Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan kerja adalah gangguan

kesehatan akibat lingkungan kerja. Lingkungan kerja dikaitkan dengan segala sesuatu

yang berada di sekitar pekerja atau yang berhubungan dengan tempat kerja yang dapat

mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas yang dibebankan padanya

(Sumamur, 2009).
Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan industri di Indonesia

semakin berkembang pesat juga, tidak hanya industri formal tetapi perkembangan

industri informal juga semakin berkembang pesat. Bertolak dari perkembangangan

industri, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja juga harus menjadi perhatian.

Dalam dunia kerja dikenal sektor industri formal dan informal. Sektor informal dan

formal dibedakan karena ketidak beradaannya hubungan kerja atau kontrak kerja yang

jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan perintah dan

perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan buruh (tenaga kerja),

dengan minimnya perlindungan K3, pada umumnya industri formal jauh lebih baik

dibanding industri nonformal. Dalam sektor formal institusinya jelas yaitu institusi

formal, ada perjanjian ketenaga kerjaan serta program perlindungan K3 sudah ada dan

diterapkan. Sedangkan industri nonformal masih jauh dari yang diharapkan.

Menyadari pentingnya K3 bagi semua orang di manapun berada maupun bekerja,

serta adanya persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan di era globalisasi

ini maka mau tidak mau upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja

harus menjadi prioritas dan komitmen semua pihak baik pemerintah maupun swasta

dari tingkat pimpinan sampai ke seluruh karyawan dalam manajemen perusahaan.

1
2

Upaya untuk mewujudkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat

diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan

kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), pencegahan penyakit (preventif),

penyembuhan penyakit (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan melalui penyelenggaraan upaya kesehatan kerja

(Depkes, 2004).
Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) adalah keadaan pada kulit yang terjadi

akibat adanya paparan dengan banyak faktor yang berperan. Prevalensi penyakit kulit

akibat kerja di negara industri tercatat cukup tinggi. Sejak Februari 1993 skema

pengawasan Epiderm telah mengumpulkan data dari penyakit kulit akibat kerja dari

dermatologists konsultan di Inggris. Pelaporan oleh dokter kerja untuk skema dimulai

pada bulan Mei 1994 dan digantikan pada Januari 1996 oleh Occupational Dokter

Pelaporan Kegiatan (OPRA). Skema saat menerima laporan tentang insiden kasus dari

244 dermatologists dan 790 dokter kerja. Diperkirakan total 9937 kasus dermatitis

kontak dilaporkan oleh dermatologists dihitung dari data surveilans; 8129 kasus

dermatitis kontak diperkirakan dari laporan oleh dokter kerja. Kejadian tahunan

dermatitis kontak kerja dari laporan dokter kulit adalah 6,4 kasus per 100.000 pekerja

dan 6,5 per 100.000 dari laporan oleh dokter kerja, tingkat keseluruhan 12,9 kasus per

100.000 pekerja. Rekening industri manufaktur untuk jumlah terbesar kasus dilihat

oleh kedua set melaporkan dokter, dengan perawatan kesehatan kedua kerja. Laporan

dari dermatologists juga menunjukkan tingginya tingkat dermatitis di industri layanan

pribadi (terutama penata rambut dan tukang cukur) dan di bidang pertanian. Dengan

pengecualian dari peningkatan kasus terlihat di perawat di kedua skema, angka dan

proporsi kasus dermatitis kontak dalam pekerjaan tetap cukup konstan selama periode

pelaporan 6 tahun. Agen akuntansi untuk jumlah tertinggi kasus dermatitis kontak

alergi adalah karet (23,4% kasus alergi yang dilaporkan oleh dermatologists), nikel
3

(18,2), epoxies dan resin lainnya (15,6), amina aromatik (8,6), kromium dan kromat

(8.1), wewangian dan kosmetik (8,0), dan pengawet (7,3). Sabun (22,0% kasus),

pekerjaan basah (19,8), produk minyak bumi (8,7), pelarut (8,0), dan minyak

pemotong dan pendingin (7,8) adalah agen yang paling sering dikutip dalam kasus

dermatitis iritan. Ruang lingkup nasional data, bersama-sama dengan struktur paralel

dimana kedua dermatologists dan dokter kerja melaporkan kasus insiden, berguna

dalam menentukan tingkat bahaya kulit di industri Inggris dan dapat membantu dalam

lebih baik menargetkan upaya untuk mengurangi kasus penyakit akibat kerja adalah

kelainan atau penyakit kulit.


