (-) (-)
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : (-) (-)
Fundus Oculi : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Warna : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Batas : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Ekstavasio : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Arteri : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Vena : Tidak Dilakukan Pemeriksaan

NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra


(OS)

4
Gerakan Bola Mata : ( doll eyes +) (doll eyes +)
Nistagmus : - -
Pupil
Lebar : 2mm 2 mm
Pupil : isokor isokor
Refleks cahaya langsung: (-) (-)
Refleks cahaya tak langsung: (-) (-)
Rima Palpebra : DBN DBN
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Dolls Eye : + +
Strabismus : - -

NERVUS V Kanan Kiri


Motorik
Membuka dan Menutup Mulut : (TDP) (TDP)
Palpasi otot maseter dan temporal : (TDP) (TDP)
Kekuatan gigitan : TDP TDP
Sensorik
Kulit : DBN DBN
Selaput lendir : DBN DBN

Refleks kornea
Langsung : (-) (-)
Tidak langsung : (-) (-)
Refleks maseter : TDP
Refleks bersin : TDP

NERVUS VII Kanan Kiri


Motorik
Mimik : TDP TDP
Kerut kening : TDP TDP
Menutup mata : TDP TDP
Memperlihatkan gigi : TDP TDP

Sudut mulut : Sudut Mulut Simetris

Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah : TDP
Produksi kelenjar ludah :DBN
Hiperakusis :-
Refleks stapedial : TDP TDP

NERVUS VIII Kanan Kiri

5
Auditorius
Pendengaran : + +
Test Rinne : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Test Weber : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Test Schwabach : Tidak Dilakukan Pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : TDP TDP
Reaksi Kalori : TDP TDP
Vertigo : TDP TDP
Tinnitus : TDP TDP

NERVUS IX, X
Pallatum mole : Normal
Uvula : Medial
Disfagia :-
Disartria :-
Disfonia :-
Refleks Muntah : TDP
Pengecapan 1/3 belakang : TDP

NERVUS XI
Mengangkat bahu : TDP
Fungsi otot Sternokleidomastoideus : TDP

NERVUS XII
Lidah
Tremor : TDP
Atrofi : TDP
Fasikulasi : TDP
Ujung lidah sewaktu istirahat :Medial
Ujung lidah sewaktu dijulurkan :TDP

SISTEM MOTORIK Kanan Kiri


Trofi : Normotrofi Normotrofi
Tonus : Hipotonus Hipotonus
Kekuatan Otot :
ESD : 11111/11111 ESS : 11111/11111
EID : 11111/11111 EIS : 11111/11111

Gerakan Spontan Abnormal


Tremor :-
Khorea :-
Ballismus :-
Mioklonus :-
Ateotsis :-
Distonia :-

6
Spasme :-
Tic :-
Dan lain-lain : -

TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif : Nyeri (-), Raba (-), Suhu (TDP)
Propioseptif : Sikap (berbaring), Gerak (-), tekan (-)
Fungsi kortikal untuk sensibilatas
Stereognosis : TDP
Pengenalan 2 titik : TDP
Grafestesia : TDP
REFLEKS
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Biceps : TDP TDP
Triceps : TDP TDP
Radioperiost : TDP TDP
APR : TDP TDP
KPR : TDP TDP
Strumple : TDP TDP

Refleks Patologis Kanan Kiri


Babinski : TDP TDP
Oppenheim : TDP TDP
Chaddock : TDP TDP
Gordon : TDP TDP
Schaeffer : TDP TDP
Hoffman Tromner : TDP TDP
Klonus Lutut : TDP TDP
Klonus Kaki : TDP TDP
Refleks Primitif : TDP TDP

KOORDINASI
Bicara :-
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : (TDP)
Test telunjuk-telunjuk :TDP
Tes Telunjuk-hidung : TDP
Tes tumit-lutut : TDP
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
VEGETATIF
Vasomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sudomotorik : -
Pilo-erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi :+

7
Defekasi :+
Potensi dan Libido :Tidak dilakukan pemeriksaan

VERTEBRA
Bentuk
Normal :+
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher :-
Pinggang :-

