PENDAHULUAN
1
perawatan, diagnosis dan pengobatan. Selain itu, tingginya kejadian infeksi
nosokomial menimbulkan citra buruk sebuah rumah sakit dan penurunan jumlah
konsumen. Dampak buruk infeksi nosokomial tidak hanya itu, tetapi juga membawa
dampak hukum, dimana terjadi tuntutan pengadilan yang membawa kerugian
material dan immaterial.5
Journal of Hospital Infection 2008 melaporkan, lebih dari 1,4 juta pasien di
seluruh dunia, baik di negara berkembang dan negara maju, menderita penyakit yang
disebabkan infeksi terkait perawatan di rumah sakit. Secara umum di seluruh dunia, 5-
10 persen pasien mengalami infeksi nosokomial, dengan prevalensi rata-rata 20
hingga 30 persen pada pasien yang masuk ke bangsal ICU.6
2
transmisi infeksi di rumah sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan
pertama dalam pemberian pelayanan yang bermutu.7
Penggunaan APD merupakan salah satu bagian dari usaha tenaga kesehatan
untuk menyediakan lingkungan yang bebas dari infeksi sekaligus sebagai upaya
perlindungan diri dan pasien terhadap penularan penyakit. Seorang tenaga kesehatan
diharapkan mempunyai motivasi untuk berperilaku mencegah terjadinya infeksi
nosokomial. Penyusunan prosedur tetap atau standart operasional prosedur yang
mengatur tentang APD di rumah sakit, akan mengurangi risiko seorang tenaga
kesehatan tertular oleh penyakit sehingga keselamatan kerja akan lebih terjamin dan
pemberian pelayanan akan lebih bermutu karena dilakukan sesuai standart operasional
yang ada selain itu juga dapat memberikan sanksi tegas bagi mereka yang tidak patuh
terhadap kebijakan yang ditetapkan.5,6
Di rumah sakit Sam Ratulangi berdasarkan pengalaman yang terjadi peneliti
bersama tenaga medis lainnya pernah kontak dengan pasien infeksi. Kejadian ini
membuat semua petugas kesehatan yang bertugas saat pasien tersebut masuk unit
gawat darurat dan selama pasien mendapat perawat di rawat inap harus vaksinasi.
Semuanya berjumlah hampir 50 orang petugas kesehatan meliputi dokter, perawat
maupun mahasiswa perawat. Selain itu, fasilitas-fasilitas penunjang seperti handwrab
tidak ada, air terkadang mati, tempat sampah non medis dan medis tidak memadai,
bahkan tempat jarum bekas dan benda tajam lainnya juga belum memadai. Di ugd
peneliti melihat ada beberapa petugas kesehatan yang belum menggunakan Alat
Pelindung Diri belum sesuai dengan ketentuan penggunaan APD namun tidak pernah
dilaporkan mengenai dengan jelas mengenai angka kejadian infeksi yang pernah
terjadi pada petugas kesehatan. Berdasarkan masalah diatas penulis ingin mengambil
residensi tentang penatalaksanaan Program Pengedalian Infeksi khususnya di unit
gawat darurat.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui gambaran pencegahan dan pengendalian infeksi di unit gawat
darurat RSUD Sam Ratulangi Tondano.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi mahasiswa
- Menambah pengetahuan dan pengalaman tentang program pengendalian dan
pencegahan infeksi di unit gawat darurat di RSUD Sam Ratulangi Tondano
3
- Memberikan pemahaman kepada petugas kesehatan tentang pentingnya
pengendalian dan pencegahan infeksi melalui penggunaan APD maupun
program cuci tangan.
1.3.2 Bagi Rumah sakit
Membantu rumah sakit dalam program pengendalian dan pencegahan infeksi di unit
gawat darurat di RSUD Sam Ratulangi Tondano
1.3.3 Bagi Institusi pendidikan
Menjadi umpan balik pengembangan materi kurikulum dan metode pembelajaran.
BAB II
4
TINJAUAN PUSTAKA
1 GAWAT DARURAT
A. Pengertian Gawat Darurat
Menurut Azrul (1997) yang dimaksud gawat darurat (emergency care) adalah bagian
dari pelayanan kedokteran yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk
menyelamatkan kehidupannya (life saving).
Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah
pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum jelas.
Maksud dari pelayanan rawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang
dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya. Unit
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat darurat disebut dengan
nama Instalasi Gawat Darurat (IGD). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki,
keberadaan IGD dapat beraneka macam. Namun yang lazim ditemukan adalah yang
tergabung dalam rumah sakit.
Meskipun telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu negara bukan
berarti tiap rumah sakit memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri. Penyebab utama
kesulitan untuk mengelola IGD adalah karena IGD merupakan salah satu dari unit
kesehatan yang paling padat modal, padat karya, serta padat teknologi.
IRD yaitu suatu tempat / unit pelayanan dirumah sakit yang memiliki tim kerja
dengan kemampuan khusus dan peralatan yang memebrikan pelayanan pasien gawat
darurat yang terorganisir. Instalasi pelayanan pertama bagi pasien yang datang ke rumah
sakit terutama dalam hal kedaruratan berdasrkan kriteria standart baku.
B. Kegiatan IGD
Instalasi Gawat Darurat yang merupakan suatu bentuk penanganan kegawatdaruratan
memiliki berbagai macam kegiatan. Menurut Flynn (1962) dalam Azrul (1997) kegiatan IGD
secara umum dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan pelayanan gawat darurat.