Berdasarkan penelitian Nugraha, dkk (2008), yang berjudul Dermatitis Kontak

pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif

Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat, didapat hasil, laju insidensi dermatitis kontak

akibat kerja sebesar 65% dengan angka prevalensi sebesar 74%. Sedangkan bila

dilihat dari perjalanan penyakitnya, maka penderita dermatitis akut 26%, subakut

39%, dan kronik 9%. Sedangkan faktor yang paling utama mempengaruhi terjadinya

dermatitis akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah pemakaian APD

berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk jenis bahan kimia yang digunakan.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja adalah adanya

kontak dengan bahan kimia, lama kontak, dan frekuensi kontak. Faktor umur, riwayat

atopi, kebiasaan mencuci tangan, suhu dan kelembaban udara tidak mempunyai

pengaruh yang signifikan. Belum terincinya standar prosedur kerja aman yang

diterapkan oleh pihak manajemen sesuai dengan potensi bahaya kimia, khususnya

bahaya kontak kimia termasuk logam dengan kulit pekerja operator.

Ratusan ribu jenis bahan kimia untuk berbagai macam keperluan yang di

sediakan, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang dapat digolongkan sebagai

bahan kimia yang tidak berbahaya dan beracun (nonB3) dan ada yang digolongkan
4

sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3) (Ahyadi, 2004). Menurut Sumamur

(2009), bahan kimia dapat menyebabkan dermatitis dengan jalan perangsangan atau

iritasi serta jalan sensitisasi, dengan mengambil air lapisan kulit, serta oksidasi atau

reduksi, sehingga keseimbangan kulit terganggu dan timbulah dermatitis.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bahaya ditempat kerja?
2. Apa saja bahaya bahan kimia ditempat kerja?
3. Apa saja bahaya kesehatan akibat paparan bahan kimia?
4. Bagaiamana cara mengevaluasi faktor kimia dilingkungan kerja?

1.3. Tujuan
1.Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas bahaya ditempat kerja
2.Untuk mengetahui tentang bahaya bahan kimia ditempat kerja
3.Untuk mengetahui bahaya kesehatan akibat paparan bahan kimia
4.Untuk mengevaluasi faktor kimia dilingkungan kerja
1.4. Manfaat

1. Menambah wawasan dalam hal merencanakan penelitian, melaksanakan penelitian

dan mengetahui bahaya bahan kimia di tempat kerja.

2. Menambah wawasan dan kesadaran tenaga kerja untuk memahami bahaya bahan

kimia yang ada di tempat kerja.

3. Sebagai masukan pada pihak perusahaan industri untuk melakukan suatu

penyuluhan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya mengenai

bahaya bahan kimia di tempat kerja.

4. Menambah Kepustakaan Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

Masyrakat, Universitas Airlangga Surabaya.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Faktor kimia adalah faktor didalam tempat kerja yang bersifat kimia, yang meliputi

bentuk padatan (partikel, cair, gas, kabut, aerosol, dan uap yang berasal dari bahan-bahan

kimia, mencakup wujud yang bersifat partikel adalah debu, awan, kabut, uap logam, dan

asap, serta wujud yang tidak bersifat partikel adalah gas dan uap (pasal 1, butir 11, dan butir

12. Permennakertransi No.PER. 13/MEN/X/2011, tentang NAB (Nilai Ambang Batas) Faktor

Fisika dan Kimia di Tempat Kerja). Sedangkan bahan kimia (chemical), adalah unsur kimia

dan senyawanya dan campurannya, baik yang bersifat alami maupun sintetis. Keracunan

bahan kimia, dimana dalam keadaan normal, badan manusia mampu mengatasi bermacam-

macam bahan dalam batas-batas tertentu. Keracunan terjadi apabila batas-batas tersebut

dilampui dimana badan tidak mampu mengatasinya (melalui saluran pencernaan, penyerapan

atau pembuangan). Derajat racun (toxicity), adalah potensi kandungan bahan kimia yang

menyebabkan keracunan. Racun dari bahan kimia sangat beragam (contoh; beberapa tetesan

bahan kimia bisa mematikan, sementara yang lain baru memberikan efek kalau dikonsumsi

dalam jumlah yang besar). Bahaya kimia (chemical hazard) adalah bahan kimia yang

digolongkan kedalam bahan-bahan berbahaya atau memiliki informasi yang menyatakan

bahwa bahan tersebut berbahaya, biasanya informasi tersebut dalam lembar data

keselamatan (chemical safety data sheet), yang memuat dokumen dan informasi penting

untuk para pengguna yang bertalian dengan sifat kandungan bahayanya dan cara-cara
6

penggunaan yang aman, ciri-ciri,supplier, penggolongan, bahayanya, peringatan peringatan,

bahaya dan prosedur tanggap darurat.

Faktor-faktor yang menciptakan kondisi intensitas bahaya di area lingkungan tempat

kerja yang berhubungan dengan penggunaan bahan kimia meliputi ; (i) derajat racun, (ii)

sifat-sifat fisik dari bahan, (iii) tata cara kerja, (iv) sifat dasar, (v) tempat/jalan masuk, (vi)

kerentanan individu para pekerja, dan (vii) kombinasi faktor-faktor (i) sampai dengan (vi)

akan menibulkan situasi yang berbahaya

Debu diudara (airbon dust)

Adalah suspensi partikel benda padat diudara. Butiran debu ini dihasilkan oleh

pekerjaan yang berkaitan dengan gerinda, pemboran dan penghancuran pada proses

pemecahan bahan-bahan padat. Ukuran besarnya butiran-butiran tersebut sangat

bervariasi mulai yang dapat dilihat oleh mata telanjang (> 1/20 mm) sampai pada tidak

kelihatan. Debu yang tidak kelihatan berada diudara untuk jangka waktu tertentu dan hal

ini membahayakan karena bisa masuk menembus kedalam paru-paru.

Gas

Adalah bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas

pada suhu dan tekanan normal, dapat dirubah bentuknya hanya dengan kombinasi

penurunan suhu dan penambahan tekanan.

Aerosol (partikel)

Yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi diudara yang
6
mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai

stabilitas cukup sebagi suspensi diudara. Perlu diingat bahwa partikel-partikel debu selalu

berupa suspensi.
7

Kabut (mist) ,

Adalah sebaran butir-butir cairan diudara. Kabut biasanya dihasilkan oleh proses

penyemprotan dimana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih yang

sangat kecil.

Asap (fume)

Adalah butiran-butiran benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari bentuk

uap. Asap ini biasanya berhubungan dengan logam di mana uap dari logam terkondensasi

menjadi butiran-butiran padat di dalam ruangan logam cair tersebut. Asap juga ditemui

pada sisa pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon,

karbon ini mempunyai ukuran lebih kecil dari 0,5 (micron)

Uap Air (Vavor)

Adalah bentuk gas dari cairan pada suhu dan tekanan ruangan cairan

mengeluarkan uap, jumlahnya tergantung dari kemampuan penguapannya. Bahan-bahan

yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki

titik didih yang tinggi.

MSDS

Adalah singkatan dari material safety data sheet memuat informasi mengenai

sifat-sifat zat kimia, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengunaan zat kimia,

pertolongan apabila terjadi kecelakaan, penanganan zat yang berbahaya.

Sistem Harmonisasi Global tentang Klasifikasi dan Pelabelan Bahan Kimia (Globally

Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals)


8

Adalah sistem global yang diinisiatifkan dan diterbitkan oleh Perserikatan

Bangsa-bangsa (PBB) untuk menstandarisasi kriteria dan mengharmonisasikan system

klasifikasi bahaya bahan kimia serta mengkomunikasikan informasi tersebut pada label

dan Lembar Data Keselamatan

Label

Adalah keterangan mengenai bahan kimia yang berbentuk piktogram/simbol,

tulisan, atau kombinasi keduanya atau bentuk lain yang juga berisi informasi identitas

produk dan pemasok serta klasifikasi bahan kimia.

Keselamatan bahan kimia (Chemical Safety)

Adalah upaya perlindungan kesehatan manusia dan atau pekerja, fasilitas dan

instalasi serta lingkungan di setiap kegiatan pada simpul daur hidup bahan kimia dari

penyalahgunaan bahan kimia dan penggunaan bahan kimia yang salah

2.2 Bahaya Bahan Kimia di Tempat Kerja

a Bahan kimia berbahaya

Bahan berbahaya khususnya bahan kimia adalah bahan-bahan yang pada

suatu kondisi tertentu dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, pada setiap

tingkat pekerjaan yang dilakukan (penyimpanan, pengangkutan, penggunaan,

pembuatan dan pembuangan).

b Bahan kimia mudah meledak

Adalah bahan kimia berupa padatan atau cairan, atau campurannya yang

sebagai akibat suatu perubahan (reaksi kimia, gesekan, tekanan, panas, atau

perubahan lainnya) menjadi bentuk gas yang berlangsung dalam proses yang

relative singkat disertai dengan tenaga perusakan yang besar, pelepasan tekanan

yang besar serta suara yang keras.


9

c Bahan kimia mudah terbakar

Adalah bahan kimia bila mengalami suatu reaksi oksidasi pada suatu kondisi

tertentu, Akan menghasilkan nyala API. Tingkat bahaya dari bahan-bahan ini

ditentukan oleh titik bakarnya, makin rendah titik bakar bahan tersebut semakin

berbahaya.

d Bahan kimia beracun

Merupakan bahan kimia dalam jumlah relative sedikit, dapat mempengaruhi

kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian, apabila terabsorbsi tubuh

manusia melalui injeksi. Sifat racun dari bahan dapat berupa kronik atau akut dan

sering tergantung pada jumlah bahan tersebut yang masuk kedalam tubuh.

e Bahan kimia korosif

Adalah bahan kimia meliputi senyawa asam-asam alkali dan bahan-bahan

kuat lainnya, yang sering mengakibatkan kerusakan logam-logam bejana atau

penyimpan. Senyawa asam alkali dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh,

merusak mata, merangsang kulit dan system pernafasan.

f Bahan kimia radioaktif

Yaitu bahan kimia yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan sinar-

sinar radioaktif seperti sinar alfa, beta, sinar gamma, sinar netron, dan lain-lain, yang

dapat membahayakan tubuh manusia. Suatu bahan kimia dikatakan memiliki sifat
10

berbahaya apabila satu atau lebih dari sifat-sifat bahaya tersebut diatas terdapat

didalam bahan kimia tersebut, yang selain mudah meledak, dapat pula menjadi bahan

kimia beracun dan meracuni kehidupan.

g Bahan kimia oksidator

Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat reaktif dan tidak

stabil, mampu menghasilkan oksigen dalam reaksi atau penguraianya sehingga dapat

menimbulkan kebakaran selain ledakan. Bahan oksidator terdiri dari :

1 Oksidator organik : Permanganat, Perklorat, Dikromat, Hidrogen Peroksida,

Periodat, Persulfat.
2 Peroksida organik : Benzil Peroksida, Asetil Peroksida, Eteroksida, Asam

Parasetat.
3 Peroksida-peroksida organik dapat pula terbentuk pada penyimpanan pelarut

organik seperti eter, keton, ester, senyawa-senyawa tidak jenuh dsb yang bersifat

eksplosif.

h. Bahan kimia reaktif

Adalah bahan kimia yang sangat mudah bereaksi dengan bahan-bahan

lainnya, disertai pelepasan panas dan menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar

atau keracunan, atau korosi. Sifat reaktif dari bahan-bahan kimia dapat dibedakan

atas dua jenis :

1 Reaktif terhadap air, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi

dengan air, mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.


2 Reaktif tehadap asam, yaitu bahan kimia reaktif yang sangat mudah bereaksi

dengan asam, menghasilkan panas dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas

beracun serta bersifat korosif.

i. Bahan reaktif terhadap air


11

Beberapa bahan kimia dapat bereaksi hebat dengan air, dapat meledak atau

terbakar. Ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara eksotermik (mengeluarkan

panas) yang besar atau mengeluarkan gas yang mudah terbakar, contoh :

1 Alkali (Na, K) dan Alkali tanah (Ca)


2 Logam Halida (Alumunium tibromida)
3 Oksida logam anhidrat (CaO)
4 Oksida non logam Halida (Sulfuril Halida)

Jelas bahan-bahan tersebut harus jauh dari air atau disimpan ditempat yang

kering dan bebas dari kebocoran bila hujan turun, dan bahan reaktif diatas juga

reaktif terhadap asam. Selain itu juga terdapat bahan-bahan lain yang dapat

bereaksi dengan asam secara hebat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis

atau menghasilkan gas-gas yang mudah terbakar atau eksplosif, contoh : Kalium

Klorat/perklorat, Kalium Permanganat, Asam Akromat (Cr2O3).

j. Gas bertekanan

Gas bertekanan telah banyak digunakan dalam industri ataupun

laboratorium. Bahaya dari gas tersebut pada dasarnya adalah karena tekanan tinggi

dan juga efek yang mungkin juga bersifat racun, aspiksian, korosif, dan mudah

terbakar.
12

Gas-gas tersebut diatas dalam silinder yang bertekanan, harus disimpan

dalam keadaan terlindung, bebas panas, dan goncangan serta terikat kuat dan bebas

dari kebocoran kran.

k. Identifikasi Bahaya Bahan Kimia di Tempat Kerja

Bahan-bahan kimia adalah bahan baku yang digunakan dalam proses

produksi dan atau proses kerja serta sisa sisa proses produksi dan atau proses kerja.

Potensi bahaya kimia yang memungkinkan terjadi di lingkungan kerja akibat

penggunaan bahan kimia dalam proses produksi atau proses kerja. Ada dua cara

praktis yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya bahan kimia di tempat kerja,

yakni :

1 Membaca Diagram Alir Proses Produksi.


2 Melakukan survey bahan bahan kimia di tempat kerja

Dengan melihat secara garis besar tentang diagram alir proses produksi di

dalam suatu industri sehingga dapat diketahui di setiap bagian mana saja yang

memungkinkna untuk menimbulkan bahaya dan dapat dicegah agar tidak berlanjut

ke proses berikutnya.
13

2.3 Bahaya Kesehatan Akibat Paparan Bahan Kimia

a. Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Kondisi Bahaya

1. Jalur Masuk

Masuk bahan kimia ke dalam tubuh bisa melalui 3 jalan yakni melalui;

Pernapasan (inhalation), Kulit (skin absorption), dan tertelan (ingestion) Untuk

mengetahui suatu jenis bahan kimia dan kandungannya maupun tingkat bahayanya,

maka setiap bahan kimia harus memiliki material safety data set (MSDS).

