Anda di halaman 1dari 134

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN

PENANGGULANGAN BENCANA, KEPENDUDUKAN


DAN KELUARGA SEJAHTERA
BAB XVIII

KESEHA14N, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN


PENANGGULANGAN BENCANA, KEPENDUDUKAN
DAN KELUARGA SEJAHTERA

A. PENDAHULUAN

Hakikat pembangunan nasional adalah


pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
seluruh masyarakat Indonesia; dengan Pancasila
sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan
nasional. Dalam mewujudkan pembangunan manusia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat
Indonesia tersebut diupayakan berbagai kegiatan
pembangunan yang antara lain meliputi bidang-
bidang kesehatan, kesejahteraan sosial dan
penanggulangan bencana, serta kependudukan dan
keluarga sejahtera, yang dilaksanakan secara serasi
dengan pembangunan bidang lainnya.

Dalam dua tahun pertama Repelita VI (1994195


dan 1995/96), antara lain telah dilaksanakan
serangkaian kegiatan sebagai berikut.

XVIII/3
Di bidang kesehatan; dalam rangka
meningkatkan cakupan dan pemerataan pelayanan
kesehatan, selama dua tahun pertama Repelita VI,
melalui Inpres Bantuan Sarana Kesehatan telah
dibangun sejumlah puskesmas baru dan puskesmas
pembantu, serta pengadaan puskesmas keliling yang
dilengkapi dengan pengadaan peralatan medis dan
nonmedis. Di samping itu, pemberian bantuan obat
per kapita disempurnakan dengan cara memberikan
bantuan yang lebih besar terhadap penduduk di
desa tertinggal. Dengan pola alokasi bantuan obat
yang telah disempurnakan ini, maka bantuan obat
rata-rata per kapita di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata per kapita di Kawasan Barat Indonesia
(KBI). Bantuan obat rata-rata per kapita di KTI
adalah sebesar Rp788 per kapita, sedangkan di KBI
sebesar Rp711 per kapita. Kegiatan lainnya untuk
lebih meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan
khususnya di daerah-daerah terpencil dilakukan
melalui percepatan penempatan tenaga dokter,
dokter gigi dan bidan dengan pola pegawai tidak.
tetap (PTT). Dengan pola penempatan PTT ini maka
penyebaran tenaga bagi daerah terpencil dapat
lebih cepat dan merata, karena kepada mereka
diberikan tunjangan khusus sesuai dengan tingkat
keterpencilannya.

Untuk meningkatkan mutu pelayanan


kesehatan, selama dua tahun pertama Repelita VI
sejumlah puskesmas ditingkatkan fungsinya menjadi
puskesmas perawatan, yaitu puskesmas dengan
tempat tidur. Puskesmas perawatan ini terutama
XVIII/4
dibangun di lokasi-lokasi yang jauh dari rumah
sakit, di jalur-jalur jalan raya yang rawan
kecelakaan dan di tempat-tempat atau pulau-pulau
terpencil. Di samping itu, untuk lebih
meningkatkan mutu dan fungsi pelayanan
puskesmas terutama yang berlokasi di daerah
terpencil, diadakan perluasan ruang puskesmas
untuk gudang obat.
Bidan di desa berperanan besar dalam kegiatan pelayanan
kesehatan terutama pemeliharaan kesehatan ibu clan anak, imunisasi,
dan perbaikan gizi di perdesaan. Untuk mempercepat upaya penurun -
an angka kematian ibu melahirkan dan angka kematian bayi dan anak,
selama dua tahun pertama Repelita VI telah ditempatkan sebanyak
lebih dari 17 ribu bidan PTT di desa, sehingga secara kumulatif
jumlah bidan di desa sampai tahun 1995/96 tercatat sekitar 49 ribu
orang atau mencakup sekitar 90 persen dari seluruh kebutuhan bidan
di desa. Selain itu untuk mendukung kegiatan mereka diberikan
bantuan alat transpor, biaya pemondokan, biaya operasional, dan
peralatan bidan.

Imunisasi merupakan kegiatan penting di bidang pencegahan dan


pemberantasan penyakit dalam upaya mempercepat penurunan angka
kesakitan, kematian bayi dan anak. Pada tahun 1995/96 telah di-
laksanakan pekan imunisasi nasional (PIN) untuk mencapai bebas
Polio pada tahun 2000. Kegiatan ini dilaksanakan melalui pemberian
vaksinasi polio kepada seluruh anak balita dalam dua putaran, bulan
September 1995 dan Oktober 1995. Melalui PIN telah berhasil
diberikan vaksinasi polio kepada seluruh anak balita, melebihi dari
target yang direncanakan.

Dalam rangka meningkatkan mutu dan jenis pelayanan di rumah


sakit, selama dua tahun pertama Repelita VI telah dilaksanakan
peningkatan 33 rumah sakit kelas D sehingga dapat berfungsi setara
dengan kelas C, yang memiliki empat pelayanan spesialisasi dasar
yaitu bedah, anak, penyakit dalam, dan kebidanan dan kandungan.
Dalam dua tahun itu telah ditempatkan lebih dari 650 tenaga dokter
ahli dari empat keahlian dasar tersebut di berbagai rumah sakit
terutama di rumah sakit kelas C dan D. Selain itu, untuk mempercepat
penempatan dokter ahli di rumah sakit kabupaten di daerah terpencil
telah disediakan beasiswa untuk mengikuti pendidikan dokter ahli,

XVIII/5
khususnya dalam empat keahlian dasar tersebut. Setelah lulus
pendidikan mereka diwajibkan untuk menjalankan masa baktinya di
rumah sakit kabupaten. Di samping itu untuk meningkatkan kualitas
dan pemerataan pelayanan kesehatan rumah sakit, kepada para calon
lulusan dokter ahli dibidang empat keahlian dasar tersebut diwajibkan
magang dirumah-rumah sakit kelas C.

Secara keseluruhan, selama dua tahun pertama Repelita VI,


peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan
rumah sakit menunjukkan penyebaran yang makin merata. Pertambah-
an sarana ini didukung pula dengan peningkatan jumlah dan penye -
baran tenaga kesehatan terutama dokter, dokter gigi, tenaga para -
medik, dan bidan yang makin baik. Berbagai upaya tersebut diharap-
kan dapat menurunkan angka kematian bayi dan balita, meningkatkan
kesehatan ibu dan anak, meningkatkan keadaan gizi masyarakat, dan
memperpanjang usia harapan hidup rata-rata penduduk.

Di bidang kesejahteraan sosial, upaya-upaya yang dilaksanakan


bertujuan untuk meningkatkan mutu, profesionalitas, dan cakupan
pelayanan sosial serta meningkatkan kesadaran, kesetiakawanan dan
tanggung jawab sosial masyarakat untuk turut menangani masalah-
masalah sosial. Untuk itu dalam tahun 1994/95 dan 1995/96 antara
lain telah diberikan penyantunan bagi 441.086 orang anak terlantar
dan 90.485 orang lanjut usia yang tidak mampu, rehabilitasi sosial
penyandang cacat bagi 88.971 orang, serta pembinaan dan pemberian
bantuan modal usaha kepada 42.870 kepala keluarga (KK) miskin di
luar desa-desa IDT.

Untuk meningkatkan pembinaan. masyarakat terasing yang lebih


berhasilguna, sejak tahun 1995/96 dilakukan persiapan pembinaan
yang lebih matang untuk masyarakat terasing yang baru ditemukan
melalui studi sosial budaya yang mendalam, bekerjasama dengan

XVIII/6
universitas daerah. Untuk itu pembinaan masyarakat terasing pada
tahun 1995/96 dilakukan bagi 5.993 KK.

Selanjutnya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam


menyelenggarakan pelayanan sosial dalam dua tahun pertama Repelita
VI telah dilakukan pembinaan bagi 10.440 orang pekerja sosial
masyarakat (PSM), pemberian bantuan paket sarana usaha bagi 5.835
karang taruna dan peningkatan kemampuan organisasi sosial (orsos)
melalui pelatihan manajemen dan pekerjaan sosial serta pemberian
bantuan pengembangan organisasi dan pelayanan sosial bagi 5.605
orsos.

Upaya penanggulangan bencana dilaksanakan secara lintas bidang


dan lintas sektor. Kegiatannya meliputi kesiapsiagaan menghadapi
bencana, tanggap darurat terhadap kejadian bencana, serta rehabilitasi
dan rekonstruksi akibat bencana. Dalam tahun 1994/95 dan 1995/96
telah dilakukan pemetaan daerah rawan bencana, perbaikan dan
pengendalian arus sungai, pengendalian daya rusak banjir lahar,
peningkatan keselamatan penerbangan dan pelayaran serta
peningkatan kemampuan pertahanan sipil dan perlindungan masya -
rakat yang diikuti dengan pelatihan satuan tugas sosial penanggu -
langan bencana (Satgasos PB). Di sawing itu telah pula dilakukan
peningkatan upaya tanggap darurat terhadap kejadian bencana melalui
peningkatan pelayanan jasa pencarian dan penyelamatan. Upaya
rehabilitasi dan rekonstruksi ditempuh antara lain melalui perbaikan
sarana umum dan pemberian bantuan rehabilitasi rumah yang rusak
akibat bencana.

Pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera merupakan


bagian penting dari pembangunan sumber daya manusia. Pem-
bangunan kependudukan diarahkan untuk meningkatkan kualitas
penduduk agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa yang efektif

XVIII/7
dan bermutu. Pembangunan keluarga sejahtera
diarahkan untuk mewujudkan kehidupan keluarga
yang berlandaskan nilai-nilai agama dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa serta menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran masyarakat akan
pentingnya norma keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera.

Selama dua tahun pertama Repelita VI,


pembangunan kependudukan yang dilaksanakan
secara lintas bidang telah berhasil menurunkan laju
pertumbuhan penduduk menjadi 1,60 persen pada
akhir tahun 1995; angka kematian kasar menjadi 7,7
per seribu penduduk; angka kelahiran kasar menjadi
23,6 per seribu penduduk; dan meningkatkan angka
harapan hidup penduduk menjadi 63,5 tahun. Pada
tahun 1995 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan telah mencapai sekitar 195,3 juta
orang, yang terdiri atas 97,4 juta penduduk laki-laki
dan 97,9 juta penduduk perempuan, atau bertambah
sekitar 3,1 juta orang jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk pada tahun 1994. Dengan semakin
meningkatnya angka harapan hidup, jumlah
penduduk usia lanjut (penduduk berumur 60 tahun
ke atas) juga terus meningkat, dan pada tahun 1995
jumlahnya telah mencapai sekitar 12,86 juta orang,
dimana sekitar 54,8 persen masih bekerja. Untuk
mengurangi perpindahan penduduk dari perdesaan
ke perkotaan dan meningkatkan kegiatan
perekonomian di perdesaan agar perbedaan antara
perdesaan dan perkotaan dapat diperkecil, pada
tanggal 29 Juni 1995 di Yogyakarta telah dicanang-
kan Gerakan Bangga Suka Desa (pembangunan
keluarga modern dalam suasana kota di desa). Pada
tahun 1995/96 gerakan ini secara serentak
XVIII/8
dilaksanakan di 20 desa di empat propinsi di Jawa
yang padat penduduknya.

Dalam upaya mendukung terciptanya


administrasi, pencatatan, dan statistik
kependudukan pada tanggal 17 Agustus 1995 telah
mulai diberlakukan kartu tanda penduduk (KTP)
Nasional yang baru dan
bernomor induk kependudukan (NIK). Untuk tahap pertama,
pembuatan KTP baru ber-NIK tersebut dilaksanakan di DKI Jakarta,
Kodya Bandung, Semarang, Surabaya, Samarinda, dan Ambon.
Upaya lain yang dilakukan untuk mengembangkan statistik kepen-
dudukan adalah pembuatan buku Profil Perkembangan Kependudukan
Daerah di 27 propinsi yang disusun sejak tahun 1995.

Pembangunan keluarga sejahtera yang pelaksanaannya didukung


oleh berbagai pembangunan lainnya telah berhasil menurunkan angka
kelahiran total yang diperkirakan menjadi 2,75 anak per wanita pada
tahun 1995. Di samping itu, pada tahun 1995/96 jumlah peserta KB
baru mencapai 5,5 juta pasangan usia subur (PUS), atau meningkat
sebanyak. hampir 1 juta PUS dibandingkan dengan tahun 1994/95.
Jumlah peserta KB aktif telah mencapai 24,2 juta PUS atau meningkat
1,4 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Melihat kemampuan pe-
ningkatan sasaran KB yang cukup besar serta memperhatikan upaya
peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi menjadi 7,1 persen
pertahun selama Repelita VI, pada bulan Desember 1995 telah diadakan
perubahan terhadap sasaran Repelita VI. Untuk peserta KB baru
diadakan peningkatan rata-rata sebesar 2 persen dibanding sasaran
lama Repelita VI sedangkan untuk peserta KB aktif diadakan
percepatan pencapaian dua tahun. Dengan demikian sasaran akhir
Repelita VI untuk peserta KB aktif diperkirakan dapat terlampaui pada
tahun ketiga Repelita VI.

B. KESEHATAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kesehatan dalam Repelita VI adalah


meningkatnya derajat kesehatan melalui peningkatan kualitas dan

XVIII/9
pelayanan kesehatan yang makin menjangkau seluruh
lapisan masyarakat. Dalam rangka itu, sasaran yang
akan dicapai adalah meningkatnya angka harapan
hidup waktu lahir menjadi sekitar 64,6 tahun,
menurunnya angka kematian kasar menjadi sekitar
7,5 per seribu penduduk; menurunnya angka
kematian bayi menjadi 50 per seribu kelahiran
hidup; dan menurunnya angka kematian ibu
melahirkan menjadi 225 per seratus ribu kelahiran
hidup.

Sasaran keadaan gizi masyarakat pada akhir


Repelita VI adalah menurunnya prevalensi empat
masalah gizi kurang, yaitu gangguan akibat kurang
iodium menjadi 18 persen; anemia gizi besi pada ibu
hamil menjadi 40 persen, balita menjadi 40 persen
dan tenaga kerja wanita menjadi 20 persen; kurang
energi protein menjadi 30 persen; dan kurang
vitamin A pada anak balita menjadi 0,1 persen.

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas,


pokok kebijaksanaan pembangunan kesehatan dalam
Repelita VI yang terpenting adalah meningkatkan
mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan;
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk
penduduk miskin dan desa tertinggal;
meningkatkan status gizi masyarakat;
meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada
tenaga kerja; meningkatkan penyuluhan kesehatan
masyarakat; mengembangkan peran ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mendukung
pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu;

XVIII/ l0
meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi
profesi; meningkatkan mobilisasi dana masyarakat
untuk pembiayaan kesehatan; meningkatkan
manajemen upaya kesehatan; serta
mengoptimasikan penyediaan, pengelolaan, dan
pendayagunaan tenaga kesehatan.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut


di atas digariskan tujuh program pokok yang meliputi
(1) penyuluhan kesehatan masyarakat; (2)
pelayanan kesehatan masyarakat; (3) pelayanan
kesehatan rujukan dan rumah sakit; (4) pencegahan
dan pemberantasan penyakit; (5) perbaikan gizi; (6)
pengawasan obat dan makanan; dan (7) pembinaan
pengobatan tradisional. Program-program di atas
didukung oleh beberapa program penunjang, yang
dilaksanakan secara terkoordinasi dengan program
pembangunan bidang lainnya serta mengikutsertakan
masyarakat dan dunia usaha. Beberapa program
penunjang tersebut mencakup program penyediaan
dan pengelolaan air bersih, penyehatan lingkungan
permukiman, pendidikan dan pelatihan kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan, dan
pengembangan informasi kesehatan.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan


Tahun Kedua Repelita VI

Pembangunan kesehatan pada tahun kedua


Repelita VI (1995/96) yang merupakan kelanjutan,
perluasan dan peningkatan pelaksanaan program dari
tahun-tahun sebelumnya, adalah untuk meningkatkan
keadaan kesehatan dan gizi masyarakat melalui
upaya pemerataan sarana pelayanan kesehatan dasar
dan rumah sakit, didukung oleh peningkatan jumlah
dan jenis tenaga kesehatan, peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, serta peningkatan peran serta
masyarakat, dunia usaha dan organisasi profesi. Upaya
tersebut dilaksanakan melalui program-program
sebagai berikut.

a. Program Pokok

1) Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Program penyuluhan kesehatan masyarakat


bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat
untuk hidup bersih dan sehat serta meningkatkan
peran serta aktif masyarakat termasuk dunia usaha,
dalam upaya mewujud-

XVIII/11
kan derajat kesehatan yang optimal. Kegiatan pokok
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut,
antara lain meliputi penyebarluasan informasi
kesehatan, pengembangan dan pembinaan
pengelolaan penyuluhan, dan pengembangan
potensi swadaya masyarakat di bidang kesehatan.

Pada tahun 1995/96 dikembangkan kegiatan


yang bersifat inovatif yaitu melalui strategi
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat
(SP2HBS). SP2HBS dikembangkan untuk
memadukan berbagai konsep dan pendekatan dalam
penyuluhan kesehatan hingga kegiatan penyuluhan
dapat lebih efektif dan efisien.

Kegiatan, penyebarluasan informasi kesehatan


dilaksanakan melalui sarana media cetak, elektronik
dan media tradisionil. Dalam tahun kedua Repelita
VI (1995/96) telah dilakukan penyebaran informasi
kesehatan melalui radio sebanyak 49.357 kali
siaran; melalui media televisi pemerintah maupun
swasta sebanyak 610 kali tayangan dalam bentuk
wawancara, penayangan filler, sinetron dan siaran
pembangunan. Sedangkan penyebaran informasi
kesehatan melalui poster, leaflet, buku pedoman dan
kartu konsultasi sebanyak 1.196.735 lembar.
Kegiatan penyuluhan kesehatan yang paling
menonjol pada tahun 1995/96 adalah
penyebarluasan informasi pelaksanaan pekan
imunisasi nasional (PIN) polio, melalui berbagai
media dan jalur kampanye, pendekatan kelompok
dan individu secara intensif dengan peran besar
dari pihak swasta dan masyarakat. Pelaksanaan PIN
dapat dilakukan secara serentak mulai dari tingkat

XVIII/12
pusat, propinsi, kabupaten dan kecamatan serta
desa-desa di seluruh Indonesia, sehingga
melampaui sasaran yang ditetapkan.

Upaya penyuluhan kesehatan memberikan


prioritas pada penurunan angka kematian ibu dan
anak serta pemasyarakatan gaya hidup sehat
termasuk imunisasi dengan target penyebarluasan
sampai
ke. tingkat keluarga. Dalam rangka itu dilakukan
berbagai pelatihan, perluasan tingkat pendidikan
melalui tugas belajar, dan seminar. Dalam tahun
1995/96 jumlah petugas kesehatan yang mendapat
latihan penyuluhan kesehatan ditingkat propinsi,
kabupaten dan puskesmas meningkat menjadi 2.713
orang, atau lebih dari 7 kali lipat dibandingkan
dengan tahun 1994/95., Sarana yang tersedia untuk
penyelenggara penyuluhan kesehatan di tingkat
propinsi dan kabupaten meningkat sebesar 61
persen, yaitu dari 1.050 paket pada tahun 1994/95
menjadi 1.691 paket pada tahun 1995/96. Dalam
upaya meningkatkan kegiatan penyuluhan
kesehatan di rumah sakit telah dilaksanakan
penyuluhan kesehatan masyarakat di' rumah sakit
(PKMRS) yang mencakup 400 rumah sakit. Pada
tahun 1995/96 penyuluhan HIV/AIDS lebih
digalakkan dan makin disempurnakan dengan peran
serta aktif lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Penyuluhan yang lebih intensif diadakan di propinsi
yang sangat rawan penyakit HIV/AIDS, yaitu
propinsi DKI Jakarta, Riau, Bali dan Irian Jaya.
Pada tahun sebelumnya (1994/95) kegiatan ini baru
pada tingkat persiapan. Selain itu untuk
mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat
dilakukan pula penyuluhan lintas program dan
sektoral antara lain melalui gerakan Jum'at bersih
yang merupakan gerakan dari, oleh dan untuk
masyarakat dengan bimbingan pemerintah, yang
terutama digerakkan melalui tempat-tempat ibadah.

Kegiatan pengembangan potensi swadaya


masyarakat merupakan bagian dari program
peningkatan peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan, yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan, kekuatan, kesempatan
dan peranan masyarakat untuk berkiprah dalam
pembangunan kesehatan, sehingga meningkatkan
jumlah dan mutu upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat. Upaya itu dilaksanakan dengan
pembinaan dan pengembangan posyandu,
pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat (JPKM),

XVIII/13
peningkatan peran serta lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dan peningkatan upaya kesehatan kerja.

Peran serta masyarakat dalam pembangunan


kesehatan ditingkatkan melalui pembinaan
generasi muda dan peranan wanita dalam
pembangunan kesehatan. Dengan pembinaan ini
pada tahun 1995/96 dihasilkan kader-kader
kesehatan dari generasi muda dan wanita di 301
kabupaten/kodya yang mampu membina kesehatan
diri dan lingkungannya sebagai salah satu bentuk
peran aktifnya dalam pembangunan kesehatan. Pada
tahun 1995/96 dilaksanakan lomba pemanfaatan air
susu ibu dan tanaman obat keluarga (ASI/TOGA) di
27 propinsi dan pemantapan kerjasama lintas
sektor/lintas program dengan 30 LSM atau
organisasi wanita ditingkat pusat dan propinsi.
Selain itu pada tahun 1995/96 dilakukan pula
pembinaan terhadap 49 LSM yang bergerak dalam
upaya kesehatan melalui forum komunikasi dan
pemberian paket bantuan proyek.

Pengembangan dana sehat melalui jaminan


pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) telah
dimulai sejak tahun 1994/95. Melalui kegiatan ini
telah dilakukan kajilaksana di daerah Klaten Jawa
Tengah yang bertujuan untuk menghasilkan suatu Dati
II percontohan yang melaksanakan reformasi sistem
pemeliharaan kesehatan yang paripurna,
berkesinambungan dan bermutu dengan biaya yang
terjangkau setiap lapisan penduduk. Sampai dengan
akhir tahun 1995 basil kajilaksana di Klaten
menunjukkan peningkatan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan diantaranya peningkatan
XVIII/14
cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan dari 38 persen pada tahun 1994 menjadi
74 persen pada tahun 1995 dan peningkatan
cakupan pemeriksaan ibu hamil dari 69 persen pada
tahun 1994 menjadi 94 persen pada tahun 1995.
Selain itu jumlah bayi dengan berat badan lahir
rendah juga berkurang.
2) Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Tujuan program pelayanan kesehatan masyarakat


adalah untuk lebih memperluas cakupan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar serta
menumbuhkembangkan sikap dan kemandirian dalam
pemeliharaan kesehatan di lingkungan keluarga dan
masyarakat. Program ini dilaksanakan secara
terpadu melalui puskesmas dan jaringannya yaitu
puskesmas perawatan, puskesmas keliling,
puskesmas pembantu, dan bidan di desa.
Program ini merupakan program pelayanan dasar
dengan pendekatan yang lebih bersifat pencegahan
dan peningkatan kesehatan yang, diselenggarakan
secara serasi dengan kegiatan pengobatan dan
pemulihan. Kegiatan pokok dari program ini
mencakup pelayanan kesehatan keluarga, kesehatan
sekolah dan remaja, kesehatan kerja, penyembuhan
dan pemulihan, kesehatan olah raga, kesehatan
matra, pelayanan laboratorium dan penyuluhan
kesehatan masyarakat serta pembinaan peran serta
masyarakat.

Dalam rangka memperluas jangkauan dan


pemerataan pelayanan kesehatan terutama di desa-
desa tertinggal, daerah terpencil, daerah transmigrasi,
dan daerah permukiman masyarakat terasing, pada
tahun 1995/96 melalui Inpres bantuan sarana
kesehatan telah dibangun tambahan puskesmas baru
sebanyak 30 unit, puskesmas pembantu, 500 unit, dan
rumah dokter 230 unit (Tabel XVIII-1A). Dengan
demikian sampai dengan tahun kedua Repelita VI
telah tersedia sebanyak 7.014 bush puskesmas, 20.977
puskesmas pembantu, dan 4.024 buah rumah dokter
XVIII/15
(label XVIII-1B). Untuk lebih meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan pada berbagai jenis
puskesmas tersebut dilengkapi peralatan medis
untuk puskesmas sebanyak 30 set, puskesmas
pembantu 500 set, dan puskesmas keliling 360 set. Di
samping itu dalam rangka meningkatkan
mobilitas pelayanan
kesehatan telah dilaksanakan pengadaan 530 buah puskesmas keliling
dan pengadaan lebih dari 3.450 sepeda motor.

Bagi sarana pelayanan kesehatan yang mengalami kerusakan


ringan atau berat pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan perbaikan
430 buah puskesmas; termasuk 203 buah puskesmas perawatan, dan
1.560 buah puskesmas pembantu (Tabel XVIII-1A). Mulai tahun
kedua Repelita VI biaya untuk perbaikan puskesmas, puskesmas
pembantu, rumah dokter/dokter gigi, dan rumah paramedis termasuk
pemeliharaannya dialokasikan dalam bentuk bantuan langsung (block
grant) melalui Inpres Dati II, sehingga diharapkan dapat memberikan
kewenangan dan keleluasaan yang lebih besar kepada daerah dalam
menentukan lokasi dan biaya per unit perbaikan sesuai dengan kondisi
setempat.

Sementara itu, dalam rangka pemerataan dan peningkatan mutu


pelayanan kesehatan, bantuan obat melalui Inpres Sarana Kesehatan
dilanjutkan dan ditingkatkan. Pola pemberian bantuan obat per kapita
disempurnakan dengan cara memberikan bantuan yang lebih besar
terhadap penduduk di desa tertinggal. Untuk itu, bantuan obat
ditingkatkan dari Rp625 per kapita pada tahun 1994/95 menjadi
Rp725 per kapita pada tahun 1995/96, dengan perhitungan Rp625 per
penduduk diberikan secara merata untuk setiap Dati II. Sedangkan
bagi desa tertinggal diberikan tambahan bantuan obat sebesar
Rp400.000 per desa dan bagi penduduk desa tertinggal diberikan
tambahan lagi sebesar Rp430 per penduduk. Dengan pola alokasi
bantuan obat yang telah disempurnakan ini, maka rata-rata bantuan
obat per kapita untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar Rp788
atau sekitar 11 persen lebih tinggi dari Kawasan Barat Indonesia
(KBI) sebesar Rp711. Selain itu, bagi penduduk miskin terutama di
desa tertinggal, sejak tahun 1994/95 di berikan 6 juta "kartu sehat"
yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan pelayanan penyembuhan

XVIII/1'6
dan pemulihan kesehatan di puskesmas dan/atau rumah sakit secara
cuma-cuma. Manfaat kartu sehat ini tidak hanya untuk berobat saja,
namun juga untuk menggugah mereka yang menerimanya agar lebih
banyak memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.

Kegiatan lainnya untuk meningkatkan pemerataan dan kualitas


pelayanan kesehatan dilakukan melalui percepatan penempatan tenaga
dokter, dokter gigi dan bidan dengan pola pegawai tidak tetap (PTT).
Dengan pola penempatan PTT ini maka penyebaran tenaga bagi
daerah terpencil dapat lebih cepat dan merata, karena kepada mereka
diberikan tunjangan khusus sesuai dengan tingkat keterpencilannya.
Pada tahun 1995/96 telah ditempatkan sebanyak 2.768 orang dokter
PTT dan 704 dokter gigi PTT. Dengan demikian selama dua tahun
pertama Repelita VI jumlah dokter dan dokter gigi PTT yang telah
ditempatkan masing-masing berjumlah 6.084 dan 1.600 orang.

Pelayanan kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan


program pelayanan kesehatan masyarakat. Kegiatan pelayanan
kesehatan keluarga terutama diarahkan untuk pelayanan kesehatan ibu
dan anak termasuk pelayanan kontrasepsi, pemeliharaan anak dan ibu
sesudah persalinan, perbaikan gizi dan pemberian imunisasi serta
pelayanan kesehatan bagi kelompok usia lanjut.

Selain tenaga dokter, pelaksana utama kegiatan pelayanan


kesehatan keluarga adalah tenaga bidan yang telah tersebar di desa-
desa. Bidan di desa berperanan besar dalam kegiatan pelayanan
kesehatan terutama pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, imunisasi,
dan perbaikan gizi di perdesaan. Untuk itu, dalam rangka memper-
cepat upaya-upaya untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan
dan angka kematian bayi dan anak, pada tahun 1995/96 telah
ditempatkan sebanyak 8.155 bidan PTT di desa. Sampai dengan tahun
kedua Repelita VI secara keseluruhan jumlah bidan desa yang telah

XVIII/17
ditempatkan tercatat sekitar 49 ribu orang, sehingga
diharapkan sesudah penempatan tahun ketiga
Repelita VI, seluruh kebutuhan bidan desa sebanyak
54 ribu orang sudah dapat terpenuhi. Dengan
demikian selanjutnya setiap desa akan mempunyai
sekurang-kurangnya seorang bidan desa. Untuk
mendukung kegiatan mereka diberikan bantuan alat
transpor, biaya pemondokan, biaya operasional dan
peralatan untuk bidan.

Dalam pelayanan kesehatan ibu, selain tenaga


bidan peranan dukun bayi juga cukup penting.
Dengan bekal pelatihan dan melalui pembinaan
secara terus menerus, dukun bayi berperan besar
dalam meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan
terhadap ibu hamil dan ibu melahirkan. Jumlah
dukun bayi yang dibina pada tahun 1995/96 adalah
sebanyak 109 ribu orang, sedangkan dukun bayi
yang dilatih mencakup 6.292 orang atau meningkat
sebanyak lebih dari 4.800 orang dibandingkan
dengan jumlah dukun yang dilatih pada tahun
sebelumnya. Sebagai dampak dari bertambahnya
tenaga bidan di desa dan makin intensifnya
pembinaan dukun bayi maka cakupan pelayanan
kepada ibu hamil pada tahun 1995/96 telah
mencapai 75 persen, meningkat sebesar 5 persen
dibanding tahun sebelumnya.

Anak balita dan anak pra sekolah di taman kanak-


kanak (TK) merupakan' salah satu sasaran penting
dari pelayanan kesehatan keluarga. Kunjungan anak
balita ke sarana pelayanan kesehatan dasar dan pos
pelayanan terpadu (posyandu) pada tahun 1995196
telah mencakup 70 persen atau meningkat sebesar 5
persen dibandingkan dengan besarnya cakupan pada
XVIII/18
tahun sebelumnya. Di taman kanakkanak telah
dilaksanakan pemeriksaan kesehatan bagi anak balita
dan anak pra sekolah di 4.500 sekolah.

Kegiatan penting lainnya dari program pelayanan


kesehatan masyarakat adalah kegiatan pelayanan
kesehatan anak sekolah dan
remaja. Kegiatannya diselenggarakan melalui wadah usaha kesehatan
sekolah (UKS), meliputi penjaringan kesehatan anak sekolah, pela-
yanan kesehatan bagi anak luar biasa (anak berkelainan) dan pelayan -
an kesehatan bagi remaja. Pada tahun 1995/96 jumlah sekolah yang
telah tercakup oleh kegiatan penjaringan kesehatan adalah sebanyak
117.500 sekolah.

Pelayanan kesehatan bagi anak luar biasa telah dilaksanakan oleh


693 puskesmas di 15 propinsi, meningkat lebih dari 22 persen
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan diketahuinya
kelainan yang diderita oleh anak sekolah tersebut, maka guru, orang
tua dan petugas puskesmas akan bekerjasama untuk menanggulangi
kelainan tersebut. Pada tahun 1995/96 kegiatan pelayanan kesehatan
terhadap remaja dilaksanakan melalui penyuluhan dan konseling
kesehatan serta pelatihan petugas yang mencakup seluruh propinsi,
meningkat lebih dari 17 persen dibandingkan dengan tahun 1994/95.

Jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan mata juga telah makin


diperluas. Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pelayanan kesehatan
mata di 958 puskesmas. Untuk meningkatkan kesegaran jasmani
masyarakat terutama golongan usia sekolah, usia produktif, atlit dan
golongan usia lanjut, dilaksanakan kesehatan olah raga. Kegiatannya
berupa penyuluhan kesehatan olah raga yang dilaksanakan oleh
petugas puskesmas. Selain itu dilaksanakan pula pelatihan bagi
petugas yang akan menangani kesehatan olah raga baik di tingkat
pusat maupun di daerah. Untuk meningkatkan prestasi atlit, maka
ditingkat pusat telah dilaksanakan pembinaan kesehatan bagi para atlit
bekerjasama dengan KONI pusat.

3) Program Kesehatan Rujukan dan Rumah Sakit

Program ini antara lain ditujukan untuk meningkatkan cakupan,

XVIII/19
mutu, dan efisiensi pelayanan kesehatan di setiap rumah sakit serta
mengembangkan dan memantapkan pelayanan rujukan yang
dilaksanakan dari puskesmas ke rumah sakit kabupaten, rumah sakit
propinsi dan rumah sakit di tingkat pusat.

Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan dan rumah sakit telah


dilaksanakan melalui berbagai kegiatan antara lain: pemerataan
persebaran dan penambahan tenaga dokter ahli; penyediaan bantuan
obat-obatan; penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan rumah
sakit; pembangunan dan rehabilitasi rumah sakit; dan penggantian,
perbaikan serta penyediaan peralatan medis disesuaikan dengan
standar pelayanan di masing-masing rumah sakit.

Selain itu, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan rujukan dan


rumah sakit di setiap tingkat diupayakan pula peningkatan keteram -
pilan petugas di berbagai bidang pelayanan, baik melalui pelatihan
maupun pendidikan jangka panjang, dimulai dari rumah sakit
kabupaten, propinsi maupun rumah sakit yang terletak di tingkat
pusat. Di samping itu, untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
di puskesmas diberikan rujukan dokter ahli untuk melayani penderita
di puskesmas.

Jumlah keseluruhan rumah sakit pada tahun 1995/96 tercatat


sebanyak 1.868 buah dengan tempat tidur sebanyak 132.499 buah
yang terdiri dari 850 buah rumah sakit umum (RSU) dengan 100.388
tempat tidur dan 1.018 rumah sakit khusus (RSK) dengan 32.111
tempat tidur (Tabel XVIII-2). Dengan demikian pada tahun kedua
Repelita VI terjadi penambahan jumlah 127 buah rumah sakit dengan
3.791 tempat tidur.

Untuk memenuhi kebutuhan dokter ahli di berbagai rumah sakit


terutama di rumah sakit kelas D dan C pada tahun 1995/96 telah

XVIII/20
ditempatkan 244 tenaga dokter ahli baru dari
empat keahlian dasar yaitu ahli bedah, ahli anak,
ahli penyakit dalam serta ahli kebidanan dan
kandungan, Untuk mempercepat penempatan para
dokter ahli di rumah sakit kabupaten terutama di
daerah-daerah terpencil, sejak tahun 1994/95
prioritas pemberian beasiswa pendidikan dokter
ahli diberikan. kepada dokter yang ditempatkan atau
akan ditempatkan di kabupaten, khususnya untuk. 4
keahlian dasar dan 3 keahlian penunjang yaitu ahli
radiologi, anestesi, dan patologi klinik. Agar para
dokter ahli tersebut dapat menjalankan masa
baktinya di rumah sakit kabupaten secara optimal,
disediakan berbagai paket peralatan sesuai
kebutuhan. Pada tahun 1995/96 antara lain
disediakan 121 paket peralatan keahlian dasar; 42
paket peralatan keahlian penunjang seperti ahli
anestesi, radiologi, dan patologi klinik, serta 50
paket peralatan dokter spesialis lainnya. Di
berbagai rumah sakit telah dilakukan pula
penggantian atau penambahan peralatan medik
sebanyak 610 unit, peralatan non-medik 1.326 unit
dan 73 unit kendaraan atau ambulans. Selain itu,
diberikan pula bantuan obatobatan dan peralatan
medik kepada 9 rumah sakit swasta, terutama yang
berlokasi di luar pulau Jawa dan Bali.

Biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit


(OPRS) telah disediakan setiap tahun sejak tahun
1990/91. Pada tahun-tahun awal diprioritaskan
untuk peningkatan penampilan fisik rumah sakit.
Mulai tahun 1995/96 diarahkan untuk meningkatkan
selain penampilan fisik juga peningkatan kualitas

XVIII/21
pelayanan di seluruh rumah sakit pemerintah baik
pusat maupun daerah. Pada tahun anggaran 1995/96
untuk 407 rumah sakit telah disediakan biaya OPRS
sebanyak Rp60 milyar.

Dalam rangka mewujudkan kemandirian rumah


sakit, secara bertahap rumah-rumah sakit
pemerintah yang dinilai mampu mulai,
dikembangkan menjadi unit swadana, yaitu dengan
memberikan otonomi yang lebih tinggi kepada
rumah sakit terutama dalam
pengelolaan pendapatan dan pengeluaran rumah
sakit dengan tetap memperhatikan fungsi-fungsi
sosial dan prinsip-prinsip ekonomi. Dengan
demikian melalui pengembangan unit swadana ini
dimungkinkan terjadinya subsidi silang kepada
rumah sakit yang lemah, sedangkan rumah sakit
yang telah mandiri dapat meningkatkan mutu
pelayanannya. Di samping itu melalui pola ini
dimungkinkan pula adanya subsidi silang antara
penderita yang mampu kepada yang tidak mampu.
Sampai dengan tahun 1995, sebanyak 13 rumah
sakit telah terdaftar sebagai unit swadana.

Pada tahun 1995/96 pembangunan RS Dr.


Wahidin Soediro Husodo di Ujung Pandang, RS
Malalayang di Manado dan RS Adam Malik di
Medan masih terus dilanjutkan untuk
mengoptimalkan fungsinya sebagai RS Pendidikan.
Di samping itu rencana induk (master plan) dan rencana
detil pelaksanaan pembangunan rumah sakit Dr.
Hasan Sadikin Bandung sudah dapat diselesaikan
pada tahun 1995/96. Sementara itu, pada tahun
yang sama dilaksanakan pembangunan baru RS
Bengkulu dan unit gawat darurat (UGD) RS Jember
dan RS Abdul Muluk, serta penyelesaian
pembangunan lanjutan RS Purwokerto dan RS
Muwardi Solo.

Dalam rangka peningkatan dan perluasan


pelayanan spesialistik kepada masyarakat, pada
tahun 1995/96 sebanyak 20 rumah sakit kabupaten
ditingkatkan dari kelas D menjadi kelas C. Selain
itu dilaksanakan studi kelayakan terhadap 8 rumah
sakit dan penyusunan rencana bagi 8 rumah sakit
lainnya. Selanjutnya untuk meningkatkan kesehatan
XVIII/22
lingkungan rumah sakit telah dilaksanakan
pembangunan instalasi pengolahan air limbah di 4
RS dan program analisa mengenai dampak
lingkungan.(AMDAL) terhadap 2 RS.

Untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan


pelayanan kesehatan gigi dan mulut, secara
bertahap jumlah dokter gigi di-
tambah setiap tahunnya baik yang ditempatkan di
puskesmas maupun di rumah sakit. Selma tahun
1995/96 telah ditempatkan 704 orang dokter gigi
sebagai pegawai tidak tetap (PTT). Selain itu, untuk
meningkatan kualitas pelayanan kesehatan gigi
dilaksanakan pula pengadaan peralatan bagi dokter
gigi dan kegiatan pelayanan rujukan kesehatan gigi
dari puskesmas ke rumah sakit. Sementara itu, mutu
pelayanan kesehatan gigi sekolah semakin
ditingkatkan antara lain melalui penambahan
peralatan gigi di puskesmas sebanyak 158 unit,
sehingga kebutuhan peralatan bagi dokter gigi dan
perawat gigi dapat terpenuhi. Pada tahun 1995/96
cakupan pelayanan usaha kesehatan gigi sekolah
telah meliputi 58.971 SD.

Untuk pelayanan penderita kusta telah


dilaksanakan rujukan dokter ahli bedah kusta guna
memberikan pelayanan bedah rekonstruksi di 12
rumah sakit kusta binaan. Di samping itu untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dilaksanakan
pelatihan bagi paramedis bidang pelayanan penyakit
kusta, rehabilitasi gedung dan prasarana
lingkungan, serta pengadaan peralatan medis dan
nonmedis.

4) Program Pencegahan dan Pemberantasan


Penyakit

Program ini bertujuan untuk menurunkan angka


kematian dan angka kesakitan penyakit terutama
penyakit yang dapat menimbulkan wabah dan
menyerang bayi, anak dan golongan usia produktif,
serta mengurangi akibat buruk penyakit, baik yang
menular maupun tidak menular. Kegiatan pokok
program dilaksanakan secara terpadu melalui
pelayanan kesehatan di puskesmas dan rujukan
kesehatan yang didukung oleh sektor terkait dengan
melibatkan peran serta masyarakat.

XVIII/23
Penyakit menular yang masih banyak diderita oleh masyarakat
berpenghasilan rendah dan terutama tinggal di daerah perdesaan
adalah penyakit Tuberkulosa Paru (TB-Paru). Perhatian terhadap
penyakit ini meningkat sejalan dengan meluasnya penyebaran penyakit
Acquired Immuno Deficiency Syndrome. (AIDS), karena penyakit ini
menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh penderita, sehingga
pederita menjadi lebih mudah terjangkit penyakit TB-Paru. Sejak
tahun pertama Repelita VI telah dilaksanakan upaya penyempurnaan
dalam penanggulangan penyakit ini yang meliputi cara penemuan
penderita, dan cara pengobatannya. Peralatan untuk diagnosa
penderita yang sebelumnya menggunakan mikroskop monokuler,
diganti menjadi mikroskop binokuler. Di samping itu upaya
pemberantasan TB-Pam yang dilaksanakan melalui puskesmas
juga terintegrasi dengan sarana pelayanan kesehatan lainnya seperti
balai pengobatan penyakit pare (BP4) dan rumah sakit. Sementara itu,
kerjasama dengan perkumpulan pemberantasan tuberkulosa Indonesia
(PPTI) terus ditingkatkan. Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan
pemeriksaan bakteriologis yang meliputi sekitar 335,3 ribu sediaan
dahak dan pengobatan terhadap sekitar 30,2 ribu penderita (Tabel
XVIII-3). Dengan demikian pada tahun kedua Repelita VI jumlah
pemeriksaan dan pengobatan penderita TB-paru masing-masing
meningkat sebesar 14.8 persen dan 13.5 persen dibandingkan tahun
1994/95.

Penyakit menular lain adalah penyakit AIDS, yang sejak pertama


kali ditemukan pada tahun 1987 menunjukkan kecenderungan meluas
penyebarannya. Sampai akhir Maret 1996 tercatat 303 orang penderita
yang terinfeksi virus penyebab penyakit ini (virus HIV), dan penderita
AIDS sebanyak 103 orang. Kegiatan penanggulangan AIDS diinte-
grasikan dengan pemberantasan penyakit kelamin yang meliputi sero
survai AIDS dan sifilis, dan pemeriksaan (skrining) donor darah. Di
samping itu kegiatan penyuluhan tentang upaya pencegahan AIDS me-

XVIII/24
lalui media massa terus diintensifkan. Pada tahun
kedua Repelita VI, kegiatan sero survai AIDS dan
sifilis mencakup 910.250 sampel. Selain itu,
dilaksanakan pula pemeriksaan (skrining)
terhadap 850.000 kolf darah yang akan
ditransfusikan. Dengan demikian darah yang akan
ditransfusikan dijaga agar terbebas dari virus HIV.

Penyakit menular lainnya yang masih


merupakan penyakit yang endemis adalah penyakit
demam berdarah dengue (DBD). Penyebaran
penyakit ini. dari tahun ke tahun makin meluas, dan
sampai tahun kedua Repelita VI telah menyebar ke
27 propinsi serta mencakup 227 Dati II. Penyebaran
penyakit ini meluas sejalan dengan meningkatnya
arus transportasi antar wilayah serta, makin
padatnya jumlah penduduk. Selain itu meluasnya
penyebaran penyakit ini juga disebabkan oleh
kebersihan lingkungan yang belum memadai dan
rendahnya pengetahuan masyarakat tentang cara
penularan penyakit ini. Upaya menanggulangi
penyakit DBD dilakukan antara lain melalui
abatisasi dan penyemprotan masal di tempat-tempat
pembiakan nyamuk Aedes Aegypti, serta
pengasapan (fogging) pada rumah-rumah yang
tersangka menjadi sarang nyamuk. Pada tahun
1995/96, kegiatan abatisasi masal telah
dilaksanakan terhadap sekitar 3,072 juta rumah,
dan pengasapan terhadap sekitar 3,072 juta
rumah (Tabel XVIII-3). Kegiatan abatisasi ini,
meningkat dari tahun 1994/95 yang mencakup
sekitar 2,5 juta rumah. Peningkatan ini
dilaksanakan untuk mengantisipasi perluasan
penyebaran penyakit. Angka kesakitan DBD pada

XVIII/2
5
tahun 1995/96 masih cukup tinggi yaitu sekitar
18,4 per seratus ribu penduduk, sehingga perlu
dilakukan pemantauan dan pengobatan penderita
secara dini yang didukung oleh kegiatan
pemberantasan penyakit menular secara terpadu
dan efektif melalui berbagai sarana pelayanan
kesehatan yang ada. Di samping itu kegiatan
pemberantasan penyakit DBD juga dilaksanakan
melalui peningkatan peran serta masyarakat dalam
bentuk pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dengan cara menguras, mengubur dan menutup
sarang nyamuk.
Seperti halnya penyakit TB-Pam, infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit menular
lain yang penting. Penyakit yang mencakup saluran
nafas bagian atas dan bagian bawah ini merupakan
penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian bagi bayi dan anak. Kegiatan pemberantasan
penyakit ISPA meliputi penemuan dan pengobatan
penderita yang dilaksanakan melalui puskesmas dan
jaringannya, serta rujukan ke rumah sakit untuk
penanganan kasus ISPA yang berat. Pada tahun
1995/96 kegiatan pemberantasan ISPA telah
dilaksanakan di seluruh propinsi, mencakup 304
kabupaten. Sedangkan jumlah penderita yang
ditemukan dan diobati adalah sekitar 1,745 juta
orang.

Penyakit diare merupakan penyakit menular lain


yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi
dan anak. Penyebab penyakit diare berkaitan erat
dengan keadaan kesehatan lingkungan yang masih
rendah dan perilaku masyarakat yang kurang
mendukung hidup sehat. Kegiatan utama
pemberantasan penyakit ini dititikberatkan pada
usaha menggiatkan pencarian dan pengobatan
penderita diare sedini mungkin. Di samping itu
dilaksanakan pula penyuluhan kesehatan terutama
melalui puskesmas dan jaringannya serta posyandu.
Materi penyuluhan ditekankan pada upaya
pencegahan seperti membiasakan minum air yang
telah dimasak, cara menggunakan oralit, cara
membuat larutan gula garam sebagai pengganti
oralit, serta Cara memelihara lingkungan yang
sehat. Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan
penemuan dan pengobatan terhadap sekitar 2,7 juta
XVIII/26
penderita diare.

Kegiatan pemberantasan penyakit malaria


semakin ditingkatkan dengan titik berat pada
pemberantasan vektor melalui penyemprotan rumah
penduduk dan lingkungannya dengan menggunakan
insektisida jenis Fenetrothion yang mencakup sekitar
1,276 juta rumah (Tabel XVIII-3). Pemberantasan
penyakit ini diprioritaskan pada daerah-
daerah yang masih dianggap rawan, seperti daerah-daerah trans -
migrasi, permukiman baru di luar pulau Jawa-Bali, dan daerah
perbatasan. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan DDT
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat, maka penyemprotan
daerah rawan penyakit malaria di Jawa dan Bali, yang semula
menggunakan jenis insektisida DDT diganti dengan jenis insektisida
yang mudah terurai yaitu Fenetrothion, Karbamat dan L-Sihalothrin.

Selain itu telah dilaksanakan penemuan dan pengobatan tersangka


penderita malaria yang mencapai jumlah sekitar 3,350 juta orang.
Dengan semakin intensifnya kegiatan penyemprotan dan pengobatan
penderita, angka kesakitan penyakit malaria di Jawa dan Bali berhasil
ditekan dari 0,17 per seribu penduduk pada tahun 1994/95 menjadi
0,06 per seribu penduduk pada tahun 1995/96. Namun demikian di
luar Jawa dan Bali, penyakit ini masih merupakan masalah, sehingga
pemberantasannya akan terus ditingkatkan.

Kegiatan penting lain dibidang pencegahan dan pemberantasan


penyakit dalam upaya mempercepat penurunan angka kesakitan,
kematian bayi dan anak adalah imunisasi. Sasaran cakupan imunisasi
dasar (BCG, DPT, Polio, Campak) secara internasional telah
ditetapkan pada konferensi tingkat tinggi anak sedunia (World Summit
for Children). Pada konferensi tersebut ditetapkan sasaran yang
disebut Universal Child Immunization (UCI), bahwa imunisasi dasar
minimal harus mencakup 80 persen dari sasaran. Pada tahun 1995/96
rata-rata pencapaian sasaran nasional kegiatan imunisasi dasar pada
bayi adalah 92 persen. Berarti secara nasional, sasaran UCI telah
dilampaui. Untuk meningkatkan cakupan dan mutu kegiatan
imunisasi, telah dilakukan pemantauan pelaksanaan di lapangan,
terutama terhadap mutu vaksin serta ditingkatkan pula pelatihan
petugas. Dalam rangka mencapai bebas polio pada tahun 2000 pada
tahun kedua Repelita VI telah dilaksanakan pekan imunisasi nasional

XVIII/27
(PIN). Kegiatan. ini dilaksanakan melalui pemberian vaksinasi polio
kepada seluruh anak balita dalam dua putaran, September 1995 dan
Oktober 1995. Pada PIN putaran pertama dan kedua telah
dilaksanakan pemberian vaksinasi polio masing-masing kepada 22, 1
juta dan 23,1 juta anak balita. Dengan demikian jumlah anak balita
yang diberikan vaksinasi polio baik pada PIN putaran pertama
maupun putaran kedua telah berhasil melebihi target yang
direncanakan.

Di samping itu dilaksanakan upaya pemberantasan penyakit


menular lainnya seperti penyakit kaki gajah (filariasis), demam keong
(schistosomiasis), gila anjing (rabies), pes, kusta, patek (frambusia).
Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pengobatan masal terhadap
sekitar 180 ribu penderita kaki gajah, Di Lembah Lindu dan Napu,
propinsi Sulawesi Tengah telah dilaksanakan pengobatan terhadap 794
penderita demam keong, selama 6 bulan dengan praziquantel. Selain
itu dilaksanakan pula kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana air
bersih. dan jamban serta pemberantasan fokus-fokus keong penular.
Kegiatan penanggulangan rabies dilaksanakan melalui vaksinasi hewan
sebanyak 531 ribu ekor dan vaksinasi pada manusia, sebanyak 4.820
orang. Pemberantasan penyakit rabies dilaksanakan secara lintas
sektoral. Kegiatan pemberantasan ini dilaksanakan melalui
pengumpulan sediaan (spesimen) dan pengobatan terhadap tersangka.

5) Program Perbaikan Gizi

Tujuan dari program perbaikan gizi adalah meningkatkan mutu


gizi konsumsi pangan sehingga berdampak pada perbaikan keadaan
gizi masyarakat. Kegiatan utama program ini meliputi penyuluhan gizi
masyarakat, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), upaya perbaikan
gizi institusi dan peningkatan penerapan sistem kewaspadaan pangan
dan gizi (SKPG).

XVIII/28
Penyuluhan gizi masyarakat bertujuan untuk
memasyarakatkan pengetahuan gizi secara luas, guna
menanamkan sikap dan perilaku yang mendukung
kebiasaan hidup sehat dengan makanan yang
bermutu gizi seimbang bagi masyarakat. Untuk-
melaksanakan penyuluhan gizi telah disusun
pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Pedoman ini
merupakan pegangan bagi petugas kesehatan dan
petugas sektor terkait lainnya serta masyarakat luas
tentang perilaku gizi yang baik dan benar. Untuk
menyebarluaskan informasi tentang PUGS, dalam
tahun 1995/96 telah dilaksanakan pelatihan untuk
pelatih PUGS sebanyak 69 orang terdiri dari 15 orang
dari pusat dan 54 orang dari 27 propinsi, pelatihan
tentang peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI)
secara eksklusif terhadap 161 orang petugas. Selain
itu disediakan bahan penyuluhan yang terdiri dari
buku Pedoman Umum Gizi Seimbang sebanyak
24.000 buku, buku pedoman pelatihan PUGS
sebanyak 5.000 buku, dan leaflet petunjuk makanan
bayi sebanyak 10.000 lembar. Pesan-pesan gizi
dilakukan melalui media TVRI sebanyak 52 kali
tayangan dan melalui RRI sebanyak 52 kali siaran
berbentuk drama serf dan kuis. Penyuluhan juga
dilaksanakan melalui pameran pembangunan dan
hari-hari besar seperti Hari Kesehatan Nasional,
Hari Gizi Nasional, dan Hari Pangan Sedunia.

Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) merupakan


gerakan sadar gizi masyarakat, bertujuan memacu
upaya masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan
gizinya, melalui pemanfaatan aneka ragam pangan
sesuai dengan kemampuan ekonomi keluarga dan
lingkungan masyarakat setempat. Kegiatannya
meliputi penyuluhan gizi masyarakat perdesaan,
pelayanan gizi di posyandu dan peningkatan
pemanfaatan lahan pekarangan.
Penyuluhan gizi masyarakat perdesaan
dilaksanakan di posyandu yang tersebar di seluruh
desa. Pada tahun 1995/96 jumlah posyandu

XVIII/29
yang melaksanakan penyuluhan gizi adalah sebanyak
263.769 posyandu, meningkat dari keadaan tahun
1994/95 yaitu sebanyak 250.262 posyandu. Pelaksana
penyuluhan adalah para kader di bawah bimbingan
petugas kesehatan dan petugas sektor lainnya seperti
petugas pertanian, BKKBN, agama, pamong desa dan
penggerak PKK. Selain di posyandu, penyuluhan gizi
juga dilaksanakan di luar posyandu dengan
menggunakan pendekatan kelompok antara lain
melalui kelompok pengajian, arisan, kelompok wanita
tani, PKK dan kelompok pendengar, pembaca dan
pemirsa (Kelompencapir).

Pelayanan gizi di posyandu, terutama ditujukan


kepada kelompok masyarakat yang rawan gizi yaitu
wanita pranikah, ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan
anak balita. Posyandu merupakan ujung tombak
dalam penanggulangan masalah gizi kurang seperti
kurang vitamin A (KVA), gangguan akibat kurang
iodium (GAKI), anemia gizi besi (AGB) dan kurang
energi protein (KEP). Kegiatan pemantauan pelayanan
gizi di posyandu antara lain meliputi pemantauan
pertumbuhan dan perkembangan anak, pemberian
paket pelayanan gizi, pemberian makanan tambahan
dan pemantauan dini terhadap perkembangan
kehamilan.

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan


anak, dilaksanakan melalui penimbangan berat badan
bayi dan balita secara teratur sekali sebulan, yang
hasilnya dapat diamati melalui kartu menuju sehat
(KMS). Selain itu dilaksanakan pemberian paket
pertolongan gizi, antara lain berupa pemberian
kapsul iodium terhadap sekitar 12,5 juta penduduk
terutama terhadap penduduk yang bertempat tinggal
XVIII/30
di desa endemik berat dan sedang. Selanjutnya
dilakukan pula penyuluhan gizi untuk meningkatkan
konsumsi garam beriodium. Dalam upaya
menanggulangi masalah AGB pada ibu hamil telah
didistribusikan tablet besi kepada sekitar 2,9 juta
ibu hand. Prioritas pemberian tablet besi diberikan
terhadap ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi
di desa tertinggal. Selain itu telah dilaksanakan pula
kegiatan pemasaran sosial untuk meningkatkan
konsumsi bahan makanan sumber zat besi.

Walaupun masalah KVA yang diukur dengan


besarnya prevalensi Xeropthalmia sudah sangat
rendah, namun prevalensi KVA diukur dari kadar
serum vitamin A yang rendah masih
memprihatinkan yang akan mengancam upaya
penanggulangan Xeropthalmia. Oleh karena itu
kapsul vitamin A dosis tinggi masih perlu diberikan
bagi anak balita dan ibu nifas. Pada tahun 1995/96
telah didistribusikan kapsul vitamin A kepada
sekitar 12,5 juta anak balita, diiringi dengan
peningkatan penyuluhan tentang manfaat sayuran
hijau dan buahbuahan berwarna kuning untuk
pencegahan KVA.

Pemberian makanan tambahan untuk anak balita


yang menderita KEP, kegiatannya dikaitkan dengan
pemanfaatan lahan pekarangan melalui program
diversifikasi pangan dan gizi dari sektor pertanian.
Kegiatan pemberian makanan tambahan diupayakan
menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat
setempat dengan bimbingan dan dukungan teknis
dari petugas lintas sektor terkait seperti petugas gizi
puskesmas, PPL, dan PUGS. Sebagai alat
penyuluhan, kepada anak balita diberikan juga
makanan tambahan di Posyandu.

Kegiatan utama lainnya dari program perbaikan


gizi adalah usaha perbaikan gizi institusi (UPGI).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keadaan
gizi kelompok masyarakat yang berada di suatu
XVIII/31
lembaga atau institusi tertentu. Institusi yang
dimaksud adalah yang mengelola dan melaksanakan
pelayanan gizi bagi warganya Perhatian diberikan
terutama kepada lembaga pendidikan, khususnya
SD termasuk pesantren di daerah miskin, dan panti-
panti sosial. Kegiatan UPGI antara lain meliputi
pembinaan teknis, pelatihan, penyuluhan dan
intervensi gizi.
Upaya penting yang dilakukan untuk mengatasi
masalah gizi anak sekolah adalah melalui program
makanan tambahan anak sekolah (PMT AS). Prinsip
dasar PMT-AS adalah sebagai sarana penyuluhan gizi
dan kesehatan; diselenggarakan dengan melibatkan
orangtua, murid, guru dan masyarakat dalam
menuju kemandirian kesehatan untuk peningkatan
prestasi belajar anak sekolah. Kegiatan rintisan
PMT-AS diprioritaskan di desa tertinggal, yang
dimulai tahun pada tahun 1991/92 di kawasan
Indonesia Bagian Timur. Pada tahun 1995/96 telah
berkembang meliputi 20 propinsi dan diberikan
kepada 38.694 anak SD/MI di 460 SD daerah
tertinggal. Tahun 1995/96 paket PMT-AS meliputi
makanan jajanan, obat cacing, tablet besi untuk
pencegahan anemia gizi besi (AGB) dan kegiatan
penunjang seperti penyuluhan, pelatihan, dan
supervisi. Makanan tambahan adalah berupa
makanan jajanan yang mengandung 200-300
kilokalori, yang diberikan selama 9 bulan hari
belajar efektif. Makanan jajanan dalam PMT-AS
menggunakan bahan hasil pertanian desa setempat
atau sekitarnya, dan pembuatan makanan jajanan
dilaksanakan oleh kader-kader PKK bekerjasama
dengan orang tua murid dan guru. Hasil evaluasi
menyimpulkan bahwa PMT-AS terutama telah
mengurangi absensi anak sekolah, meningkatkan
semangat belajar, dan membuat makin baiknya
tingkat kesehatan dan gizi anak sekolah.

6) Program Pengawasan Obat dan Makanan

Program pengawasan obat dan makanan

XVIII/32
bertujuan: pertama, tersedianya obat dan alat
kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat yang didukung oleh industri farmasi;
kedua, terlindungnya masyarakat dari penggunaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang
tidak memenuhi ketentuan standar dan persyaratan
kesehatan lainnya; ketiga, terlindungnya masyarakat
dari bahaya penyalahgunaan dan kesalahgunaan
obat, narkotik, dan zat aditif,
serta bahan berbahaya lainnya; dan keempat, meningkatnya pengguna-
an obat tradisional yang terbukti bermanfaat untuk pelayanan kesehat-
an sejalan dengan program pengembangan pengobatan tradisional.

Upaya pemakaian obat generik untuk menyediakan obat yang


berkhasiat dan bermutu dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat secara bertahap terus ditingkatkan. Pada tahun 1995/96
cakupan penjualan obat generik pada sektor swasta meningkat menjadi
sekitar 37 persen atau meningkat sebesar 5 persen dibandingkan
dengan cakupan pada tahun sebelumnya. Sedangkan nilai penjualan
obat generik pada tahun 1995/96 mencapai Rp326,42 milyar yang
berasal dari dana Inpres, anggaran sektoral, Askes/PHB, Pemda,
Instansi pemerintah/BUMN dan swasta, meningkat cukup tinggi dari
tahun sebelumnya yaitu Rp282,14 miliar,

Untuk menunjang ketersediaan obat dan alat kesehatan yang


merata maka pembinaan dan pengembangan industri farmasi terus
ditingkatkan. Pada tahun 1995/96 tercatat sebanyak 224 industri
farmasi dan 1.512 pedagang besar farmasi (PBF) yang pada tahun
sebelumnya berjumlah 1.355 PBF. Sedangkan nilai ekspor obat
meningkat dari 43 juta dollar pada tahun 1994/95 menjadi 47 juta
dollar pada tahun 1995/96. Untuk menjaga kelangsungan industri
farmasi dalam negeri, kemampuan untuk memproduksi bahan baku di
dalam negeri terus ditingkatkan. Pada tahun 1994/95 bahan baku yang
sudah bisa diadakan di dalam negeri adalah 10,1 persen dan pada
tahun 1995/96 telah meningkat menjadi 12,5 persen.

Sarana, prasarana dan sumber daya manusia untuk pengawasan


obat dan makanan ditingkatkan dengan sistem dan mekanisme
operasional yang makin efisien. Pada tahun 1995/96 telah
dilaksanakan pelatihan tenaga pengelola obat di gudang farmasi
kabupaten (GFK) dan puskesmas sebanyak 497 orang.

XVIII/33
Untuk melindungi masyarakat dari penggunaan
produk farmasi, alat kesehatan dan makanan yang
tidak memenuhi ketentuan standar dan persyaratan
kesehatan lainnya, maka pemerintah melakukan
upaya pengendalian mutu produk secara ketat dan
menyeluruh. Upaya pengendalian mutu produk
tersebut meliputi; pertama, persyaratan bahwa setiap
produk obat yang beredar harus memenuhi cara-cara
pembuatan obat yang baik (CPOB); kedua, penilaian
produk sebelum dan sesudah beredar; ketiga,
penetapan standar mutu; keempat, pengujian
laboratorium dan kelima, dengan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi. Pada tahun 1995/96 telah
dilakukan penilaian registrasi data teknis terhadap
1.852 jenis obat, 4.637 jenis makanan, 5.490 jenis
kosalkes (alat kosmetika, alat kesehatan dan
peralatan kesehatan rumah tangga), dan 1.941 jenis
obat tradisional. Penetapan standar upaya
pengendalian mutu dilakukan dengan menyusun
buku monografi yang tiap tahun diterbitkan. Pada
tahun 1995/96 telah disusun buku yang mencakup
100 monografi bahan makanan tambahan, 200
monografi kosmetika, dan 100 monografi obat
tradisional.

Pengujian laboratorium terhadap produk obat,


makanan dan alat kesehatan dimaksudkan untuk
melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang
tidak memenuhi syarat kesehatan dan gangguan
kesehatan yang disebabkan karena produk yang
dikonsumsi mengandung bahan yang berbahaya.
Pada tahun 1995/96 telah dilakukan pengujian
terhadap 30.039 sampel obat, 22.964 sampel
XVIII/34
makanan dan minuman, 11.681 sampel kosmetika
dan alat kesehatan serta 10.256 sampel obat
tradisional. Pada tahun sebelumnya jumlah sampel
yang diuji tercatat untuk pengujian obat sebanyak
15.881 sampel, makanan dan minuman sebanyak
1.167 sampel, kosmetika dan alat kesehatan
sebanyak 6.431 sampel dan obat tradisional
sebanyak 5.579 sampel. Selain itu dilakukan juga
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi untuk
menjamin kelayakan produk dan
kelancaran distribusi produk, sehingga tetap terjaga mutunya sampai
pada masyarakat. Pada tahun 1995/96 telah dilakukan pemeriksaan
terhadap 8.961 unit sarana produksi dan distribusi obat, 8.928 unit
sarana dan distribusi makanan dan minuman, 2.405 unit sarana dan
distribusi kosmetika dan alat kesehatan dan 2.339 unit sarana dan
distribusi obat tradisional. Dibandingkan tahun 1994/95 terjadi
peningkatan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, di mana
tercatat pada tahun tersebut pemeriksaan obat sebanyak 3.394 unit,
makanan dan minuman sebanyak 4.200 unit, kosmetika dan alat
kesehatan sebanyak 1.032 unit, dan obat tradisional sebanyak 653
unit.

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan dan


kesalahgunaan obat, narkotika, dan zat adiktif, serta bahan berbahaya
lainnya, pada tahun 1995/96 telah dilakukan penyidikan obat dan
makanan sebanyak 265 kasus, dengan jumlah kasus yang dapat
diselesaikan sebanyak 18 kasus (6,8 persen). Dibandingkan tahun
sebelumnya tercatat 444 kasus, dengan jumlah kasus yang diselesaikan
sebanyak 13 kasus (2,9 persen). Selain itu juga dilakukan pengujian
laboratorium terhadap 6.866 sampel narkotika dan bahan obat ber-
bahaya yang baru mulai dilaksanakan pada tahun kedua Repelita VI.

7) Program Pengobatan Tradisional

Program ini bertujuan meningkatkan pendayagunaan obat dan


cara pengobatan tradisional baik secara tersendiri atau terpadu dalam
pelayanan kesehatan paripurna, dalam rangka mencapai derajad
kesehatan masyarakat yang optimal.

Dalam rangka perluasan dan pemerataan pelayanan kesehatan


diupayakan pengembangan obat tradisional melalui penggalian,
penelitian, pengujian serta penemuan obat-obatan termasuk budidaya

XVIII/35
obat tradisional yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk itu dibentuk sentra pengembangan dan penerapan pengobatan
tradisional (P3T). Pada tahun 1995/96 telah terbentuk 4 sentra P3T di
propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Melalui sentra tersebut
dilakukan penyiapan sarana dan prasarana Berta pendataannya,
pembinaan petugas terlatih, dan penelitian potensi pengobatan
tradisional untuk dapat digunakan di pelayanan kesehatan formal.

Obat tradisional juga berpotensi sebagai komoditi ekspor. Nilai


ekspor obat tradisional pada tahun 1994 adalah Rp22,7 miliar dan
pada tahun 1995 telah meningkat menjadi Rp25 miliar. Meningkatnya
ekspor obat tradisional ini didukung oleh perkembangan industri obat
tradisional yang meningkat cukup pesat. Pada tahun 1994/95 ada 456
perusahaan industri obat tradisional, dan pada tahun 1995/96
bertambah menjadi 540 perusahaan. Selain itu peredaran obat
tradisional juga mengalami kenaikan, dari sebesar Rp 124,2 miliar
tahun 1992 menjadi Rp128 miliar tahun 1994 dan Rp180 miliar pada
tahun 1995.

Dalam rangka penyusunan pola pembinaan pengobatan tradi-


sional, telah dilaksanakan pertemuan konsultasi pengelola program di
27 Propinsi dan pembentukan forum komunikasi lintas program dan
lintas sektor di tingkat pusat dua kali setahun, tingkat propinsi dan
kabupaten satu kali setahun. Untuk mengetahui potensi tenaga
pengobat tradisional, dilaksanakan inventarisasi tenaga pengobat
tradisional. Pada tahun 1995/96 jumlah tenaga pengobatan tradisional
yang telah diinventarisasi mencapai 195.486 orang. Kepada tenaga
pengobat tradisional tersebut secara bertahap diupayakan untuk
memberikan pembinaan langsung antara lain melalui serangkaian
sarasehan. Jumlah yang telah dicakup sampai tahun kedua Repelita VI
baru mencapai 5.320 orang di 438 kecamatan.

XVIII/36
Untuk meningkatkan kegiatan pengkajian metode pengobatan
tradisional, pada tahun 1995/96 dilaksanakan pelatihan bagi 225
orang. Selain itu dilakukan pula penggalian/ dokumentasi pengobatan
dan obat tradisional warisan budaya bangsa pada empat propinsi yaitu
Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat dan Jambi.

Pengembangan dan pengadaan bibit tanaman obat dalam upaya


budidaya tanaman obat dilakukan melalui penyuluhan taman obat
keluarga (TOGA). Sasaran dari peningkatan budidaya difokuskan
pada ketersediaan bahan baku secara kontinyu dan keseragaman mutu
bahan. Pada tahun 1995/96, pengelolaan budidaya koleksi tanaman
obat dilakukan pada areal seluas tiga hektar.

b. Program Penunjang

1) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Tujuan dari program penyediaan dan pengelolaan air bersih di


sub sektor kesehatan adalah untuk meningkatkan pengamanan kualitas
air bagi berbagai kebutuhan dan kehidupan penduduk, baik yang
berada di perdesaan maupun di perkotaan. Kegiatan pokok dari
program ini meliputi pembakuan dan pengaturan kualitas air,
pengawasan kualitas air, perbaikan kualitas air, dan pembinaan
pemakai air serta kegiatan pendukung.

Pada tahun kedua Repelita VI telah dilaksanakan pengawasan


kualitas air yang mencakup pemeriksaan terhadap sekitar 300 ribu
sarana air bersih dan pengambilan serta pemeriksaan sampel air
sebanyak 600 ribu sampel. Untuk menunjang pengawasan dan
pemeriksaan kualitas air telah disusun profil penyediaan dan
pengelolaan air bersih (PAB) pada 826 desa yang merupakan data

XVIII/37
dasar atau gambaran mengenai keadaan sanitasi
sarana dan kualitas air. Pengadaan berbagai sarana
air dan pengawasan kualitasnya ditunjang dengan
upaya perbaikan kualitas air. Pada tahun 1995/96
telah dilaksanakan perbaikan kualitas air di 2.500
desa atau meningkat lebih dari 38 persen
dibandingkan dengan jumlah desa pada tahun
sebelumnya.

Guna meningkatkan pengertian dan kesadaran


serta kemampuan masyarakat untuk melakukan
upaya pengawasan kualitas air dilaksanakan
pembinaan pemakai air. Kegiatannya meliputi
penyuluhan penyehatan air, pembinaan kelompok
pemakai air dan pembentukan desa percontohan
kesehatan lingkungan (DPKL). Pada tahun 1995/96
penyuluhan penyehatan air dan pembinaan
kelompok pemakai air telah dilaksanakan di 2.500
desa, sesuai dengan jumlah desa yang
melaksanakan perbaikan kualitas air. Pembentukan
dan pembinaan kelompok pemakai air (Pokmair)
merupakan upaya untuk menyediakan wadah bagi
peran serta masyarakat dalam pembangunan,
pemanfaatan, pemeliharaan dan pengembangan
sarana penyediaan air bersih. Sementara itu telah
dibentuk desa-desa percontohan kesehatan
lingkungan di 13 propinsi yang meliputi 54 Dati II,
114 kecamatan dan 161 desa.

Dengan makin meningkat dan intensifnya


kegiatan pengawasan dan perbaikan kualitas air,
serta pembinaan terhadap pemakai air, hasil
pemeriksaan sanitasi air bersih pada tahun 1995/96
menunjukkan adanya penurunan tingkat resiko
XVIII/38
pencemaran sarana air bersih. Berdasarkan
pemeriksaan tersebut tercatat bahwa sarana air
bersih dengan tingkat resiko pencemaran amat
tinggi adalah sebesar 27,65 persen, tinggi 16,17
persen, sedang 27,48 persen dan rendah 20,23
persen atau masing-masing menurun sebesar 0,55
persen, 6,63 persen, 9,72 persen, dan 11,47 persen
dibandingkan dengan tahun 1994/95. Sementara
itu, secara keseluruhan cakupan penyediaan air
bersih meningkat dari 53 persen pada Repelita V menjadi sekitar 60
persen pada tahun kedua Repelita VI.

2) Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

Program ini bertujuan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih


sehat agar dapat melindungi. masyarakat dari segala kemungkinan
kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap
kesehatan. Kegiatannya meliputi pengawasan dan pemeliharaan
kualitas lingkungan, penyuluhan kesehatan lingkungan, pendidikan
dan pelatihan tenaga.

Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pengawasan dan


pemeliharaan kualitas lingkungan di 194 Dati II yang mencakup
33.485 sarana. Sarana yang dimaksud antara lain meliputi tempat
pengelolaan makanan, pengelolaan pestisida, tempat pembuangan
sampah, sarana angkutan umum dan kawasan industri. Sementara itu
penyuluhan kesehatan lingkungan telah dilaksanakan di 1.722 desa,
terutama di desa tertinggal, daerah kumuh perkotaan, daerah endemis
penyakit menular, daerah transmigrasi, masyarakat terasing, daerah
nelayan, desa pengrajin makanan. Penyuluhan dilakukan dengan
melibatkan peran serta masyarakat secara aktif antara lain melalui desa
percontohan kesehatan lingkungan dan "Gerakan Jum'at Bersih".
Gerakan Jumat Bersih ini merupakan upaya masyarakat untuk mencip-
takan lingkungan bersih dan sehat yang pada awalnya diprakarsai oleh
tuan guru dan tokoh masyarakat di Nusa Tenggara Barat.

Pada tahun 1995/96 telah dilakukan pula pemantauan, pemaparan


dan pengendalian pencemaran di 738 lokasi serta penanggulangan 23
kasus kejadian luar biasa. Untuk membangun kemampuan sumber
daya manusia telah dilaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi 1.688

XVIII/39
tenaga kesehatan lingkungan di tingkat puskesmas, Dati
II dan Propinsi.

3) Program Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan

Program pendidikan dan pelatihan kesehatan


terdiri atas dua komponen yaitu pendidikan
kedinasan dan pelatihan tenaga kesehatan. Tujuan
dari pendidikan kedinasan adalah menyediakan
tenaga kesehatan. dalam jumlah, jenis dan kualitas
yang sesuai dengan kebutuhan program kesehatan.
Sedangkan pelatihan tenaga kesehatan bertujuan
meningkatkan mutu sumber daya di bidang
kesehatan agar dapat meningkatkan hasil kerjanya
dalam menunjang mutu pelayanan kesehatan,
memperkuat tim kerja serta menunjang
pengembangan karier.

Kegiatan pokok pendidikan kedinasan antara


lain meliputi penyelenggaraan pendidikan
kedinasan bidang kesehatan di berbagai jenis dan
jenjang pendidikan, peningkatan kesempatan belajar
(karya siswa), dan peningkatan mutu pendidikan
kedinasan. Pada tahun 1995/96 dilaksanakan
pendidikan tenaga bidan bagi 6.718 orang calon
bidan melalui program A (lulusan SPK ditambah
pendidikan bidan 1 tahun), dan 6:624 calon bidan
melalui program C (lulusan SLTP ditambah
pendidikan bidan 3 tahun). Di samping pendidikan
tenaga bidan dan perawat, juga dididik berbagai
tenaga kesehatan lainnya pada tingkat D-I dan D-
III` untuk jurusan gizi, sanitasi, fisioterapi,
XVIII/40
radiodiagnostik dan radioterapi serta teknik
elektromedik. Sementara itu, guns meningkatkan
mutu pendidikan kedinasan pada tahun 1995/96
telah dilaksanakan peningkatan kualitas tenaga
pendidik, termasuk guru bidan dan instruktur klinis.
Melalui program AKTA III dan IV telah diberikan
pendidikan bagi sebanyak 280 orang dan
pendalaman bidang studi bagi 1.706 orang.
Dalam komponen pelatihan tenaga kesehatan, kegiatan yang
dilaksanakan antara lain meliputi pengembangan institusi pendidikan
dan pelatihan (diklat), dan pengembangan sumber daya tenaga
kesehatan. Dalam rangka pengembangan institusi diklat pada tahun
1995/96 dilaksanakan pembangunan balai pelatihan kesehatan
(Bapelkes) di Gombong (Jawa Tengah), Jantho (DI Aceh), Pakanbaru
(Riau), Jambi, Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Ambon (Maluku)
dan Abepura (Irian Jaya). Untuk melengkapi fasilitas Bapelkes yang
telah ada disediakan 18 paket peralatan pendidikan. Bapelkes ini
berfungsi sebagai lembaga penyelenggara pelatihan tenaga kesehatan.
Pada tahun 1995/96 jumlah tenaga kesehatan yang dilatih baik di
pusat maupun di daerah mencapai 42.641 orang terdiri dari pelatihan
pra-jabatan sebanyak 12.446 orang, pelatihan penjenjangan sebanyak
390 orang, pelatihan teknis fungsional terpadu bagi bidan desa, dokter
dan dokter gigi puskesmas sebanyak 3.888 orang, dan pelatihan teknis
lainnya sebanyak 25.917 orang.

Untuk lebih memeratakan penyebaran tenaga kesehatan, pada


tahun 1995/96 telah ditempatkan sekitar 16.946 orang tenaga kesehat-
an, yang terdiri dari 2.768 orang dokter PTT, 704 orang dokter gigi
PTT, 11.564 orang tenaga paramedis perawatan termasuk di dalam -
nya 8.155 orang bidan PTT, 1.313 paramedis nonperawatan, dan 597
tenaga sarjana dan diploma bidang kesehatan (Tabel XVIII-4).

4) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Program ini bertujuan untuk menunjang pembangunan kesehatan


secara optimal khususnya yang menyangkut perluasan jangkauan dan
peningkatan mutu pelayanan kesehatan, serta pengembangan ilmu
kedokteran bagi kepentingan masyarakat banyak. Di samping itu,
program ini ditujukan untuk memantapkan dan mengembangkan
kemampuan institusional penelitian dan pengembangan kesehatan.

XVIII/41
Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan 29 kegiatan penelitian
yang meliputi penelitian di bidang ekologi kesehatan, penyakit
menular dan tidak menular, farmasi, gizi, pelayanan kesehatan, dan
pengkajian sumber daya kesehatan.

Untuk meningkatkan jaringan kerjasama penelitian antar instansi


di bidang kesehatan, telah dilaksanakan kerjasama ilmiah baik
ditingkat nasional maupun internasional, dengan melengkapi jaringan
iptek kesehatan dengan jaringan iptek Dewan Riset Nasional (DRN),
serta publikasi hasil-hasil penelitian.

5) Program Pengembangan Informasi Kesehatan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan, mengembangkan dan


memantapkan sistem informasi kesehatan yang mampu memberikan
data dan informasi yang akurat, tepat waktu dan sesuai dengan
kebutuhan untuk proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat
adminitrasi. Selain itu juga bertujuan memberikan data dan informasi
untuk peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya kesehatan dan
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.

Pengelolaan data di tingkat propinsi terus ditingkatkan terutama


dalam rangka peningkatan kemampuan manajemen kesehatan,
penguasaan wilayah melalui penyusunan Profil Kesehatan, Laporan
Eksekutif, Informasi Tenaga Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan,
penyampaian umpan batik ke Dati II, dan pengembangan Jaringan
Informasi di propinsi. Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan kegiatan
pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data berupa 27
profil kesehatan propinsi. Untuk meningkatkan kemampuan tenaga
pengelola data dan informasi telah dilaksanakan kegiatan pelatihan
bagi 84 orang tenaga pengelola data informasi kesehatan.

XVIII/42
TABEL XVIII 1 A
PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PUSKESMAS 1)
1993/94, 1994/95 1995/96

Repelita VI
No. Jenis Kegiatan Satuan 1993/94 1994/95 1995/9
6
1. Pembangunan Puskesmas unit 140 30 30

2. Pembangunan Puskesmas gedung 1.387 500 500


Pembantu
3. Pembangunan Rumah Dokter rumah 300 230 230

4. Perbaikan Puskesmas gedung 1.575 1.168 430

5. Perbaikan Puskesmas gedung 2.900 2.931 1.560


Pembantu
6. Pengadaan Puskesmas unit 720 528 530
Keliling
1) Angka Tahunan

XVIII/43
GRAFIK XVIII - 1
PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN
PUSKESMAS
1993/94, 1994/95 - 1995/96

XVIII/44
TABEL XVIII1B
PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN PUSKESMAS
1993/94, 1994/95 1995/96

Repelita VI
No. Jenis Kegiatan Satuan 1993/94 1994/95 1995/96

1. Pembangunan Puskesmas unit 6.954 6.984 7.014

2. Pembangunan Puskesmas gedun 19.977 20.477 20.977


Pembantu g
3. Pembangunan Rumah Dokter rumah 3.564 3.794 4.024

4. Perbaikan Puskesmas gedun 14.613 15.781 16.211


g
5. Perbaikan Puskesmas gedun 18.539 21.470 23.030
Pembantu g
6. Pengadaan Puskesmas Keliling unit 6:024 6.552 7.082

XVIII/45
TABEL XVIII - 2
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS) DAN TEMPAT TIDUR (TT)
1993/94,1994/95 - 1995/96

Repelita VI
No Jenis Rumah Sakit 1993/94 1994/95 1995/96
Jumlah RS Jumlah Jumlah RS Jumlah Jumlah RS Jumlah
(gedung) TT (gedung) TT (gedung) TT

1. Rumah Sakit Umum 830 97.197 835 98.952 850 100.38


(RSU) 8
a. RSU Pusat 16 9.2% 15 9.081 15 9.023
b. RSU 321 38.693 321 39.732 323 40.069
c. RSU ABRI 110 11.125 110 10.822 110 10.752
d. RSU Departemen 84 7.541 78 7.273 73 7.246
Lain
2. Rumah Sakit Khusus 843 28.784 906 29.756 1.018 32.111
(RSK)
a. RSK Pusat 44 9.514 45 9.883 45 9.714
b. RSK 38 2.821 39 2.777 40 2.795
Prop./Kab./Kodya
c. RSK ABRI 20 392 20 392 20 392
d. RSK Departemen 10 161 10 161 10 161
Lain

Jumlah 1.673 125.981 1.741 128.708 1.868 132.49


9

XVIII/46
GRAFIK XVIII - 2
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS)
1993/94, 1994/95 - 1995/96

XVIII/47
TABEL XVIII 3
PERKEMBANGAN USAHA PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN
PENYAKIT MENULAR 1)
1993/94, 1994/95 1995/96
(ribuan)

1) Angka tahunan

XVIII/48
TABEL XVIII 4
PELAKSANAAN PENEMPATAN BEBERAPA JENIS TENAGA
KESEHATAN
1993/94,1994/95 1995/96

Repelita VI
No. Jenis Tenaga 1993/94 1994/95 1995/96

1. Dokter 1.700 3.316 2.768

2. Dokter Gigi 336 896 704

3. Perawat Kesehatan 4.490 12.241 11.564

4. Paramedis Non Perawat dan 3.803 1.531 1.313


Pekarya Kesehatan

5. Tenaga akademis bidang 605 2.070 597


kesehatan

Jumlah 10.934 20.054 16.946

XVIII/49
Selain itu untuk menunjang pengembangan sistem informasi
dilaksanakan pula pengadaan peralatan komputer sebanyak 209 set.
Berbagai upaya tersebut telah menambah ketersediaan data yang
akurat dan tepat waktu, sehingga kemampuan perencanaan, pengelola-
an dan pengawasan pembangunan kesehatan pada berbagai tingkat
administrasi makin meningkat.

C. KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita VI


adalah terlayani dan terehabilitasinya 230 ribu orang penyandang
cacat, 15 ribu orang anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika
dan 31 ribu orang tunasosial. Sasaran selanjutnya ialah terlayaninya
225 ribu orang lanjut usia, terbinanya 450 ribu orang anak yang
terlantar, 48,3 ribu KK masyarakat terasing, 23 ribu karang taruna,
4.100 organisasi sosial, 62 ribu tenaga kesejahteraan sosial, dan 202,3
ribu KK fakir miskin. Sasaran lainnya adalah meningkatnya nilai-nilai
kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan. Meningkatnya jumlah
dan kualitas tempat-tempat penitipan anak dan balita bagi para ibu
yang bekerja juga merupakan sasaran yang diupayakan.

Berbagai kebijaksanaan ditempuh untuk mencapai sasaran


tersebut, antara lain dengan meningkatkan pelayanan clan rehabilitasi
sosial penyandang cacat, anak nakal dan korban penyalahgunaan
narkotika, serta tunasosial, meningkatkan pembinaan kesejahteraan
sosial lanjut usia, meningkatkan pembinaan kesejahteraan sosial anak
terlantar, melakukan pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat
terasing dan terpencil, meningkatkan pembinaan karang taruna,
meningkatkan peranan organisasi sosial, meningkatkan pembinaan

XVIII/50
kesejahteraan sosial fakir miskin, dan meningkatkan penyuluhan dan
bimbingan sosial, serta meningkatkan upaya penanggulangan bencana.

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan untuk mencapai sasaran


tersebut diatas, ditetapkan tiga program pokok yang meliputi program
pembinaan kesejahteraan sosial; program pelayanan dan rehabilitasi
sosial; dan program peningkatan partisipasi sosial masyarakat.
Seluruh program pokok tersebut didukung oleh beberapa program
penunjang yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan
program pembangunan bidang lainnya dan dengan mengikutsertakan
masyarakat.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Kedua


Repelita VI

Salah satu upaya untuk tercapainya keadilan sosial dilakukan


melalui pembangunan kesejahteraan sosial. Kegiatan pembangunan
kesejahteraan sosial dalam tahun kedua (1995/96) Repelita VI
merupakan kelanjutan, peningkatan dan perluasan pelaksanaan
program-program tahun pertama (1994/95), yaitu untuk meningkatkan
mutu, profesionalitas dan cakupan pelayanan sosial serta meningkat -
kan kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial masyarakat
untuk turut menangani masalah-masalah sosial melalui penyelenggara-
an pelayanan sosial. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui
program-program pokok dan penunjang sebagai berikut.

a. Program Pokok

1) Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Program ini ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan


sosial masyarakat, khususnya penyandang masalah sosial, dan

XVIII/51
mewujudkan kondisi sosial masyarakat yang dinamis
untuk mendukung berkembangnya kesetiakawanan
dan tanggung jawab sosial masyarakat. Untuk itu
dilaksanakan kegiatan pokok yang meliputi
pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat
terasing, pembinaan kesejahteraan sosial fakir
miskin, pembinaan nilai-nilai kepeloporan,
keperintisan, kepahlawanan, dan pembinaan kese-
jahteraan sosial para lanjut usia, serta pembinaan
kesejahteraan sosial anak yang terlantar.

a) Pembinaan Kesejahteraan Sosial


Masyarakat Terasing

Untuk meningkatkan harkat dan martabat serta


taraf kehidupan masyarakat terasing kearah yang
lebih maju seperti yang telah dicapai oleh
masyarakat di desa-desa sekitarnya, dilaksanakan
kegiatan-kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial,
penataan dan pembangun-an permukiman yang
dilengkapi dengan penyediaan lahan, jaminan hidup,
pemberian bimbingan keterampilan seperti
pertanian dan peternakan termasuk pemberian
bermacam bibit. Pembinaan bagi mereka dilakukan
secara terpadu dengan berbagai sektor pembangun-
an lainnya seperti kesehatan, pendidikan, agama,
pertanian, kehutanan, transmigrasi, dan terutama
dengan pemerintah daerah. Di samping itu
pembinaan juga dilakukan bersama dengan
organisasi sosial (Orsos), lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan organisasi keagamaan. Agar
pembinaan bagi mereka lebih berhasilguna, sejak
tahun kedua Repelita VI dilakukan persiapan
pembinaan yang lebih matang bagi masyarakat
XVIII/52
terasing yang baru ditemukan melalui studi kondisi
sosial budaya yang mendalam, bekerjasama dengan
18 universitas daerah dan didukung oleh para ahli
sosiologi dan antropologi, sehingga arah pembinaan
tahun-tahun selanjutnya sesuai dengan kondisi dan
aspirasi mereka. Mengingat sebagian terbesar
masyarakat terasing merupakan bagian dari
penduduk miskin, maka
pembinaan bagi mereka merupakan salah satu upaya yang penting
dalam penanggulangan kemiskinan.

Dibandingkan dengan pembinaan tahun 1994/95 sebanyak 6.500


KK, maka kegiatan pembinaan untuk tahun 1995/96 menurun menjadi
5.993 KK atau berkurang sebanyak 507 KK (Tabel XVIII-5).
Penurunan tersebut merupakan suatu upaya untuk lebih memantapkan
kualitas pembinaan pada masing-masing keluarga sehingga lebih
berhasil guna. Dalam rangka itu pada tahun 1995/96 telah dilakukan
Studi Budaya Masyarakat Terasing dan Lingkungan hidupnya.
Melalui studi ini lebih dipahami prinsip-prinsip sosial budaya dan
kondisi lingkungan yang melandasi pemanfaatan dan pengelolaan
cumber daya masyarakat terasing. Hasil studi tersebut dijadikan
tuntunan untuk menemukan strategi, macam kegiatan dan tahapan
kegiatan pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing yang spesifik
untuk masing-masing lokasi. Pada tahun 1995/96, Studi Budaya
Masyarakat Terasing antara lain menemukan suku terasing baru yaitu
suku Poliho di Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara.
Pembinaan oleh petugas juga makin diintensifkan didukung oleh
ketersediaan sarana dan prasarana sosial yang makin baik di daerah
permukiman.

Contoh pembinaan masyarakat terasing yang berhasil, antara lain


adalah pembinaan masyarakat terasing di permukiman Labondua
Propinsi Sulawesi Tenggara yang telah berhasil meningkatkan
produksi perikanan. Permukiman Madobag II Propinsi Sumatera Barat
berkembang menjadi tempat tujuan wisata dan merupakan desa
budaya. Di permukiman Waelangi I di Kabupaten Sumba Barat
Propinsi Nusa Tenggara Timur, warganya telah berhasil
mengembangkan tanaman coklat dan ternak kambing sebagai mata
pencaharian bahkan telah mampu memenuhi kebutuhan daerah lain.

XVIII/53
b) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Fakir
Miskin

Sebagai bagian dari upaya penanggulangan


kemiskinan, pembinaan kesejahteraan sosial fakir
miskin diarahkan untuk menyiapkan kaum fakir
miskin untuk memiliki kemampuan dan ke-
terampilan mengakses dan memanfaatkan upaya-
upaya pembangunan di berbagai sektor untuk
meningkatkan taraf hidupnya. Untuk itu pada tahun
1995/96 dilanjutkan kegiatan-kegiatan yang terpadu
dengan IDT, berupa pemberian motivasi,
pembentukan kelompok, dan pemberian paket usaha
produktif yang diawali dengan pelatihan
keterampilan. Disamping itu untuk meningkatkan
motivasi kelompok melaksanakan kegiatan usahanya,
dilakukan pula lomba keberhasilan kelompok
bersama (KUB) yang di desa IDT dikenal sebagai
kelompok masyarakat (Pokmas) IDT dimulai dari
tingkat kecamatan sampai propinsi. Kegiatan ini
dilakukan bersama dengan pemerintah daerah.

Pada tahun 1995/96 keluarga miskin yang telah


dibantu melalui program ini berjumlah kurang lebih
21.130 KK, tersebar di 571 desa di luar desa IDT di
seluruh propinsi (Tabel XVIII-6). Di samping itu untuk
mendukung pelaksanaan program IDT pada tahun
1995/96 dipersiapkan 718 orang petugas sosial
kecamatan (PSK) yang ditempatkan di desa-desa
miskin yang membutuhkan penanganan khusus
sebagai pendamping purna waktu bagi kelompok
masyarakat yang memperoleh bantuan program IDT.

c) Pembinaan Nilai-nilai Kepeloporan,


Keperintisan dan Kepahlawanan
XVIII/54
Melalui kegiatan ini diupayakan untuk
memelihara dan melestarikan nilai-nilai kepeloporan,
keperintisan dan kepahlawanan pada semua lapisan
masyarakat, terutama generasi muda sebagai
penerus bangsa. Dalam rangka ini termasuk
kegiatan pembangunan
dan pemugaran Taman Makam Pahlawan, Makam Pahlawan
Nasional, Makam Perintis Kemerdekaan dan upaya-upaya penanaman
dan penyebarluasan nilai-nilai perjuangan para pahlawan. Selain itu
dilakukan juga upaya untuk memberikan penghargaan dan terima
kasih atas jasa, pengorbanan dan perjuangan yang telah diberikan
kepada nusa, bangsa dan negara, berupa pemberian bantuan sosial
kepada keluarga para pahlawan nasional dan pejuang keperintisan
yang kurang mampu.

Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pemugaran 39 Taman


Makam Pahlawan yang tersebar di 26 propinsi, 2 buah Makam
Pahlawan Nasional dan 59 Makam Perintis Kemerdekaan. Bantuan
perbaikan rumah telah diberikan pada tahun 1995/96 kepada 88 orang
perintis kemerdekaan dan keluarganya. Di samping itu diselenggara-
kan acara-acara peringatan hari-hari besar, dalam bentuk seminar dan
sarasehan mengenai nilai-nilai kepahlawanan, kepeloporan, dan kepe-
rintisan, untuk para pelajar SLTA, organisasi pemuda dan mahasiswa.

d) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Pemerintah memberikan perhatian khusus pada lanjut usia yang


terlantar dan tidak mampu. Untuk itu kepada para lanjut usia diupaya -
kan untuk memberi berbagai pelayanan sosial seperti bimbingan
mental dan sosial, pelayanan kesehatan, kegiatan keagamaan,
rekreasi, bimbingan keterampilan kerja, dan bantuan modal usaha
bagi yang masih potensial untuk berusaha dan berkarya. Kegiatan
pelayanan sosial tersebut dilakukan baik di dalam maupun di luar
panti.

Pada tahun 1995/96 telah diberikan bantuan bagi 47.012 orang


lanjut usia yang tidak mampu atau meningkat dengan sebanyak 3.539
orang bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel XVIII-7).

XVIII/55
Di samping itu telah direhabilitasi 10 panti lanjut usia (Panti Sosial
Tresna Werdha) milik pemerintah dan masyarakat.

e) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak yang Terlantar

Dengan sistem pendataan yang lebih intensif, jumlah anak


terlantar yang tercatat pada tahun 1995 meningkat dari 2.319.00 orang
pada tahun 1992 menjadi 2.635.600 orang. Anak-anak terlantar
memerlukan pembinaan terutama dalam hal pendidikan, keagamaan,
asuhan dan bimbingan sosial, pelatihan ketrampilan, serta pengadaan
lapangan kerja. Pembinaan kesejahteraan sosial bagi anak yang
terlantar berupaya memberikan pelayanan berupa asuhan dan
bimbingan sosial, serta pelatihan keterampilan yang diikuti dengan
pemberian kesempatan untuk mengikuti praktek belajar di perusahaan-
perusahaan agar dapat mandiri.

Pada tahun 1995/96 telah diberikan pelayanan bagi 238.645


orang anak terlantar baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun
masyarakat, meningkat 17,8 persen dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (Tabel XIII-7). Peningkatan jangkauan pelayanan ini
terutama adalah yang dilakukan sendiri oleh masyarakat. Semakin
besarnya peran masyarakat dalam menyantuni anak terlantar
merupakan cerminan dari semakin besarnya rasa kesetiakawanan dan
tanggung jawab sosial serta kemampuan masyarakat untuk
menyelesaikan masalah-masalah sosial. Pada tahun 1995/96 telah
diupayakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan 27 buah panti
pemerintah dan masyarakat, serta memberikan pelatihan bagi para
petugas pelayanan panti masyarakat.

XVIII/56
2) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Program ini bertujuan untuk mengembalikan dan meningkatkan


kemampuan warga masyarakat, baik perseorangan, keluarga maupun
kelompok penyandang masalah sosial sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya secara wajar dan dapat hidup sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaannya. Adapun sasaran program ini meliputi
para penyandang cacat, anak nakal dan korban penyalahgunaan
narkotika, serta tunasosial.

Pelayanan sosial bagi para penyandang cacat diberikan kepada


cacat veteran, cacat tubuh, cacat netra, cacat rungu wicara, cacat
mental dan bekas penyandang penyakit kronis. Untuk memulihkan
fungsi sosial dan meningkatkan kesejahteraan sosial mereka agar
dapat menjadi manusia yang produktif, dilakukan bimbingan dan
penyuluhan, rehabilitasi fisik, mental dan sosial, pelatihan
keterampilan kerja yang diikuti dengan pemberian bantuan modal
usaha, dan pemberian kesempatan praktek belajar kerja pada
perusahaan, serta penyaluran mereka untuk bekerja di perusahaan-
perusahaan. Kegiatan tersebut dilaksanakan baik di dalam maupun
luar panti dengan mengikutsertakan keluarga dan masyarakat. Di
samping itu diupayakan pula penyelenggaraan asrama bagi murid-
murid sekolah luar biasa (SLB).

Pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat pada


tahun 1995/96 ditingkatkan kualitasnya antara lain melalui pemberian
paket praktek belajar kerja yang lebih lengkap di perusahaan-
perusahaan baik milik swasta maupun pemerintah. Dengan cara ini
diharapkan kesempatan bagi para penyandang cacat untuk dapat
bekerja menjadi lebih besar. Penyandang cacat yang dilayani dan
direhabilitasi pada tahun 1995/96 berjumlah 45.025 orang (Tabel
XVIII-8), atau meningkat sebanyak 1.079 orang bila dibandingkan

XVIII/57
dengan tahun sebelumnya. Bila dibandingkan dengan target Repelita
VI untuk tahun yang sama 44.000 orang, maka jumlah ini telah
melampaui target. Disamping itu telah diberikan bantuan biaya asrama
bagi 3.620 murid sekolah dasar luar biasa (SDLB) di 186 SDLB milik
pemerintah daerah.

Untuk mendukung peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan


sosial bagi penyandang cacat telah dilaksanakan rehabilitasi dan
penyempurnaan 17 panti rehabilitasi sosial cacat milik pemerintah dan
masyarakat dan diadakan 10 buah mobil unit rehabilitasi sosial
keliling (URSK). Di samping itu untuk meningkatkan mutu dan
profesionalisme pelayanan sosial dilakukan pelatihan pembuatan kaki
dan tangan palsu bagi petugas pelayanan panti rehabilitasi cacat tubuh
di RC Dr. Soeharso - Surakarta, pelatihan keterampilan pijat shiatsu
bagi instruktur panti rehabilitasi cacat netra, dan pemantapan
kemampuan penggunaan Bahasa Isyarat Bahasa Indonesia bagi
petugas rehabilitasi rungu wicara.

Pada tahun 1995/96 telah dirintis penciptaan lapangan kerja bagi


penyandang cacat netra, khususnya yang dibina pada Panti Sosial Bina
Netra "Tan Miyat" Jakarta, yaitu sebagai tenaga operator telepon di
beberapa perusahaan. Di tahun-tahun mendatang rintisan ini diharap -
kan dapat dikembangkan dan ditingkatkan sebagai lapangan kerja baru
bagi penyandang cacat netra.

Para penyandang cacat tubuh yang telah berhasil dibina melalui


Panti Sosial Bina Daksa Bangil Jawa Timur telah mampu
meningkatkan produksi kerajinan tangan dari rotan maupun kain
sulaman sehingga dapat di ekspor ke Jepang dan Malaysia, Brunei
Darussalam dan Thailand. Sedangkan Balai Penerbitan Braille
Indonesia di Bandung Jawa Barat, selain telah berhasil me -
ngembangkan produksi buku dan kaset rekaman Ilmu Pengetahuan

XVIII/58
Umum dan Kesenian, pada tahun 1995/96 juga memproduksi Al
Qur'an Braille, meskipun baru sampai pada beberapa juz.

Di samping untuk anak cacat, kegiatan rehabilitasi sosial juga


melayani anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika. Mereka
adalah anak nakal yang belum sampai pada tindak pidana termasuk
korban penyalahgunaan narkotika, bahan adiktif lainnya, dan
minuman keras. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan mereka
menjadi anggota masyarakat yang hidup secara .baik dan layak.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi bimbingan sosial, rehabilitasi,
pelatihan keterampilan, dan pemberian bantuan modal usaha. Mulai
tahun 1994/95 dalam kegiatan bimbingan sosial, dimasukkan pula
penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penyakit AIDS. Jumlah
anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika yang diberikan
pelayanan dan rehabilitasi sosial pada tahun 1995/96 hampir sama
dengan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 2.685 orang anak. Untuk
menunjang kegiatan penyantunan terhadap anak nakal dan korban
penyalahgunaan narkotika telah diperbaiki dan disempurnakan 7
(tujuh) buah panti.

Bagi para tunasosial, yaitu para gelandangan dan pengemis, tuna


susila dan bekas narapidana pelayanan dan rehabilitasi sosial ditujukan
untuk mengembalikan kemauan dan kemampuan mereka untuk hidup
sebagai warga masyarakat yang berguna, berkualitas dan produktif. Untuk
itu dilakukan kegiatan bimbingan, rehabilitasi, dan pelatihan
keterampilan berusaha yang disertai dengan bantuan modal usaha. Di
samping itu bagi mereka diberikan pula penyuluhan dan bimbingan
tentang bahaya penyakit AIDS serta upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan
mengikutsertakan berbagai sektor terkait, keluarga dan masyarakat.
Dalam tahun 1995/96 telah direhabilitasi dan diresosialisasikan
sebanyak 4.539 orang tunasosial yang terdiri dari 1.130 orang tuna

XVIII/59
susila, 1.650 orang gelandangan dan pengemis, dan 1.759 orang
bekas narapidana. Meskipun jumlah tersebut lebih besar dari jumlah
yang dibina tahun 1994/95 yaitu sebanyak 3.943 orang tidak dapat
dikatakan bahwa masalah tunasosial meningkat pada tahun 1995/96.
Kenaikan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan intensitas
penjaringan terhadap para tunasosial. Kegiatan bimbingan sosial
khusus untuk pencegahan HIV/AIDS telah dilaksanakan di 170 lokasi
dengan sasaran 17.000 orang di 27 propinsi.

3) Program Peningkatan Partisipasi Sosial Masyarakat

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan


peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan kesejahteraan
sosial secara melembaga dan terorganisasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, kegiatan yang dilakukan diarahkan pada upaya meningkatkan
kepedulian dan kepekaan masyarakat terhadap permasalahan sosial
dan lingkungannya, meningkatkan mutu pelayanan sosial secara
profesional, dan mendorong golongan mampu untuk ikut berperan
dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai perwujudan
kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial serta membantu
meningkatkan kesejahteraan sosial warga masyarakat yang tergolong
rawan sosial ekonomi. Kegiatan pokok program ini meliputi
penyuluhan dan bimbingan sosial pada masyarakat, pembinaan
organisasi sosial, dan pembinaan tenaga kesejahteraan sosial
masyarakat.

Sasaran kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial adalah seluruh


warga masyarakat termasuk golongan masyarakat mampu terutama di
wilayah yang rawan permasalahan sosial seperti di kawasan
pemukiman kumuh, kawasan yang angka kriminalitas dan prosti -
tusinya tinggi. Untuk menciptakan iklim dan suasana yang mendukung
bagi peningkatan peran serta masyarakat dalam menghadapi per -

XVIII/60
masalahan sosial, pada tahun 1995/96 telah
dilaksanakan penyuluhan dan bimbingan sosial di
5.417 desa/kelurahan yang tersebar di semua
propinsi yang dilaksanakan oleh Orsos, LSM, tokoh
masyarakat, pemuda dan wanita, pemimpin formal
dan informal dengan memanfaatkan berbagai media
massa.

Apabila pada tahun 1994/95 jumlah orsos yang


dibina adalah sebanyak 2.575 orsos, pada tahun
1995/96 jumlah tersebut meningkat menjadi 3.030
orsos. Pembinaan bagi orsos ini dilakukan melalui
pelatihan manajemen dan profesi pekerjaan sosial
bagi 2.400 orsos dan pemberian bantuan
pengembangan organisasi dan pelayanan sosial bagi
630 orsos. Pelatihan-pelatihan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan orsos, yayasan dan
lembaga sosial, termasuk LSM dan organisasi
keagamaan, dalam kegiatan pelayanan sosial. Di
samping itu dikembangkan . pula forum komunikasi
antar orsos kuat dan lemah di 17 propinsi dan forum
komunikasi antara orsos lemah dengan golongan
masyarakat mampu di 7 propinsi. Sementara itu
jumlah orsos yang bergerak di bidang pembangunan
kesejahteraan sosial yang tercatat pada tahun
1995/96 hampir sama dengan tahun sebelumnya
yaitu sebanyak 5.878 orsos.

Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat yang


diandalkan untuk membantu pemberian pelayanan
sosial bagi masyarakat baik di tingkat desa atau
kelurahan adalah pekerja sosial masyarakat (PSM)
dan tenaga relawan sosial yang umumnya berasal
dari golongan masyarakat mampu. Pada tahun
1995/96 titik berat pembinaan PSM dan relawan
sosial diletakkan pada upaya untuk
mengembangkan, memantapkan keterampilan dan
pengabdian PSM dan relawan sosial yang telah ada.
Untuk itu pada tahun 1995/96 dilakukan pembinaan
lanjutan bagi PSM dan relawan sosial yang telah
dilatih pada tahun sebelumnya yaitu sebanyak 6.390
orang melalui forum komunikasi PSM dan relawan
sosial. Di samping itu pada tahun 1995/96

XVIII/61
dilakukan pula pelatihan bagi PSM yang baru bagi
sebanyak 4.050 orang (Tabel XVIII-9). Sementara itu
pembinaan bagi PSM satuan tugas sosial (SATGASOS)
yang ditugaskan di daerah-daerah terpencil dan di
daerah permukiman masyarakat terasing di 7
propinsi tetap dilanjutkan.

b. Program Penunjang

1) Program Pembinaan Generasi Muda

Upaya pembinaan generasi muda di bidang


kesejahteraan sosial dalam Repelita VI ditekankan
pada peran karang taruna dalam pembinaan pemuda
di perdesaan dan perkampungan termasuk yang putus
sekolah dan pengangguran. Karang taruna juga
diarahkan untuk aktif ikut dalam mencegah
kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika,
serta berperan dalam menegakkan ketertiban dan
keamanan lingkungan. Tujuan utama dari program
ini adalah meningkatkan kualitas dan kelembagaan
karang taruna sebagai organisasi kepemudaan di
tingkat desa/kelurahan sehingga dapat berperan aktif
dalam mencegah dan mengatasi permasalahan sosial
dikalangan generasi muda.

Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan pelatihan


dan pemberian bantuan modal kerja kepada 2.945
buah karang taruna di seluruh Indonesia (Tabel XVIII-
10). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan manajemen dan organisasi serta bekal
untuk memperoleh lapangan kerja. Pelatihan
keterampilan berusaha meliputi pelatihan peternakan
dan pertanian terpadu di Tapos, pelatihan pertanian
di Balai Pelatihan Pertanian Ciawi, pembudidayaan
XVIII/62
udang windu di Jepara, kerajinan kayu di Ubud dan
kerajinan rotan dan kulit di Sidoarjo. Di samping itu
telah pula dilaksanakan bhakti sosial dan tukar
menukar informasi dan pengalaman antar karang
taruna di berbagai propinsi.
2) Program Penelitian dan Pengembangan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan


efektifitas pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial, serta
menunjang perumusan kebijaksanaan dan meningkatkan kualitas
perencanaan program pembangunan kesejahteraan sosial. Agar
kebijaksanaan dan sistem pelayanan sosial benar-benar sesuai dengan
keadaan dan perkembangan masalah sosial yang ada, maka penelitian
yang dilaksanakan diarahkan untuk langsung menunjang kegiatan
operasional .

Pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan 6 buah penelitian


mengenai peranan keluarga dalam pembinaan dan pelayanan lanjut
usia, pola penanganan kemiskinan daerah perkotaan, peningkatan
profesionalisasi organisasi sosial, pengembangan model pengelolaan
tempat penitipan anak (TPA) dan kelompok bermain, peningkatan
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial
melalui nilai kesetiakawanan sosial dan pengembangan model asuransi
sosial.

3) Program Pendidikan dan Pelatihan Sosial

Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan


kemampuan, keahlian dan keterampilan tenaga kesejahteraan sosial
baik pegawai Pemerintah maupun masyarakat sebagai pelaksana
pembangunan kesejahteraan sosial, melalui pemberian kesempatan
belajar untuk pendidikan D-IV, S-1, S-2 dan S-3, serta pelatihan
administrasi dan profesi pekerjaan sosial

Untuk meningkatkan kemampuan administrasi pegawai, dalam


tahun 1995/96 telah dilaksanakan Sekolah Pimpinan Administrasi
Tingkat Madya (SEPADYA) bagi 30 orang, dan Sekolah Pimpinan

XVIII/63
TABEL XVIII 5
PEMBINAAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TERASING
MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)
1993/94, 1994/95 1995/96
(kepala keluarga)

No. Daerah Tingkat Repelita VI


I/ Propinsi 1993/94. 1994/95 1995/96

1. Jawa Barat 100 80 80


2. Daerah Istimewa 246 286 286
3. Aceh
Sumatera Utara
4. Sumatera Barat 238 313 238
5. Riau 352 452 377
6. Jambi 317 317 197
7. Sumatera Selatan 187 227 180
8. Bengkulu
9. Kalimantan Barat 586 686 461
10. Kalimantan Tengah 210 290 240
11. Kalimantan Selatan 192 260 260
12. Kalimantan Timur 525 745 820
13. Sulawesi Utara .50
14.. Sulawesi Tengah 232 290 340
15. Sulawesi Selatan 180 240 315
16. Sulawesi Tenggara 247 322 372
17. Maluku 203 283 343
18. Nusa Tenggara Barat
19. Nusa Tenggara Timur 259 339 339
20. Irian Jaya 1.212 1370 1.095

Jumlah 5.286 6.500 5.993

1) Angka kumulatif

XVIII/64
TABEL XVIII 6
PENYANTUNAN DAN PENGENTASAN
FAKIR MISKIN MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 1995/96
(desa dan kepala keluarga)

XVIII/65
TABEL XVIII 7
PELAKSANAAN PENYANTUNAN KEPADA
PARA LANJUT USIA DAN ANAK TERLANTAR MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 1995/96
(orang)

XVIII/66
. TABEL XVIII - 8
PELAKSANAAN PENYANTUNAN DAN
PENGENTASAN PARA CACAT MENURUT DAERAH TINGKAT 1
1993/94.1994/95 - 1995/96
(orang)

N. Daerah Tingkat I/ Repelita VI


Propinsi 1993/94 1994/95 1995/96.

1. DKI Jakarta 1.504 1.565 1.310


2. Jawa Barat 3.100 2.820 3.045
3. Jawa Tengah 4.107 2.895 3.443
4. DI Yogyakarta 1.263 1.240 1.345
5. Jawa Timur 3.810 3.100 3.230
6. Daerah Istimewa Aceh 1.785 1:870 1.915
7: Sumatera Utara 2.144 2.460 2.435
8. Sumatera Barat 1.920 1.985 1.914
9, Riau 1.075 1.120 1.250
10. Jambi 910 957 1.162
11.. Sumatera Selatan 2.570 1.980 2.200
12. Bengkulu 1.753 1.460 1.490
13. Lampung 1.180 1.485 1.330
14. Kalimantan Barat 995 1.280 1.385
15. Kalimantan Tengah 1.525 1.035 1.590
16. Kalimantan Selatan 1.228 1.415 1.125
17. Kalimantan Timur 1.190 1.645 1.168
18. Sulawesi Utara 905 1.090 1.420
19. Sulawesi Tengah 2.540 1.205 1.942
20. Sulawesi Selatan 990 2.135 1.245
21. Sulawesi Tenggara 1.215 1.230 1.085
22. Maluku 880 1.055: 865
23. B a l i 1.607 854 1.548
24. Nusa Tenggara Barat 1.400 1.545. 1.848
25. Nusa Tenggara Timur 1.005 1.860 1.065
26. Irian Jaya 1.015 1.460 1.500
27. Timor Timur 1.085 1.200 1.170

Jumlah 44.701 43.946 45.025

XVIII/67
TABEL XVIII 9
PEMBINAAN PEKERJA SOSIAL
MASYARAKAT (PSM) MENURUT DAERAH TINGKAT I
199$/94,1994/95 1995/96 .
(orang)

No. Daerah Tingkat I/ Repelita VI


Propinsi 1993/94 1994/95 1995/96.

1. DKI Jakarta 150 150 90


2. Jawa Barat 1.260 600 240
3. . Jawa Tengah 1.590 720 270
4. DI Yogyakarta 300 120 90
5. Jawa Timur 1.110 600 300
6. Daerah Istimewa Aceh 630 300 180
7. Sumatera Utara 720 360 210
8. Sumatera Barat 690 300 120
9. Riau 210 150 90
10. Jambi 240 150 120
11. Sumatera Selatan 510 270 150
12. Bengkulu 300 150 90
13. Lampung 600 150 150
14. Kalimantan Barat 240 270 150
15. Kalimantan Tengah 480 150 180
16. Kalimantan Selatan 240 240 150
17. Kalimantan Timur 360 150 150
18. Sulawesi Utara 240 150 150
19. Sulawesi Tengah 480 150 150
20. Sulawesi Selatan 210 150 120
21. Sulawesi Tenggara 270 150 120
22. Maluku 540 180 120
23. Bali 180 150 150
24. Nusa Tenggara Barat 600 210 180
25. Nusa Tenggara Timur 180 150 120
26. Irian Jaya 270 150 90
27. Timor Timur 150 90 120

Jumlah 12.750 6.390 4.050

XVIII/68
TABEL XVIII - 10
BANTUAN PANT SARANA
USAHA KARANG TARUNA MENURUT DAERAH TINGKAT I
1993/94, 1994/95 1995/96
(Karang Thrum)

No. Daerah Tingkat Repelita VI


I/ Propinsi 1993/94 1994/95 1995/96

1. DKI Jakarta 26 45 41
2. Jawa Barat 331 296 273
3. Jawa Tengah 331 242 261
4. DI Yogyakarta 36 44 41
5, Jawa Timur 341 307 338
6. Daerah Istimewa 171 126 150
7. Aceh
Sumatera Utara 202 168 170
8. Sumatera Barat 151 131 114
9. Riau 71 72 62
10. Jambi 56 69 81
11. Sumatera Selatan 125 115 103
12. Bengkulu 100 81 61
13. Lampung 81 75 .94

14. Kalimantan Barat 56 64 74


15. Kalimantan 121 108 70
16. Tengah
Kalimantan 56 67 131
17. Selatan
Kalimantan Timur 56 72 84
18. Sulawesi Utara 66 81 69
19. Sulawesi Tengah 106 121 88
20. Sulawesi Selatan 53 46 114
21. Sulawesi Tenggara 91 73 77
22. Maluku 43 100 54
23. Bali 52 74 105
24. Nusa Tenggara 99 97 72
25. Barat Tenggara
Nusa 46 88 83
26. TimurJaya
Irian 67 67 78
27. Timor Timur 51 61 57

Jumlah 2.985 2.890 2.945

XVIII/69
Administrasi Tingkat Lanjutan (SEPALA) bagi 60
Orang. Di samping itu telah dilaksanakan
pendidikan S2 di dalam negeri untuk bidang ilmu
kesejahteraan sosial bagi 30 orang dan pendidikan
S3 di dalam negeri untuk bidang ilmu sosiologi bagi
2 orang. Untuk meningkatkan kemampuan
profesional pegawai telah diselenggarakan
pelatihan fungsional bagi 60 orang, pendidikan
dan, pelatihan teknis bagi 832 orang dan
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja sosial
masyarakat (TKSM) sebanyak 1.520 orang.

D. PENANGGULANGAN BENCANA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Pada akhir Repelita VI penanggulangan bencana


mengupayakan terwujudnya peningkatan kesadaran
dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menanggulangi bencana dan musibah lainnya.
Selain itu juga diupayakan peningkatan penguasaan
teknologi penanggulangan bencana yang didukung
oleh peralatan yang andal, tenaga pelaksana yang
bermutu dan memadai jumlahnya. Dalam Repelita VI
pemetaan daerah rawan bencana dilanjutkan dan
informasi mengenai kerawanan suatu daerah
dimanfaatkan secara optimal untuk penyusunan
rencana umum tata ruang pada setiap tingkat
pemerintahan. Untuk itu terus diupayakan adanya
koordinasi yang makin meningkat dan mantap
dalam menanggulangi bencana melalui penyusunan
agent dan satuan perlindungan masyarakat (linmas)

XVIII/70
serta mekanisme penanggulangan bencana secara
nasional menyeluruh dan terpadu. Selanjutnya pada
Repelita VI dapat terwujud satuan-satuan linmas di
tingkat kecamatan dan ruang data pusat
pengendalian operasional penanggulangan bencana
di tingkat pusat. Undang-undang linmas
diharapkan telah dapat diundangkan pada akhir
Repelita VI.
Untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan dalam Repelita VI, disusun kebijaksanaan
sebagai berikut. Dalam upaya penanggulangan
bencana, prioritas tinggi diberikan kepada
peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan
masyarakat dan jajaran pemerintah daerah setempat,
khususnya di daerah rawan bencana dalam meng-
hadapi terjadinya bencana. Dalam upaya pencarian,
penyelamatan dan pemberian pengobatan serta
perawatan korban, kemampuan petugas dan
masyarakat ditingkatkan baik dalam kecepatan
maupun ketepatan waktu penyelamatan dengan
dukungan peralatan yang memadai.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan yang


ditetapkan dalam Repelita VI, maka upaya
penanggulangan bencana dilaksanakan secara lintas
bidang dan lintas sektor melalui program
penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh
pemerintah bersama masyarakat.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Kedua


Repelita VI

Program penanggulangan bencana memiliki tiga


tujuan. Pertama untuk meningkatkan kewaspadaan
dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana, serta meningkatkan kemampuan masya-
rakat dalam menanggulangi akibat bencana,
sehingga mengurangi jumlah korban serta kerugian
materi. Kedua untuk memberi bantuan guns
meringankan beban masyarakat, khususnya mereka
yang tidak mampu, yang diberikan dalam bentuk
bantuan bahan makanan, obatobatan dan bahan
bangunan rumah untuk memperbaiki rumah mereka
yang rusak atau hancur akibat bencana. Ketiga,
bertujuan menolong dan menyelamatkan para
korban bencana melalui bantuan darurat dan
memulihkan kembali fungsi sosial perorangan,
keluarga dan masyarakat korban bencana untuk
hidup secara normal. Sasaran program ini meliputi
masyarakat di daerah rawan bencana dan para
korban bencana serta tenaga-tenaga di bidang
penanggulangan bencana.

XVIII/71
Bencana alam yang terjadi pada tahun 1995/96
relatif lebih besar daripada tahun 1994/95. Pada
tahun 1995/96 bencana alam terjadi di enam propinsi
meliputi propinsi Bengkulu, DI Aceh, Sulawesi Utara,
DKI Jakarta, Jambi dan Irian Jaya. Bencana alam
yang relatif besar yang terjadi pada tahun 1995/96
meliputi bencana alam banjir yang melanda
kabupaten Rejang Lebong di propinsi Bengkulu,
kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur di propinsi DI
Aceh, kotamadya Manado di propinsi Sulawesi Utara
dan di DKI Jakarta, serta bencana alam gempa bumi
tektonik yang terjadi di kabupaten Kerinci di
propinsi Jambi, dan di kabupaten Biak Numfor,
Manokwari, Yapen Waropen, Jayapura di propinsi
Irian Jaya. Untuk membantu para korban bencana
alam tersebut bersama dengan masyarakat diberikan
berbagai bantuan baik pada saat terjadi maupun
setelah bencana terjadi. Bantuan pada saat
terjadinya bencana diberikan dalam bentuk
pelayanan gawat darurat berupa pertolongan
pertama pada saat terjadinya bencana, pemberian
bantuan darurat obat dan bahan kesehatan lainnya,
pengobatan dan perawatan kesehatan baik di
sekitar lokasi kejadian, di puskesmas-puskesmas
terdekat maupun di rumah-rumah sakit bagi korban
yang memerlukan perawatan khusus dokter ahli,
serta pengungsian dan penampungan korban
bencana di tempat yang lebih aman dengan didukung
penyediaan dapur umum. Bantuan. yang diberikan
setelah terjadinya bencana adalah berupa bantuan
rehabilitasi dan pembangunan rumah serta sarana
umum yang rusak akibat bencana.

Kegiatan pokok program penanggulangan


bencana meliputi kesiapsiagaan menghadapi
XVIII/72
bencana, tanggap darurat terhadap kejadian
bencana, serta .rehabilitasi dan rekonstruksi akibat
bencana, yang dilaksanakan oleh berbagai
instansi/departemen terkait.

Upaya-upaya untuk meningkatkan kesiapsiagaan


menghadapi bencana dilakukan melalui penelitian
dan pemetaan daerah rawan
bencana, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan bagi petugas maupun
masyarakat, dan pengembangan sistem informasi penanggulangan
bencana.

Untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam


geologis dilakukan kegiatan pemetaan, identifikasi, dan penyelidikan
daerah-daerah rawan bencana. Dalam tahun 1995/96 telah dilakukan
pemetaan seismik daerah rawan gempa berskala 1:250.000 sebanyak 8
lembar; pemetaan geologi gunung api skala 1:50.000 sebanyak 42
lembar; pemetaan daerah bahaya gunung api skala 1:10.000 sebanyak
20 lembar; dan pemetaan kerentanan gerakan tanah skala 1:100.000
sebanyak 14 lembar.

Dalam tahun 1995/96, kegiatan perbaikan dan pengendalian alur


sungai dilaksanakan pada beberapa ruas sungai kritis sepanjang 295
km, antara lain dalam bentuk berbagai prasarana seperti; waduk
tunggu, tanggul, perbaikan alur, perkuatan tebing, saluran banjir, dan
stasiun pompa. ; Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan
keamanan terhadap bencana banjir di kota-kota, antara lain Jakarta,
Semarang, Surabaya dan Bandung, serta daerah rawan banjir di
sepanjang pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Selain itu,
kegiatan pengendalian banjir juga dilaksanakan untuk mengamankan
sentra produksi pertanian di sepanjang sungai-sungai antara lain
Bengawan Solo, Brantas, Citanduy, Indragiri, dan Batanghari.
Selanjutnya, untuk mengendalikan daya rusak banjir lahar akibat
letusan gunung berapi yang sekaligus melindungi desa dan kota di
bagian hilirnya, telah diselesaikan antara lain 3 unit bangunan
pengendali dan kantung lahar di Gunung Semeru, 6 unit di Gunung
Merapi, serta dilanjutkan pembangunan terowongan pengendali di
Gunung Galunggung.

XVIII/73
Upaya mendayagunakan dan menyiapkan tenaga
pertahanan sipil (hansip) dan satuan perlindungan
masyarakat (linmas) dalam penanggulangan
bencana terus dilanjutkan. Guna memelihara
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana, pada tahun 1995/96 telah
dilatih sebanyak 160 orang instruktur
penanggulangan bencana, dan 640 orang satuan
tugas sosial penanggulangan bencana (SATGASOS -
PB).

Peningkatan upaya tanggap darurat terhadap


kejadian bencana dilakukan melalui tiga cara;
pertama, peningkatan kemampuan sumber daya
manusia dan pembinaan fungsi satuan tugas
pelaksana dalam pengelolaan dan koordinasi
bantuan darurat; kedua, penyediaan sarana dan
prasarana untuk melakukan pencarian,
penyelamatan, dan pelayanan kesehatan serta
pelayanan sosial terhadap korban bencana; dan
ketiga meningkatkan kemampuan masyarakat dan
petugas dalam mengkonsolidasi diri segera sesudah
terjadi bencana melalui penyediaan sarana dan
prasarana darurat agar akibat bencana tidak
meluas dan berkepanjangan.

Peningkatan upaya tanggap darurat terhadap


kejadian bencana pada tahun 1995/96 telah
dilaksanakan melalui upaya-upaya peningkatan
pelayanan jasa pencarian dan penyelamatan (search
and rescue, SAR) yang difokuskan pada peningkatan
kemampuan dan kecepatan tindak awal SAR.

Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi akibat


bencana ditujukan untuk memperbaiki dan
membangun kembali sarana dan prasarana di lokasi
bencana agar segera berfungsi kembali, dan
memulihkan tata kehidupan dan penghidupan serta
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana
berdasarkan azas kemandirian dilakukan melalui
beberapa kegiatan. Pertama, kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi antara lain meliputi peningkatan
pelayanan sosial terhadap korban

XVIII/74
bencana melalui pemberian bantuan dan rehabilitasi
permukiman serta sarana umum lainnya seperti
tempat ibadah, gedung, sekolah, pasar dan air bersih.
Kedua, kepada para korban diberikan bimbingan dan
penyuluhan untuk mempercepat pemulihan
kehidupan dan penghidupan mereka didukung
dengan pemberian bantuan sarana usaha. Ketiga,
perbaikan sarana dan prasarana dasar serta dalam
keadaan tertentu pemindahan permukiman secara
darurat maupun pemindahan penduduk secara
permanen ke tempat atau daerah yang lebih aman
baik secara lokal maupun melalui transmigrasi.

Upaya rehabilitasi dan rekonstruksi sarana


umum dan rumah yang rusak akibat bencana telah
dilaksanakan di 6 propinsi yang mengalami bencana
alam yang besar. Selain itu pada tahun 1995/96
telah diberikan pula bantuan rehabilitasi rumah
yang rusak akibat bencana alam lainnya yang telah
terjadi di 11 propinsi bagi sebanyak 7.519 rumah.

E. KEPENDUDUKAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Pada akhir Repelita VI, sasaran laju pertumbuhan


penduduk diturunkan menjadi 1,51 persen dengan
jumlah penduduk sekitar 204,4 juta orang, yang
terdiri atas 101,9 juta orang laki-laki dan 102,5
juta orang perempuan. Sasaran penurunan laju
pertumbuhan penduduk tersebut dapat dicapai
apabila angka kelahiran kasar dan angka kematian
kasar dapat diturunkan sehingga menjadi masing-
masing 22,6 dan 7,5 per seribu penduduk. Sasaran
lainnya adalah menurunnya angka kematian bayi
menjadi sekitar 50 kematian per seribu kelahiran
hidup, dan meningkatnya angka harapan hidup
menjadi sekitar 64,6 tahun.

XVIII/75
Dalam Repelita VI, beberapa kebijaksanaan telah digariskan
untuk mencapai sasaran pembangunan kependudukan yang meliputi
lima kebijaksanaan yaitu peningkatan kualitas penduduk; pengendalian
pertumbuhan dan kuantitas penduduk; pengarahan persebaran dan
mobilitas penduduk; penyempurnaan sistem informasi kependudukan;
dan pendayagunaan dan kesejahteraan penduduk usia lanjut.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas,


pembangunan kependudukan dilaksanakan dalam satu program,
yaitu program kependudukan yang pelaksanaannya didukung oleh
berbagai bidang pembangunan lainnya secara terpadu.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Kedua


Repelita VI

Program kependudukan yang dilaksanakan secara lintas bidang


telah berhasil- menurunkan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,60
persen pada akhir tahun 1995. Angka kelahiran kasar dan angka
kelahiran total juga menunjukkan kecenderungan yang terus menurun.
Sementara itu, kualitas penduduk semakin meningkat yang ditandai
oleh semakin menurunnya angka kematian kasar dan angka kematian
bayi seiring dengan meningkatnya angka rata-rata harapan hidup
penduduk. Beberapa kegiatan untuk menyeimbangkan persebaran
penduduk antara Pulau Jawa dan daerah di luar Pulau Jawa terus
dilakukan antara lain melalui transmigrasi dan persebaran tenaga kerja
antar daerah. Kegiatan penyempurnaan sistem informasi kepen-
dudukan secara lintas sektor terus ditingkatkan dan dikembangkan.

a. Peningkatan Kualitas Penduduk

Berbagai kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk


meningkatkan kualitas penduduk terus dilaksanakan secara lintas

XVIII/76
bidang, sektor, dan program. Kegiatan tersebut
dilakukan antara lain melalui peningkatan mutu dan
pemerataan pendidikan nasional, baik melalui jalur
pendidikan sekolah maupun pendidikan luar
sekolah. Selain derajat kesehatan ditingkatkan
melalui peningkatan kualitas dan pemerataan
pelayanan kesehatan yang makin menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Selanjutnya,
peningkatan kualitas penduduk dilakukan dengan
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan peran
aktif wanita dalam berbagai bidang pembangunan.

Peningkatan kualitas penduduk antara lain


ditunjukkan oleh makin menurunnya angka
kematian kasar dan angka kematian bayi.
Berdasarkan data Sensus Penduduk 1990, angka
kematian kasar diproyeksikan menurun dari 7,8 per
seribu penduduk pada tahun 1994 menjadi 7,7 per
seribu penduduk pada tahun 1995. Dalam periode
yang sama angka kematian bayi juga menurun dari
57 per seribu kelahiran menjadi 55 per seribu
kelahiran. Sementara itu, angka harapan hidup
penduduk meningkat dari 63,1 tahun pada tahun
1994 menjadi 63,5 tahun pada tahun 1995.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya
peningkatan kualitas penduduk secara lebih rinci
telah dijabarkan pada laporan di berbagai sektor
yang terkait dengan masalah kependudukan.

b. Pengendalian Pertumbuhan dan Kuantitas


Penduduk

Kegiatan-kegiatan untuk mengendalikan


pertumbuhan dan jumlah penduduk ditujukan untuk
menciptakan suatu keseimbangan antara kuantitas
penduduk dengan daya dukung dan daya tampung ling-
kungannya. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan
oleh berbagai bidang dan sektor yang indikator
keberhasilannya antara lain tampak

XVIII/77
pada penurunan angka kelahiran, baik angka
kelahiran total, maupun angka kelahiran kasar;
penurunan angka kematian bayi; serta peningkatan
usia kawin pertama.

Pada akhir tahun kedua pelaksanaan Repelita VI


(1995) jumlah penduduk Indonesia diperkirakan
telah mencapai sekitar 195,3 juta orang, yang
terdiri atas 97,4 juta penduduk laki-laki dan 97,9
juta penduduk perempuan,, atau bertambah sekitar
3,1 juta orang jika .dibandingkan dengan jumlah
penduduk pada tahun 1994. Laju pertumbuhan
penduduk mengalami penurunan yaitu dari 1,63
persen pada tahun 1994 menjadi sekitar 1,60
persen pada tahun 1995. Pro-gram keluarga
berencana yang didukung oleh program
pembangunan lainnya telah dapat menurunkan
angka kelahiran total dari 2,81 per wanita pada
tahun 1994 menjadi 2,75 pada tahun 1995; serta
menurunkan angka kelahiran kasar dari 24,1
menjadi 23,6 per seribu penduduk dalam periode
yang sama. Di samping itu, usia perkawinan juga
menunjukkan kecenderungan meningkat. Saat rata-
rata usia kawin diperkirakan telah mencapai umur
22 tahun lebih untuk wanita dan umur 25 tahun
lebih untuk pria.

c. Pengarahan Persebaran dan Mobilitas


Penduduk

Persebaran dan mobilitas penduduk ditujukan


untuk mencapai persebaran penduduk yang
optimal, dan menyeimbangkan jumlah penduduk

XVIII/78
dengan daya dukung alam dan sesuai dengan tata
ruangnya. Upaya untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan oleh berbagai program pembangunan antara
lain melalui pembangunan daerah yang disertai
dengan peningkatan sarana dan prasarana
penunjang pertumbuhan ekonomi daerah;
pengarahan migrasi penduduk antardesa-kota, antar
daerah, antarpulau dan antar negara sesuai dengan
kesempatan kerja yang tersedia; dan perencanaan
tata ruang.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
berbagai program dapat diikuti pada uraian di sektor
yang bersangkutan.

d. Penyempurnaan Sistem Informasi


Kependudukan

Proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,


dan evaluasi pembangunan kependudukan dan
pembangunan bidang lainnya perlu didukung oleh
tersedianya data dan informasi yang andal, akurat,
dan menyeluruh. Untuk itu sejak awal Repelita VI
telah dikembangkan sistem informasi kependudukan
dan keluarga (SIDUGA) dengan melibatkan instansi
pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi_
profesi dan kemasyarakatan. Beberapa kegiatan telah
dilakukan dalam upaya meningkatkan kuantitas dan
kualitas data serta lebih mendayagunakan sistem
informasi tersebut. Sampai dengan tahun kedua
Repelita VI (1995) jaringan SIDUGA telah
dimanfaatkan oleh 15 instansi pemerintah, 3
organisasi profesi, dan 2 penyedia jaringan
komunikasi data nasional. Sementara itu,
pengenalan dan ujicoba akses dan penggunaan
modul data terpadu melalui jaringan sambungan
komunikasi data paket (SKDP) telah dilakukan di
empat kota yaitu Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
dan. Denpasar. Dalam rangka menunjang kelancaran
pelaksanaan SIDUGA sejak tahun 1995 telah
diberikan bantuan berupa 18 buah komputer bagi 18
pusat studi kependudukan (PSK) di perguruan tinggi
negeri di 18 propinsi.

XVIII/79
Dalam upaya mendukung terciptanya
administrasi, pencatatan, dan statistik
kependudukan pada tanggal 17 Agustus 1995 telah
mulai diberlakukan kartu tanda penduduk (KTP)
Nasional yang baru dan bernomor induk
kependudukan (NIK). Untuk tahap pertama, pembua-
tan KTP Baru ber-NIK tersebut dilaksanakan di DKI
Jakarta, Kodya Bandung, Semarang, Surabaya,
Samarinda, dan Ambon, dengan sasaran utama adalah
bayi yang baru lahir, penduduk yang memasuki
usia 17 tahun, dan penduduk yang pindah alamat
atau yang KTP-nya hilang. NIK terdiri dari 16 digit,
antara lain masing-masing terdapat dua digit untuk
menjelaskan kode propinsi, kode
kotamadya-/kabupaten, kecamatan, kelurahan,
tanggal lahir, dan nomor pendaftaran. Dengan KTP
ber-NIK yang berlaku nasional, maka diharapkan
tidak akan ada lagi penduduk yang ber-KTP ganda.

Upaya lain yang dilakukan untuk


mengembangkan statistik kependudukan adalah
pembuatan buku Profit Perkembangan
Kependudukan Daerah di 27 propinsi yang disusun
sejak tahun 1995 dan bekerjasama dengan pusat-
pusat studi kependudukan (PSK) dan instansi-
instansi di daerah. Buku tersebut berisi data dan
informasi pembangunan kependudukan sehingga
dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam
merencanakan dan mengevaluasi pembangunan
kependudukan dan pembangunan di bidang lainnya
di daerahnya. Di samping itu, pada tahun 1995/96
telah dilakukan beberapa kegiatan pelatihan yaitu:
pelatihan metode pengolahan dan penulisan profil
kependudukan bagi 30 orang penulis dari 27
propinsi; pelatihan analisa data mobilitas penduduk
bagi 22 orang peneliti muda dari 22 PSK; pelatihan
statistik terapan bagi 15 orang staf PSK dan 6 orang
perencana kependudukan; dan pelatihan studi dasar
demografi bagi 15 orang staf PSK dan 5 orang
perencana kependudukan.

e. Pendayagunaan dan Kesejahteraan Penduduk Usia


Lanjut

XVIII/80
Pendayagunaan dan kesejahteraan penduduk
usia lanjut dimaksudkan untuk lebih
mendayagunakan dan mensejahterakan penduduk
usia lanjut baik yang masih produktif maupun yang
lemah fisik dan mental.
Bagi penduduk usia lanjut yang masih produktif diupayakan
untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan dan keahliannya,
sementara bagi mereka yang telah letih lemah disediakan fasilitas dan
sarana pelayanan antara lain berupa pemberian penyantunan.
Penyantunan diberikan bagi mereka yang tinggal di dalam dan di luar
panti lanjut usia. Pada tahun 1995/96 jumlah penduduk usia lanjut
yang telah menerima penyantunan adalah 47.012 orang, atau
meningkat sebanyak 3.539 orang bila dibandingkan dengan jumlahnya
pada tahun 1994/95 yaitu 43.473 orang.

Kemajuan pembangunan di segala bidang memberikan dampak


bagi meningkatnya angka rata-rata harapan hidup, dan selanjutnya
meningkat pula jumlah penduduk usia lanjut. Jika pada akhir Repelita
V jumlah penduduk usia lanjut, yaitu penduduk berumur 60 tahun
keatas, adalah sekitar 11,69 juta orang, maka pada tahun 1995
jumlahnya telah meningkat menjadi sekitar 12,86 juta orang yang
terdiri atas 6,04 juts penduduk laki-laki dan 6,82 juta penduduk
perempuan. Sementara itu, proporsi penduduk usia lanjut yang masih
bekerja ternyata meningkat dari 49,0 persen pada akhir Repelita V
menjadi 54,8 persen pada tahun 1995.

F. KELUARGA SEJAHTERA

1. Sasaran, Kebijaksanaan, dan Program Repelita VI

Dalam Repelita VI, sasaran pembangunan keluarga sejahtera


menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi 2,60 per wanita
serta meningkatnya kepedulian dan peran serta masyarakat dalam
rangka mewujudkan sikap dan perilaku kemandirian. Di samping itu,
sasaran lainnya adalah terwujudnya tatanan gerakan keluarga
berencana (KB) secara menyeluruh untuk dijadikan landasan
pembangunan selanjutnya.

XVIII/81
Dalam rangka mencapai sasaran tersebut kebijaksanaan
pembangunan keluarga sejahtera ditempuh melalui, pengembangan
ketahanan dan peningkatkan kualitas keluarga, untuk mewujudkan
kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa; peningkatan kelembagaan gerakan
KB, dengan menggalakkan keperdulian dan peran serta pemuka
agama, pemuka masyarakat, organisasi kemasyarakatan serta lembaga
kemasyarakatan lainnya; dan pengembangan kerjasama internasional
program KB.

Program keluarga berencana merupakan program pokok untuk


melaksanakan kebijaksanaan dalam mencapai sasaran pembangunan
keluarga sejahtera yang didukung oleh berbagai bidang pembangunan
lainnya secara terpadu serta partisipasi masyarakat.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Kedua


Repelita VI

Program keluarga berencana path tahun kedua pelaksanaan


Repelita VI merupakan kelanjutan, perluasan, dan peningkatan dari
tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan program ini ditujukan untuk
meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat terhadap
pendewasaan usia perkawinan, penurunan angka kelahiran, pembinaan
ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Dalam
mencapai tujuan tersebut dilaksanakan kegiatan: (a) komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE); (b) pelayanan keluarga berencana; dan
(c) pemantapan kelembagaan serta pengelolaan program. Upaya-upaya
tersebut telah meningkatkan jumlah peserta KB serta mengajak
masyarakat melaksanakan KB secara mandiri.

XVIII/82
a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (ME)

Kegiatan penerangan dan motivasi ditujukan


untuk mendorong terjadinya proses perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
terhadap penerimaan KB sebagai bagian dari kehi-
dupannya dalam upaya mewujudkan norma keluarga
kecil bahagia sejahtera secara mandiri. Untuk
mewujudkan tujuan tersebut di atas, kegiatan
penerangan dan motivasi yang dilaksanakan
berbentuk penerangan massa, penerangan kelompok
dan penerangan melalui tatap muka.

Dalam rangka meningkatkan efektifitas


penyampaian pesan-pesan KIE sejak tahun 1994/95
telah dikembangkan KIE dengan melibatkan khalayak
sasaran dan berupaya untuk mencari pemecahan
masalah pendekatan tersebut yang lebih dikenal
dengan pendekatan "development broadcasting unit" (DBU
System). Kegiatan tersebut telah dilaksanakan di 3
stasiun TVRI dan 15 stasiun RRI. Selanjutnya pada
tahun 1995/96 kegiatan tersebut dikembangkan lagi
di 3 stasiun RRI lainnya yaitu di Sulawesi Tengah,
Kalimantan Tengah, dan Bali.

Upaya lainnya untuk mendukung kelancaran


pelaksanaan KIE pada tahun 1995/96 antara lain
berupa: peningkatan kepedulian dan peran serta
institusi masyarakat/LSOM melalui trevelling
seminar bagi tokoh/pimpinan agama; orientasi bagi
penulis naskah cerita, sutradara, dan produser;
pelatihan dan pertemuan rutin antar petugas KIE;
penyusunan buku petunjuk pelaksanaan penataan
jaringan KIE, penerbitan 8 buah judul booklet
mengenai fungsi-fungsi keluarga, serta
XVIII/83
pengembangan materi KIE penanggulangan HIV
AIDS melalui poster dan leaflet. Selama itu juga
diusahakan untuk melengkapi kebutuhan sarana dan
prasarana KIE, seperti pusat media produksi di
seluruh propinsi, mobil unit penerangan di seluruh
Kodya/Kabupaten. Untuk tingkat kecamatan pada
tahun 1995/96 telah diadakan 500 set
alat penerangan/komunikasi (public address),
sedangkan tahun 1994/95 sebanyak 328 set.

Melalui penyebarluasan pesan-pesan ME KB


tersebut dan dengan dukungan dari berbagai sektor
pembangunan lainnya rata-rata usia perkawinan
telah berhasil ditingkatkan. Saat ini rata-rata usia
kawin diperkirakan sudah mencapai umur 22 tahun
lebih untuk wanita dan umur 25 tahun lebih untuk
pria. Data yang ada menunjukkan bahwa saat ini
pasangan usia subur yang melaksanakan KB
diperkirakan sudah mencapai angka 55 persen.
Semakin dewasanya usia kawin dan semakin
banyaknya pasangan usia subur yang melaksanakan
KB diharapkan akan makin cepat menurunkan angka
kelahiran total (TFR).

b. Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan KB pada umumnya disediakan di


rumah sakit dan klinik KB. Untuk mendekatkan
pelayanan KB agar mudah dijangkau oleh
masyarakat, pelayanan KB diberikan pula oleh bidan-
bidan di desa. Di samping itu pelayanan KB
dilaksanakan melalui kegiatan tim KB keliling (TKBK)
terutama untuk daerah-daerah terpencil dan untuk
pemakaian kontrasepsi efektif seperti IUD dan implant.

Pada tahun 1994/95 masyarakat yang berhasil


diajak menjadi peserta KB baru secara keseluruhan
berjumlah 4,6 juta PUS dan meningkat menjadi 5,5
juta PUS pada tahun 1995/96. Peningkatan hampir 1
juta PUS tersebut disebabkan tingginya pencapaian
di wilayah Jawa-Bali dan Luar Jawa-Bali I. Sedangkan
XVIII/84
jumlah pencapaian peserta KB baru di wilayah Luar
Jawa-Bali II ternyata masih berada di bawah sasaran
Repelita (Tabel XVIII-11). Tidak tercapainya sasaran
di wilayah Luar Jawa-Bali II yang sebagian besar
adalah propinsipropinsi yang berada dalam
Kawasan Timur Indonesia (KTI)
kemungkinan disebabkan karena kurang memadainya sarana dan
prasarana yang tersedia dibandingkan wilayah-wilayah lainnya. Di
samping itu relatif jauhnya jarak ke pusat-pusat pelayanan KB telah
menyebabkan pula rendahnya tingkat pencapaian. Untuk mengatasi
masalah-masalah tersebut, di wilayah Luar Jawa-Bali II terus
diupayakan penambahan peralatan pelayanan KB khususnya bagi
tenaga bidan di desa seperti obgyn bed, IUD-kit, implant-kit. Pada
tahun 1995/96 penambahannya masing-masing adalah 1.756 buah,
1.426 set, dan 754 set. Pada tahun 1994/95 jumlah yang- diadakan
adalah obgyn bed sebanyak 126 buah, IUD-kit sebanyak 952 set, dan
implant-kit sebanyak 75.1 set. Upaya mendekatkan pelayanan KB
dilakukan pula melalui pelayanan klinik terapung untuk daerah-daerah
kepulauan dan pantai, serta dengan mendatangkan dokter-dokter ahli
untuk mengadakan kunjungan-kunjungan secara khusus di wilayah
pedalaman dan terpencil.

Dalam Repelita VI diupayakan mendorong pemakaian


kontrasepsi yang lebih efektif dalam penanggulangan kelahiran. Jenis
kontrasepsi efektif tersebut terdiri dari IUD, suntikan, dan implant.
Pada tahun 1994/95 jumlah peserta KB baru yang memakai
kontrasepsi efektif mencapai 66,7 persen dan meningkat menjadi 71,4
persen tahun 1995/96. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh
meningkatnya peserta KB yang menggunakan kontrasepsi suntikan,
yaitu naik dari 42,0 persen meningkat menjadi 47,0 persen dari
seluruh jumlah peserta KB baru. Dengan peningkatan pemakaian
kontrasepsi efektif tersebut diharapkan angka kelahiran akan turun
semakin tajam (Tabel XVIII-12).

Pasangan usia subur (PUS) yang berhasil diajak menjadi peserta


KB perlu dibina kelangsungan dalam pemakaian alat kontrasepsi. PUS
yang secara terus menerus memakai alat kontrasepsi disebut peserta
KB aktif. Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah peserta KB aktif

XVIII/85
terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1994/95
jumlah peserta KB aktif adalah sebesar 22,8 juta
PUS dan meningkat menjadi 24,2 juta PUS pada
tahun 1995/96 (Tabel XVIII-13). Dengan pencapaian
tersebut berarti sasaran akhir Repelita VI yaitu
sebesar 25,2 juta PUS sudah hampir tercapai.

Peningkatan jumlah peserta KB aktif


mencerminkan semakin tingginya kesadaran
masyarakat akan pentingnya berkeluarga beren-
cana. Di samping itu jenis alat/obat kontrasepsi yang
dipergunakan ikut pula menentukan kelestarian
pemakaian alat kontrasepsi karena dapat dipakai
dalam jangka waktu yang relatif lebih lama. Pada
tahun 1994/95 jumlah peserta KB aktif yang
memakai kontrasepsi efektif adalah 13,9 juta PUS
atau 61,1 persen, dan meningkat menjadi 15,3 juta
PUS atau 63,3 persen pada tahun 1995/96 (Tabel
XVIII-14).

Berdasarkan pengamatan pada bulan Oktober


1995 diperkirakan baik sasaran peserta KB baru
maupun peserta KB aktif tahun 1995/96 akan jauh
terlampaui. Melihat kemampuan upaya pencapaian
peserta KB dan dalam rangka mendukung
peningkatan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar
7,1 persen, pada bulan Desember 1995 telah
dilakukan revisi terhadap sasaran Repelita VI
sebagaimana tercantum dalam Tabel XVIII-15.
Dengan sasaran baru tersebut jumlah peserta KB
baru dinaikkan rata-rata sebesar 2 persen dari
sasaran lama sedangkan jumlah peserta KB aktif
mengalami percepatan dua tahun. Hal ini
dimungkinkan karena peserta KB baru lebih
XVIII/86
diarahkan pada pemakaian kontrasepsi efektif yang
mempunyai tingkat kelangsungan pemakaian relatif
lebih lama. Untuk implant misalnya, masa
pemakaian dapat berlangsung hingga 5 tahun.
Dalam tabel tersebut terlihat bahwa sasaran baru
peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi
kurang efektif (Pil) sedikit diturunkan sedangkan
yang lebih efektif (implant) rata-rata pertahun
dinaikkan 2 kali lipat dari sasaran lama dalam 4
tahun terakhir Repelita VI.
Upaya peningkatan kelestarian atau kelangsungan peserta KB
selain dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan dan pelayanan KB
juga dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pembinaan, berupa
pembinaan bagi keluarga balita (BKB), bina keluarga remaja (BKR),
dan bina keluarga lanjut usia (BKL). Di samping itu, diupayakan pula
peningkatan pendapatan bagi masyarakat melalui usaha peningkatan
pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Secara nasional perkem-
bangan pemberian pinjaman modal pada kelompok UPPKS pada
bulan Maret 1996 telah mencapai Rp15,3 miliar dan uang yang
beredar mencapai Rp25,8 miliar dengan melibatkan 7.720 kelompok.
Kelompok UPPKS yang berhasil dibina sampai dengan tahun 1994/95
berjumlah 92 ribu kelompok dan meningkat menjadi 97 ribu
kelompok pada tahun 1995/96.

c. Pemantapan Pelembagaan Program

Pelembagaan pelaksanaan KB diupayakan melalui pembinaan dan


peningkatan institusi masyarakat. Upaya tersebut diharapkan lebih
meningkatkan kualitas peranserta masyarakat, sehingga secara
bertahap peran masyarakat dalam pengelolaan keluarga berencana
semakin besar.

Lembaga-lembaga masyarakat yang telah lama secara aktif


membantu pelaksanaan program KB adalah pembantu pembina KB
desa (PPKBD) di tingkat desa atau kelurahan, dan Sub-PPKBD di
tingkat RW atau dukuh/kampung. Di samping itu telah dikembangkan
pula kelompok-kelompok peserta KB yang terdiri dari 5-10 orang
peserta KB. Kelompok-kelompok tersebut mengadakan pertemuan
secara rutin minimal 1 kali dalam 1 bulan untuk membicarakan
permasalahan KB yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok
tersebut. Apabila terdapat permasalahan yang belum terpecahkan akan
ditindaklanjuti ke forum-forum yang lebih tinggi atau ke petugas

XVIII/87
lapangan KI3 (PLKB) atau langsung dikonsultasikan ke bidan atau
klinik terdekat dan seterusnya. Di samping itu, baik PPKBD, Sub-
PPKBD, maupun kelompok peserta KB diberi wewenang untuk
mengadakan pelayanan ulang oral kontrasepsi seperti pil dan kondom.
Perkembangan jumlah PPKBD, Sub-PPKBD, dan kelompok peserta
KB terus mengalami perkembangan. Pada tahun 1994/95 telah
terbentuk 668,6 ribu kelompok KB dan pada tahun 1995/96 meningkat
menjadi 671,2 ribu.

Upaya pemantapan kelembagaan juga dilaksanakan melalui


peningkatan kerja sama dengan pemuka-pemuka agama, tokoh-tokoh
masyarakat, dan lembaga swadaya dan organisasi masyarakat.

Dalam rangka memantapkan dan mempercepat penerimaan


norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera di masyarakat, pada tahun
1995/96 untuk tingkat nasional diberikan penghargaan bagi peserta
KB lestari yang diwakili oleh 1 pasangan usia subur (PUS) untuk
setiap kabupaten/kodya. Kegiatan tersebut dilaksanakan setiap 2 tahun
sekali. Di tingkat propinsi dilaksanakan pula hal yang sama setiap
tahun. Pada tahun 1994/95 telah diberikan penghargaan KB lestari
kepada 349,5 .ribu PUS dan pada tahun 1995/96 meningkat menjadi
2.001;9 ribu PUS. Upaya peningkatan pemantapan peserta KB
ditempuh pula melalui pemberian beasiswa bagi anak peserta KB
lestari yang berbakat bekerjasama dengan Yayasan Supersemar. Pada
tahun 1994/95 dan tahun 1995/96 masing-masing telah diberikan
beasiswa bagi 16,4 ribu siswa dan 12,6 ribu siswa.

d. Pendidikan dan Pelatihan

Sejalan dengan perkembangan kemajuan masyarakat diupayakan


peningkatan kualitas penerangan, pelayanan, dan pengelolaan program
KB. Untuk itu dilakukan berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan.

XVIII/88
Pada tahun 1994/95 telah mengikuti pelatihan 2.705 orang dokter dan
5.370 orang bidan/pembantu bidan. Pada tahun 1995/96 dilaksanakan
pelatihan pengelolaan KB bagi penyuluh KB sebanyak 9.146 orang,
dokter sebanyak 4.535 orang, dan bidan/pembantu bidan sebanyak
8.124 orang. Selanjutnya untuk mendukung Inpres Nomor 3 Tahun
1996 telah dilaksanakan pelatihan pengelolaan tabungan keluarga
sejahtera (Takesra) dan kredit usaha keluarga sejahtera bagi penyuluh
KB, pembantu pembina KB desa (PPKBD), dan Sub-PPKBD
sebanyak 25.249 orang.

Upaya menanamkan kesadaran dan kepedulian bagi masyarakat


pada masalah-masalah keluarga berencana ditempuh dengan memberi-
kan bekal sedini mungkin. Kegiatan tersebut pada tahun 1995/96 telah
dilaksanakan melalui pendidikan KB, antara lain bagi generasi muda
yang makin diperluas cakupannya dengan mengikutsertakan Saka
Kencana (unit Pramuka), Karang Taruna, mahasiswa KKN, generasi
muda di lingkungan Katholik dan Muhammadiyah. Di samping itu
dilaksanakan pula berbagai kegiatan penerangan melalui media massa.

Dalam rangka kerjasama internasional program KB pada tahun


1994/95 telah mengadakan studi banding di Indonesia 447 peserta
asing yang terutama berasal dari negara-negara berkembang (GNB).
Pada tahun 1995/96 kegiatan yang sama diikuti oleh 460 peserta. Pada
tahun 1995/96 telah diadakan pula program magang yang diikuti oleh
peserta dari Ghana, Tanzania, dan Malawi masing-masing sebanyak 4
orang.

e. Pelaporan dan Penelitian

Sistem pencatatan dan pelaporan diarahkan untuk menjamin


tersedianya data secara teratur, benar, tepat waktu. Sistem pencatatan
dan pelaporan terus disempurnakan antara lain melalui penye -

XVIII/89
derhanaan pencatatan dan pelaporan di tingkat lapangan. Dengan
sistem yang makin sempurna ini diupayakan untuk menyediakan data
dan informasi yang makin lengkap dan terpilih sesuai dengan
kebutuhan gerakan KB di wilayah setempat. Di samping itu juga
untuk mempermudah pekerjaan para pelaksana pencatatan dan
pelaporan di lapangan supaya lebih efisien dan tepat waktu.

Dalam upaya meningkatkan gerakan KB yang makin berkembang


dan meluas cakupannya, sejak tahun 1994/95 telah dikembangkan
desentralisasi sistim pencatatan dan pelaporan yang memberikan peran
lebih besar kepada daerah tingkat II, untuk mengolah, menganalisa
dan memanfaatkan data semaksimal mungkin dalam rangka pelaksa-
naan program KB di masing-masing daerah.

Untuk mendukung gerakan KB telah dilakukan berbagai kegiatan


penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan
kontrasepsi dilanjutkan untuk memperoleh informasi mengenai segi-
segi keamanan, efek samping dan efektifitas pemakaian alas kontra-
sepsi. Pada tahun 1995/96 dikembangkan pemakaian kontrasepsi
sejenis implant yaitu implanon yang lebih sederhana bentuk dan
pemasangannya dibandingkan kontrasepsi implant. Di samping itu
pada tahun 1995/96 telah dilaksanakan penelitian-penelitian mengenai
kualitas pelayanan kontrasepsi melalui "pelayanan tim mobil",
pengembangan indikator dan aplikasi 8 fungsi keluarga; model
penggarapan keluarga sejahtera di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat;
pengembangan indikator kemandirian KB; dan penelitian tentang
pasca pemakaian implant selama 5 tahun di 17 propinsi.

XVIII/90
TABEL XVIII 11
PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB BARU
1993/94, 1994/95, 1995/96
( ribu orang )

Repelita VI
No. Wilayah 1993/9 1994/95 1995,9
4 6
1, Jawa Bali
Sasaran Repelita 2.755, 2.693,4 2.698,
Pencapaian 9
2.320, 2331;3 0
3.367,
Persentase 84,2% 94,0% 124,8
%
2. Luar Jawa Bali I
Sasaran Repelita 1:283, 1.173,8 1.199,
Pencapaian 8
1.420,4 1509,8 1386,4
Persentase 110,6% 128,6% 132,3
%
3. Luar Jawa -- Bali II
Sasaran Repelita 437,6 528,8 600,0
Pencapaian 474,6 527,4 589,9
Persentase 108,5% 99,7% 98,3%

4. Indonesia
Sasaran Repelita 4.477, 4.396,0 4.497,
Pencapaian 4215,93 4568,5- 5344,0
Persentase 94,2% 103,9% 123,3
%.

XVIII/91
TABEL XVIII - 12
JUMLAH PESERTA
KELUARGA BERENCANA BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI
1993/94, 1994/95, 1995/96
( ribu orang )

Repelita VI
No. Metode 1993/94 1994/95 1995/96
Kontrasepsi

1. Pil 1.249,0 1.334,1 1.408,8


29,6% 29,2% 25,4%

2. IUD 660,1 642,5 779,7


15,7% 14,1% 14,1%

3 Kondom 70,2 71,1 69,8


1,7% 1,6% 1,2%

4. Suntikan 1.776,6 1.919,9 2.603,7


42,1% 42,0% 47,0%

5. Lain - lain . 118,2 115,8 110,4


2,8% 2,5% 2,0%

6 Implant 341,8 485,1 571,8


8,1% 10,6% 10,3%

Jumlah 4.215,9 4.568,5 5.544,2


100,0% 100,0% 100,0%

XVIII/92
TABEL XVIII 13
PENCAPAIAN HASIL SASARAN PESERTA KB AKTIF
1993/94,1994/95,.1995/96
( ribu orang )

Repelita VI
No. Wilayah 1993/94 1994/95 1995/96

1. Jawa Bali
Sasaran 14.179,2 14.578, 14.889,2
Pencapaian 14.371,0 15.066, 15.674,4
Persentase 101,4% 103,4% 105,3%
2. Luar Jawa
Bali I
Sasaran 5560,2 5.660,0 5.417,0
Pencapaian 5.075,7 5.467,4 6.040,1
Persentase 91,3% 96,6% 111,5%

3. Luar Jawa
Bali
Sasaran
H 1.720,6 2.261,7 2.370,6
Pencapaian 2.039,4 2.298,4 2.488,8
Persentase 118,5% 101,6% 105,0%

4. Indonesia
Sasaran 21.460,0 22.500, 22.676,8
Pencapaian 21.486,1 22.832, 24203,3
Persentase 100,1% 101,5% 106,7%

XVIII/93
TABEL XVIII 14
JUMLAH PESERTA KELUARGA BERENCANA
AKTIF
MENURUT METODE KONTRASEPSI
1993/94, 1994/95, 1995/96
( ribu orang )

Repelita VI
No. Metode 1993/94 1994/95 1995/96
Kontrasepsi
1. Pil 6.929,4 7.160,1 7.173,
6
32,3% 31,4% 29,6%
2. IUD 5.135,7 5.069,9 5.330,
23,9% 22,2% 22,0%9

3. Kondom 383,7 364,0 354,7


1,8% 1,6% '
1,5%
4. Suntikan 6.283,7 7.056,5 7.860,
29,2% 30,9% 32,5%0
5. Lain lain. 1.211,0 1.354,6 1.365,
5,6% 5,9% 5,6%9

6. Implant 1.542,6 1.827,6 2.118,


7,2% 8,0% 8,8%2

Jumlah 21.486,1 22.832,7 24.203


100,0% 100,0% ,3
100,0
%

XVIII/94
TABEL XVIII 15
REVISI SASARAN PESERTA KB BARU PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI
1995/96 1998/99
(ribu orang)

XVIII/95

Anda mungkin juga menyukai