TANDA PERANGSANGAN RADIKULER


Laseque : TDP
Cross Laseque : TDP
Tes Lhermitte : TDP
Test Naffziger : TDP

GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia : (SDN)
Disartria : (SDN)
Tremor : (SDN)
Nistagmus :(TDP)
Fenomena Rebound : (SDN)
Vertigo: (TDP )
Dan lain-lain : (TDP)

GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
Tremor :(-)
Rigiditas :(-)
Bradikinesia : (- )
Dan lain-lain : ( - )

FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif : Coma
Ingatan Baru : TDP
Ingatan Lama : TDP
Orientasi
Diri : TDP
Tempat: TDP
Waktu : TDP
Situasi : TDP
Intelegensia : TDP
Daya Pertimbangan : TDP
Reaksi Emosi : TDP
Afasia :+

8
Agnosia
Agnosia visual :TDP
Agnosia jari-jari : TDP
Akalkulia : TDP
Disorientasi Kanan-Kiri : TDP

Nama : Siti kuria Galingging


Tgl : 10/01/2017 07:42

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

9
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 13 g/dl 12-16

Hitung eritosit 4.8 10^6/L 3,9-5,6

Hitung Leukosit 15.100 /L 4.000-11.000

Hematokrit 41.8 % 36-47

Hitung Trombosit 292.000 /L 150.000-450.000

Indek eritrosit

MCV 88.0 fL 80-96

MCH 27,3 Pg 27-31

MCHC 31,1 % 30-34

Hitung Jenis Leukosit

Eusinofil 1 % 1-3

Basofil 0 % 0-1

N.Stab 0 % 2-6

N. Segmen 87 % 53-75

Limfosit 8 % 20-45

Monosit 4 % 4-8

Glukosa Darah

Glukosa Darah Sewaktu 187 mg/dl < 140

Fungsi Ginjal

Ureum 12 mEq/L 20-40

Kreatinin 0,54 mEq/L 0.6-1.1

Asam Urat 3,5 mEq/L 3.4-7.0

Elektrolit

Natrium (Na) 138 mEq/L 135-155

Kalium (K) 4,6 mEq/L 3.5-5.5

Chloride (CI) 99 mEq/L 98-106

10
Nama : Siti Kuria Galingging
Tgl : 15/12/2016

CT SCAN head non contras potongan axial ketebalan 5 mm & 1 mm

Dilakukan CT-Scan head non contras potongan axial ketebalan 5 mm dan


1 mm infratentorial, ventricle IV, pons normal.
Tampak lesi hyperdends pada brain steam, thalamus dan cerebelum
Tampak lesi hypodens pada kedua basal gangglia
Sulcy gyri corticalis dan fisura sylvii normal
Ventricle III & lateralis normal
Tidak tampak mid line shift
Tidak tampak fracture pada tulang calvaria

Kesimpulan: Perdarahan intracerebral pada thalamus , brain steam dan


cerebellum. Old infarck pada kedua basal ganglia dengan tanda-tanda atrofi
cerebri

11
1.3 KESIMPULAN PEMERIKSAAN

Keluhan Utama : Penurunan kesadaran


Telaah : Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan
diantar keluarganya dengan keluhan
penurunan kesadaran yang di alami OS sejak
5 hari SMRS secara tiba-tiba saat sedang
beraktifitas ringan. Sakit kepala(-), Riwayat
muntah meyembur (+) 2 kali , riwayat
kejang(+), riwayat hipertensi(+) dengan
pengobatan tidak teratur. Tensi tertinggi yang
dialami OS 240/150 mmHg. Riwayat
hiperkateteremia.

Riwayat penyakit terdahulu : hipertensi, Stroke ( 1 tahun yang lalu)

Riwayat penggunaan Obat : tidak ditemukan

DIAGNOSA FUNGSIONAL: Hemiparese dextra


DIAGNOSA ANATOMI : Perdarahan intraserebral
DIAGNOSA ETIOLOGIK : Hipertensi
DIAGNOSA KERJA: Coma+ Hemiparese dextra post op ec stroke hemoregic

PENATALAKSANAAN :
Head Elevation 30O
NGT, Kateter terpasang
IVFD RL 20 gtt/i
Inj. Citicolin 500 mg/ 12 jam
Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
Valsartan 80 mg 1x1
Cefixime 200 mg 2x1

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFENISI

Definisi stroke menurut world health organization (WHO) adalah


gangguan fungsi serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang
terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau meninggal
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
2. 2. ANATOMI

Batang otak memiliki tiga segmen yaitu mesensefalon, pons, dan medula
dimana memiliki batas pemisah yang jelas pada permukaan ventral batang otak.

