Anda di halaman 1dari 23

PEMERIKSAAN FISIK PER SISTEM

PEMERIKSAAN FISIK

1. DERAJAT KESADARAN
a. Compos Mentis yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
c. Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
d. Stupor yaitu gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri,
pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi
terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala.
e. Semi Koma yaitu tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang
menghindar (contoh menghindari tusukan).
f. Koma yaitu tidak bereaksi terhadap stimulus.

2. TANDA TANDA VITAL


a. Tekanan darah
Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:
- Bayi usia di bawah 1 bulan : 85/15 mmHg
- Usia 1 - 6 bulan : 90/60 mmHg
- Usia 6 - 12 bulan : 96/65 mmHg
- Usia 1 - 4 tahun : 99/65 mmHg
- Usia 4 - 6 tahun : 100/60 mmHg
- Usia 6 - 8 tahun : 105/60 mmHg
- Usia 8 - 10 tahun : 110/60 mmHg
- Usia 10 - 12 tahun : 115/60 mmHg
- Usia 12 - 14 tahun : 118/60 mmHg
- Usia 14 - 16 tahun : 120/65 mmHg
- Usia 16 tahun ke atas : 130/75 mmHg
- Usia lanjut : 130-139/85-89 mmHg

Tempat untuk mengukur tekanan darah seseorang adalah:


- Lengan atas
- Pergelangan kaki

b. Nadi
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
- Ateri radalis : Pada pergelangan tangan
- Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
- Arteri carotis : Pada leher
- Arteri femoralis : Pada lipatan paha
- Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
- Arteri poplitea : pada lipatan lutut
- Arteri bracialis : Pada lipatan siku

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:


- Bayi baru lahir : 110 180 kali per menit
- Dewasa : 60 - 100 kali per menit
- Usia Lanjut : 60 -70 kali per menit

c. Pernafasan
Satu kali Respirasi = satu kali Inspirasi + satu kali Ekspirasi
Jumlah pernapasan normal adalah:
- Bayi : 30 - 40 kali per menit
- Anak : 20 - 50 kali per menit
- Dewasa : 16 - 24 kali per menit

d. Suhu badan
Tempat untuk mengukur suhu badan seseorang adalah:
- Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan sekitar 10 - 15 menit.
- Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer didiamkan sekitar 3 - 5 menit.
- Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar 2 - 3 menit
Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu tubuhnya berada pada 36C - 37,5C.

3. SISTEM CARDIOVASKULER
INSPEKSI
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan rongga mediastinum.
Dilakukan inspeksi pada prekordial penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi
sedikit dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan misalnya pada stenosis
mitral. dan pemeriksa berdiri disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya sesuai dengan
apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum maksimum di tengah-tengah
daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri
dan melebar, kemungkinan adanya pembesaran ventrikel kiri.
PALPASI
Denyut apeks jantung (iktus kordis)
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus terlihat
didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea midclavicularis sinistra. Pada
anak-anak iktus tampak pada ruang interkostal IV.
Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus curiga adanya kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan,
sedangkan denyutan dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi a.
pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katup bawaan atau penyakit jantung
congenital. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut
melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan mengalir lebih cepat.
Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar bising jantung.

PERKUSI
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas jantung.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi
pericardium dan aneurisma aorta.

Batas kiri jantung


Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas
jantung kiri.
Normal : Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung)
Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea midklavikularis kiri
(tempat iktus)
Batas Kanan Jantung
Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
Disini agak sulit menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak
Normal : Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal
III-IV kanan, di linea parasternalis kanan.
Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II kanan linea
parasternalis kanan.

AUSKULTASI
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut :
Dengarkan BJ I pada :
ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan (BJ I Mitral)
Dengarkan BJ II pada :
ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan (BJ II Pulmonal)
Dengarkan BJ III (kalau ada)
Terdengar di daerah mitral
BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup jauh, tetapi tidak melebihi separo dari fase
diastolik, nada rendah
Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah normal
Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda
abnormal.
BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.

Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub, lub-dub. Lub adalah suara
penutupan katup mitral dan katup trikuspid, yang menandai awalsistole. Dub adalah
suara katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal diastole. Pada suara dub, apabila
pasien bernafas akan terdengar suara yang terpecah.

4. SISTEM PENCERNAAN
INSPEKSI
a. Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi tubuh.
b. Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya kelainan.
c. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala untuk melemaskan/relaksasi otot-
otot abdomen.
d. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
e. Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk
perut, simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae serta bayangan vena dan
pergerakkan abnormal.
f. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus.
g. Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran atau penegangan. Bila abdomen
tampak menegang, minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi mengenai ada
tidaknya pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah
abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
h. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan memasang tali/ perban
seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk menandai
dimana batas lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan
abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh.
i. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal.
j. Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan adanya gerakan peristaltik atau
denyutan aortik.