1 Pernapasan (inhalation)

Paru merupakan sumber pernapasan yang umum, dan jaringan paru bukan

merupakan barier yang sangat protektif terhadap paparan bahan kimia. Luas area

permukaan paru-paru sebesar 90 m2, orang yang dewasa yang sehat bias

menghirup 8,5m2 udara dalam melaukuan pekerjaan. Sistem pernapasan terdiri


14

dari : Saluran pernapasan bagian atas, (hidung, mulut, dan tenggorokan), dan

saluran udara (trachea, bronchi, bronchioles, saluran alveoli)

Fungsi utama paru adalah proses pertukaran antara oksigen dari udara

dan karbondioksida dari darah keudara. Akibat jaringan paru yang sangat tipis

dan halus memungkinkan aliran masuk bukan saja oksigen, tetapi berbagai zat

kimia lainnya kedalam darah. Selain kerusakan sistemik, bahan kimia berhasil

melewati permukaan paru mencederai jaringan paru dan menganggu fungsi

fitalnya untuk memasok oksigen.

Sedangkan efek pemaparan polutan udara terhadap kesehatan tenaga

kerja sangat beragam tergantung pada jumlah dan lamanya pemaparan, juga

tergantung pada status kesehatan tenaga kerja itu sendiri . Di industri inhalasi

bahan kimia dalam bentuk, gas, uap, atau partikel dan absorsinya melalui paru-

paru merupakan jalur pemaran yang paling penting .

2 Kulit (skin absorption)

Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat

kimia, tetapi untungnya kulit merupakan barrier yang paling efektif terhadap

berbagai jenis zat kimia. Apabila zat kimia menembus kulit toksitasnya

tergantung pada derajat absorpsi yang berlangsung, semakin besar absorpsi zat

tersebut semakin besar kemungkinan zat tersebut mengeluarkan efek toksitnya.

Zat kimia begitu masuk menembus kulit, zat tersebut akan memasuki darah dan

terbawah keseluruh tubuh. Kemampuan suatu zat kimia menembus kulit

tergantung pada dapat larutnya zat tersebut dalam lemak, seperti pelarut organik

dan fenol dapat terserap melalui kulit. Apabila kulit mengalami kerusakan

akibat ter-iris, tergores, atau penyakit, maka penyerapan bahan-bahan kimia

yang kontak dengannya masuk kedalam tubuh lebih cepat .


15

3 Tertelan (ingestion)

Ingesti adalah jalur masuknya senyawa yang terkandung dalam

makanan dan minuman ke dalam mulut. Zat kimia ditelan masuk kedalam tubuh

melalui absorpsi di saluran gastrointestinal. Jika tidak absorpsi, zat kimia itu

tidak dapat menimbulkan kerusakan sistemik. Absorpsi zat kimia dapat

berlangsung sepanjang saluran pencernaan makanan pada manusia terdiri dari

beberapa organ berturut-turut dimulai dari mulut (cavumoris), kerongkongan

(esofagus), lambung (ventrikulus), usus halus (intestinum), usus besar (colon),

dan anus. Lokasi utama absorpsi adalaha usus halus, karena fungsi fisiologisnya

dalam mengabsorpsi zat gizi.

2. Pengaruh Gabungan Dari Bahan-bahan Kimia

Pengaruh gabungan paparan dari bahan-bahan kimia, terjadi karena reaksi

kombinasi (gabungan) dari dua bahan kimia atau lebih peyerapannya ketubuh

manusia, dapat membentuk senyawa baru yang sangat berbeda dengan kandungan dan

sifat asalnya, dan bahkan lebih membahayakan terhadap kesehatan dai pada pengaruh

dari masing-masing asalnya.

3 Pengaruh Racun dari Bahan Kimia

Bahan kimia dapat menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda sesuai dengan

perbedaan cara dan jenis pemaparannya, untuk itu penaruh bahan kimia dapat

dikelompokan sebagai berikut;

1) Iritasi

Iritasi adalah diartikan suatu keadaan yang dapat menimbulkan bahaya

apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya

kulit, mata dan saluran pernapasan.


16

a Iritasi melalui kulit

Apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan klulit, bahan

itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung, sehingga kulit

menjadi kering, kasar dan luka. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan

kulit). Contoh; Kulit : asam, basa, pelarut, minyak. Pelarut adalah suatu zat

yang mengandung beberapa bahan (material) yang digunakan untuk

melarutkan bahan (material) lainnya Larutan encer: pedih dengan waktu

pemaparan yang lama, infeksi kulit bila kontak langsung

b Iritasi melalui mata

Kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia dengan mata bisa

menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai kerusakan permanen.

Tingkat keparahan dari kerusakan tersebut tergantung dosis (jumlah) dan

kecepatan penanggulangan P3K. Sebgai contoh bahan kimia yang

menyebabkan iritasi mata ialah asam dan alkali dan bahan-bahan pelarut.

c) Saluran pernapasan

Iritasi oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-bercak cair, gas

atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada daerah saluran

pernapasan bagian atas (hidung dan kerongkongan). Pada umumnya hal ini

terjadi di sebabkan oleh bahan-bahan yang mudah larut seperti ammonia,

formaldehid, sulfur oksida, asam dan alkalis yang diserap oleh lapisan lender

hidung dan kerongkongan.

2) Reaksi Alergi

Alergi bisa terjadi melalui proses paparan terhadap bahan kimia. Bahan

kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau

organ pernapasan.
17

a Kulit

Reaksi alergi dari kulit adalah suatu keadaanyang sering kita lihat

menyerupai dermatitis. Contoh bahan kimia: colophony (rosin), formaldehyde,

logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.

b Pernapasan

Kepekaan saluran pernpasan menyebabkan asma pada waktu bekerja .

Contoh bahan kimia: disocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

3) Kekurangan zat asam (asphyxiation)

Istilah sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses oksigensi dalam

jaringan tubuh yaitu ada dua jenis:

a Simple asphyxiantion (sesak nafas sederhana), Karena ini berhubungan dengan

kadar zat asam di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti

nitrogen, karbon dioksida, ethane, hydrogen atu helium yang kadar tertentu

mempengaruhi kelangsungan hidup. Udara normal biasanya mengandung 21%

zat asam. Apabila kandungan zat asam turun dibawah 17%, maka jaringan

tubuh akan mengalami kekurangan zat asam, sehingga menimbulkan gejala-

gejala seperti pusing , mual dan kehilangan konsentrasi. Situasi seperti ini bisa

terjadi dalam ruangan-ruangan kerja tertutup. Proses penurunan kadar zat asam

secara terus-menerus bias menyebabkan kehilangan, kesadaran dan kematian.


b Chemical asphyxiantion, Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat

mempengaruhi dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan

menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida. Pada

konsentrasi 0.05% karbon monoksida di udara, dapat menurunkan kapasitas

darah untuk mengangkut zat asam ke sberbagai jaringan tubuh.

4. Kehilangan kesadaran dan mati rasa.


18

Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu

seperti ethyl dan prophyl alcohol (alipaphatic alcohol), dan methylethyl keton

(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan

susunan syaraf pusat. Bahanbahan kimia tersebut akan mengakibatkan efek yang

sama seperti dalam keadaan mabuk. Paparan pada konsentrasi yang tinggi bisa

menimbulkan kehilangan kesadaran, bahkan bisa mematikan.

5. Keracunan Sistemik

Tubuh manusia memiliki sistem yang komplek. Keracunan sistemika

dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh terhadap

bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat menyebar keseluruh

tubuh. Pengaruhnya tidak seperti local pada salah satu bahagian atau daerah dari

tubuh. Salah satu fungsi organ hati adalah membersihkan bahan-bahan beracun dari

dalam darah serta mengubahnya menjadi bahan-bahan yang aman dan dapat larut

dalam air sebelum dibuang. Namun demikian ada beberapa bahan kimia yang

merusak organ hati. Tergantung dari dosis (jumlah) dan kekerapan dari paparan,

kerusakan yang terjadi terus menerus pada jaringan hati akan mengakibatkan

terjadinya penurunan fungsi hati. Cedera hati bisa disebbkan oleh bahan kimia

seperti bahan pelarut (alcohol, karbon tetraklorida, trikloro ethylene, kloroform)

dan hal ini bisa salah diagnose sebagai hepatitis, sebagaimana gejolak-gejolak kulit

dan mata berwarna kekuningkuningan yang diakibatkan oleh bahan-bahan kimia

tersebut, mempunyai efek yang sama yang terjadi pada hepatitis

6. Kanker
19

Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan sel-

sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat

karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bevariasi

antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenic, asbestos, chromium,

nikel dapat menyebabkan kanker paru-paru, Kanker rongga hidung dan sinus

disebabkan oleh chromium, isopropyl oils, nikel, debu kayu dan debu kulit. Kanker

kandungan kencing erat hubungannya dengan kepajanan terhadap benzidine, 2-

napthyllamine dan debu kulit. Kanker sumsum tulang belakang disebkan oleh

benzene.

7. Efek Reproduksi

Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari

seorang manusia. Dari perkembangan studi bahan-bahan racun adalah faktor yang

dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, seperti:

manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol,

mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide,

pelarut.

8. Paru-paru kotor (pneumoconiosis)

Adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya partikel-

partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari

jaringan paru. Dengan adanya pneumoconiosis kemampuan paru-paru untuk

menyerap zat asam akan menurun dan korbannya akan mengalami/merasakan

napas yang pendek.


20

2.4 Evaluasi Faktor Kimia di Lingkungan Kerja

Evaluasi faktor lingkungan kerja kimia dimaksudkan sebagai usaha teknis untuk

mengetahui secara baik kualitatif maupun kuantitatif factor apa yang terdapat di

lingkungan kerja tersebut. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.Kep.187/MEN/1999,

tentang pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja, dimana bahan kimia

berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau campuran yg berdasarkan sifat

kimia dan atau fisika dan atau toksikologi berbahaya terhadap tenaga kerja, instalasi dan

lingkungan Menurut Olishifski.J.B (1988): tanggung jawab dan kewajiban manajemen

dalam program pengendalian bahaya ditempat kerja antara lain sebagai berikut :

1 Pengendalian bahaya- bahaya kesehatan


2 Bahan baku dari segi produksi dan faktor resiko proses produksi yang aman dan

dipahami oleh tenaga kerja


3 Isolasi peralatan produksi
4 Perlengkapan kerja tenaga kerja
5 Perlengkapan alat pengaman untuk mesin/alat, maupun untuk tenaga kerja (personal

protective equipment)
6 Melaksanakan pengukuran dan monitoring lingkungan kerja (monitoring and

measurement procedures)
7 Prosedur tetap keadaan darurat (emergency respone procedures)
8 Pengendalian tekinis(engineering contorl)

Untuk mengetahui besarnya paparan bahaya bahan kimia terhadap tenaga kerja

diupayakan pengendalian secara Tekinis (engineering contorl) pada:

1 sumber/surce
2 sebaran/path
3 receiver/penerima

Pada pengkajian hirarki pengendalian (Hierarchy of Control) menurut OSHA =

Occupational Safety and Health Administration, dan ANSI = American National Standards

Institution Z10:2005, seperti dilukis pada

1. Eliminasi, yaitu menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya

2. Subtitusi, yaitu menganti dengan bahan lain yang kurang berbahaya


21

3. Isolasi, yaitu proses kerja berbahaya disendirikan

4. Engeneering control/pengemdalian teknis, adalah pengendalian yang sifatnya teknis

5. Pengendalian administrasi

6. PPE/personal protective equipment, yaitu penggunaan alat pelindung diri (masker, kaca

mata, pakaian kerja khusus, sepatau, dan lain- lain)

Dalam upaya pengendalian potensi bahaya di tempat kerja, maka perlu adanya

pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar pengendalian yang harus diikuti yaitu melalui

tahapan sebagai berikut :

1 Pengenalan potensi bahaya yang ada maupun resiko yang mungkin timbul (Hazards

Identification).
2 Penilaian tingkat resiko yang mungkin timbul (Risks Assessment).
3 Penentuan dan pemilihan tindakan pencegahan monitoring atau pengukuran lingkungan

kerja, untuk mengetahui besarnya tingkat resiko di tempat kerja . Dari data hasil

pengukuran lingkungan kerja bila telah melebihi ketentuan stdard Nilai Ambang Batas

(NAB) dan pengendalian yang tepat dengan menggunakan metode hirarki pengendalian

(Risks Control), diadakan suatu analisa dan disusun sebagai umpan balik dalam proses

pencegahan, dengan eliminasi atau sibtitusi, bila bahaya tersebut bisa di eliminasi atau

disibtitusi (ya), baru didakan pengendalian bahaya, dan bila (tidak) berarti dilaksanakan

proses isolasi

BAB III

STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

1 Kasus
22

Dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di perusahaan industri
otomotif kawasan industri Cibitung, Jawa Barat

Kasus ini kami ambil dari sebuah jurnal, dimana peneliti melakukan penelitian selama
2 bulan, dalam kasus ini terdapat Populasi (306 orang) adalah karyawan atau pekerja di
sebuah perusahaan industri otomotif yang bekerja pada suatu unit dengan kontak
terhadap bahan kimia dan atau logam. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 114
orang pekerja yang sehari- harinya berhubungan dengan bahan kimia non-logam dan 192
orang pekerja yang berhubungan dengan logam, yang terpapar sehari-hari dengan bahan
kimia logam (rotor 142 orang, ignition coil 31 orang, armature 9 orang dan CDI 10
orang). Pekerja yang mengalami kontak dengan logam berada pada bagian armature,
ignition coil, rotor, dan CDI. Pekerja pada bagian yang mengalami kontak dengan bahan
kimia non-logam yaitu bagian starting dan stator. Bagian starting adalah bagian yang
merakit kabel panjang berbahan dasar tembaga dengan menggunakan bahan perekat/lem
dari resin dalam jumlah yang besar. APD yang digunakan adalah sarung tangan dari kain.
Bagian stator merupakan lanjutan dari bagian starting, dimana pekerja menambahkan
suatu komponen dengan menggunakan perekat berbahan dasar resin, lalu mencucinya
dengan suatu larutan bahan kimia, yaitu trichloroethylene (trikloroetilen) dan centro.
Pada bagian armature pekerja melilitkan kabel panjang berbahan dasar tembaga pada
core (besi besar untuk suku cadang) untuk selanjutnya diserahkan ke bagian starting
untuk dirakit. Pada bagian rotor, pekerja mencetak suatu lempengan baja menjadi
berbentuk bulat yang nantinya akan dimodifikasi menjadi rotor (penggerak). Pada bagian
CDI, pekerja merakit elektroda ke suatu lempengan PCB (Printed Circuit Board) dengan
rumus-rumus yang nantinya akan disolder kesuatu PCB tersebut. Pekerja rata-rata
bekerja 8 jam/hari. Dari keseluruhan populasi terdapat 54 orang pekerja yang menderita
dermatitis baik akut,sub akut maupun kronis, penelitian tersebut dilihat dari lama bekerja
dan frekuensi kontak bahan.