13
Perdarahan Batang Otak

Suplai darah batang otak berasal dari arteri vertebralis dan arteribasilaris.
Terdapat banyak penetrasi pembuluh darah kecil yang masuk ke dalam batang
otak dari kedua arteri besar ini. Pembuluh-pembuluh darah kecil ini umumnya
memberikan suplai darah pada bagian medial (ramus paramedian) dan bagian
lateral (ramus sirkumferetial). Tiga pembuluh darah ini yakni arteri superior
serebeli, arteri inferior anterior serebeli, dan arteri inferior posterior serebeli

14
merupakan cabang dari kedua arteri besar di atas dimana memperdarahi batang
otak.

Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia, dan ketika mereka melewati
foramina costotransversedari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui
foramen magnum dan bergabung dipersimpangan pontomedullary untuk
membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanyabercabang menjadi
arteri cerebellar posterior inferior (PICA). Di bagian atas pons, arteri
basilaristerbagi menjadi 2 arteri serebral posterior (PCAs).

Arteri basilaris bercabang menjadi arteri cerebellar superior yang


memasok bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak
kecil. Otak kecil dipasok oleh arteri circumflexan, PICA, arteri cerebellar anterior
inferior dan superior cebelar arteri dari arteri basilar. Medula diperdarahi oleh Pica
dan cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons diperdarahi oleh cabang-cabang dari
arteri basilaris. PCAs memperdarahi otak tengah, talamus, dan korteks oksipital.

15
2.3. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke


(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%).
Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per
1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per
1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000
penduduk).
Data lainnya yang diperoleh di Indonesia menunjukkan kecenderungan
peningkatan kasus baik dalam hal kematian, kejadian, ataupun kecacatan. Angka

16
kematian berdasarkan umur yaitu sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8%
(umur 55-64 tahun), dan 23,5% (umur 65 tahun). Insiden stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin
memberat. Penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dan
usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2%, dan usia
diatas 65 tahun sebesar 33,5%.

2.4. KLASIFIKASI STROKE

Banyak klasifikasi yang telah dibuat untuk memudahkan penggolongan


penyakit pembuluh darah otak. Menurut modifikasi Marshall, stroke dapat
diklasifikasikan menjadi:

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:


1. Stroke iskemik
Transient ischemic attack (TIA)
Trombosis serebri
Embolus serebri
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intraserebral
Perdarahan subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu
1. Transient ischemic attack (TIA)
2. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND)
3. Stroke in evolution
4. Completed stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler

17
IV. Berdasarkan sindroma klinis yang berhubungan dengan lokasi lesi
otak,
Bamford dkk mengemukakan klasifikasi stroke menjadi 4 subtipe:

1. Total anterior circulation infarct (TACI)


2. Partial anterior circulation infarct (PACI)
3. Posterior circulation infarct (POCI)
4. Lacunar infarct (LACI)

2.5. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Non modifikasi Modifikasi


Usia Vaskular
Jenis kelamin - Hipertensi (BP
>140mmHg or 90 mmHg)

- Merokok

- Asimtomatik stenosis
karotis

- Peripheral artery
disease
BBLR Hematologi

- Sickle cell disease


Etnik/ ras Gaya hidup

- Inaktivitas fisik
Riwayat stroke di Jantung
keluarga
- Atrial fibrilasi (dengan
atau tanpa penyakit vaskular)

- Gagal jantung

- PJK
Endokrin

18
- Diabetes mellitus

- Terapi hormonal post


menopause

- Penggunaan pil
kontrasepsi
Metabolik
Dislipidemi

- Total kolestrol tinggi >


20%

- HDL < 40 mg/dL

- Obesitas

2.6. PATOFISIOLOGI

Etiologi dari iskemik pada sirkulasi posterior terutama disebabkan oleh


aterosklerosis pada arteri disekitarnya (penyakit arteri besar) dan penyakit arteri
penetrasi (lakuna). Terdapat bukti bahwa embolisasi kardiogenik lebih umum dan
bertanggungjawab sebesar 20 sampai 50% dari stroke pada sistem sirkulasi
posterior. Sirkulasi posterior lebih rentan terhadap aterosklerosis dibandingkan
dengan arteri sistemik lainnya. Aterosklerosis yaitu dimana plak menyebabkan
penyempitan dan sumbatan pada pembuluh darah besar. Apabila terdapat
sumbatan pada arteri vertebralis adanya aliran darah kolateral dari arteri
vertebralis, cabang arteri servikalis, dan arteri communicant posterior.