PALPASI
Abdomen
a. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah kanannya.
b. Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan hindari area yang telah diketahui
sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti apendisitis.
c. Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara datar, dengan jari- jari ekstensi dan
berhimpitan serta pertahankan sejajar permukaan abdomen.
d. Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1 cm untuk mendeteksi area
nyeri, penegangan abnormal atau adanya massa.
e. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5 7,5 cm, untuk mengetahui
keadaaan organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang jelas teraba selama palpasi
f. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang dalam, meliputi ukuran, lokasi,
bentuk, konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
g. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
h. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan
cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan melepaskan tekanan.
i. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat kontraksi otot-otot
abdominal

Hepar
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan posterior pasien pada iga kesebelas
dan keduabelas dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat abdomen mengempis.

Kandung Empedu
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah dada kanan posterior pasien pada iga XI dan
XII dan tekananlah kearah atas.
d. Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari mengarah ke kepala / superior pasien
dan ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah batas bawah hati.
e. Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
f. Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat abdomen mengempis.
g. Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
h. Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk menarik napas dalam selama
palpasi.

Limpa
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan
tekanlah keatas.
d. Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
e. Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta pasien untuk menarik napas dalam.
f. Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah kearah tangan pemeriksa
g. Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi pasien berbaring miring kekanan
dengan kedua tungkai bawah difleksikan.
h. Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test

Aorta
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
c. Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
d. Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen bagian atas tepat garis tengah.

Pemeriksaan Asites
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Prosedur ini memerlukan tiga tangan.
d. Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan sisi ulnar tangan dan lengan atas
tepat disepanjang garis tengah dengan arah vertikal.
e. Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan ketuklah dengan tajam salah satu sisi
dengan ujung- ujung jari pemeriksa.
f. Rasakan impuls / getaran gelombang cairan dengan ujung jari tangan yang satunya atau bisa juga
menggunakan sisi ulnar dari tangan untuk merasakan getaran gelombang cairan.

Colok Dubur
Pemeriksaan abdomen dapat diakhiri dengan colok dubur (sifatnya kurang menyenangkan
sehingga ditaruh paling akhir). Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dalam posisi miring
(symposisi), lithotomi, maupun knee-chest. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan satu tangan
maupun dua tangan (bimanual, satu tangannya di atas pelvis). Colok dubur perlu hati-hati karena
sifat anus yang sensitif, mudah kontraksi. Oleh karena itu colok dubur dilakukan serileks
mungkin menggunakan lubrikasi. Sebaiknya penderita kencing terlebih dahulu. Pada posisi
lithotomi diagnosis letak kelainan menggunakan posisi jam yakni jam 3 sebelah kanan, jam 9
sebelah kiri, jam 6 ke arah sacrum dan jam 12 ke arah pubis.

AUSKULTASI
a. Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
b. Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang kepala.
c. Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit terus menerus
untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
d. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak ada bising usus dan
perhatikan frekwensi/karakternya.
e. Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis dan
dengarkan tiap kuadran abdomen.
f. Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian
epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta torakal.
Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan aorta.

PERKUSI
Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat melakukannya
dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus,
kandung kemih berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas,
ginjal.

Perkusi Batas Hati


a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi kanan pasien.
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan setinggi umbilikus, geser perlahan keatas,
sampai terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah hati.
d. Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga kanan.
e. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5 sampai ke celah tulang iga ke 7.
f. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 12 cm dan pergerakan bagian bawah hati
pada waktu bernapas yaitu berkisar 2 3 cm.

Perkusi Lambung
a. Posisi pasien tidur terlentang.
b. Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan bagian epigastrium kiri.
d. Gelembung udara lambung bila di perkusi akan berbunyi timpani

5. PENGKAJIAN SISTEM PERNAFASAN


a.Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
3) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya, lesi, massa, gangguan tulang
belakang seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah irama, kedalaman pernafasan, dan
kesimetrisan pergerakan dada.
4) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau pernafasan diafragma, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
5) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). ratio
pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi
pada jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL)/COPD.
6) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan diameter
lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7, tergantung dari cairan
tubuh klien.
7) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP :
T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari
sternum. Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan
murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfans syndrome atau akibat kecelakaan
kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana
terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis, Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan kelainan
muskuloskeletal lain yang mempengaruhi thorax.
e) Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis menyebabkan
klien tampak bongkok.
f) Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral, disertai rotasi vertebral.
8) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak adekuatnya
ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
9) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang dapat mengindikasikan
obstruksi jalan nafas.

b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas,
mengidentifikasi keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus (vibrasi).
2) Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti : massa,
lesi, bengkak.
3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
4) Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.

c. Perkusi
1) Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya
dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
2) Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan untuk mengetahui batas antara bagian
jantung dan paru.

d. Auskultasi
1. Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan suara nafas normal,
suara tambahan (abnormal), dan suara.
2. Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke
alveoli, dengan sifat bersih.
3. Suara nafas normal :
a) Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau daerah suprasternal notch. Fase
ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti diantara kedua fase
tersebut.
b) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.
c) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas bronchial dan vesikular. Suaranya
terdengar nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan
ekspirasi. Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh dinding dada.

6. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Inspeksi
1) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh tubuh.
2) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau
hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.
3) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan
meteran.
4) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan
oleh malposisi suatu bagian tubuh.
5) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas.
6) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang tidak sama
tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas
dengan uji membungkuk ke depan.
7) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan Persendian.
8) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian.
9) Inspeksi pergerakkan persendian.

b. Palpasi
1) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk
mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas)
2) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa,
bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
3) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan.
4) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai
integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat menunjukkan
adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata,
seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak
rata tersebut yang saling bergeseran satu sama lain.
5) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis menimbulkan benjolan
yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan
sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi
mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri.

6) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovetts (memiliki nilai 0 5)
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = Gerakan kontraksi.
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan
tahanan atau gravitasi.
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.

c. Perkusi
1) Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul
dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
2) Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90, supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m.
biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila
hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi
bahu.
3) Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90, tendon triceps diketok dengan
refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal
adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi
siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki
yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi
kaki.
5) Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6) Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit
traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki
dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski
timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal
adalah fleksi plantar semua jari kaki.
7. SISTEM ENDOKRIN
Inspeksi
a. (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau cushing
syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipotiroidisme.
b. Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan penyakit
akromegali mata.
c. Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien dengan
penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit hipotiroidisme,
rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
d. Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang disebabkan
karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi
akromegali.
e. Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan jari-jari klien
kontraksi (spasme karpal).

Palpasi
a. Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan
bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas
bawah mengindikasikan DM.
b. Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada trachea dibawah
kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien untuk menelan.
Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri
bawah) : Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter.

Auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi "bruit. Bunyi yg
dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi.

8. SISTEM INTEGUMEN
Inspeksi
a. Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak teratur
b. Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit
c. Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
d. Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.

Palpasi
a. Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
b. Tekstur kulit.
c. Turgor kulit, normal < 3 detik
d. Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk, mobilisasi.
e. Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 5 detik.

9. SISTEM NEUROLOGI
Inspeksi
a. Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran : dengan melakukan pertanyaan
tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
b. Kaji status mental.
c. Kaji adanya kejang atau tremor.

Palpasi
a. Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
b. Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya
hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal.
c. Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur.

Perkusi
a. Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela).
b. Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar
fleksi kaki.

10. SISTEM REPRODUKSI


Inspeksi
1. Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan
tambahan.
2. Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
3. Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
4. Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi badan, apakah ada perubahan
pigmentasi, kloasma gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra, hiperpigmentasi, dan
areola mamma.

Palpasi
1. palpasi menurut Leopold I-IV
2. Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan pembukaan serviks.
3. Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah atau belum dan apakah ada ketegangan
ketuban.
4. Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian apakah yang terendah dari janin,
penurunan bagian terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada penghalang di
bagian bawah yang dapat mengganggu jalannya persalinan.
5. Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada bantalan forniks dan apakah bagian
janin masih dapat didorong ke atas.

Auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam rahim, denyut jantung janin,
aliran tali pusat, aorta abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.

11. SISTEM PERKEMIHAN


Inspeksi
a. Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya
sedimen.
b. Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi
saluran kemih.
c. Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau
supra pubik kateter.
d. Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem
perkemihan.

Palpasi
a. Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
b. Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di
belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat
untuk mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan
atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan
kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (tentukan
ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan
kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi.
c. Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk
menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran
kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan
tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).

Perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya dengan mempersilahkan penderita untuk
duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita. Satu tangan
diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan diletakkan pada
sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi
ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap
pemeriksaan bila ada rasa sakit.
pengkajian fisik persistem chapter 1

PEMERIKSAAN FISIK PERSISTEM


PADA LANSIA

Pertama tama sebelum melakukan pengkajian, hendaknya terlebih dahulu kita


melakukan kontrak waktu dengan pasien, setelah itu kita melakukan informed consent
dengan menyebutkan nama, menjelaskan tujuan pemeriksaan dan meminta persetujuan. Hal
lain yang perlu diperhatikan adalah buat lingkungan senyaman mungkin sehingga pasien
tidak merasa bosan, selain itu hendaknya melakukan pengkajian dari bagian atas tubuh
kebagaian bawah tubuh.
Untuk pengkajian sistem neurologi bisa dilakukan sejalan dengan pengkajian sistem
lain pada tubuh. Untuk menghemat waktu dan efektivitas pengkajian sistem pencernaan
dilakukan bersamaan dengan pengkajian sistem perkemihan karena keduanya berpusat pada
abdomen.