3.2 Pembahasan Kasus

Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK (Penyakit Akibat Kerja),
terbanyak bersifat nonalergi atau iritan . Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu
23

dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat
akut maupun kronis. Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah
bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang
berhubungan dengan pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya.
Disamping bahan penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang mempermudah
timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan, dan oklusi.

Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui dapat menimbulkan dermatitis termasuk di
perusahaan industri otomotif ini, yaitu serpihan-serpihan besi/baja. Dermatitis kontak
alergi dapat terjadi bila bahan zat kimia, sebagai hapten berikatan dengan protein
pembawa di kulit dan menimbulkan dermatitis kontak alergi tipe IV. Urtikaria dapat
terjadi akibat kontak dengan bahan dalam lingkungan kerja yang menimbulkan urtikaria
alergi Tipe I (zat kimia) atau urtikaria nonalergi. Faktor fisik lingkungan kerja seperti
tekanan, panas, dingin, dan lainnya dapat juga menimbulkan urtikaria nonalergi (urtikaria
fisik) .Pada perusahaan industri otomotif ini terdapat salah satu risiko bahaya beserta
penyakit yang sering ditimbulkan terutama pada buruh-buruh yang sebagian besar wanita
yaitu penyakit dermatitis kontak pada pekerja yang timbul akibat kontak pekerja dengan
campuran zat kimia untuk merekatkan, mencuci, serta melicinkan suku cadang hasil
produksi. Oleh karena ini merupakan industri otomotif, maka pekerja secara langsung
juga akan kontak dengan logam yang merupakan suku cadang motor. Bahan kimia yang
digunakan dalam industri tersebut adalah trichloroethylene (trikloroetilen) dan
centro.Trichloroethylene yang lain juga dapat digunakan di tingkat industri kimia yaitu
untuk pembersihan logam, Sebagai bahan pembuatan cat, bahan dalam pelapisan logam,
Sebagai pengering dalam sistem pembersih. Yang memiliki efek jangka panjang dan
jangka pendek, salah satunya dermatitis yang terjadi pada pekerja industri tersebut, selain
itu menurut penelitian Institusi Kanker Nasional di Amerika melaporkan bahwa banyak
kasus hepatoceluller carsinomas yang disebabkan oleh akumulasi TCE dan mereka
menyatakan bahwa TCE dapat mengakibatkan keracunan, terutama pada organ.

Dalam perusahaan tersebut harus ditekankan standarisasi penggunaan APD,


Kebiasaan memakai alat pelindung diri diperlukan untuk melindungi pekerja dari kontak
dengan bahan kimia. Pekerja yang selalu menggunakan sarung tangan dengan tepat
denganNitrile,Vinyl dan neoprene gloves yang fungsinya untuk melindungi tangan dari
bahan-bahan kimia yang beracun dan berbahaya. akan menurunkan terjadinya dermatitis
24

kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan dermatitis kontak. Pemakaian
sarung tangan, topi kerja dan wear packLama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia,
maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit.
Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi
perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia
dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits
(OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang
melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata- rata 8 jam per hari. Frekuensi kontak
yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan
terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit
akan menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak
proporsional . Oleh karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat
kerja adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
25

Dari penjelasan, terdapat adanya pengaruh antara dermatitis kontak dengan


kedisiplinan pemakaian APD. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK (Penyakit
Akibat Kerja), terbanyak bersifat nonalergi atau iritan. Kebiasaan memakai alat pelindung
diri diperlukan untuk melindungi pekerja dari kontak dengan bahan kimia. Peggunaan sarung
tangan dengan tepat seperti Nitrile, Vinyl dan neoprene gloves yang fungsinya untuk
melindungi tangan dari bahan-bahan kimia yang beracun dan berbahaya, akan menurunkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan dermatitis
kontak. Pemakaian sarung tangan, topi kerja dan wear pack. Lama kontak mempengaruhi
kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka
peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Pengendalian
risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan.

4.2 Saran

Sehingga bisa disarankan jika, para pekerja tersebut bisa mengurangi waktu kontak
dengan bahan-bahan kimia tersebut, atau dengan pengguaan APD dengan tepat dan benar,
sehingga resiko terkena dermatitis bisa diminimalisir.

Anda mungkin juga menyukai