Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang


berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa
dan lipid, disertai oleh komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah, dengan
akibat terjadinya kemunduran fungsi sampai dengan kerusakan organ-organ
tubuh. Bahaya diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan penderita menjadi
lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak komplikasi serius
dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Penderita DM menghadapi
bahaya setiap harinya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Glukosa
darah mengandung kadar yang gula darah yang tidak terkontrol. Glukosa darah
mengandung kadar yang berubah-ubah sepanjang hari terutama pada saat makan,
dan beraktifitas.
Diabetes mellitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi
kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun
2025, jumlah penderita DM akan membengkak menjadi 300 juta orang .
Sedangkan di Amerika serikat setiap 60 detik seorang didiagnosa menderita DM
dan mencapai lebih dari 14 juta orang Amerika mengidap penyakit DM.
Menurut WHO kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta
orang berada pada rangking 4 dunia setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan
Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan 2 meningkat pada
tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta), dan
Indonesia (21,juta) Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit
metabolik yang prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan
jumlah penduduk yang melebih 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah
menjadi negara dengan jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak didunia. (1) DM
tipe 2 merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun
khronik.Dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan mortalitas dapat
diturunkan. Dalam pengelolaan DM tipe 2, diperlukan juga usaha mengkoreksi

1
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang sering menyertai DM
tipe2,seperti hipertensi, dislipidemia, resistensi insulin dan lain-lain. Walaupun
demikian pengendalian kadar glukosa darah tetap menjadi fokus utama.
Bila seseorang menderita DM tidak patuh dalam melaksanakan program
pengobatan yang telah dianjurkan oleh dokter atau petugas kesehatan lain maka
akan dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Pengobatan yang perlu
dilaksanakan oleh pasien seperti melaksanakan diet sebagai tonggak pengobatan,
olah raga untuk menjaga kebugaran tubuh selain penggunaan obat anti diabetes
oral maupun insulin.

1.2 Tujuan

Untuk mengetahui bahaya dari diabetes melitus type 2


Untuk mengetahui penanganan dari diabetes melitus type 2

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 DEFENISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.

2
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus
merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas
dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana
didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Diabetes melitus tipe 2 disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat
dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekrasi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glikosa.
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
Obesitas
Riwayat keluarga

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

3
a. Anatomi Pankreas
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster
didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa
diarah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan
corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya
biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher
pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhan hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh
darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak
terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B
merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.

b. Fisiologi Pankreas

4
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam
tubuh berupa hormo hormon yang disekresikan oleh sel sel dipulau
langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon
yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang
dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.

Fisiologi Insulin :

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans


menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.

2.3 PATOFISIOLOGI

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang
dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk


mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat
jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe
II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif,
maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering

5
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

2.4 PEMBAGIAN

Klasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat kelompok
yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus bentuk
khusus, dan diabetes melitus gestasional.
a) Diabetes Tipe 1, DM tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan
sel b pankreas (reaksi autoimun). Bila kerusakan sel beta telah
mencapai 80--90% maka gejala DM mulai muncul. Perusakan sel beta
ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar
penderita DM tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan adanya
proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun.
Kondisi ini digolongkan sebagai tipe 1 idiopatik. Sebagian besar (75%)
kasus terjadi sebelum usia 30 tahun, tetapi usia tidak termasuk kriteria
untuk klasifikasi.
b) Diabetes Tipe 2, DM tipe 2 merupakan 90% dari kasus DM yang dulu
dikenal sebagai non insulin dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin bekerja di
jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya,
pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
mengkompensasi insulin resistan. Kedua hal ini menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin relatif. Gejala minimal dan kegemukan
sering berhubungan dengan kondisi ini,yang umumnya terjadi pada usia
> 40 tahun. Kadar insulin bisa normal, rendah, maupun tinggi, sehingga
penderita tidak tergantung pada pemberian insulin.
c) DM Dalam Kehamilan, DM dan kehamilan (Gestational Diabetes
Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan
peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan
euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan,
dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya

6
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi
karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga
merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-
kira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi
DM di masa mendatang.
d) Diabetes Tipe Lain, Subkelas DM di mana individu mengalami
hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel
beta), endokrinopati (penyakit Cushings , akromegali), penggunaan
obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang
mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik

2.5 PENATALAKSANAAN

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan


berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan
diuraikan sebagai berikut :

a. Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi
baik yaitu :

1) Karbohidrat sebanyak 60 70 %

2) Protein sebanyak 10 15 %

3) Lemak sebanyak 20 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah
kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan =

1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal


2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

7
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat).
Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk
menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi


dalam beberapa porsi yaitu :

1) Makanan pagi sebanyak 20%

2) Makanan siang sebanyak 30%

3) Makanan sore sebanyak 25%

4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

b. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.

Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.

c. Obat Hipoglikemik
1) Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara:
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
Menurunkan ambang sekresi insulin.
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.

Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan


orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga

8
gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan
fungsi hati atau ginjal.

2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.

Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk
pasien yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan
golongan sulfonylurea

3) Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun


NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam
ketoasidosis.
b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali
dengan diet (perencanaan makanan).
c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan
dosis rendah dan dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil
glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah
diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran
glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi
sulfonylurea dan insulin.
2.6 KOMPLIKASI

Pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di
Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease
(ESRD), nontraumati lowering amputation, dan adult blindness. Sejak ditemukan
banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah ditemukannya
insulin, angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut bis menurun
drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebihpanjang dan diabetes dapat

9
dikontrol lebih lama. Komplikasi kronis yang dapat terjadi akibat diabetesyang
tidak terkendali adalah:

Kerusakan saraf (Neuropati)

Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum
tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan
saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini
biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik,
dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil
diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila
dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal
maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang
memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati
diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf
tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah
kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan
saraf mana yang terkena. Prevalensi Neuropati pada pasien DM tipe 1 pada
populasi klinik berkisar 3% s/d 65.8% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 12.8% s/d 54%. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi neuropati
pada populasi klinik berkisar 7.6% s/d 68.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 13.1% s/d 45.0%.

Kerusakan ginjal (Nefropati)

Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil
yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang
tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja
selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan
yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak
dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor
ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan
darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal.

10
Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau
kerusakan saraf.

Prevalensi mikroalbuminuria dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 4.3% s/d 37.6%


pada populasi klinis dan 12.3% s/d 27.2% dalam penelitian pada populasi.
Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi mikroalbuminuria pada
populasiklinik berkisar 2.5% s/d 57.0% dan dalam penelitian pada populasi
berkisar 18.9% s/d 42.1%. Prevalensi overt nephropathy dengan penyakit DM tipe
1 berkisar 0.7% s/d 27% pada populasi klinis dan 0.3% s/d 24% dalam penelitian
pada populasi. Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi overt nephropathy
pada populasi klinik berkisar 5.4% s/d 20.0% dan dalam penelitianpada populasi
berkisar 9.2% s/d 32.9%.

Kerusakan mata (Retinopati)

Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadipenyebab utama


kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu:

1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler


yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina.

2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh
sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya
glukosa darah yang tinggi.

3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf
mata. Prevalensi retinopati dengan penyakit DM tipe 1 berkisar 10.8% s/d 60.0%
pada polpulasi klinik dan 14.5% s/d 79.0% dalam penelitian pada
populasi.Sedangkan pada pasien DM tipe 2 prevalensi retinopati pada populasi
klinik berkisar 10.6% s/d 47.3% dan dalam penelitian pada populasi berkisar
10.1% s/d 55.0%.

Penyakit jantung koroner (PJK)

11
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan
lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya
suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga
kematian mendadak bisa terjadi.

Prevalensi Penyakit jantung koroner dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2)


berkisar 1.0% s/d 25.2% pada polpulasi klinik dan 1.8% s/d 43.4% dalam
penelitian pada populasi. Lima puluh persen dari prevalensi penyakit jantung
koroner berkisar 0.5% s/d 8.7% dengan Diabetes tipe 1 dan berkisar 9.8% s/d
22.3% dengan Diabetes tipe 2

Stroke

Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi.
Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan
Diabetes tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2

Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhanyang dramatis


seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat hipertensi
dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau
stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila penderita
diabetes juga terkena hipertensi.

Penyakit pembuluh darah perifer

Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan
Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih
cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes.
Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila
diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat
mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan

12
saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya
sudah mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.

Gangguan pada hati

Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa
bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu
akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita
diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau
hepatitisC. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit
hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan
hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi
karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang.

Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan
hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan
gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya
penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.

Penyakit paru

Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberkulosis paru dibandingkan


orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup.
Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan
glukosa darah. Gangguan saluran cerna Gangguan saluran cerna pada penderita
diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan
saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari
rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga
mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi,
dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa
sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari
gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran
makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yang diminum.

Infeksi

13
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetesmudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-
paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang
tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan
penderitaterhadap adanya infeksi.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diabetes Militus adalah keadaan kronik,yang berkarakteristik penyakit


progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan

14
protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes
militus mengacu sebagai gula yang tinggi oleh pasien dan penyedia perawatan
kesehatan.
Diabetes tipe 2 diduga disebabkan oleh kombinasi faktor genetik dan
lingkungan. Banyak pasien diabetes tipe 2 memiliki anggota keluarga yang juga
menderita diabetes tipe 2 atau masalah kesehatan lain yang berhubungan dengan
diabetes, misalnya kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi (hipertensi)
atau obesitas. Keturunan ras Hispanik, Afrika dan Asia memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe 2. Sedangkan faktor lingkungan yang
mempengaruhi risiko menderita diabetes tipe 2 adalah makanan dan aktivitas fisik
kita sehari-hari. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

3.2 SARAN

Semoga dalam pembuatan makalah selanjutnya saya dapat membuat yang


lebih sempurna lagi. karena menurut saya makalah yang telah saya buat ini kurang
sempurna karena saya masih dalam proses belajar.

15

Anda mungkin juga menyukai