Anda di halaman 1dari 25

Presentasi Kasus

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 3 TAHUN DENGAN


KEJANG DEMAM SEDERHANA DAN
TONSILOFARINGITIS AKUT DAN PHIMOSIS

Oleh :

Dewi Nareswari G99161032/A9


Febimilany Riadloh G99161042/A10

Pembimbing :
Fadillah Tia Nur ,dr., SpA(K)., M.Kes.

KEPANITERAAN KLINIK LAB / UPF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA

2017
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. BJ
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 26 Januari 2014
Agama : Islam
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 91 cm
Alamat : Colomadu, Karanganyar
Tanggal masuk : 13 Februari 2017
No. CM : 01333435

II. ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.

A. Keluhan Utama

Kejang

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSDM dengan keluhan utama kejang 30 menit
SMRS. Pasien mengalami kejang dengan posisi tangan dan kaki kaku, mata
melirik ke atas. 5 menit kejang disertai demam. Kejang berhenti sendiri
dan setelah kejang pasien tertidur. Pasien mengalami demam sejak jam
15.00, demam langsung mendadak tinggi. Pasien tidak batuk, tidak pilek.
Mual dan muntah disangkal. Tidak ada tanda perdarahan seperti mimisan
dan gusi berdarah. BAB dan BAK normal seperti biasa tanpa keluhan.
Kemudian pasien oleh orang tuanya dibawa ke IGD salah satu RS swasta
dan diberi obat yang tidak diketahui oleh orang tua, namun demam masih
didapatkan. Lalu pasien mengalami kejang sehingga orang tua langsung

1
membawa ke IGD RSDM. Kejang berhenti dengan sendirinya dan pasien
sadar setelah kejang.
Saat di IGD RSDM, pasien sudah tidak didapatkan kejang, demam, pasien
tertidur, pasien tidak muntah. BAK (+) di popok.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang deman : (+)
Riwayat mondok : (+) kejang demam dan diare

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang demam : (+) ayah kejang demam
Riwayat epilepsi : tidak diketahui

E. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Pemeriksaan di : Bidan
Keluhan selama kehamilan: disangkal
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet penambah
darah.

F. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir di , pada usia kehamilan ibu 37 bulan. Pada saat lahir berat
badan lahir pasien adalah 3000 gram dengan panjang badan 50 cm

G. Imunisasi
Jenis I II III IV
1. BCG 1 bulan - - -
2. DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan -
3. Polio 2 hari 2 bulan 3 bulan 4 bulan
4. Campak 9 bulan - - -
5. Hepatitis Lahir 2 bulan 3 bulan -
B

Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap sesuai Depkes 2014

2
H. Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan
Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 3 bulan
Tengkurap kepala tegak : 4 bulan
Duduk sendiri : 7 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berjalan : 16 bulan
Bahasa
Bersuara aah/ooh : 3 bulan
Berbicara : 24 bulan
Motorik halus
Memegang benda : 4 bulan
Personal sosial
Tersenyum : 2 bulan
Tepuk tangan : 9 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

L. Riwayat Makan Minum Anak


1. Usia 0-6 bulan : ASI diselingi dengan ASB, frekuensi minum ASI dan
ASB tiap kali bayi menangis dan tampak kehausan, sehari biasanya lebih
dari 8 kali dan lama menyusui 10 menit, bergantian kiri kanan.
2. Usia 6-8 bulan : bubur susu 2-3 kali sehari satu mangkok kecil, dengan
diselingi dengan ASI jika bayi lapar. Buah pisang/pepaya sekali sehari satu
potong (siang hari).
3. Usia 8-12 bulan : nasi tim 3 kali sehari satu mangkok kecil dengan sayur
hijau/wortel, lauk ikan /tempe, dengan diselingi dengan ASI jika bayi
masih lapar. Buah pepaya/pisang sehari 2 potong.
4. Usia 1 tahun - sekarang : diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan
sayur bervariasi dan lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali

3
sehari. ASI masih tapi hanya kadang-kadang. Buah pepaya/pisang/jeruk
jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup

M. Pohon Keluarga

II

III
An. BJ, 3
tahun, 13 kg
Pasien merupakan anak pertama. Ayah dan ibu menikah satu kali. Riwayat
keluarga dengan riwayat kejang demam (+) pada ayah pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : tertidur, tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : GCS E3V5M6
Status gizi : kesan gizi kurang
Tanda vital
BB : 13 kg
TB : 91 cm
Nadi : 160 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Pernafasan : 30 x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 39,2 C (per axiler)
SiO2 : 98%
Kulit : Warna sawo matang, ujud kelainan kulit (-)
Kepala : Mikrosefal, UUB sudah menutup, LK= 45 cm (LK < -2 SD)

4
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-),sklera ikterik (-/-),
pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
Telinga : Normotia, sekret(-/-)
Tenggorok : Uvula ditengah, tonsil hiperemis (-), T2-T2 , faring hiperemis (+)
Leher : Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar
Lymphonodi : Retroaurikuler : tidak membesar
Submandibuler : tidak membesar
Thorax : Normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding dada setinggi dinding perut
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Nyeri tekan (-), supel, hepar dan lien tidak teraba membesar,
turgor kembali cepat.
Urogenital : Phimosis (+)
Ekstremitas :
Akral dingin - - Sianosis
- -
- - - -
Oedem Wasting
- - - -
- - - -
5
ADP teraba kuat, CRT <2

Pemeriksaan Neurologis
Motorik : Koordinasi baik, kekuatan +4 +4
+4 +4
Sensorik : Belum dapat dinilai
Reflek Fisiologis : R. Biseps : (+2/+2)
R. Triseps : (+2/+2)
R. Patella : (+2/+2)
R. Archilles : (+2/+2)
Reflek Patologis : R. Babinsky :(-/-)
R. Chaddock :(-/-)
R. Oppeinheim : ( - / - )
Meningeal Sign : Kaku kuduk :(-)
Brudzinsky I :(-)
Brudzinsky II :(-)
Kernig sign :(-)

Perhitungan Status Gizi (secara antropometris)


BB : 13 kg
TB : 91 cm
Status gizi :
BB/U : 13/14 x 100 % = 92.85 % (-2 SD < BB/U < 0 SD)
TB/U : 91/95 x 100 % = 95.78 % (-2 SD < TB/U < 0 SD)
BB/TB : 13/13.2 x 100 % = 98.48% (-1 SD < BB/TB < 1 SD)
Kesan : Gizi baik secara antropometri (WHO, 2010)

6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 13 Februari 2017
Indeks Eritrosit Hitung Jenis
MCV : 85.3 /um Eosinofil : 0.20 %
MCH : 27.8 pg Basofil : 0.10%
MCHC : 32.6 g/dl Netrofil : 84.4 %
RDW : 11.2 % Limfosit : 11.3 %
MPV : 9.3 fl Monosit : 4.00 %
PDW : 16 %
Hematologi Rutin
Hb : 12,1 g/dL
Hct : 37.6 %
AE : 4.33.106/L
AL : 13.3.103 /L
AT : 157.103 /L
Golongan Darah : B
GDS : 100 mg/dl
N : 131 mmol/L
K : 4,0 mmol/L
Cl : 1.04 mmol/L

V. RESUME
Kurang lebih 1 hari SMRS, pasien mengalami demam mendadak tinggi.
Kurang lebih 30 menit SMRS, pasien kejang, kejang terjadi seluruh tubuh.
Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas. Kejang berlangsung 1 kali
selama 5 menit. Setelah kejang berhenti, pasien tertidur. Kemudian, oleh
keluarga, pasien dibawa ke IGD RSDM.
Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan sesuai Depkes. Riwayat
perkembangan dan pertumbuhan baik. Riwayat pemeliharaan prenatal baik.
Riwayat kelahiran, lahir dengan usia kehamilan 37 minggu, pemeliharaan
postnatal baik.
Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum sedang, pasien tertidur dan
gizi kesan baik. Pemeriksaan tenggorokan didapat faring hiperemis.