A. Pengkajian Umum
1. Anamnesa
a. Nama
b. Usia
c. Tempat, Tanggal, Lahir
d. Alamat
e. Pendidikan Terakhir
f. Pekerjaan
g. Agama
h. Status Perkawinan
i. Suku
j. Golongan Darah
k. Genogram (3 generasi keatas)
2. Tanda tanda vital
a. Tekanan Darah
b. Nadi
c. Respirasi
d. Suhu
e. Berat Badan
f. Tinggi Badan
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
b. Riwayat Alergi
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Short Portable Mental Status Questionaire (SPMSQ)
a. Sekarang Hari apa?
b. Tanggal berapa, bulan apa, tahun berapa?
c. Apa nama tempat ini?
d. Berapa nomor telepon Anda? (jika tidak mempunyai telepon tanyakan alamat lengkap)
e. Kapan Anda lahir?
f. Siapa nama presiden sekarang?
g. Siapa nama presiden sebelumnya?
h. Berapa umur Anda?
i. Siapa nama ibu Anda?
j. Berikan perhitungan sederhana (misal 10 3 lalu dikali 2)
Untuk mengetahui hasil test intelektual ini dapat diketahui dengan kriteria sebagai berikut:
a. Kesalahan 0 2 : fungsi intelektual utuh
b. Kesalahan 3 4 : kerusakan intelektual ringan
c. Kesalahan 5 7 : kerusakan intelektual sedang
d. Kesalahan 8 10 : kerusakan intelektual berat
Bisa dimaklumi jika pasien terdapat lebih dari satu kesalahan jika pasien berpendidikan
terakhir SD.

B. Pengkajian Persistem
1. Sistem penglihatan
a. Alat yang digunakan:
1) Senter atau penlight
2) Snellen chart
3) Ichihara
4) Stetoskop
5) Hanscoon
6) Cotton buth atau gulungan kapas steril
b. Tata Laksana:
1) Inspeksi
a) Lihat keadaan umum mata, apakah terdapat kelainan pada mata.
b) Lihat keadaan pupil,apakah mata pasien strabismus apa tidak, bentuk, ukuran.
c) Lihat keadaan kornea mata, apakah terdapat katarak
d) Lihat keadaan sklera mata, apakah pasien ikterus, non ikterus, merah, atau keruh.
e) Lihat konjungtiva pasien dengan cara pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien lalu
gunakan hanscoon apabila terlihat adanya sekret pada mata. Minta pasien untuk menatap
lurus kedepan. Letakkan kedua ibu jari dibawah mata, lalu tarik perlahan kulit bawah mata.
Apabila warna dari konjungtiva pink maka pasien ananemis, namun apabila konjungtiva
pasien pucat maka pasien diduga anemis. Bisa juga dilakukan dengan cara lain yaitu
pemeriksa berdiri membelakangi pasien lalu pasien diminta untuk menatap lurus kedepan,
tarik keatas secara perlahan kelopak mata dan lihat warna bagian dalamnya.
f) Catat hasil pemeriksaan
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan atau teraba adanya massa pada
mata pasien. Jika pasien merasakan nyeri tekan kemungkinan Tekanan Intra Okuler pada
mata tinggi, sedangkan jika teraba massa ada kemungkinan adanya tumor pada mata, yang
dapat diketahui dengan pemeriksaan penunjang. Cara melakukan palpasi pada mata yaitu:
a) Mintalah pasien untuk berkoordinasi jika pasien merasakan nyeri tekan atau tidak.
b) Mintalah pasien untuk menutup mata dengan rileks.
c) Lakukan dengan kedua jari ( jari tengah dan jari telunjuk) tekan dengan lembut dari
samping mata kearah hidung.
d) Catat hasil pemeriksaan
3) Auskultasi
Auskultasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat bunyi bruit pada mata. Auskultasi
dilakukan dengan cara:
a) Mintalah pasien untuk menutup mata dengan rileks
b) Letakkan membran stetoskop pada mata, dan dengarkan
c) Catat hasil pemeriksaan
4) Uji Refleks
a) Refleks Pupil Terhadap Cahaya:
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Minta pasien untuk menatap lurus kedepan dan minta pasien untuk tidak menggerakkan
kepalanya.
(3) Sinari pupil dari samping dengan menggunakan senter atau penlight.
(4) Amati apakah pupil mengecil ketika disinari.
(5) Lakukan pada pupil yang lain
(6) Catat hasil pemeriksaan
b) Refleks Berkedip
Refleks berkedip dilakukan dengan cara menyentuhkan cotton buth atau gulungan kapas
pada mata, lakukan dari samping. Perhatikan refleks berkedip, catat hasil pemeriksaan.
c) Refleks Akomodasi (Daya Akomodasi)
Refleks ini bertujuan untuk mengetahui Daya Akomodasi pada lansia. Mata pada lansia
sering mengalami gangguan penglihatan terutama penglihatan jarak dekat (hipermetropi),
atau bisa juga pasien mengalami gangguan penglihatan jarak dekat dan jarak jauh (presbiopi).
Cara mengetahui Daya Akomodasi pasien yaitu:
(1) Anjurkan klien menatap objek yang jauh (dinding), tanya apa yang dilihat oleh pasien.
(2) Anjurkan pasien menatap objek dekat ( 25 30 cm) dari hidung pasien (misal pinsil atau
bulpoin), tanya apakah pasien dapat melihatnya atau tidak. Daya akomodasi pada mata : 4-
100/PP , dengan PP adalah jarak tedekat yang dapat dilihat oleh pasien. Satuan