Kegiatan utama yang menjadi tanggung jawab IGD adalah menyelenggarakan
pelayanan gawat darurat. Sayangnya jenis pelayanan kedokteran yang bersifat khas
seing disalah gunakan. Pelayanan gawat darurat yang sebenarnya bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita (live saving), sering dimanfaatkan hanya untuk
5
memperoleh pelayanan pertolongan pertama (first aid) dan bahkan pelayanan rawat
jalan (ambulatory care)
b. Menyelenggarakan pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan
pelayanan rawat inap intensif.
Kegiatan kedua yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
pelayanan penyaringan untuk kasus-kasus yang membutuhkan pelayanan intensif.
Pada dasarnya pelayanan ini merupakan lanjutan dari pelayanan gawat darurat, yakni
dengan merujuk kasus-kasus gawat darurat yang dinilai berat untuk memperoleh
pelayanan rawat inap intensif.
c. Menyelenggarakan pelayanan informasi medis darurat.
Kegiatan ketiga yang menjadi tanggung jawab UGD adalah menyelenggarakan
informasi medis darurat dalam bentuk menampung serta menjawab semua pertanyaan
anggota masyarakat yang ada hubungannya dengan keadaan medis darurat
(emergency medical questions).
C. Disiplin Pelayanan
Disiplin pelayanan adalah suatu aturan yang berkaitan dengan cara memilih anggota
antrian yang akan dilayani lebih dahulu. Disiplin yang biasa digunakan adalah (Subagyo,
1993) :
1. FCFS : First Come-First Served (pertama masuk, pertama dilayani)
2. LCFS : Last Come-First Served (terakhir masuk, pertama dilayani)
3. SIRO : Service In Random Order (pelayanan dengan urutan acak)
4. Emergency First : Kondisi berbahaya yang didahulukan.
Dalam hal kegawatdaruratan pasien yang datang ke IRD akan dilayani sesuai urutan
prioritas yang ditunjukan dengan labelisasi warna ,yaitu :
a. Biru : Gawat darurat,resusitasi segera yaitu Untuk penderita sangat gawat/ ancaman
nyawa.
b. Merah : Gawat darurat,harus MRS yaitu untuk penderita gawat darurat (kondisi stabil /
tidak membahayakan nyawa )
c. Kuning : Gawat darurat ,bisa MRS /Rawat jalan yaitu Untuk penderita darurat, tetapi
tidak gawat
d. Hijau : Gawat tidak darurat,dengan penanganan bisa rawat jalan yaitu Untuk bukan
penderita gawat.
e. Hitam : Meninggal dunia
6
Prioritas dari warna-warna tersebut, yaitu :
1. Biru : a) Henti jantung yang kritis
b) Henti nafas yang kritis
c) Trauma kepala yang kritis
d) Perdarahan yang kritis
2. Merah : a) Sumbatan jalan nafas atau distress nafas
b) Luka tusuk
c) Penurunan tekanan darah
d) Perdarahan pembuluh nadi
e) Problem kejiwaan
f) Luka bakar derajat II >25 % tidak mengenai dada dan muka
g) Diare dengan dehidrasi
h) Patah tulang
3. Kuning : a) Lecet luas
b) Diare non dehidrasi
c) Luka bakar derajat I dan derajat II > 20 %
4. Hijau : a) Gegar otak ringan
b) Luka bakar derajat I
Gawat : Suatu keadaan yang mengancam nyawa pasien
Darurat : Suatu keadaan yang segera memerlukan pertolongan
Saat tiba di IRD pasien biasanya menjalani pemilahan terlebih dahulu anamnesis
untuk membantu menentukan sifat dan keparahan penyakitnya. Penderita yang kena penyakit
serius biasanya lebih sering mendapat visite lebih sering oleh dokter daripada mereka yang
penyakitnya tidak begitu parah . Setelah penaksiran dan penanganan awal pasien bisa dirujuk
ke Rumah sakit distabilkan dan dipindahkan ke rumah sakit lain karena berbagai alasan atau
dikeluarkan. Kebanyakan IRD buka 24 jam ,meski pada malam hari jumlah staf yang ada
akan lebih sedikit.
D. Tujuan ird
1. Mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat
2. Menerima rujukan pasien atau mengirim pasien
3. Melakukan penanggulangan korban musibah masal dan bencana yang
terjadi dalam maupun diluar rumah sakit
7
4. Suatu IRD harus mampu memberikan pelayanan dengan kualitas tinggi pada masyarakat
dengan problem medis akut
E. Kriteria ird
1. IRD harus buka 24 jam
2. IRD juga harus memiliki penderita penderita false emergency (korban yang
memerlukan tindakan medis tetapi tidak segera),tetapi tidak boleh memggangu /
mengurangi mutu pelayanan penderita- penderita gawat darurat.
3. IRD sebaiknya hanya melakukan primary care sedangkan definitive care dilakukan
ditempat lain dengan cara kerjasama yang baik
4. IRD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya dalam
penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD)
5. IRD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu / kualitas pelayanan kesehatan
masyarakat sekitarnya.
