PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup dan memiliki
derajat keparahan yang luas pada bayi: sekitar 2-3 dari 1.000 bayi baru lahir muncul gejala
penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan. Diagnosis dapat ditegakan saat usia 1 minggu
pertama sekitar 40-50% dari pasien dengan penyakit jantung bawaan dan pada usia 1 bulan
pertama pada 50-60% pasien. Dengan kemajuan di bidang operasi baik paliatif maupun korektif,
jumlah anak dengan penyakit jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah meningkat
secara dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan. 3
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi
makin menonjol, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Perbaikan tingkat sosial
ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Hal tersebut tampak jelas di Indonesia. Pada
saat ini di Indonesia sementara masalah gizi dan infeksi belum tuntas teratasi, pada saat yang
sama telah mulai muncul berbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit non-infeksi. Di
dalam bidang kardiologi, pengamatan menunjukan jumlah penyakit jantung bawaan (PJB) makin
banyak. Konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan
dokter spesialis lain ke konsultan jantung anak makin meningkat. Tidak sulit meramalkan bahwa
dalam waktu yang tidak terlampau lama lagi hal ini akan makin nyata. Dalam hal ini maka peran
dokter umum dan dokter anak dalam menemukan kasus penyakit jantung bawaan makin besar.
Laporan dari berbagai penelitian di luar negri menunjukan 6-10 dari 1000 bayi lahir
hidup menyandang penyakit jantung bawaan. Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum
jelas namun dipengaruhi berbagai faktor. Terdapatnya kecenderungan tumbulnya beberapa
penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi
pada akhir semester pertama dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung, faktor seperti
paparan radiasi, infeksi, obat-obatan, alkohol dll. Yang pada era jaman sekarang semakin
meningkat karena kemajuan teknologi serta perubahan gaya hidup. 8
Ventrikular septal defek (VSD) merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering
ditemukan yakni sekitar 30% dari seluruh PJB. 1
1
BAB II
EMBRIOGENESIS DAN PERUBAHAN SIRKULASI JANIN
2
Pada awal pembentukan, jantung hanya merupakan sebuah tabung lurus yang
berasal dari fusi sepasang primodia simetris. Pada beberapa terdapat dilatasi yaitu
atrium primitig, komponen ventrikel yang terdiri dari segmen inlet dan outlet serta
trunkus arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Perkembangan
jantung ini terjadi pada embryo berusia 6 minggu kehamilan yang panjangnya
sekitar 10 mm.
b. Looping
Proses perkembangan selanjutnya dikenal sebagai suatu pembentukan loop
antara atrium dengan komponen inlet ventrikel dan antara komponen inlet dan
outlet ventrikel. Sinus venosus yang tertanam kuat pada septum transversum
menjadi bagian dari ujung tabung yang terfiksasi. Perkembangan bertahap
menyebabkan atrium primitive bergeser ke arah sinus venosus, sehingga terbentuk
lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen inlet ventrikel. Pada komponen
inlet dan outlet juga terbentuk lengkung dengan sudut sebesar 180, sehingga
trunkus berada di depan dan kanan kanalis atrioventrikulari. Biasanya proses
looping ini terjadi ke arah kanan, sehingga disebut sebagai dextro ventricular
looping. (gambar 2)
3
dan bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum
primum dan bantalan endokardium menutup ostium primum. Untuk
mempertahankan hubungan interatrial, tepi atas septum terlepas ke bawah
membentuk foramen sekundum. Selanjutnya lipatan yang bterbentuk di kanan
dinding atrium primitive menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah
septum primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale.
Septasi dari septum ventrikel: Pada embrio ukuran 5mm, ventrikel primitive kiri
dan kanan berhubungan melalui foramen interventrikular. (lihat gambar 3).
Setelah looping kelak akan terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet dan
outlet ventrikel. Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan menjadi
daerah trabekular ventrikel kiri, sedangkan kantung dari komponen outlet menjadi
daerah trabekular ventrikel kanan. Akibat pembentukan kantung ini terjadilah
septum trabekular yang kelak akan menjadi bagian bawah dari cincin lubang
antara komponen inlet dan outlet ventrikel. (lihat gambar 4). Foramen ini akan
tertutup melalui sekat muscular interventrikular septum dari bawah ke atas. Kedua
ventrikel primitive ini mulai berdilatasi pada akhir minggu ke-4. Permukaan
miokardium mulai menjadi kasar, dan dikelilingi oleh endokardium sehingga
terbentuk trabekula. Trabekula ini berguna pada proses perkembangan jantung
janin dimana karena belum terbentuknya sistem koroner jantung. Sehingga darah
dari placenta yang mengandung oksigen serta nutrisi, masuk kedalam rongga-
rongga trabekula-trabekula dan kontak dengan endokardium dan myocardium,
dan melakukan difusi. Selain itu struktur dari trabekula juga berguna mengurangi
kontraksi dari ventrikel sehingga tidak diperlukan dinding ventrikel yang sangat
tebal.1
4
Gambar 4. Skema pembentukan bagian-bagian ventrikel
d. Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis atrioventrikularis dengan terbentuknya bantalan
endokardium yang telah diuraikan, terjadi juga pergeseran (migrasi) segmen inlet
vantrikel, sehingga orifisium atrioventrikular kanan akan berhubungan dengan
daerah trabeklar ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum inlet
antara orifisium atrioventrikular kanan dan kiri, sehingga ventrikel kiri hanya
mempunyai inlet.
Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang yang dibentuk oleh
septum inlet, septum trabekular, dan lengkung jantung bagian dalam (inner heart
curvature), masuk ke dalam ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic
outflow tract. Dalam perkembangan selanjutnya aortic outflow akan bergeser ke
arah ventrikel kiri dengan absorbs dan perlekatan dari inner heart cuvature.
Sekarang kedua ventrikel ini masing-masing sudah memiliki inlet, outlet dan
trabekular. Pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri ini akan menyebabkan septum
outlet (infundibular) berada pada satu garis denan septum inlet dan septum
trabekular. Komunikasi antara kedua ventrikel ini masih tetap ada, dan lubang
baru yang terbentuk selanjutnya akan tertutup oleh septum membranosa. Jadi
septum ventrikel terdiri dari 4 bagian, yaitu septum trabekular, septum inlet,
septum infundibular dan septum membranasea. Gangguan dari proses
pembentukan sekat interventrikular ini akan mengakibatkan terjadinya defek
septum ventrikel.
5
Gambar 5. Proses Migrasi ruangan ventrikel
6
Gambar 6. Bagian dari septum ventrikel
3.2 Epidemiologi
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering
ditemukan yakni sekitar 20% dari seluruh PJB.3
Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari semua PJB.
Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated) namun tidak jarang
ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada Tetralogi Fallot, transposisi
arteri besar (TAB) atau PJB kompleks yang lain.9
3.3 Klasifikasi
Sampai sekarang klasifikasi defek septum bentrikel masih sering diperdebatkan. Untuk
tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, berikut ini akan diuraikan klasifikasi berdasarkan
kelainan hemodinamik serta klasifikasi anatomik.2
1. Berdasarkan kelainan hemodinamik (fisiologi):
Defek kecil dengan tahanan paru normal;
Defek sedang dengan tahanan vascular paru normal/bervariasi;
Defek besar dengan resistensi vaskular paru ringan sampai sedang;
Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru (resistensi vaskular paru
yang tinggi).
Gambar 9. Klasifikasi hemodinamik DSV 4
Ekokardiografi
Struktur jantung tampak normal pada ekokardiografi 2 dimensi. Kadang dapat
dilihat defek yang kecil, tetapi pada umumnya defek kecil sulit dipastikan dengan
ekokardiografi. Ruang jantung dan arteri besar normal. dengan Doppler dan Doppler
berwarna dapat diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung tidak dilakukan pada defek kecil. Bila dikerjakan (misalnya
ragu-ragu atau terdapat kelainan lain), dapat ditemukan peningkatan saturasi oksigen
setinggi ventrikel kanan, yang biasanya minimal sehingga tidak dianggap bermakna.
Adanya pirau kiri ke kanan sering baru dapat dibuktikan dengan penembakan kontras dari
ventrikel kiri. Tekanan dalam ruang jantung dan pembuluh darah besar juga normal
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel ini mungkin dapat dikacaukan dengan stenosis pulmonal.
Terdapatnya bising ejeksi sistolik, ejection click (pada stenosis pulmonal valvular) dan
gambaran EKG mudah menyingkirkan kelainan ini dari defek septum ventrikel. Waktu
dan kualitas bising defek septum ventrikel kecil mirip dengan bising insufisiensi mitral.
Lokasi pungtum maksimum dan penjalaran bising biasanya dapat membedakan kedua
kelainan ini.
Manifestasi klinis
Pada saat lahir dan beberapa hari sesudahnya bayi masih tampak normal. pirau kiri
ke kanan mulai terjadi sekitar umur 2-6 minggu, sehingga gejala umumnya terlihat
setelah umur tersebut. Bayi menjadi takipneu dengan toleransi latihan menurun, yang
dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan untuk minum terus-menerus selama
waktu tertentu. Setelah beberapa menit minum, bayi menjadi capek, takipne, dispne
dengan retraksi sela iga, suprasternal, dan epigastrium dengan atau tanpa napas cuping
hidung. Segera terlihat pula pertumbuhan bayi terlambat. Dan pasien seringkali menderita
infeksi paru yang memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh. 5
Pada pemeriksaan fisis tampak bayi dengan berat badan yang berkurang untuk
umurnya dengan takipne dan/tanpa dispne. Hiperaktivitas ventrikel kiri dapat diraba.
Getaran bising mungkin teraba seperti pada defek kecil.
Bunyi jantung II tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II normal.
Terdengar bising pansistolik, kasar di sela iga bawah tepi kiri sternum, yang menjalar ke
sepanjang sternum bahkan mungkin sampai ke punggung. Getaran bising/thrill dapat
teraba dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri, yang menjalar
ke seluruh prekordium. Bising pada defek septum ventrikel sedang merupakan salah satu
bising yang paling keras di bidang kardiologi. Dapat terdengar pula diastolic flow
murmur di apeks akibat banyaknya darah dari atrium kiri yang melintasi katup mitral saat
diastolic. Dapat terjadi gagal jantung dengan irama derap, ronki basah di basal paru,
dengan atau tanpa tanda bendungan vena sistemik. Edema palpebra dapat terlihat, tetapi
edema tungkai biasanya tidak ada pada bayi kecil dengan gagal jantung.8
Elektrokardiografi
EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi pembesaran
atrium kiri lebih jarang ditemukan.
Ekokardiografi
Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel sedang.
Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat. Doppler
memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.
Kateterisasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan yang besar dapat dibuktikan dengan peningkatan
saturasi oksigen di ventrikel kanan. Tekanan di ruang jantung kebanyakan kasus masih
normal, tetapi dapat pula terjadi peningkatan tekanan diastolic akhir di ventrikel kiri
terutama bila terdapat gagal jantung. Kateter kadang dapat dimasukan ke ventrikel kiri
atau aorta dari ventrikel kanan. Angiografi ventrikel kiri dapat memebri informasi letak
dan perkiraan besarnya defek.
Diagnosis banding
Duktus arteriosus persisten dapat dikacaukan dengan defek septum ventrikel sedang,
terutama pada masa neonatus, saat tahanan vaskular paru masih tinggi sehingga yang
terdengar adalah bising sistolik. Bising kontinu yang khas belum terdengar karena belum
terdapat perbedaan tekanan yang bermakna antara aorta dan a.pulmonalis pada saat
diastol. Pada anak yang lebih besar, adanya pulsus seler serta bising kontinu dapat cepat
membedakan duktus arteriosus persisten dari defek septum ventrikel. Defek
atrioventrikularis yang sering terdapat pada sindrom Down biasanya memberi gejala
klinis mirip defek septum ventrikel sedang atau besar. Elektrokardiografi pada sebagian
besar kasus dapat membedakan kedua kelainan tersebut; pada defek septum ventrikel
sumbu QRS biasanya yang bormal sedangkan pada defek atrioventrikularis murni
terdapat deviasi sumbuh QRS ke kiri. Pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler dapat
memastikan diagnosis.
C. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN HIPERTENSI PULMONAL
RINGAN SAMPAI SEDANG
Hemodinamik
Ukuran defek septum ventrikel kira-kira sebesar orificium aorta. Pasien dengan
defek besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan di ventrikel
kanan dan a.pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di samping beban volume, ventrikel
kanan juga mengalami beban tekanan. Ini sering merupakan stadium awal dari hipertensi
pulmonal yang ireversibel.8
Manifestasi klinis
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih berat.
Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering, pertumbuhan
lebih terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi teraba hiperaktivitas
ventrikel kiri (karena adanya peningkatan volume overload pada ventrikel kiri) dengan
atau tanpa hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary tapping, dan pada 50% kasus teraba
getaran bising. Pada bayi mungkin akan sulit membedakan antara hiperaktivitas dari
ventrikel kanan atau kiri. Auskultasi serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II
mengeras akibat tingginya tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek
ventrikel besar ini sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur),
seperti pada defek septum ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kanan akibat peningkatan resistensi
vaskular paru sehingga terjadi tekanan sistolik yang sama besarnya pada kedua ventrikel
pada akhir systole.2
Elektrokardiogram
Sering ditemukan hipertrofi biventrikular. Mungkin juga terlihat pembesaran
atrium kiri, sedangkan pembesaran atrium kanan lebih jarang didapatkan.
Kateterisasi jantung
Terdapat peningkatan saturasi oksigen yang mencolok di ventrikel kanan. Kateter
kadang mudah masuk dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, bahkan ke aorta. Tekanan
a.pulmonalis meningkat, mendekat tekanan sistemik. Resistensi vaskular paru biasanya
masih rendah dengan rasio < 0.5 pada sebagian kasus; sebagian kecil mempunyai rasio
pulmonal: sistemik 0.5 0.75. sineangiografi ventrikel kiri dalam posisi oblik anterior
kiri memperlihatkan lokasi dan besarnya defek. Injek aorta perlu dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya duktus arteriosus persisten.
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel besar harus dibedakan dengan defek dengan pirau kiri ke
kanan lain yang besar. Bila disertai gagal jantung, sering pembedaan secara klinis sulit
dan baru dipastikan setelah gagal jantungnya dapat diatasi. Ekokardiografi dapat dengan
mudah memastikan diagnosis.
Elektrokardiogram
Rekaman elektrokardiogram menggambarkan perubahan akibatnya berkurangnya
pirau kiri ke kanan dan bertambahnya tekanan di jantung kanan. Tampak hipertrofi
ventrikel kanan yang dominan, sedangkan hipertrofi ventrikel kiri berkurang di
bandingkan pada saat fase hipertensi pulmonal hiperkinetik. Pembesaran atrium kanan
sering terlihat. Sumbu QRS cenderung untuk deviasi ke kanan.
Kateterisasi jantung
Pada hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru ini tidak ada lagi pirau
kiri ke kanan, bahkan sudah terjadi sedikit pirau pirau kanan ke kiri. Besar pirau
bergantung pada tahanan paru dan tahanan sistemnik. Dengan angiografi ventrikel kiri
(jarang dilakukan bila tekanan ventrikel kiri) juga dapat dibuktikan tidak adanya pirau
yang bermakna ini.
Tekanan di ventrikel kanan dan a.pulmonalis meningkat, lebih kurang sama
dengan tekanan di ventrikel kiri. Pembuluh paru perifer tampak lebih kecil dan berkelok-
kelok. Bila terdapat hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular meningkat harus
dilakukan uji terhadap reaktivitas vaskular paru. Ini dapat dilakukan dengan inhalasi
oksigen 100% atau menyuntikan obat vasodilator seperti tolazolin ke dalam a.pulmonalis.
bila vaskular paru masih reaktif, maka pembuluh tersebut melebar sehingga tahanan
vaskular paru menurun dan menyebabkan terjadinya pirau kiri ke kanan dan /akan terjadi
penurunan tekanan a.pulmonalis. bila perubahan pembuluh darah sudah ireversibel, maka
uji oksigen/tolazolin ini tidak menyebabkan penurunan tekanan a.pulmonalis atau
penambahan pirau kiri ke kanan.
Diagnosis banding
Setiap kelainan pirau kiri ke kanan yang besar, pada masa anak dapat
menimbulkan hipertensi pulmonal. Termasuk dalam kelompok ini adalah duktus
arteriosus persisten, defek septum ventrikel, defek septum atrium, defek atrioventrikular,
trunkus arteriosus, ventrikel tunggal, transposisi arteri besar, dan double outlet right
ventrikel.
Sering tanda dan gejala kelainan primer berbagai kelainan tersebut sudah tidak
jelas bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru. Demikian pula
gambaran EKG dan foto dada. Dalam hal ini, bila sebelumnya pasien belum pernah
diperiksa, diagnosis dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.
3.5. PROGNOSIS
Defek septum ventrikel adalah kelainan yang cenderung untuk mengecil dengan
bertambahnya umur, bahkan sebagian akan menutup spontan. Lebih kurang 75% pasien
defek septum ventrikel kecil akan menutup spontan dalam waktu 10 tahun. Sebagian besar
penutupan terjadi pada 2 tahun pertama; bila tidak terjadi penutupan setelah berumur 2 tahun
pertama, kemungkinan menutup spontan kecil. Seperti telah diterangkan, meskupin tidak
menutup, defek septum ventrikel kecil biasanya asimtomatik, dan pasien dapat diharapkan
hidup normal.2
Pasien dengan defek sedang atau besar menunjukan gejala semasa bayi. Bila dengan
atau tanpa penanganan pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada umumya keluhan
berkurang, mungkin akibat mengecilnya defek , timbulnya hipertrofi infundibulum sehingga
pirau kiri ke kanan, atau terjadi obstruksi vaskular paru. Sebagian kecil pasien akan
mengalami gagal jantung kronik dengan hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira
50% pasien hipertensi pumonal bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi
hipertensi pulmonal berat, tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa bayi dan
anak kecil. Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien mengalami
kelainan obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal primer) 8
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal jantung kronik dan
hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering memperberat gagal jantung dan
mempercepat kematian. Pasien dengan defek kecil mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menderita endokarditis bakterialis daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian
keseluruhan untuk defek sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang
adekuat, adalah sekitar 5%. 8
3.6. PENATALAKSANAAN
Beberapa sifat alamiah penyakit defek septum ventrikel perlu dipertimbangkan
dalam penanganan dalam penyakit ini: (1) Sebagian besar defek kecil akan menutup
spontan, sedangkan defek besar atau sedang cenderung untuk mengecil dengan sendirinya;
(2) defek besar dapat menyebabkan gagal jantung, biasanya pada bulan kedua kehidupan.
Pasien yang sampai umur 1 tahun tidak mengalami gagal jantung biasanya tidak akan
mengalaminya kemudian kecuali bila terdapat faktor lain seperti anemia atau pneumonia;
(3) Perubahan vaskular paru sudah dapat mulai terjadi dalam 6-12 bulan pertama
kehidupan. Pada defek berat, pada umur 2-3 tahun sudahdapat terjadi hipertensi pulmonal
yang ireversibel. 2
Defek septum ventrikel kecil
Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik atau
bedah apapun, kecuali pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah endokarditis pada
tindakan tertentu. Pasien harus terus diobservasi sampai defeknya menutup. 8
DAFTAR PUSTAKA
1. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System. In: Moss and
Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.2-23.
2. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss and Adams:
Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook Of Pediatrics.
18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.1851-7; 1888-90.
4. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15 th ed. Philadelphia:
Saunders; 2003.p.311-5.
5. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology. United States:
McGraw-Hill;2004.p.123-6.
6. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3 rd ed.UK: Wiley-Blackwell;
2009.p.148-51.
7. Hoffman JE. The Natural and Unnatural History of Congenital Heart Disease. UK:
Wiley-Blackwell; 2009.p.183-6.
8. Lisa C, Wahab SA. Dalam: Kardiologi Anak Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.p.37-67.
9. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi
dan Anak. UKK Kardiologi IDAI. Jakarta:Fakultas Kedokteran Indonesia;2005.p.1-8.
10. Usman A. Kelainan Kardiovaskular. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. 1st ed.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2008.p.31-9.