yang digunakan adalah dioptri.


(3) Catat hasil pemeriksaan
5) Pergerakan Bola Mata.
Pergerakan bola mata ditujukan untuk mengetahui apakah pergerakan bola mata pasien sama,
atau terjadi deviasi pada salah satu bola mata, selain itu juga untuk mengetahui apakah ada
pergerakan secara spontan dari bola mata pasien diluar kontrol pasien.
a) Anjurkan klien untuk menatap lurus kedepan
b) Amati kedua mata, apakah ada pergerakan secara spontan atau nistagmus atau hanya diam.
c) Amati frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas atau sempit), bentuk jika ditemukan
adanya nistagmus.
d) Amati kedua bola mata apakah memandang lurus kedepan atau salah satunya deviasi (bola
mata yang kanan dalam keadaan normal ditengah sedangkan yang kiri letaknya lebih ke
samping kanan atau kiri, atau sebaliknya).
e) Letakkan jari telunjuk didekat pasien lurus hidung dengan jarak 25 30 cm, minta pasien
untuk mengikuti pergerakan jari telunjuk tanpa harus mengubah posisi kepala (kepala tidak
ikut bergerak hanya bola mata saja yang bergerak). Gerakkan jari telunjuk dari atas kebawah,
kanan ke kiri, diagonal atas ke bawah kiri, diagonal keatas dan bawah kanan.
f) Catat hasil pemeriksaan
6) Ketajaman Penglihatan
a) Pengkajian Tahap 1
(1) Pastikan cahaya diruangan terang
(2) Pastikan pasien dapat membaca
(3) Minta klien membaca dengan suara keras (koran, majalah)
(4) Jika pasien menggunakan kacamata, pada tahap ini kacamata boleh dipergunakan.
(5) Perhatikan jarak naskah yang dipegang dengan matanya
(6) Catat hasil pemeriksaan
b) Pengkajian Tahap 2
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Siapkan kartu Snellen, pajang didinding
(3) Atur tempat duduk klien dengan jarak 5 6 meter dari kartu.
(4) Instruksikan untu pasien menutup sebelah matanya
(5) Periksa mata pasien dimulai dari huruf yang paling besar ke huruf yang paling kecil.
(6) Lakukan hal yang sama pada mata yang lain.
(7) Catat hasil pemeriksaan.
7) Penglihatan Warna
a) Atur pencahayaan ruangan terang
b) Siapkan kartu Ichihara
c) Instruksikan klien untuk menyebutkan gambar atau angka yang terdapat pada kartu
tersebut.
d) Catat hasil pemeriksaan.
Catatan: bila pasien diketahui terdapat katarak, pemeriksaan diatas dapat tetap dilakukan,
namun jika katarak yang diidap sudah menutup semua kornea, maka pemeriksaan hanya
difokuskan pada mata yang belum terdapat katarak.