8
I. Prinsip penanggulangan penderita gawat darurat
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam unit gawat darurat berdasarkan Prioritas
Perawatannya, antara lain :
a. Gawat Darurat (P1)
Keadaaan yang mengancam nyawa/adanya gangguan ABC dan perlu tindakan
segera, misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran , trauma mayor dengan
perdarahan hebat
b. Gawat Tidak Darurat (P2)
Keadaan mengangancam nyawa tetepi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka ditindak lanjuti oleh dokter specialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainya.
c. Darurat Tidak Gawat (P3)
Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien
sadar, tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitif. Untuk
tindak lanjut dapat ke poliklinik, misalnya: laserasi, fraktur minor/tertutup,sistitis,
otitis media dan lainya.
d. Tidak Gawat Tidak Darurat
Keaadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan gawat.
Gejala dan tanda klinis ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya (ENA, 2001;Iyer, 2004)
9
berasal dari lingkungan RS (hospital acquired infection) yg sebelumnya lebih dikenal dengan
istilah infeksi nosokomial.
Tujuan pengorganisasian program PPI adalah mengidentifikasi dan menurunkan risiko
infeksi yg didapat dan ditularkan diantara pasien, staf, tenaga profesional kesehatan, tenaga
kontrak, tenaga sukarela, mahasiswa dan pengunjung.
Standar PPI menunjuk satu atau lebih individu mengawasi seluruh kegiatan PPI.
Individu tersebut kompeten dalam praktek PPI yang diperolehnya melalui pendidikan,
pelatihan, pengalaman atau sertifikasi. Hal ini dikenal dengan istilah Infection Controling
Nurse atau Infection Prevention and Controling Nurse (ICN/IPCN).
ICN (infection control nurse)/IPCN (Infection prevention and control nurse), bekerja
purna waktu dengan ratio 1 IPCN untuk tiap 100 150 tempat tidur di rumah sakit. Dalam
bekerja IPCN dapat dibantu beberapa IPCLN (Infection prevention and control link nurse)
dari tiap unit, terutama yg berisiko terjadinya infeksi.
Kriteria IPCN adalah :
Perawat dng pendidikan min D 3 & memiliki sertifikasi pelatihan PPI/IPCN
Memiliki komitmen di bidang PPI
Memiliki pengalaman sebagai Ka ruangan atau setara
Memiliki kemampuan leadership, inovatif dan confident
Bekerja purna waktu
Tugas & tanggung jawab PPI mengacu pada buku pedoman manajerial PPI & fas
yankes lainnya
Ada penetapan mekanisme koordinasi untuk seluruh kegiatan PPI yang melibatkan
dokter, perawat dan tenaga lainnya sesuai ukuran dan kompleksitas rumah sakit. Untuk itulah
dibentuk Komite Pengendalian dan Pencegahan Infeksi. Komite ini memliki tugas untuk
menetapan mekanisme untuk koordinasi program pencegahan dan pengendalian infeksi yang
melibatkan dokter, perawat, profesional PPI, urusan rumah tangga (housekeeping) serta
tenaga lainnya sesuai ukuran dan kompleksitas rumah sakit.
Susunan Komite PPI
1. Ketua sebaiknya dokter (IPCO/Infection Prvention and Control Officer)
2. Sekretaris sebaiknya IPCN
Anggota :
3. Dokter wakil dari tiap SMF
4. Dokter ahli epidemiologi
10
5. Dokter Mikrobiologi/Patologi klinik
6. Petugas Lab
7. Petugas farmasi
Pembuatan
8. Perawat PPI/IPCN Program PPI
9. Petugas CSSD
10. Petugas Laundry
11. Petugas IPSRS/Maintenance
12. Petugas Sanitasi
13. Petugas House keeping
14. Petugas K-3 RS
15. Petugas Kamar Jenazah
BAB III
GAMBARAN UMUM RSUD SAM RATULANGI TONDANO
A. Keadaan Geografis
Rumah Sakit Umum Daerah DR. Sam Ratulangi Tondano merupakan rumah sakit tipe
12
2
C dan menempati areal seluas 14.000 m . Berikut ini merupakan data dasar RSUD DR. Sam
Ratulangi Tondano :
Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1:50.000, lembar 2417-23 Manado terbitan badan
Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (1991)
Gambar 1. Lokasi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano
Rumah Sakit Umum Daerah DR. Sam Ratulangi Tondano terletak di Ibu Kota
Kabupaten Minahasa. Jarak dari pusat kota Tondano ke RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano
sekitar 1.5 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor (mobil, motor) maupun
kendaraan tradisional (bendi). RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano merupakan rumah sakit
rujukan dari 21 Puskesmas dan dokter keluarga yang ada di Kabupaten Minahasa, yaitu :
1 Puskesmas Koya
13
2 Puskesmas Papakelan
3 Puskesmas Tonsea Lama
4 Puskesmas Tanawangko
5 Puskesmas Tateli
6 Puskesmas Pineleng
7 Puskesmas Tombulu
8 Puskesmas Remboken
9 Puskesmas Kakas
10 Puskesmas Wolaang
11 Puskesmas Manembo
12 Puskesmas Walantakan
13 Puskesmas Tompaso
14 Puskesmas Kawangkoan
15 Puskesmas Sonder
16 Puskesmas Tandengan
17 Puskesmas Kombi
18 Puskesmas Seretan
19 Puskesmas Lolah
20 Puskesmas Tumaratas
21 Puskesmas Kakas Barat
Pada tahun 1942-1945 di bawah kekuasaan Jepang rumah sakit ini dikelola langsung
oleh tentara Jepang. Kemudian pada tahun 1945-1948 beralih di bawah pengelolaan
pemerintah Belanda yang berstatus tidak jelas. Pada tahun 1949 Pemerintah Daerah tingkat II
Minahasa mengelola rumah sakit ini dengan status belum ada ketentuan dan pada tahun 1978
ditetapkan dan diganti namanya menjadi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano.
Berdasarkan SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Minahasa No.32 Tahun 1978 dan
SK Menkes No.303/Menkes/SK/IV/Tahun 1987 serta Keputusan Bupati Kepala Daerah
14
Tingkat II Minahasa No.92 Tanggal 30 November 1988 RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano,
ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C dengan nomor kode 71.03.015 yang menjadi salah satu
rumah sakit rujukan di Kabupaten Minahasa.
Rumah Sakit Umum Daerah DR. Sam Ratulangi Tondano telah melalui beberapa kali
kepemimpinan direktur sejak tahun 1975. Adapun nama-nama direktur di RSUD DR. Sam
Ratulangi Tondano sejak tahun 1975 sampai sekarang ialah:
Tabel 1. Nama Direktur dan Tahun Kepeminpinan
Visi : Terwujudnya pelayanan kesehatan yang prima, terjangkau dan berdaya saing di RSUD
DR. Sam Ratulangi Tondano pada tahun 2013.
15
Maklumat/Janji : Kepuasan Anda Prioritas Kami
Motto : Senyum, Mutu, Aman, Responsif, Terpercaya
D Struktur Orgaisasi
E. Ketenagaan
RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano memiliki 276 orang pegawai terdiri dari 164
orang PNS dan 112 orang tenaga honorer dengan berbagai kualifikasi pendidikan baik di
bidang kesehatan maupun non kesehatan/administrasi. Adapun seluruh sumber daya manusia
yang dimiliki pada tahun 2014 ialah sebagai berikut:
Tabel 2. Pejabat Struktural
Mengikuti Diklatpim
No. Pejabat Struktural Jumlah
II III IV
1. Eselon III b 1 - 1 -
2. Eselon III a 4 - - -
16
3. Eselon IV a 9 - - 2
Jumlah 14 - 1 2
Sumber: Sub Bagian Kepegawaian
Di RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano terdapat 14 orang pejabat struktural yaitu
kepala rumah sakit, kepala bidang/bagian dan kepala seksi tertentu. Pejabat struktural dengan
pangkat Eselon IIIb ialah Direktur rumah sakit, Pejabat struktural dengan pangkat Eselon
IIIa terdiri dari 4 orang yaitu Kepala Bidang Tata Usaha, Kepala Bidang Medis, Kepala
Bidang Keperawatan dan Kepala Bidang Penunjang Medis. Pejabat struktural dengan
pangkat IVa terdiri dari 5 orang yaitu Kepala Sub Bagian Keuangan dan Pelaporan, Kepala
Sub Bagian Kepegawaian, Kepala Sub Bagian Umum, Kepala Seksi Keperawatan I dan
Kepala Seksi Penunjang Medis I. Dari 10 orang pejabat struktural, 3 orang (30%) telah
mengikiti Diklatpim.
Tabel 3. Tenaga Dokter
Jenis
Status
Kelamin
No. Tenaga Dokter Kontrak Honor L P Jumlah
PNS PTT /Part
time
1. Dokter Spesialis Penyakit - - 2 - 1 1 2
Dalam
2. Dokter Spesialis Obstetri- 1 - 2 - 2 1 3
Ginekologi
3. Dokter Spesialis Anak - - 3 - - 3 3
4. Dokter Spesialis Bedah - - 1 - 1 - 1
5. Dokter Spesialis Radiologi - - 1 - 1 - 1
6. Dokter Spesialis Anastesi - - 1 - 1 - 1
7. Dokter Spesialis - 1 - - - 1 1
Rehabilitasi Medik
8. Dokter Spesialis Mata 1 - - - - 1 1
9. Dokter Spesialis Kulit dan - 1 - - - 1 1
Kelamin
10. Dokter Spesialis Patologi 1 - - - - 1 1
Klinik
17
11. Dokter Umum 12 2 2 4 3 14 20
12. Dokter Gigi 1 2 - - 1 2 3
Total 16 6 12 4 10 28 38
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Jumlah total dokter ialah 38 orang, dokter umum berjumlah 20 orang sebagian besar
berstatus PNS, sementara yang lainnya merupakan dokter PTT (2 orang), part time (2 orang)
dan honorer (4 orang). Dokter spesialis yaitu 14 orang terdiri dari 2 orang PNS Kabupaten
Minahasa dan yang lainnya merupakan dokter kontrak (PNS pusat/non PNS) yang
keahliannya sangat dibutuhkan untuk optimalisasi pelayanan kesehatan paripurna di RSUD
DR. Sam Ratulangi Tondano.
Tabel 4. Tenaga Perawat dan Bidan
Status Jenis Kelamin
No. Tenaga Perawat/Bidan Jumlah
PNS Honor L P
1. Ners 12 8 4 16 20
2. S1 Keperawatan 21 4 4 21 25
3. DIII Keperawatan 31 45 16 60 76
4. SPK 9 2 1 10 11
5. DIII Perawat Gigi 1 1 1 1 2
6. SPRG 1 - - 1 1
7. DIV Kebidanan 6 - - 6 6
8. DIII Kebidanan 6 5 - 11 11
9. DI Kebidanan 2 - - 2 2
Total 89 65 26 128 154
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Total tenaga perawat dan bidan berjumlah 154 orang, terdiri dari 89 orang PNS dan
65 orang honorer. Dengan jumlah tersebut sudah cukup memenuhi kebutuhan tenaga perawat
baik baik di ruang rawat inap maupun rawat jalan. Harapan kedepan, jumlah tenaga perawat
PNS akan bertambah mengingat tenaga perawat honorer yang masih cukup banyak yaitu 65
orang.
Tabel 5. Tenaga Farmasi
No. Tenaga Farmasi Status Jenis Kelamin Jumlah
PNS Honor L P
18
1. Apoteker 4 - 1 3 4
2. S1 Farmasi 1 1 - 2 2
3. DIII Farmasi 2 - - 2 2
4. SMF 2 - - 2 2
Total 9 1 1 9 10
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Tenaga farmasi berjumlah 10 orang dengan status PNS terdiri dari Apoteker, Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Sekolah Menengah Farmasi. Jumlah ini belum memenuhi
kebutuhan akan tenaga farmasi, karena data dari Sub Bagian Kepegawaian menunjukan
masih dibutuhkan 3 orang tenaga farmasi.
Tabel 6. Tenaga Gizi
Status Jenis Kelamin Jumlah
No. Tenaga Gizi
PNS Honor L P
1. DIII Gizi 2 1 1 2 3
2. SPAG 1 - 1 - 1
Total 3 1 2 2 4
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Tenaga gizi yang ada berjumlah 3 orang dengan status PNS dan 1 orang honorer,
terdiri dari Ahli Madya Gizi dan Sekolah Ahli Gizi. Adapun pelayanan yang diberikan
melingkupi konsultasi pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien rawat inap dan logistik. Jumlah
tenaga gizi yang dibutuhkan menurut Sub Bagian Kepegawaian ialah 4 orang.
Tabel 7. Tenaga Fisioterapi
Status Jenis Kelamin Jumlah
No. Tenaga Fisioterapi
PNS Honor L P
1. DIV Fisioterapi 4 - 1 3 4
2. DIII Fisioterapi 3 2 1 4 5
Total 7 2 2 7 9
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Jumlah tenaga fisioterapi ialah 9 orang terdiri dari 7 orang PNS dan 2 orang honorer.
Pelayanan yang diberikan terdiri dari rawat jalan dan rawat inap. Namun karena pada bagian
19
lain seperti Rekam Medik (karcis) dan Instalasi Farmasi masih membutuhkan
tenaga, maka 2 orang tenaga honorer diperbantukan pada masing-masing bagian tersebut.
Dengan demikian tenaga Fisioterapis yang ada sudah memenuhi kebutuhan.
Tabel 8. Tenaga Kesehatan Masyarakat
Tenaga Kesehatan Status Jenis Kelamin Jumlah
No.
Masyarakat PNS Honor L P
1. S1 Kesehatan Masyarakat 2 - 1 1 2
2. DIII Kesehatan Lingkungan 3 - 1 2 3
3. SPPH 3 - - 3 3
Total 8 - 2 6 8
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Jumlah tenaga Analis Kesehatan (Laboratorium) ialah 4 orang terdiri dari 1 orang
PNS dan 5 orang honorer. Dengan jumlah tersebut diharapkan telah memenuhi kebutuhan
tenaga analis di RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano.
Tabel 10. Tenaga Perekam Medis dan Paramedis Teknologi Transfusi Darah
Tenaga Analis Kesehatan Status Jenis Kelamin
No. Jumlah
dan Perekam Medis PNS Honor L P
1. DIII Rekam Medis 1 - - 1 1
2. DI Paramedis Teknologi - 1 1 - 1
Transfusi Darah
20
Total 1 1 1 1 2
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
masing-masing 1 orang. Berdasarkan data dari Sub Bagian Kepegawaian dibutuhkan 4 orang
tenaga Perekam Medis untuk mengoptimalkan pelayanan Rekam Medis pasien rawat jalan
maupun rawat inap di RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano.
Tabel 11. Tenaga Non Kesehatan
Status Jenis Kelamin Jumlah
No. Tenaga Non Kesehatan
PNS Honor L P
1. Sarjana Sosial 2 - 1 1 2
2. Sarjana Ilmu Pemerintahan 2 - 1 1 2
3. Sarjana Ekonomi 7 3 4 6 10
4. Master Science 1 - 1 1 1
5. Sarjana Teknik Mesin 1 - - 1 1
6. Sarjana Teknik Informatika - 1 1 - 1
7. Sarjana Pendidikan - 1 - 1 1
8. D1 Teknik Informatika - 1 1 - 1
9. SMA/sederajat 16 24 16 24 40
10. SMP - 1 - 1 1
11. SD/SR - 2 - 2 2
Total 29 33 25 37 62
Sumber : Sub Bagian Kepegawaian
Tenaga Non Kesehatan terdiri dari PNS 29 orang dan honorer 33 orang dengan
jenjang pendidikan yang berfariasi. Jumlah total tenaga Non Kesehatan ialah 62 orang dan
terbagi sebagai tenaga administrasi perkantoran, tenaga sekuriti, tenaga sopir kendaraan
dinas/operasional, tenaga juru masak dan tenaga wash/loundry. Menurut Sub Bagian
Kepegawaian jumlah tersebut telah cukup memenuhi kebutuhan tenaga non kesehatan di
RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano.
F Fasilitas Pelayanan
a. Pelayanan Rawat Inap
1 Perawatan Penyakit Dalam
21
2 Perawatan Bedah
3 Perawatan Obstertri dan Ginekologi
4 Perawatan Perinatologi
5 Perawatan Anak
6 Perawatan Neurologi
7 ICU
8 VIP/VVIP
b Pelayanan Rawat Jalan
1 Poliklinik Penyakit Dalam
2 Poliklinik Bedah
3 Poliklinik Obstetri dan Ginekologi
4 Poliklinik Anak
5 Poliklinik Imunisasi dan Tumbuh Kembang
6 Poliklinik Mata
7 Poliklinik Gigi
8 Poliklinik Fisioterapi
9 Poliklinik Kulit dan Kelamin
10 Poliklinik TB
11 Poliklinik Jantung
12 Poliklinik Neurologi
13 Unit Gawat Darurat (UGD)
c Instalasi Penunjang
1 Instalasi Kamar Operasi
2 Instalasi Laboratorium
3 Instalasi Radiologi
4 Instalasi Gizi
5 Instalasi Farmasi
6 Instalasi Pengelola Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (IPSRS)
7 Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS)
22
BAB IV
GAMBARAN PELAYANAN PPI DI RSUD TONDANO
Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi
di rumah sakit maka RSUD Sam Ratulangi Tondano melaksanakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi. Tidak hanya untuk melindungi pasien, pengunjung maupun petugas
kesehatan hal ini dilakukan sebagai salah satu bagian pelayanan rumah sakit guna menjamin
mutu pelayanan. Pelayanan pengendalian dan pencegahan infeksi harus mendukung
pelayanan di rumah sakit secara keseluruhan. PPI termasuk dalam penilaian akreditasi rumah
sakit versi 2012.
Agar pelaksanaan PPI berjalan baik direktur membentuk Komite PPI serta Tim PPI.
Komite ini bertanggungjawab langsung kepada direktur yantg diketuai oleh dokter spesialis.
Agar kegiatan ini berjalan lancar maka RSUD Sam Ratulangi Tondano memiliki 1 IPCN
(Infection Prevention Controling Nurse). Hal ini sesuai karena rumah sakit memiliki 128
tempat tidur sesuai dengan jumlah tempat tidur 100-150 maka memiliki 1 IPCN. IPCN
purnawaktu bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi
disemua unit yang ada. IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention Controling Link
Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention Controling Link Staff) sebagai pelaksana harian atau
penghubung masing-masing unit.
Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh disemua area rumah sakit dengan
mengukur resiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktifitas pelayanan sesuai panduan
PPI RSUD Sam Ratulangi Tondano.
Untuk itu rumah sakit mengeluarkan kebijakan komite PPI melalui pembuatan standar
pelayanan operasional. Standar pelayanan operasional (SPO) berlaku di semua unit rumah
sakit. SPO ini mengacu pada standar akreditasi rumah sakit 2012. Standar Pelayanan
Operasional rumah sakit, yaitu :
1 SPO Kebersihan Tangan
23
2 SPO Penggunaan APD
3 SPO penggunaan peralatan perawatan pasien
4 SPO Pengendalian Kesehatan Lingkungan (Penanganan limbah infkesius dan
noninfeksius; benda tajam dan jarum; darah dan komponen darah)
5 SPO pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen dan laundry
6 SPO kesehatan karyawan atau perlindungan petugas kesehatan
7 SPO Penempatan Pasien
8 SPO Hygiene Respirasi/Etika Batuk
9 SPO praktik menyuntik yang aman
10 SPO praktik untuk lumbal pungsi
11 SPO tentang pencegahan dan pengendalian IAD, ISK, HAP, VAP, IDO, flebitis dan
dekubitus
12 SPO tentang isolasi (airbone, contact, dan droplet)
13 SPO Kebersihan Tangan, Tertusuk jarum
14 SPO tentang skrining dan penanganan MRSA
15 SPO surveillance dan KLB
16 SPO single use reuse
17 SPO penanganan makanan
18 SPO pengambilan spesimen
Dari sekian banyak SPO yang ada baru 6 SPO yang dikeluarkan dan disosialisasikan
kepada seluruh petugas rumah sakit. SPO yang ada antara lain :
1 Pencegahan infeksi melalui teknik mencuci tangan dengan air mengalir
2 Pencegahan infeksi memalui teknik mencuci tangan dengan handwrab
3 Penggunaan alat pelindung diri
4 Praktek menyuntik aman
5 Etika batuk
6 pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen dan laundry
24
BAB V
IDENTIFIKASI MASALAH
25
MAN METHOD
MONEY MATERIAL
MAN METHOD
1 Petugas kesehatan belum terbiasa menggunakan 1. Belum jelas SOP alur pelaporan bila ada petugas
APD saat melayani pasien. Kalaupun ada hanya kesehatan yang kontak dengan pasien yang
pada kasus-kasus penyakit tertentu seperti batuk, terinfeksi
2. Pencatatan temuan belum dilakukan dengan baik
atau menangani pasien KLL
3. Sosialisasi tentang penggunaan APD jarang
2 Sampah-sampah medis seperti APD dibuang
dilaksanakan
bersamaan dengan sampah non medis yang
4. Belum mengikuti Akreditasi 2012
membuat hal ini beresiko tertular kepada petugas
clining service rumah sakit
3 Minimnya pemahaman dari tenaga kesehatan
mengenai pentingnya penggunaan APD
4 Petugas kesehatan cenderung menggunakan
alkohol untuk hand wash dibandingkan air
mengalir atau handwrab
MONEY MATERIAL
1. Tidak ada ruang isolasi khusus pasien rabies atau 1. Tempat cuci tangan petugas kesehatan tergabung
tetanus mengingat angka kejadian rabies sangat dengan cuci tangan pasien
2. Alat-alat kesehatan yang telah dibersihkan hanya
tinggi di Kabupaten Minahasa
diletakkan ditempat tidur yang tak terpakai dekat
tempat cuci tangan sehingga sterilisasi alat belum
terjamin
3. Kotak tempat pembuangan jarum suntik
tidak mencukupi dan dibuat seadanya dari
26
botol aqua atau alkohol
4. Air terkadang tidak jalan
5. Bila ada pasien yang dicurigai infeksi, alat yang
digunakan masih digunakan tanpa dilakukan
sterilisasi alat seperti tensi, termometer, stetoskop
kecuali tempat tidur
MATRIK PERMASALAHAN
JUMLAH
I T R (I x T x
Daftar Masalah R)
D
P S RI SB PB PC
U
Petugas kesehatan belum terbiasa
5 5 5 1 5 3 1 3 5 375
menggunakan APD saat melayani pasien.
Sampah-sampah medis seperti APD dibuang
5 5 5 2 5 3 1 5 5 650
bersamaan dengan sampah non medis
27
Minimnya pemahaman dari tenaga
kesehatan mengenai pentingnya penggunaan 5 5 5 4 5 4 1 5 5 725
APD
Petugas kesehatan cenderung menggunakan
alkohol untuk hand wash dibandingkan air 4 4 4 2 5 3 2 4 5 480
mengalir atau handwrab
Belum jelas SOP alur pelaporan bila ada
petugas kesehatan yang kontak dengan 5 5 5 1 4 4 3 5 5 675
pasien yang terinfeksi
Pencatatan temuan belum dilakukan dengan
5 5 5 2 5 4 2 5 5 700
baik
Sosialisasi tentang penggunaan APD jarang
5 5 5 1 5 5 1 5 5 675
dilaksanakan
Belum mengikuti Akreditasi 2012 5 5 5 5 5 5 4 4 4 544
Tidak ada ruang isolasi khusus 5 5 5 1 1 5 5 2 3 162
Tempat cuci tangan petugas kesehatan
5 5 5 5 3 5 3 5 5 775
tergabung dengan cuci tangan pasien
Alat-alat kesehatan yang telah dibersihkan
hanya diletakkan ditempat tidur yang tak 3 3 4 4 3 5 3 3 5 375
terpakai
Kotak tempat pembuangan jarum
suntik tidak mencukupi dan dibuat
5 5 5 1 5 5 4 3 4 360
seadanya dari botol aqua atau
alkohol
Air terkadang tidak jalan 4 4 5 5 1 5 3 5 5 675
Bila ada pasien yang dicurigai infeksi, alat
yang digunakan masih digunakan tanpa 5 5 5 3 1 6 4 3 5 435
dilakukan sterilisasi alat
BAB VI
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Secara ringkas, masalah yang muncul, penyebab masalah dan alternative penyelesaian
malasalah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
No Masalah Penyebab masalah Alternative pemecahan
1. Petugas kesehatan belum Petugas kesehatan belum - Sosialisasi tentang PPI
- Sosialisasi tentang kebijakan
terbiasa menggunakan terbiasa menggunakan APD
RS melalui SOP penggunaan
APD saat melayani pasien.
APD, etika batuk, cuci tangan
Kalaupun ada hanya pada
28
kasus-kasus penyakit dsb
tertentu seperti batuk, atau
menangani pasien KLL
2. Sampah-sampah medis Petugas kesehatan yang - Biasakan membuang sampah
seperti APD dibuang kurang memahami resiko medis pada tempatnya
- Memberikan pemahaman
bersamaan dengan sampah penularan infeksi melalui
kepada petugas clining service
non medis yang membuat APD kepada orang lain
cara menangani sampah medis
hal ini beresiko tertular
kepada petugas clining
service rumah sakit
3. Petugas kesehatan - Petugas kesehatan belum - Membudayakan kebiasaan
cenderung menggunakan terbiasa mencuci tangan mencuci tangan (Five
alkohol untuk hand wash dengan air mengalir Moments)
- Kadang air tidak berjalan - Menyediakan handwrab
dibandingkan air mengalir
dengan baik
- Tidak tersedianya
handwrab
4. Belum jelas SOP alur Tim PPI rumah sakit belum - TIM PPI segera mengeluarkan
pelaporan bila ada petugas mengeluarkan SOP yang jelas SOP tentang mekanisme
kesehatan yang kontak tentang mekanisme pelaporan pelaporan
- Salah seorang petugas UGD
dengan pasien yang terinfeksi
dimasukan dalam Tim PPI
terinfeksi
5. Pencatatan temuan belum - SOP belum ada sehingga Pendataan harus ada formulir
dilakukan dengan baik bila ada kejadian petugas pelaporan sehingga mudah dicatat
kesehatan masih bingung dan dievaluasi
ke mana harus melapor
- Petugas IPCS hanya satu
6. Belum mengikuti Belum mengikuti akreditasi Sosialisasi seluruh komponen
Akreditasi rumah sakit yang berhubungan dengan
2012 akreditasi dan tingkatkan sesuai
kondisi rumah sakit sehingga siap
RS siap mengikuti akreditasi
7. Tempat cuci tangan tempat cuci tangan gabung Dibuat tempat cuci tangan
petugas kesehatan terpisah dengan pasien
tergabung dengan cuci
tangan pasien
29
8. Alat-alat kesehatan yang Alat-alat kesehatan sehabis Dibuat tempat terpisah untuk
telah dibersihkan hanya dicuci dibiarakan kering di menaruh alat-alat kesehatan habis
diletakkan ditempat tidur tempat yang kurang dicuci
yang tak terpakai dekat memenuhi standar
tempat cuci tangan
sehingga sterilisasi alat
belum terjamin
9. Kotak tempat pembuangan Tidak ada tempat permanen - Dibuat tempat khusus untuk
jarum suntik tidak untuk jarum suntik maupun benda tajam habis pakai
- Pengelolaan benda tajam habis
mencukupi dan dibuat benda-benda tajam habis
pakai harus ditinjau kembali
seadanya dari botol aqua pakai di unit gawat darurat
atau alkohol
10. Air terkadang tidak jalan Petugas IPRS tidak berada di - Petugas IPRS bila dihubungi
tempat saat dibutuhkan segera berada di rumah sakit
11. Bila ada pasien yang Sterilisasi alat-alat kesehatan - Semua alat kesehatan yang
dicurigai infeksi, alat yang yang digunakan pada pasien digunakan pada pasien yang
digunakan masih yang pasti terinfeksi terinfeksi harus disterilisasi
digunakan tanpa dilakukan terlebih dahulu baru dipakai
- Pengadaan alat kesehatan
sterilisasi alat seperti tensi,
- Tempat isolasi penyakit
termometer, stetoskop
menular harus disediakan
kecuali tempat tidur
seperti rabies
12. tidak ada ruang isolasi Belum ada pengadaan Perlu dibuat ruangan khusus
khusus pasien rabies atau ruangan khusus kewaspadaan kewaspadaan isolasi
tetanus mengingat angka isolasi
kejadian rabies sangat
tinggi di Kabupaten
Minahasa
30
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari residensi yang dilakukan tentang pencegahan dan pengendalian infeksi di unit
gawat darurat RSUD Sam Ratulangi Tondano didapatkan :
- Sosialisasi masih kurang tentang SOP PPI di Rumah Sakit
- Cara pencegahan infeksi melalui penggunaan APD belum terealisasi dengan baik
dikalangan petugas kesehatan. hal ini terlihat dari petugas kesehatan masih
belum memahami dan menerapkan penggunaan APD dengan baik
- Masih kurangnya budaya cuci tangan baik menggunakan air mengalir maupun
handwrab
- Bila kontak dengan pasien infeksi, banyak petugas kesehatan masih bingung
tentang cara pelaporan dan
- Mekanisme pencatatan kejadian masih belum jelas
- Pemberian vaksin kepada petugas kesehatan diberikan setelah kejadian bukan
sebelum kejadian.
B. Saran
- Perlu dilakukan sosialisasi tentang PPI
31
- Perlu dibuatnya SOP mengenai alur pelaporan dan pencatatan kejadian infeksi
- Perlu dibiasakan budaya mencuci tangan maupun etika batuk
- Membuat tempat yang lebih baik untuk penempatan jarum bekas, sampah medis
dan non medis
- Perlu dilakukan vaksin kepada petugas kesehatan khususnya di ugd dengan
resiko terpapar yang besar seperti vaksin hepatitis ataupun rabies
DAFTAR PUSTAKA
32
at:http://www.tribunnews.com/kesehatan/2011/12/12/pengendalian-infeksi-di-rumah-
sakit.
9 Hooton TM. Nosocomial urinary tract infection. In: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R.
Mandell, Douglas,and Bennetts principles and practice of infections diseases,7 th
edition. Churcill Livingstone Elsevier, 2010 p.3725-33
LAMPIRAN
UGD
Ruangan Tindakan
Ruangan Pemeriksaan
Pasien
33
Poster
- Mencuci Tangan
- 5 saat
melakukan
praktek mencuci
tangan
34
WC Pasien Tempat Cuci Tangan Petugas
- Tempat jarum
bekas
- Alkohol untuk
cuci tangan
- Tempat APD :
masker dan
sarung tangan
Tempat Sampah
Medis & Non
Medis
35
Formulir
Laporan
Pajanan
36
Cara Mencuci Tangan Etika Batuk
37
Kewaspadaan Isolasi
Residensi
Oleh :
Lyanda Watung
14202111007
Dosen pembimbing
dr. Tommy A Soleman, MMR.
Pembimbing Lapangan :
dr. Olviane Rattu, MSi
38
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN RESIDENSI
Pembimbing Akademik
39
dr. Tommy A Soleman, MMR.
DAFTAR ISI
41