7
Pemeriksaan genitalia diperoleh phimosis. Tanda vital: N: 160x/menit, RR:
30x/menit, t= 39,2 oC, pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Status gizi
secara antropometris: gizi baik. Pemeriksaan laboratorium tanggal 13 Februari
2017 didapatkan, Hb: 12.1 g/dL, Hct: 37.6 %, AE: 4.33.106/L, AL:
13.3.103/L, AT: 157.102/L, GDS: 100 mg/dl, Na: 131 mmol/L, K: 4.0
mmol/L, Cl: 1.04 mmol/L.

VI. DAFTAR MASALAH


1. Demam
2. Kejang
3. Faring hiperemis
4. Phimosis
5. Mikrosefal

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Kejang Demam Sederhana
2. Tonsilofaringitis Akut
3. Phimosis
4. Mikrosefal ec tsk TORCH
5. Gizi Baik

VIII. DIAGNOSIS KERJA


1. Kejang Demam Sederhana
2. Tonsilofaringitis Akut
3. Phimosis
4. Mikrosefal ec tsk TORCH
5. Gizi Baik

IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. Mondok bangsal Neurologi Anak
2. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
3. IVFD D5 NS 48 cc/jam ~ 12 tpm
4. Inf. Ampicillin 100 mg/kgBB/hari ~ 300 mg
5. Paracetamol 15 mg/kgBB/8 jam ~ 6 cc/6 jam per oral
6. Inj. Diazepam 0.3 mg/kgBB/ jam ~ 4 mg/jam (jika kejang)
7. Diazepam 0.3 mg/kgBB/8 jam ~ 4 mg/8 jam per oral (bila suhu > 38.5 C)

8
Monitoring
1. KU dan VS per 4 jam
2. Balance cairan per 8 jam
3. Awasi tanda-tanda timbulnya kejang

Planning
1. Pemeriksaan darah lengkap, gula darah sewakti, golongan darah, elektrolit,
gambaran darah tepi
2. Pemeriksaan urinalisis dan feses rutin
3. CT Scan kepala dengan kontras
4. Konsul TS Mata
5. Konsul TS THT

Edukasi
Kompres hangat jika panas dan menerangkan kondisi pasien terhadap orang tua
pasien

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia

9
LEMBAR MONITORING

Tanggal Jam Pemeriksaan


14/02/201 14.0 TV : HR = 110 BC: +164
7 0 RR = 26 D: 2.34
T = 38.2
18.0 TV : HR = 118 BC: +120
0 RR = 24 D: 2.10
T = 38
22.0 TV : HR = 120 BC: +88
0 RR = 26 D: 0.56
T = 36.8
15/02/201 02.0 TV : HR = 100 BC: +85
7 0 RR = 26 D: 1.92
T = 37.2
06.0 TV : HR = 112 BC: +185
0 RR = 28 D: 1.84
T = 37

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM
1.) DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1 Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan
demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam.1,3 Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1
bulan) tidak termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini
menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis
yang berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai susunan saraf pusat.3 Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 2

2. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika
Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20%
kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit lebih

11
sering pada laki-laki.3 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan
samapi 5 tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.2,10

3. KLASIFIKASI
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

4. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain
itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara
kandung, perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam
perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-
kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam

12
keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang
demam kompleks. 5,6

5. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak
adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel
dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida
(Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membran sel dari sel neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan.9

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada

13
kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium
maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan
suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah
terjadi pada suhu 38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang
tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Dari kenyataan ini
dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang
berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala
sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya
disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis
laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai
denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebkan
oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.9

14
6. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh
infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan
dapat berbentuk tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik
(kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan
berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit,
gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih
atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas),
dan kulitnya kebiruan.1,9,10
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian
anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan saraf. Kejang demam
yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan
gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.4
7.
DIAGNOSIS
a. Anamnesis
1.) Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu
sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca kejang, penyebab
demam diluar susunan saraf pusat.
2.) Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi
dalam keluarga.
3.) Singkirkan penyebab kejang lainnya.
b.
Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
c.
Pemeriksaan Penunjang
1.) Pemeriksaan laboratorium