2. Sistem Pendengaran
a. Alat Yang digunakan
1) Senter atau lampu kepala.
2) Hanscoon (jika perlu)
3) Garpu Tala
b. Anamnesa
1) Tanyakan pada pasien apakah pasien pernah mengalami infeksi pada telinga, keluar cairan
dari telinga, atau trauma pada telinga.
2) Tanyakan pada pasien apakah pasien pernah mengalami vertigo (pusing 7 keliling) jika iya,
tanyakan frekuensi terjadinya, dan lama terjadinya, lalu cara yang dilakukan oleh lansia
ketika mengalami vertigo, kapan atau pada saat apa vertigo biasanya muncul.
3) Catat hasi anamnesa
c. Tata Laksana
1) Inspeksi
a) Posisikan pasien dalam posisi duduk, jika memungkinkan.
b) Posisikan pemeriksa menghadap telinga yang akan dikaji.
c) Atur pencahayaan agar terang
d) Inspeksi telinga luar, posisi, warna, ukuran, bentuk, kebersihan, kesimetrisan
e) Inspeksi lubang telingan pasien dengan cara pegang daun telinga, perlahan lahan tarik daun
telinga keatas dan kebelakang sehingga lurus.
f) Periksa kebersihan, adanya peradangan, atau adanya cairan dalam lubang telinga.
g) Catat hasil pemeriksaan
2) Palpasi
a) Instruksikan pasien untuk mengatakan jika terasa adanyanya nyeri tekan
b) Palpasi telinga dari jaringan lunak ke jaringan yang keras, dengan menggunakan jari
telunjuk dan jempol.
c) Lakukan penekanan pada area trangus (atas telinga) lalu ke tulang mastoid (belakang
telinga), dan dibawah daun telinga. Raba apakah ada massa atau nyeri tekan.
d) Catat hasil pemeriksaan
3) Pemeriksaan Pendengaran
a) Pemeriksaan Rinne
(1) Instruksikan pasien untuk memberitahu jika pasien tidak merasakan getaran atau merasakan
getaran
(2) Bunyikan garpu tala
(3) Letakkan tangkai garpu tala pada tulang mastoid (bagian belakang telinga) pada telinga
kanan
(4) Lakukan pada bagian telinga yang kiri
(5) Catat hasil pemeriksaan
b) Pemeriksaan Swabach
(1) Instruksikan pasien jika pasien tidak mendengar atau mendengar suara.
(2) Bunyikan garpu tala
(3) Letakkan garpu tala didepan lubang telinga dengan jarak 1 2 cm pada telinga
(4) Lakukan pada telinga kiri
(5) Catat hasil pemeriksaan
c) Pemeriksaan Webber
(1) Bunyikan garpu tala
(2) Letakkan garpu tala di tengah puncak kepala pasien
(3) Tanyakan pasien apakah bunyi yang terdengar sama jelas dikedua telinga atau lebih jaelas
pada salah satu telinga.
(4) Catat hasil pemeriksaan
3. Sistem Pernapasan
Pengkajian pada sistem pernapasan dimulai dari sistem pernapasan bagian atas kemudian ke
bagian bawah. Pada pengkajian sistem ini juga bisa dilakukan secara bersamaan pengkajian
sistem neurologi pada indra pembau.
a. Alat Yang Digunakan
1) Stetoskop
2) Handscoon (jika perlu)
3) Masker
4) Spidol
5) Senter atau penlight
6) Kom kecil yang berisi kapas dengan bau minyak kayu putih, alkohol, minyak wangi, kopi.
b. Anamnesa
1) Tanyakan pada psien apakah pasien memiliki alergi pada sistem pernapasannya (debu, atau
yang lain).
2) Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat penyakit asma, jika iya tanyakan apa yang biasa
menjadi penyebab terjadinya, lama terjadinya serangan asma.
3) Tanyakan pada psien apakah saat ini sedang mengidap flu atau tidak.
4) Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat penyakit pada sistem pernapasan baik
pernapasan bagian atas ( sinusitis, polip, dll) atau bagian bawah ( pnemonia, bronkhitis,
bronkopnemoni, TBC), jika iya tanyakan riwayat pengobatan.
c. Tata Laksana
1) Alat pernapasan Bagian Atas
a) Inspeksi
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Posisikan pasien duduk, pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien
(3) Lihat keadaan hidung, septum hidung (penyekat hidung), warna kulit hidung, kesimetrisan
lubag hidung, pengeluaran sekret dari hidung (jika ada catat karakteristik, jumlah, dan warna)
(4) Gunakan senter atau penlight untuk melihat bagian dalam lubang hidung, lihat kebersihan,
adanya obstruksi, atau adanya massa.
(5) Catat hasil pemeriksaan
b) Palpasi
(1) Instruksikan pasien untuk berkata jika pasien merasakan nyeri tekan.
(2) Palpasi dengan lembut menggunakan kedua jari telunjuk dan jari tengah ke batang hidung
untuk mengetahui adanya massa, nyeri tekan, patah tulang hidung.
(3) Palpasi dengan lembut menggunakan kedua jari telunjuk dan jari tengah mulai dari bagian
bawah mata kearah tengah hidung dengan gerakan seperti mengumpulkan sesuatu untuk
mengetahui adanya nyeri tekan atau massa.
(4) Catat hasil pengkajian
c) Pemeriksaan indra pembau
Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika pasien dalam keadaan sehat dalam arti pasien sedang
tidak flu. Karena jika pasien sedang flu maka hasil yang diperoleh tidak akurat.
(1) Siapkan kom berisi kapas yang sudah diberi bau minyak kayu putih, alkohol, minyak
wangi, kopi.
(2) Instruksikan pasien untuk menebak wangi yang akan ia cium.
(3) dekatkan satu persatu kapas yang sudah diberi bau bauan.
(4) Catat hasil pemeriksaan
2) Alat Pernapasan Bagian Bawah
a) Inspeksi
(1) Atur pencahayaan ruangan
(2) Posisikan pasien duduk dengan telanjang dada.
(3) Anjurkan pasien agar tetap rileks
(4) Lakukan pengamatan dari 4 sisi yaitu:
(a) Depan, perhatikan sternum. Klavikula, tulang rusuk.
(b) Belakang, perhatikan kesimetrisan skapula, bentuk tulang belakang
(c) Kanan
(d) Kiri
(5) Inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui kelainan bentuk dada, dan
tentukan frekuensi pernapasan.
(6) Amati keadaan kulit dada, apakah terdapat retraksi interkosta (penggunaan otot bantu
pernapasan biasanya pasien terlihat terengah engah) selama bernapas, jaringan parut atau
kelainan lainnya.
(7) Dalam inspeksi ini juga kita bisa menginspeksi secara bersamaan payudara pasien,
mengenai bentuk, warna kulit, keluaran (jika ada).
(8) Catat hasil Inspeksi
b) Perkusi
(1) Posisikan pasien duduk menghadap pemeriksa
(2) Perkusi dimulai dari atas klavikula kebawah pada spasium interkostalis dengan interval 4
5 cm (diatas klavikula, Interkosta 3, Interkosta 5 10). Perkusi dilakukan dengan
menempelkan jari telunjuk tangan tidak dominan kedaerah yang akan diperkusi dan tangan
yang dominan mengetuknya.
(3) Bandingkan sisi kanan dan kiri.
(4) Anjurkan pasien untuk menarik napas dan menahannya ketika kita memperkusi bagian
bagian diatas.
(5) Pada keadaan normal saat perkusi klavikula maka yang terdengar adalah bunyi pekak,
sedangkan ICS 3 terdengar bunyi rensonan, ICS 5 terdengar bunyi redup karena letak
jantung, sedangkan pada ICS 6 10 terdengar suara timpani perut dan redup hati.
(6) Tandai area redupnya bunyi
(7) Posisikan pasien duduk membelakangi pemeriksa
(8) Perkusi sepanjang bagian skapula sampai pada bagian batas bawah( skapula, interkosta
(ICS) 8, ICS 10 kanan dan kiri, ICS 11).
(9) Tandai area redupnya bunyi dengan spidol.
(10)Minta pasien untuk menghembuskan napas secara maksimal dan menahannya ketika kita
hendak memperkusi bagian bagian diatas.
(11)Ukur jarak tanda bunyi redup yang satu dengan yang dibawahnya. Pada pria normalnya jarak
antar tanda adalh 5 6, pada perempuan 3 5.
(12)Pada keadaan normal saat perkusi skapula terdengar bunyi pekak, ICS 8 bunyi rensonan, ICS
10 redup hati sebelah kanan sedangkan sebelah kiri redup viseral.
(13)Catat hasil perkusi
c) Auskultasi
(1) Posisikan pasien duduk.
(2) Gunakan diafragma stetoskop
(3) Letakkan stetoskop dengan kuat diatas kulit interkosta (daerah tengah tengah antar tulang
iga).
(4) Mulai auskultasi secara zig zag dari bagian atas klavikula kanan, kemudian klavikula kiri,
Interkosta 1 kanan kemudian interkosta 1 kiri, lakukan pada tiap interkosta sampai interkosta
ke 7.
(5) Dengarkan inspirasi dan ekspirasi pada tiap tempat.
(6) Catat hasil auskultasi
d) Palpasi
(1) Ekspansi Dada
(a) Posisikan pasien berdiri , pemeriksa berdiri didepan pasien dan letakkan kedua telapak
tanga secara datar pada dinding dada (letak kedua tangan ada dibawah payudara pasien).
(b) Anjurkan pasien untuk menarik napas
(c) Rasakan getaran dinding dada dan bandingkan sisi kanan dan kiri
(d) Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, letakkan tangan pemeriksa pada sisi lateral
klien(bagian punggung), rasakan getaran saat pasien bernapas. (posisi tangan dibawah tulang
skapula)
(e) Bandingkan kedua sisi dinding dada
(f) Catat hasil pemeriksaan.
(2) Taktil Fremitus
(a) Pemeriksa berdiri membelakangi pasien
(b) Letakkan telapak tangan pada bagian belakang dinding dada(bagian punggung) dekat apeks
paru (bagian atas paru)
(c) Instruksikan pasien untuk mengucapkan bilangan sembilan sembilan atau tujuh
tujuh
(d) Minta pasien mengulangi ucapan bilangan sambil tangan bergerak kebagian bawah paru
(e) Bandingkan femitus kiri dan kanan.
(f) Posisi pemeriksa berhadapan dengan pasien
(g) Lakukan taktil fremitus pada dinding anterior dada (bagian depan)
(h) Ulangi langkah pasien untuk mengucapkan bilangan dan tangan bergerak kebagia bawah
(sampai ICS 6)
(i) Minta pasien untuk bicara lebih keras atau dengan nada rendah jika fremitus redup
(j) Catat hasil fremitus.
4. Sistem Kardiovaskuler
Pemeriksaan kardiovaskular pada lansia dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
ketidaknormalan denyut jantung, ketidak normalan ukuran dan bentuk jantung secara kasar,
mengetahui bunyi jantung, mendeteksi gangguan kardiovaskuler. Pada pemeriksaan ini juga
bisa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan payudara.
a. Inspeksi
1) Atur pencahayaan ruangan
2) Posisikan pasien terlentang dengan pemeriksa berada diposisi kanan pasien
3) Inspeksi keadaan dada pasien
4) Catat hasil inspeksi
b. Palpasi
1) Gerakkan jari jari sepajang masing masing sisi sternum untuk meraba iga kedua yang
berdekatan
2) Palpasi ICS 2 kanan untuk menentukan area aorta dan ICS 2 kiri untuk area pulmonal.
3) Palpasi area aorta dan pulmonal untuk mengetahui ada tidaknya pulsasi (denyutan).
4) Palpasi ICS 5 kiri untuk mengetahui area trikuspidalis, amati adanya pulsasi
5) Pindahkan secara lateral 5 7 cm ke garis midklavikula kiri untuk menemukan area apikal
atau titik denyut maksimal (point of maximal Impuls, PMI)
6) Palpasi daerah tersebut untuk mengetahui pulsasi
7) Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan palpasi pada area epigastrik tepat dibawah ujung
sternum
8) Pada palpasi payudara dimulai dari sekeliling puting susu sampai kearah axila bagian
anterior dengan gerakan memutar.
9) Catat hasil palpasi
c. Perkusi
1) Minta ijin pasien untuk membuka pakaian atas yang dikenakan
2) Lakukan perkusi dari lateral kiri ke medial untuk mengetahui batas kiri jantung
3) Lakukan perkusi dari lateral kanan ke medial untuk mengetahui batas kanan jantung
4) Lakukan perkusi dari atas kebawah untuk mengetahui batas atas dan bawah jantung
5) Bunyi redup yang dihasilkan menunjukkan posisi jantung didaerah yang diperkusi.
6) Catat hasil pemeriksaan.
d. Auskultasi
1) Anjurkan klien bernapas normal dan meminta untuk menahannya saat ekspirasi.
2) Dengarkan suara jantung S1 sambil palpasi nadi karotis erhatikan adanya splitting ( bunyi
S1 ganda)
3) Pada awal sitole dan diastole, dengarkan secara seksama untuk mengetahui adanya bunyi
tambahan S1 atau murmur
4) Anjurkan klien bernapas normal, dengarkan S2 secara seksama untuk mengetahui splitting
saat inspirasi
5) Periksa frekuensi jantung, yaitu setelah kedua bunyi terdengar jelas seperti lub-dub,
hitung setiap kombinasi S1 dan S2 sebagai satu denyut jantung. Hitung selama 1 menit
e. EKG
EKG diperlukan agar tidak terjadi kesalahan dalam menegakkan diagnosa berikut adalah cara
pemasangan EKG:
1) Tangan
a) Merah (RA) : dipasang bagian kanan
b) Kuning (LA) : dipasang bagian kiri
2) Kaki
a) Hijau (LF) : dipasang dikiri
b) Hitam (RF) : dipasang dikanan
3) Sadapan
a) V1 : warna merah dipasang ICS 4 sternal kanan
b) V2 : warna kuning dipasang ICS 4 sternal kiri
c) V3 : warna hijau terletak diantara V2 dan V4
d) V4 :warna coklat dipasang di midklavikula kiri ICS 5
e) V5 : warna hitam dipasang sejajar V4 garis aksila anterior
f) V6 : warna ungu dipasang sejajar V4 garis mid aksila.

Anda mungkin juga menyukai