Adanya obstruksi atau sumbatan pada pembuluh darah menyebabkan


hipoperfusi sehingga dapat terjadi kerusakan otak yang ireversibel dan dapat
menimbulkan penurunan pada aliran darah ke otak sebesar 20%. Patologi
penyakit pembuluh darah kecil berbeda dengan aterosklerosis karena adanya
sumbatan pada pembuluh darah kecil disebabkan oleh suatu proses yaitu
lipohyalinosis yang sering berhubungan dengan hipertensi. Penyumbatan
pembuluh darah kecil membuat pembuluh darah menjadi semakin kecil yang
menyebabkan infark disekitarnya disebut lakuna yang dapat timbul sebagai lesi

19
tunggal atau bisa berdistribusi sebagai lesi multipel yang tersebar luas di seluruh
subkortex dan batang otak.

Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah terutama pada pasien


hipertensi yang memungkinkan pecahnya dinding pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan fokal. Hampir semua perdarahan intracerebral berasal
dari pembuluh darah kecil. Sumbatan embolus pada sistem vertebrobasiler tidak
umum dan biasanya berasal dari sumbatan arteri basiler.

2.7. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditimbulkan pada


pembuluh darah dan daerah yang terkena. Pasien dengan trombosis arteri basilaris
biasanya memiliki gejala awal atau prodromal. Sebanyak 50% dari pasien
mengalami transient ischemic attack selama beberapa hari sampai minggu
sebelum oklusi terjadi. Sebaliknya, pada peristiwa emboli, didahului tanpa adanya
tanda-tanda prodromal. Gejala yang biasanya timbul pada stroke batang otak
yaitu:

Vertigo
Mual dan muntah
Sakit kepala
Gangguan kesadaran
Tanda-tanda okulomotorik yang abnormal (nystagmus, diplopia, dan
perubahan pada pupil)
Kelemahan nervus kranial ipsilateral (dysarthria, dysphagia, dysphonia,
kelemahan pada otot wajah dan lidah)
Sensory loss (pada wajah dan dahi)
Ataxia
Kelemahan motorik kontralateral
Gangguan dalam rasa nyeri dan suhu
Inkontinentia
Defek pada lapang pandang
Nyeri sentral

20
Pembengkakan yang abnormal
Keringat pada wajah dan ekstremitas

A. Anamnesis

Selain yang disebutkan di atas, pada anamnesis dapat ditanyakan sejak


kapan, onset waktu apakah mendadak saat bangun tidur atau sedang istirahat atau
sedang beraktifitas, semakin memberat atau menetap dalam beberapa hari, dan
ditanyakan faktor-faktor risiko stroke. Pada kasus-kasus dengan penurunan
kesadaran perlu ditanyakan sudah berapa lama dan apakah semakin memberat.
Kemudian, dapat ditanyakan gejala yang menyertai seperti kejang, kesemutan,
nyeri kepala, cegukan, dan nyeri dada.

Penelitian lainnya menyebutkan bahwa stroke batang otak atau


vertebrobasilar, menimbulkan gejala disfungsi neurologis berupa hemi atau
quadriparesis, defisit nervus kranialis (III-XII), kesulitan dalam pernapasan,
vertigo, dan ataxia. Tanda multipel dari nervus kranialis mengindikasikan bahwa
lesi melibatkan lebih dari 1 tingkat pada batang otak. Sirkulasi posterior
memperdarahi bagian batang otak, cerebellum, dan kortex bagian oksipital yang
akan menimbulkan gejala berupa 5Ds, terdiri dari dizziness, diplopia,
dysarthria, dysphagia, and dystaxia. Ciri dari stroke pada sirkulasi posterior
adalah crossed findings, yaitu pada pemeriksaan nervus kranialis akan
ditemukan kelainan ipsilateral dengan lesi dan pada pemeriksaan motorik atau
sensorik ditemukan pada sisi kontralateral.

Sindroma Klinis

I. Sindroma Medularis Dorsolateralis (sindroma Wallenberg)

Sindrom medularis dorsolateralis atau sindrom meduler lateral yaitu suatu


penyakit dimana terdapat defisit gejala neurologis karena cedera pada bagian
lateral medula di otak yang mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan.
Penyebab yang paling sering adalah obstruksi arteri serebelaris inferior posterior
(gambar 4). Gejala-gejalanya yaitu timbul mendadak dengan vertigo, nistagmus,
mual dan muntah, disatria dan disiformis dan singultus

21
Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini
tergantung pada tempat lesi yang kena. Gejala klinis pada sindrom ini terbentuk
karena adanya trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian arteri
vertebralis.

Tabel 1. Struktur batang otak yang terlibat pada Sindroma


Wallenberg beserta efek klinisnya.

22
Struktur yang Terlibat Efek Klinis

Nukleusvestibularis inferior Nistagmus dan kecenderungan untuk


jatuh ke sisi ipsilateral

Nukleus dorsalis n. vagus Takikardia dan dispnea

Nukleus traktus solitarius Ageusia

Nukleus ambigus paresis palatum, laring dan


faring ipsilateral; suara serak

Nukleus n. kokhlearis Tuli

Nukleus traktus spinalis n. Anelgesi dan termanestesi


Trigeminus wajah ipsilateral; refleks kornea menghilang

Jaras simpatis sentral Sindrom Horner,


hipohidrosis, vasodilatasi wajah ipsilateral

Traktus spinoserebelaris Ataksia, hipotonia


anterior ipsilateral

Traktus spinoserebelaris Analgesi dan termanestesi


lateralis setengah tubuh kontralateral

Traktus tegmentalis sentralis Mioritmia palatum dan


faring

Formasio retikularis Singultus (cegukan)

23
Sindroma Medularis Medialis (sindroma Dejerine)

Sindroma medularis medialis atau sindroma medula oblongata medial


(sindroma Dejerine) disebabkan karena adanya oklusi ramus paramedianus arteri
vertebralis atau basilaris, umunya bilateral. Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan
seperti paralisis flaksid ipsilateral dari saraf hipoglosus; hemiplegia kontralateral
(tidak spastik) dengan tanda Babinski positif; hipestesia columna posterior
kontralateral untuk rasa raba, getaran dan posisi; nistagmus jika lesi mengenai
fasikulus longitudinalis medialis.

Tabel 2. Struktur batang otak yang terlibat pada Sindroma


Dejerine beserta efek klinisnya.

Struktur yang Terlibat Efek Klinis

24
Fasikulus longitudinalis Nistagmus
medialis

Lemniskus medialis Gangguan sensasi raba,


getar, dan posisi kontralateral

Oliva Mioritmia palatum dan


faring ipsilateral

n. Hipoglosus Kelumpuhan nervus


hipoglosus dengan hemiatrofi lidah

Traktus piramidalis Hemiplegia kontralateral


tanpa spastisitas tetapi terdapat refleks
Babinski

Dejerine sindrom termasuk jenis stroke yang langka. Medial medullary


infark biasa memberikan trias gejala klinis yang khas yaitu kelumpuhan ipsilateral
nervus hipoglosus, hemiparesis kontralateral dan contralateral lemniscal sensory
loss yang menyebabkan hilangnya sensasi raba, getar dan posisi. Manifestasi
klinis lain meliputi facial palsy, ataksia, nistagmus, disfagia, kelemahan palatum
dan faring agak jarang di sindrom ini, lebih sering terjadi di lateral medullary
infarct.5

III. Locked-in syndrome

Sindrom ini terjadi ketika ada infark ventral pons atas. Locked-in
syndrome terjadi dari oklusi dari segmen proksimal dan tengah arteri basilaris
atau dari perdarahan yang melibatkan wilayah itu. Hal ini juga dapat disebabkan
oleh trauma, myelinolysis pontine pusat, ensefalitis, atau tumor.