15
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada
kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis
dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.5
2.)
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko
terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%. Pada bayi kecil
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu
pungsi lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat
dianjurkan dilakukan, bayi antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19
bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu
dilakukan pungsi lumbal. 5
3.)
Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam kompleks
pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.5
4.) Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography
scan (CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti ; kelainan
neurologik fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papil
edema.5

8. DIAGNOSIS BANDING
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya
meningitis atau ensefalitis. Pungsi Lumbal teriondikasi bila ada kecurigaan

16
klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti ototis media tidak
menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah mendapatkan antibiotika
maka perlu pertimbangan pungsi lumbal. 2

9. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena
adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang
praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam
rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk
anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun.5
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam rektal masih
tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
Diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum
berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang
berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.5

b. Pemberian obat pada saat demam

17
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik
mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4
kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis Ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat
dapat menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat tidak
dianjurkan.2,3,5
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-
39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

c. Pemberian Obat Rumat


1. Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan
ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari
12 bulan, kejang demam 4 kali per tahun.5

18
2. Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat
ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.5

10. EDUKASI PADA ORANG TUA


Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada
saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah
meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
a. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
baik
b. Memberitahukan cara penanganan kejang
c. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat.4,5
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam
mulut.

19
a. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
b. Tetap bersama pasien selama kejang.
c. Berikan diazepam rektal, dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
d. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau
lebih .5

11. VAKSINASI
Sejauh ini tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena
vaksinasi jarang. Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki
kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada
umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan
berulang pada imunisasi berikutnya. Angka kejadian pasca vaksinasi DPT
adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, Risiko ini tinggi pada
hari imunisasi, dan menurun setelahnya.5,7 Sedangkan setelah vaksinasi MMR
25-34 per 100.000, resiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi. 7
Dianjurkan untuk memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam,
terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari kemudian.5

12. PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan.8 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.5,9

BAGAN PENGHENTIAN KEJANG DEMAM

KEJANG

20
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
BB < 10 kg = 5 mg, BB > 10 kg = 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB

KEJANG
Diazepam rektal
( 5 menit )

Di Rumah Sakit

KEJANG
Diazepam IV, Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5 -1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke Ruang Rawat Intensif

KETERANGAN :
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermitten atau rumatan diberikan
berdasarkan kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
2.
Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur dengan cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi sfek samping aritmia dan hipotensi. 6

21
22
BAB III
ANALISIS KASUS

Diagnosis kejang demam sederhana pada kasus ini berdasarkan :


a. Anamnesis
- kejang (1 kali, tidak berulang kurang dari 24 jam, lama kejang < 5 menit,
setelah kejang pasien tertidur)
- panas yang mendadak tinggi
b. Pemeriksaan fisik
Kami dapatkan suhu 39,2 oC per axiler, faring hiperemis, phimosis. Tidak
didapatkan reflek patologis maupun meningeal sign.
c. Pemeriksaan Penunjang
Penyebab dari kejang demam pada pasien kemungkinan berasal dari
infeksi faringitis akut atau infeksi saluran kemih.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu diberikan parasetamol 100 mg untuk
mengatasi demam, kemudian diberikan juga injeksi diazepam 4 mg secara intravena
jika terjadi kejang. Pemberian diazepam ini digunakan sebagai obat terminasi
kejang.
Edukasi yang diberikan kepada keluarga mengenai penyakit ini adalah bahwa
kejang dapat timbul kembali jika pasien panas. Oleh karena itu, keluarga pasien
harus sedia obat penurun panas, termometer, dan kompres hangat jika pasien panas.
Dan perlu dijelaskan alasan pemberian obat rumatan adalah untuk menurunkan
resiko berulangnya kejang. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang,
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 sampai 2 bulan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius FKUI. Jakarta.
2. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB
Sauders.Philadelpia.
3. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta
4. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis
Kesehatan Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta
5. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI.
Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai