BAB I
PENDAHULUAN
kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu
yang berada di sekitar pekerja atau yang berhubungan dengan tempat kerja yang dapat
(Sumamur, 2009).
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di Indonesia
semakin berkembang pesat juga, tidak hanya industri formal tetapi perkembangan
industri, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga harus menjadi perhatian.
Dalam dunia kerja dikenal sektor industri formal dan informal. Sektor informal dan
formal dibedakan karena ketidak beradaannya hubungan kerja atau kontrak kerja yang
jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan
perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga kerja),
dengan minimnya perlindungan K3, pada umumnya industri formal jauh lebih baik
dibanding industri nonformal. Dalam sektor formal institusinya jelas yaitu institusi
formal, ada perjanjian ketenaga kerjaan serta program perlindungan K3 sudah ada dan
serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi
ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta
1
2
(Depkes, 2004).
Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) adalah keadaan pada kulit yang terjadi
akibat adanya paparan dengan banyak faktor yang berperan. Prevalensi penyakit kulit
akibat kerja di negara industri tercatat cukup tinggi. Sejak Februari 1993 skema
pengawasan Epiderm telah mengumpulkan data dari penyakit kulit akibat kerja dari
dermatologists konsultan di Inggris. Pelaporan oleh dokter kerja untuk skema dimulai
pada bulan Mei 1994 dan digantikan pada Januari 1996 oleh Occupational Dokter
Pelaporan Kegiatan (OPRA). Skema saat menerima laporan tentang insiden kasus dari
244 dermatologists dan 790 dokter kerja. Diperkirakan total 9937 kasus dermatitis
kontak dilaporkan oleh dermatologists dihitung dari data surveilans; 8129 kasus
dermatitis kontak diperkirakan dari laporan oleh dokter kerja. Kejadian tahunan
dermatitis kontak kerja dari laporan dokter kulit adalah 6,4 kasus per 100.000 pekerja
dan 6,5 per 100.000 dari laporan oleh dokter kerja, tingkat keseluruhan 12,9 kasus per
100.000 pekerja. Rekening industri manufaktur untuk jumlah terbesar kasus dilihat
oleh kedua set melaporkan dokter, dengan perawatan kesehatan kedua kerja. Laporan
pribadi (terutama penata rambut dan tukang cukur) dan di bidang pertanian. Dengan
pengecualian dari peningkatan kasus terlihat di perawat di kedua skema, angka dan
proporsi kasus dermatitis kontak dalam pekerjaan tetap cukup konstan selama periode
pelaporan 6 tahun. Agen akuntansi untuk jumlah tertinggi kasus dermatitis kontak
alergi adalah karet (23,4% kasus alergi yang dilaporkan oleh dermatologists), nikel
3
(18,2), epoxies dan resin lainnya (15,6), amina aromatik (8,6), kromium dan kromat
(8.1), wewangian dan kosmetik (8,0), dan pengawet (7,3). Sabun (22,0% kasus),
pekerjaan basah (19,8), produk minyak bumi (8,7), pelarut (8,0), dan minyak
pemotong dan pendingin (7,8) adalah agen yang paling sering dikutip dalam kasus
dermatitis iritan. Ruang lingkup nasional data, bersama-sama dengan struktur paralel
dimana kedua dermatologists dan dokter kerja melaporkan kasus insiden, berguna
dalam menentukan tingkat bahaya kulit di industri Inggris dan dapat membantu dalam
lebih baik menargetkan upaya untuk mengurangi kasus penyakit akibat kerja adalah
pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif
Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat, didapat hasil, laju insidensi dermatitis kontak
akibat kerja sebesar 65% dengan angka prevalensi sebesar 74%. Sedangkan bila
dilihat dari perjalanan penyakitnya, maka penderita dermatitis akut 26%, subakut
39%, dan kronik 9%. Sedangkan faktor yang paling utama mempengaruhi terjadinya
dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah pemakaian APD
berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk jenis bahan kimia yang digunakan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya
kontak dengan bahan kimia, lama kontak, dan frekuensi kontak. Faktor umur, riwayat
atopi, kebiasaan mencuci tangan, suhu dan kelembaban udara tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan. Belum terincinya standar prosedur kerja aman yang
diterapkan oleh pihak manajemen sesuai dengan potensi bahaya kimia, khususnya
Ratusan ribu jenis bahan kimia untuk berbagai macam keperluan yang di
sediakan, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang dapat digolongkan sebagai
bahan kimia yang tidak berbahaya dan beracun (nonB3) dan ada yang digolongkan
4
sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) (Ahyadi, 2004). Menurut Sumamur
(2009), bahan kimia dapat menyebabkan dermatitis dengan jalan perangsangan atau
iritasi serta jalan sensitisasi, dengan mengambil air lapisan kulit, serta oksidasi atau
1.3. Tujuan
1.Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bahaya ditempat kerja
2.Untuk mengetahui tentang bahaya bahan kimia ditempat kerja
3.Untuk mengetahui bahaya kesehatan akibat paparan bahan kimia
4.Untuk mengevaluasi faktor kimia dilingkungan kerja
1.4. Manfaat
2. Menambah wawasan dan kesadaran tenaga kerja untuk memahami bahaya bahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Faktor kimia adalah faktor didalam tempat kerja yang bersifat kimia, yang meliputi
bentuk padatan (partikel, cair, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal dari bahan-bahan
kimia, mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan
asap, serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan uap (pasal 1, butir 11, dan butir
12. Permennakertransi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor
Fisika dan Kimia di Tempat Kerja). Sedangkan bahan kimia (chemical), adalah unsur kimia
dan senyawanya dan campurannya, baik yang bersifat alami maupun sintetis. Keracunan
bahan kimia, dimana dalam keadaan normal, badan manusia mampu mengatasi bermacam-
macam bahan dalam batas-batas tertentu. Keracunan terjadi apabila batas-batas tersebut
dilampui dimana badan tidak mampu mengatasinya (melalui saluran pencernaan, penyerapan
atau pembuangan). Derajat racun (toxicity), adalah potensi kandungan bahan kimia yang
menyebabkan keracunan. Racun dari bahan kimia sangat beragam (contoh; beberapa tetesan
bahan kimia bisa mematikan, sementara yang lain baru memberikan efek kalau dikonsumsi
dalam jumlah yang besar). Bahaya kimia (chemical hazard) adalah bahan kimia yang
bahwa bahan tersebut berbahaya, biasanya informasi tersebut dalam lembar data
keselamatan (chemical safety data sheet), yang memuat dokumen dan informasi penting
untuk para pengguna yang bertalian dengan sifat kandungan bahayanya dan cara-cara
6
kerja yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia meliputi ; (i) derajat racun, (ii)
sifat-sifat fisik dari bahan, (iii) tata cara kerja, (iv) sifat dasar, (v) tempat/jalan masuk, (vi)
kerentanan individu para pekerja, dan (vii) kombinasi faktor-faktor (i) sampai dengan (vi)
Adalah suspensi partikel benda padat diudara. Butiran debu ini dihasilkan oleh
pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran dan penghancuran pada proses
bervariasi mulai yang dapat dilihat oleh mata telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak
kelihatan. Debu yang tidak kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal
Gas
Adalah bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas
pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya dengan kombinasi
Aerosol (partikel)
Yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi diudara yang
6
mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai
stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu diingat bahwa partikel-partikel debu selalu
berupa suspensi.
7
Kabut (mist) ,
Adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya dihasilkan oleh proses
penyemprotan dimana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang
sangat kecil.
Asap (fume)
uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap dari logam terkondensasi
menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam cair tersebut. Asap juga ditemui
pada sisa pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon,
Adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan
yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki
MSDS
Adalah singkatan dari material safety data sheet memuat informasi mengenai
sifat-sifat zat kimia, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengunaan zat kimia,
Sistem Harmonisasi Global tentang Klasifikasi dan Pelabelan Bahan Kimia (Globally
klasifikasi bahaya bahan kimia serta mengkomunikasikan informasi tersebut pada label
Label
tulisan, atau kombinasi keduanya atau bentuk lain yang juga berisi informasi identitas
Adalah upaya perlindungan kesehatan manusia dan atau pekerja, fasilitas dan
instalasi serta lingkungan di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia dari
Adalah bahan kimia berupa padatan atau cairan, atau campurannya yang
sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, atau
perubahan lainnya) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang
relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan
Adalah bahan kimia bila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi
tertentu, Akan menghasilkan nyala API. Tingkat bahaya dari bahan-bahan ini
ditentukan oleh titik bakarnya, makin rendah titik bakar bahan tersebut semakin
berbahaya.
manusia melalui injeksi. Sifat racun dari bahan dapat berupa kronik atau akut dan
sering tergantung pada jumlah bahan tersebut yang masuk kedalam tubuh.
penyimpan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh,
sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, sinar gamma, sinar netron, dan lain-lain, yang
dapat membahayakan tubuh manusia. Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat
10
berbahaya apabila satu atau lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat
didalam bahan kimia tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan
Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif dan tidak
stabil, mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraianya sehingga dapat
Periodat, Persulfat.
2 Peroksida organik : Benzil Peroksida, Asetil Peroksida, Eteroksida, Asam
Parasetat.
3 Peroksida-peroksida organik dapat pula terbentuk pada penyimpanan pelarut
organik seperti eter, keton, ester, senyawa-senyawa tidak jenuh dsb yang bersifat
eksplosif.
lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar
atau keracunan, atau korosi. Sifat reaktif dari bahan-bahan kimia dapat dibedakan
1 Reaktif terhadap air, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi
dengan asam, menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas
Beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat dengan air, dapat meledak atau
panas) yang besar atau mengeluarkan gas yang mudah terbakar, contoh :
Jelas bahan-bahan tersebut harus jauh dari air atau disimpan ditempat yang
kering dan bebas dari kebocoran bila hujan turun, dan bahan reaktif diatas juga
reaktif terhadap asam. Selain itu juga terdapat bahan-bahan lain yang dapat
bereaksi dengan asam secara hebat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis
atau menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau eksplosif, contoh : Kalium
j. Gas bertekanan
laboratorium. Bahaya dari gas tersebut pada dasarnya adalah karena tekanan tinggi
dan juga efek yang mungkin juga bersifat racun, aspiksian, korosif, dan mudah
terbakar.
12
dalam keadaan terlindung, bebas panas, dan goncangan serta terikat kuat dan bebas
produksi dan atau proses kerja serta sisa sisa proses produksi dan atau proses kerja.
penggunaan bahan kimia dalam proses produksi atau proses kerja. Ada dua cara
praktis yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya bahan kimia di tempat kerja,
yakni :
Dengan melihat secara garis besar tentang diagram alir proses produksi di
dalam suatu industri sehingga dapat diketahui di setiap bagian mana saja yang
memungkinkna untuk menimbulkan bahaya dan dapat dicegah agar tidak berlanjut
ke proses berikutnya.
13
1. Jalur Masuk
Masuk bahan kimia ke dalam tubuh bisa melalui 3 jalan yakni melalui;
mengetahui suatu jenis bahan kimia dan kandungannya maupun tingkat bahayanya,
maka setiap bahan kimia harus memiliki material safety data set (MSDS).
1 Pernapasan (inhalation)
Paru merupakan sumber pernapasan yang umum, dan jaringan paru bukan
merupakan barier yang sangat protektif terhadap paparan bahan kimia. Luas area
permukaan paru-paru sebesar 90 m2, orang yang dewasa yang sehat bias
dari : Saluran pernapasan bagian atas, (hidung, mulut, dan tenggorokan), dan
Fungsi utama paru adalah proses pertukaran antara oksigen dari udara
dan karbondioksida dari darah keudara. Akibat jaringan paru yang sangat tipis
dan halus memungkinkan aliran masuk bukan saja oksigen, tetapi berbagai zat
kimia lainnya kedalam darah. Selain kerusakan sistemik, bahan kimia berhasil
kerja sangat beragam tergantung pada jumlah dan lamanya pemaparan, juga
tergantung pada status kesehatan tenaga kerja itu sendiri . Di industri inhalasi
bahan kimia dalam bentuk, gas, uap, atau partikel dan absorsinya melalui paru-
Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat
kimia, tetapi untungnya kulit merupakan barrier yang paling efektif terhadap
berbagai jenis zat kimia. Apabila zat kimia menembus kulit toksitasnya
tergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung, semakin besar absorpsi zat
Zat kimia begitu masuk menembus kulit, zat tersebut akan memasuki darah dan
tergantung pada dapat larutnya zat tersebut dalam lemak, seperti pelarut organik
dan fenol dapat terserap melalui kulit. Apabila kulit mengalami kerusakan
3 Tertelan (ingestion)
makanan dan minuman ke dalam mulut. Zat kimia ditelan masuk kedalam tubuh
melalui absorpsi di saluran gastrointestinal. Jika tidak absorpsi, zat kimia itu
dan anus. Lokasi utama absorpsi adalaha usus halus, karena fungsi fisiologisnya
kombinasi (gabungan) dari dua bahan kimia atau lebih peyerapannya ketubuh
manusia, dapat membentuk senyawa baru yang sangat berbeda dengan kandungan dan
sifat asalnya, dan bahkan lebih membahayakan terhadap kesehatan dai pada pengaruh
perbedaan cara dan jenis pemaparannya, untuk itu penaruh bahan kimia dapat
1) Iritasi
apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya
Apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan klulit, bahan
itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung, sehingga kulit
menjadi kering, kasar dan luka. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan
kulit). Contoh; Kulit : asam, basa, pelarut, minyak. Pelarut adalah suatu zat
menyebabkan iritasi mata ialah asam dan alkali dan bahan-bahan pelarut.
c) Saluran pernapasan
atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran
pernapasan bagian atas (hidung dan kerongkongan). Pada umumnya hal ini
formaldehid, sulfur oksida, asam dan alkalis yang diserap oleh lapisan lender
2) Reaksi Alergi
Alergi bisa terjadi melalui proses paparan terhadap bahan kimia. Bahan
kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau
organ pernapasan.
17
a Kulit
Reaksi alergi dari kulit adalah suatu keadaanyang sering kita lihat
b Pernapasan
kadar zat asam di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti
nitrogen, karbon dioksida, ethane, hydrogen atu helium yang kadar tertentu
zat asam. Apabila kandungan zat asam turun dibawah 17%, maka jaringan
gejala seperti pusing , mual dan kehilangan konsentrasi. Situasi seperti ini bisa
terjadi dalam ruangan-ruangan kerja tertutup. Proses penurunan kadar zat asam
Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu
seperti ethyl dan prophyl alcohol (alipaphatic alcohol), dan methylethyl keton
(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan
susunan syaraf pusat. Bahanbahan kimia tersebut akan mengakibatkan efek yang
sama seperti dalam keadaan mabuk. Paparan pada konsentrasi yang tinggi bisa
5. Keracunan Sistemik
dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap
bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar keseluruh
tubuh. Pengaruhnya tidak seperti local pada salah satu bahagian atau daerah dari
tubuh. Salah satu fungsi organ hati adalah membersihkan bahan-bahan beracun dari
dalam darah serta mengubahnya menjadi bahan-bahan yang aman dan dapat larut
dalam air sebelum dibuang. Namun demikian ada beberapa bahan kimia yang
merusak organ hati. Tergantung dari dosis (jumlah) dan kekerapan dari paparan,
kerusakan yang terjadi terus menerus pada jaringan hati akan mengakibatkan
terjadinya penurunan fungsi hati. Cedera hati bisa disebbkan oleh bahan kimia
dan hal ini bisa salah diagnose sebagai hepatitis, sebagaimana gejolak-gejolak kulit
6. Kanker
19
karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bevariasi
antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenic, asbestos, chromium,
nikel dapat menyebabkan kanker paru-paru, Kanker rongga hidung dan sinus
disebabkan oleh chromium, isopropyl oils, nikel, debu kayu dan debu kulit. Kanker
napthyllamine dan debu kulit. Kanker sumsum tulang belakang disebkan oleh
benzene.
7. Efek Reproduksi
seorang manusia. Dari perkembangan studi bahan-bahan racun adalah faktor yang
dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, seperti:
pelarut.
partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari
Evaluasi faktor lingkungan kerja kimia dimaksudkan sebagai usaha teknis untuk
mengetahui secara baik kualitatif maupun kuantitatif factor apa yang terdapat di
tentang pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja, dimana bahan kimia
berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yg berdasarkan sifat
kimia dan atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan
dalam program pengendalian bahaya ditempat kerja antara lain sebagai berikut :
protective equipment)
6 Melaksanakan pengukuran dan monitoring lingkungan kerja (monitoring and
measurement procedures)
7 Prosedur tetap keadaan darurat (emergency respone procedures)
8 Pengendalian tekinis(engineering contorl)
Untuk mengetahui besarnya paparan bahaya bahan kimia terhadap tenaga kerja
1 sumber/surce
2 sebaran/path
3 receiver/penerima
Occupational Safety and Health Administration, dan ANSI = American National Standards
5. Pengendalian administrasi
6. PPE/personal protective equipment, yaitu penggunaan alat pelindung diri (masker, kaca
Dalam upaya pengendalian potensi bahaya di tempat kerja, maka perlu adanya
pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar pengendalian yang harus diikuti yaitu melalui
1 Pengenalan potensi bahaya yang ada maupun resiko yang mungkin timbul (Hazards
Identification).
2 Penilaian tingkat resiko yang mungkin timbul (Risks Assessment).
3 Penentuan dan pemilihan tindakan pencegahan monitoring atau pengukuran lingkungan
kerja, untuk mengetahui besarnya tingkat resiko di tempat kerja . Dari data hasil
pengukuran lingkungan kerja bila telah melebihi ketentuan stdard Nilai Ambang Batas
(NAB) dan pengendalian yang tepat dengan menggunakan metode hirarki pengendalian
(Risks Control), diadakan suatu analisa dan disusun sebagai umpan balik dalam proses
pencegahan, dengan eliminasi atau sibtitusi, bila bahaya tersebut bisa di eliminasi atau
disibtitusi (ya), baru didakan pengendalian bahaya, dan bila (tidak) berarti dilaksanakan
proses isolasi
BAB III
1 Kasus
22
Dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di perusahaan industri
otomotif kawasan industri Cibitung, Jawa Barat
Kasus ini kami ambil dari sebuah jurnal, dimana peneliti melakukan penelitian selama
2 bulan, dalam kasus ini terdapat Populasi (306 orang) adalah karyawan atau pekerja di
sebuah perusahaan industri otomotif yang bekerja pada suatu unit dengan kontak
terhadap bahan kimia dan atau logam. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 114
orang pekerja yang sehari- harinya berhubungan dengan bahan kimia non-logam dan 192
orang pekerja yang berhubungan dengan logam, yang terpapar sehari-hari dengan bahan
kimia logam (rotor 142 orang, ignition coil 31 orang, armature 9 orang dan CDI 10
orang). Pekerja yang mengalami kontak dengan logam berada pada bagian armature,
ignition coil, rotor, dan CDI. Pekerja pada bagian yang mengalami kontak dengan bahan
kimia non-logam yaitu bagian starting dan stator. Bagian starting adalah bagian yang
merakit kabel panjang berbahan dasar tembaga dengan menggunakan bahan perekat/lem
dari resin dalam jumlah yang besar. APD yang digunakan adalah sarung tangan dari kain.
Bagian stator merupakan lanjutan dari bagian starting, dimana pekerja menambahkan
suatu komponen dengan menggunakan perekat berbahan dasar resin, lalu mencucinya
dengan suatu larutan bahan kimia, yaitu trichloroethylene (trikloroetilen) dan centro.
Pada bagian armature pekerja melilitkan kabel panjang berbahan dasar tembaga pada
core (besi besar untuk suku cadang) untuk selanjutnya diserahkan ke bagian starting
untuk dirakit. Pada bagian rotor, pekerja mencetak suatu lempengan baja menjadi
berbentuk bulat yang nantinya akan dimodifikasi menjadi rotor (penggerak). Pada bagian
CDI, pekerja merakit elektroda ke suatu lempengan PCB (Printed Circuit Board) dengan
rumus-rumus yang nantinya akan disolder kesuatu PCB tersebut. Pekerja rata-rata
bekerja 8 jam/hari. Dari keseluruhan populasi terdapat 54 orang pekerja yang menderita
dermatitis baik akut,sub akut maupun kronis, penelitian tersebut dilihat dari lama bekerja
dan frekuensi kontak bahan.
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK (Penyakit Akibat Kerja),
terbanyak bersifat nonalergi atau iritan . Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu
23
dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat
akut maupun kronis. Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah
bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang
berhubungan dengan pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya.
Disamping bahan penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang mempermudah
timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan, dan oklusi.
Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui dapat menimbulkan dermatitis termasuk di
perusahaan industri otomotif ini, yaitu serpihan-serpihan besi/baja. Dermatitis kontak
alergi dapat terjadi bila bahan zat kimia, sebagai hapten berikatan dengan protein
pembawa di kulit dan menimbulkan dermatitis kontak alergi tipe IV. Urtikaria dapat
terjadi akibat kontak dengan bahan dalam lingkungan kerja yang menimbulkan urtikaria
alergi Tipe I (zat kimia) atau urtikaria nonalergi. Faktor fisik lingkungan kerja seperti
tekanan, panas, dingin, dan lainnya dapat juga menimbulkan urtikaria nonalergi (urtikaria
fisik) .Pada perusahaan industri otomotif ini terdapat salah satu risiko bahaya beserta
penyakit yang sering ditimbulkan terutama pada buruh-buruh yang sebagian besar wanita
yaitu penyakit dermatitis kontak pada pekerja yang timbul akibat kontak pekerja dengan
campuran zat kimia untuk merekatkan, mencuci, serta melicinkan suku cadang hasil
produksi. Oleh karena ini merupakan industri otomotif, maka pekerja secara langsung
juga akan kontak dengan logam yang merupakan suku cadang motor. Bahan kimia yang
digunakan dalam industri tersebut adalah trichloroethylene (trikloroetilen) dan
centro.Trichloroethylene yang lain juga dapat digunakan di tingkat industri kimia yaitu
untuk pembersihan logam, Sebagai bahan pembuatan cat, bahan dalam pelapisan logam,
Sebagai pengering dalam sistem pembersih. Yang memiliki efek jangka panjang dan
jangka pendek, salah satunya dermatitis yang terjadi pada pekerja industri tersebut, selain
itu menurut penelitian Institusi Kanker Nasional di Amerika melaporkan bahwa banyak
kasus hepatoceluller carsinomas yang disebabkan oleh akumulasi TCE dan mereka
menyatakan bahwa TCE dapat mengakibatkan keracunan, terutama pada organ.
kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan dermatitis kontak. Pemakaian
sarung tangan, topi kerja dan wear packLama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia,
maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit.
Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi
perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia
dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits
(OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang
melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata- rata 8 jam per hari. Frekuensi kontak
yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan
terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit
akan menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak
proporsional . Oleh karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat
kerja adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
25
4.2 Saran
Sehingga bisa disarankan jika, para pekerja tersebut bisa mengurangi waktu kontak
dengan bahan-bahan kimia tersebut, atau dengan pengguaan APD dengan tepat dan benar,
sehingga resiko terkena dermatitis bisa diminimalisir.