25
Lesi bilateral pontine ventral melibatkan saluran kortikospinalis dan
corticobulbar menyebabkan quadriplegia. Pasien tidak dapat berbicara, untuk
menghasilkan gerakan wajah (kerusakan saluran corticobulbar), atau untuk
melihat ke kedua sisi (gerakan mata horisontal terganggu karena lesi VI CN
bilateral inti). Oleh karena tegmentum dari pons terlibat, kesadaran pasien juga
terpengaruh. Pasien lumpuh total dan berkomunikasi hanya dengan gerakan mata
vertikal dan berkedip.

Coma mungkin terjadi dengan keterlibatan dari tegmentum pontine atau


dengan lesi dari reticular formation otak tengah. Coma umumnya dikaitkan
dengan kelainan oculomotor, dan kelainan motorik bisa ada. Seorang pasien koma
tidak responsif, dan koma mungkin diperpanjang pada oklusi arteri basilar. Siklus
tidur-bangun pada pasien dengan koma tidak dapat ditemukan.

IV. Top-of-the-basilar syndrome.

Sindrom ini merupakan manifestasi dari upper brainstem dan diencephalic


iskemik disebabkan oleh oklusi dari arteri basilaris rostral; oklusi biasanya hasil
dari sebuah embolism. Berbagai tingkat keterlibatan otak tengah, talamus, dan
bagian dari lobus temporal dan oksipital mungkin terjadi dan dapat menghasilkan
cacat parah.

Pasien hadir dengan perubahan mendadak dalam tingkat kesadaran,


kebingungan, amnesia, dan gejala-gejala visual (misalnya, hemianopia, kebutaan
kortikal, Dysnomia warna). Pasien-pasien ini juga dapat menunjukkan kelainan
oculomotor, paling sering dari tatapan vertikal, seperti tatapan palsy, kejang
konvergensi sehingga pseudoabducens cerebral, atau nystagmus konvergensi-
retraksi.

Kelumpuhan CN III dan kelainan pupil, termasuk pupil kecil dengan


reaktivitas cahaya menurun (diencephalic), pupil besar / (otak tengah), dan pupil
ektopik atau oval, juga sering. kelainan lainnya termasuk berbagai derajat
kelemahan, defisit sensorik, atau sikap.

V. Sindroma Tegmentum Pontis Kaudale

26
Sindrom ini disebabkan oleh oklusi cabang brevis dan longus
sirkumferensial dari arteri basilaris. Gejalanya antara lain kelumpuhan nuklear
ipsilateral dari saraf abdusen dan saraf fasialis, nistagmus, tidak mampu melihat
ke sisi lesi, hemiataksia dan asinergia ipsilateral, analgesia dan termanestesia
kontralateral, hipestesia dan gangguan sensasi posisi dan getar sisi kontralateral,
mioritmia palatum dan faring ipsilateral.

Tabel.Struktur batang otak yang terlibat pada Sindroma


Tegmentum Pontis Kaudale beserta efek klinisnya.

27
Struktur yang Terlibat Efek Klinis

Fasikulus longitudinalis Nistagmus, paresis gaze ke


medialis sisi lesi

Nukleus n. abdusen Kelumpuhan n. abdusens


nuklear ipsilateral

Pedunkulus sereberalis Hemiataksia, intention


medial tremor, adiadokokinesi, disatria serebelar

Nukleus vestibularis Nistagmus, vertigo rotatoris

Jaras simpatis sentral Sindrom Horner,


hipohidrosis, vasodilatasi ipsilateral

Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan


trigeminus termanestesia wajah ipsilateral

Nukleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis


nuklear ipsilateral (atrofi)

Traktus tegmentalis Mioritmia palatum dan


sentralis faring ipsilateral

Traktus spinosereberalis Asinergia dan hipotonia


anterior ipsilateral

Lemniskus lateralis Tuli

Traktus spinotalamikus Analgesia dan

28
lateralis termanestesia separuh tubuh kontralateral

Lemniskus medialis Gangguan sensasi

V. Sindroma Tegmentum Pontis Orale

Sindroma ini disebabkan oleh oklusi ramus sirkumferensial longus arteri


basilaris dan arteri serebelaris superior dengan gejala klinis seperti hilangnya
sensasi wajah ipsilateral dan paralisis otot-otot pengunyah, intention tremor,
adiadokokinesia, gangguan semua modalitas sensorik kontralateral

Gambar 12. Sindroma Tegmentum Pontis Orale

Sumber : Baehr M, Frotscher M. Duus Topical Diagnosis in


Neurology: Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4th. Stutgart-New York:
Thieme, 2005. p.233.

29
B. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dari keadaan umum yaitu kesadaran. Apabila


terjadi penurunan kesadaran maka dapat digunakan Glasgow coma scale agar
pemantauan selanjutnya lebih mudah untuk melihat perkembangan penyakit.
Kemudian dilanjutkan dengan tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik generalis.
Pada pemeriksaan status neurologis dimulai dari tanda rangsang meningeal yaitu,
kaku kuduk, brudzinski I, kernig, dan laseque, pemeriksaan nervus kranialis, dan
ekstremitas berupa pemeriksaan motorik, refleks fisiologis (bisep, trisep, patella,
dan Achilles), refleks patologis (Babinski, chaddock, oppenheim, schuffner,
Gordon), sensorik, tonus, dan otonom (BAK dan BAB).

C. Pemeriksaan penunjang

I. Laboratorium:

Lab darah lengkap


Elektrolit
Urin (ureum dan kreatinin)
aPTT, PT, d-dimer
Kolestrol
Profil lipid

30
Creatin kinase, cardiac isoenzymes, troponin level
II. EKG

III. CT Scan, MRI, intracranial doppler ultrasonography,


echocardiography

2.7. DIAGNOSA BANDING

Basilar meningitis
Basilar migraine
Perdarahan subarakhnoid
Cerebellopontine angle tumor

2. 8 TATALAKSANA

Penatalaksaan umum pada penyakit serebrovaskular iskemik adalah


mengurangi defisit dan mencegah stroke di kemudian hari. Tujuan utama di dunia
kedokteran pada kasus ini adalah mengurangi insiden stroke di populasi yang luas
dengan mengontrol faktor-faktor risiko yang dapat di modifikasi atau primary
prevention. Penatalaksanaan stroke dibagi atas 3 bagian berupa manajemen pada
fase akut yaitu dengan mengembalikan sirkulasi dan menghentikan proses
patologis, terapi fisik dan rehabilitasi, dan pencegahan untuk stroke selanjutnya
dan progresifitas dari penyakit vaskular.

1. Pengembalian sirkulasi dan pemberhentian proses patologis


Saat tanda dan gejala menetap, jaringan disekitarnya yang terkena tidak
sepenuhnya rusak. Sehingga, dapat bertahan apabila perfusi ke otak berjalan baik
(penumbra). Apabila pasien selama 4,5 jam dari onset tidak mendapatkan tindakan
dari awal gejala, maka dapat diberikan terapi trombolitik dengan activator
jaringan plasminogen (tPA) sebagai indikasinya.

Aktivator jaringan plasminogen (rekombinan tPA) mengubah plasminogen


menjadi plasmin. Obat ini efektif pada pada pengobatan sumbatan arteri coroner.
Pada beberapa pasien dengan sumbatan pada arteri basilar dan koma dengan

31
durasi singkat dan pada pasien tanpa thrombosis yang luas, penggunaan tPA dapat
memberikan perbaikan pada fungsi neurologis.

Pemberian trombolitik injeksi secara intraarterial atau meluruhkan suatu


klot secara intravaskular, dapat mengembalikan aliran darah di arteri serebri
media dan arteri basilar. Studi terbaru melaporkan bahwa hasil dari melisiskan
atau meluruhkan klot secara intravaskular lebih baik dibandingkan dengan
trombolisis secara intravena atau intraarteri.

Pemberian antikoagulan atau antiplatelet untuk mengubah kaskade


pembekuan pada kasus stroke. Antikoagulasi yang urgent dengan tujuan
mencegah timbulnya stroke kembali dan menghentikan perburukan defisit
neurologi. Namun pemberian antikoagulan tidak direkomendasikan pada
penderita stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intrakranial. Pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24
jam bersamaan dengan pemberian intravena rtPA tidak direkomendasikan.

Pemberian antiplatelet seperti aspirin dalam 24 jam sampai 48 jam setelah


awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik. Aspirin dibuktikan sebagai
obat yang secara konsisten dapan mencegah thrombosis dan emboli pada stroke.
Aspirin dikombinasi dengan membran platelet dan menghambat platelet
siklooksigenase, pencegah produksi dari tromboksan A2, prostaglandin yang dapat
membuat vasokonstriksi pembuluh darah, prostasklin, vasodilatasi dari
prostaglandin. Pada pasien yang tidak toleransi dengan aspirin, penghambat
agregasi platelet lainnya yaitu clopidogrel atau semacamnya dapat digunakan.

Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut


pada stroke, seperti pemberian rtPA intravena. Selain itu, pemberian klopidogrel
saja atau kombinasi dengan aspirin, pada stroke iskemik akut, tidak dianjurkan.
Kecuali pada pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pektoris tidak
stabil dan non-Q-Wave MI.

1. Terapi fisik dan rehabilitasi


Pasien stroke fase akut direkomendasikan menjalani perawatan di
unit stroke dengan tujuan untuk mendapatkan penanganan
multidisiplin dan terkoordinasi

32
Memulai rehabilitasi setelah kondisi medis stabil
Setelah keluar dari unit stoke, direkomendasikan untuk
melanjutkan rehabilitasi dengan berobat jalan selama tahun
pertama setelah stroke
2. Pencegahan stroke selanjutnya dan progresifitas dari penyakit
vaskular
Pengendalian faktor risiko
Modifikasi gaya hidup

2.9. KOMPLIKASI

Pneumonia aspirasi
Deep vein thrombosis
Pulmonary embolism

2.10 PROGNOSIS

Pasien dengan sumbatan arteri basilar memiliki angka kematian yang


tinggi lebih dari 85%. Pada pasien yang berhasil bertahan meninggalkan defisit
neurologis. Selain itu, sebanyak 10 hingga 15% pasien yang bertahan berisiko
terkena stroke kembali.

33
BAB III

KESIMPULAN

Stroke pada sirkulasi posterior menimbulkan berbagai gejala. Episode


yang timbul secara mendadak dan berangsur-angsur dibandingkan dengan stroke
pada sirkulasi anterior. Pada pasien diperoleh gejala kontralateral dengan paresis
nervus kranialis ipsilateral dengan paresis motorik dan sensorik kontralateral,
termasuk 5 gejala Ds seperti, dizziness, diplopia, dysarthria, dysphagia, dystaxia.
Secara umum, pasien dalam keadaan baik, namun bila terjadi sumbatan bilateral
pada sumbatan arteri vertebralis, memiliki prognosis yang lebih buruk termasuk
sebesar 90% kematian pasien dalam keadaan locked-in syndrome dan koma.
Tujuan utama penatalaksaan pada kasus stroke ini adalah dengan mencegah stroke
berulang di kemudian hari salah satunya dengan mengontrol faktor-faktor risiko
yang dapat dimodifikasi atau primary prevention. Secara umum, penatalaksanaan
stroke dibagi berupa manajemen pada fase akut dibagi 3 yaitu, dengan
mengembalikan sirkulasi dan menghentikan proses patologis, terapi fisik dan
rehabilitasi, dan pencegahan untuk stroke selanjutnya dan progresifitas dari
penyakit vaskular.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP. An Update Definition of Stroke for the
21st Century. AHA/ASA. 2013;44:2065-84.
2. Brass LM. Stroke. Major Cardiovascular disorder; [215-33].
3. Situasi Kesehatan Jantung. Info Datin. 2013:3.
4. Guideline Stroke 2011. p. 14, 76, 93-108
5. Stroke. In: Universities Sumatra Utara, editor. 2013. p. 7-8
6. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Stroke. Clinical Neurology. 8 ed.
United States of America: McGraw Hill; 2012. p. 380, 90-3.
7. Kaye V. Vertebrobasilar Stroke Overview [cited 2015 3 November]. Available
from: emedicine.medscape.com
8. Lewandoswski C, Santhakumar S. Posterior Circulation Stroke. FERNE.4-9.
9. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Stroke. Principles of Neurology. 10 ed.
United State of America: McGraw Hill; 2014. p. 813, 5, 8.

35
36

Anda mungkin juga menyukai