Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung bawaan (PJB) terjadi pada 0,5-0,8% dari kelahiran hidup dan memiliki
derajat keparahan yang luas pada bayi: sekitar 2-3 dari 1.000 bayi baru lahir muncul gejala
penyakit jantung dalam 1 tahun awal kehidupan. Diagnosis dapat ditegakan saat usia 1 minggu
pertama sekitar 40-50% dari pasien dengan penyakit jantung bawaan dan pada usia 1 bulan
pertama pada 50-60% pasien. Dengan kemajuan di bidang operasi baik paliatif maupun korektif,
jumlah anak dengan penyakit jantung bawaan yang masih hidup sampai dewasa telah meningkat
secara dramatis. Meskipun demikian, penyakit jantung bawaan tetap merupakan penyebab utama
kematian pada anak-anak dengan cacat bawaan. 3
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi
makin menonjol, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Perbaikan tingkat sosial
ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Hal tersebut tampak jelas di Indonesia. Pada
saat ini di Indonesia sementara masalah gizi dan infeksi belum tuntas teratasi, pada saat yang
sama telah mulai muncul berbagai masalah yang berhubungan dengan penyakit non-infeksi. Di
dalam bidang kardiologi, pengamatan menunjukan jumlah penyakit jantung bawaan (PJB) makin
banyak. Konsultasi serta rujukan oleh puskesmas, dokter umum, dokter spesialis anak, dan
dokter spesialis lain ke konsultan jantung anak makin meningkat. Tidak sulit meramalkan bahwa
dalam waktu yang tidak terlampau lama lagi hal ini akan makin nyata. Dalam hal ini maka peran
dokter umum dan dokter anak dalam menemukan kasus penyakit jantung bawaan makin besar.
Laporan dari berbagai penelitian di luar negri menunjukan 6-10 dari 1000 bayi lahir
hidup menyandang penyakit jantung bawaan. Terjadinya penyakit jantung bawaan masih belum
jelas namun dipengaruhi berbagai faktor. Terdapatnya kecenderungan tumbulnya beberapa
penyakit jantung bawaan dalam satu keluarga. Pembentukan jantung janin yang lengkap terjadi
pada akhir semester pertama dapat menimbulkan gangguan pembentukan jantung, faktor seperti
paparan radiasi, infeksi, obat-obatan, alkohol dll. Yang pada era jaman sekarang semakin
meningkat karena kemajuan teknologi serta perubahan gaya hidup. 8
Ventrikular septal defek (VSD) merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering
ditemukan yakni sekitar 30% dari seluruh PJB. 1

1
BAB II
EMBRIOGENESIS DAN PERUBAHAN SIRKULASI JANIN

2.1 Perkembangan dan pembentukan jantung


Pengetahuan tentang mekanisme seluler dan molekuler perkembangan embryogenesis
jantung diperlukan dalam memahami penyakit jantung bawaan dan mengembangkan strategi
untuk pencegahan.
Proses organogenesis/embryogenesis kardiovaskular merupakan rangkaian
pembentukan organ jantung yang sangat kompleks. Proses kompleks tersebut dapat
disederhanakan menjadi 4 tahap, yaitu: (Gambar 1) 10
a. Tubing: tahapan awal ketika bakal jantung masih merupakan tabung sederhana
b. Looping: proses perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar (aorta
dan arteri pulmonalis)
c. Septasi: proses pemisahan bagian bakal jantung serta arteri besar dengan
pembentukan pebagai ruang jantung dan migrasi
d. Migrasi: proses pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk
akhirnya.

Gambar 1. Proses embryogenesis jantung 3


Harus diperhatikan bahwa keempat tahapan tersebut bukan merupakan proses
terpisah tetapi merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih.10
a. Tubing (pembentukan tabung)

2
Pada awal pembentukan, jantung hanya merupakan sebuah tabung lurus yang
berasal dari fusi sepasang primodia simetris. Pada beberapa terdapat dilatasi yaitu
atrium primitig, komponen ventrikel yang terdiri dari segmen inlet dan outlet serta
trunkus arteriosus yang kelak menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Perkembangan
jantung ini terjadi pada embryo berusia 6 minggu kehamilan yang panjangnya
sekitar 10 mm.
b. Looping
Proses perkembangan selanjutnya dikenal sebagai suatu pembentukan loop
antara atrium dengan komponen inlet ventrikel dan antara komponen inlet dan
outlet ventrikel. Sinus venosus yang tertanam kuat pada septum transversum
menjadi bagian dari ujung tabung yang terfiksasi. Perkembangan bertahap
menyebabkan atrium primitive bergeser ke arah sinus venosus, sehingga terbentuk
lengkungan ke kanan antara atrium dan segmen inlet ventrikel. Pada komponen
inlet dan outlet juga terbentuk lengkung dengan sudut sebesar 180, sehingga
trunkus berada di depan dan kanan kanalis atrioventrikulari. Biasanya proses
looping ini terjadi ke arah kanan, sehingga disebut sebagai dextro ventricular
looping. (gambar 2)

Gambar 2. Proses looping embrogenesis jantung 10


c. Septasi
Setelah proses looping selesai. Septasi jantung kini terjadi pada sekitar 27 sampai
hari ke 37 perkembangan embrio dengan panjang sekitar 5 mm menjadi 16-17
mm. Kini jantung terlihat dari luar sudah seperti jantung yang matur, walaupun
bagian dalam tetap masih seperti tabung namun sudah mulai terbentuk ruangan-
ruangan primitif. Pada tahap ini terjadi septasi atrium, ventrikel. Kanalis
atrioventrikularis dipisahkan oleh bantalan endokardium (endocardial cushion)
superior dan inferior, yang bersatu di tengah, menjadi sehingga terbagi menjadi
orificium kanan dan kiri. Atrium primitif disekat septum primum yang tumbuh
dari atap atrium mendekati bantalan endokardium. Celah antara septum primum

3
dan bantalan endokardium disebut ostium primum. Selanjutnya fusi septum
primum dan bantalan endokardium menutup ostium primum. Untuk
mempertahankan hubungan interatrial, tepi atas septum terlepas ke bawah
membentuk foramen sekundum. Selanjutnya lipatan yang bterbentuk di kanan
dinding atrium primitive menutup foramen sekundum dan melapisi bagian bawah
septum primum. Celah antara kedua sekat ini disebut foramen ovale.
Septasi dari septum ventrikel: Pada embrio ukuran 5mm, ventrikel primitive kiri
dan kanan berhubungan melalui foramen interventrikular. (lihat gambar 3).
Setelah looping kelak akan terbentuk kantung-kantung dari komponen inlet dan
outlet ventrikel. Kantong yang terbentuk dari komponen inlet akan menjadi
daerah trabekular ventrikel kiri, sedangkan kantung dari komponen outlet menjadi
daerah trabekular ventrikel kanan. Akibat pembentukan kantung ini terjadilah
septum trabekular yang kelak akan menjadi bagian bawah dari cincin lubang
antara komponen inlet dan outlet ventrikel. (lihat gambar 4). Foramen ini akan
tertutup melalui sekat muscular interventrikular septum dari bawah ke atas. Kedua
ventrikel primitive ini mulai berdilatasi pada akhir minggu ke-4. Permukaan
miokardium mulai menjadi kasar, dan dikelilingi oleh endokardium sehingga
terbentuk trabekula. Trabekula ini berguna pada proses perkembangan jantung
janin dimana karena belum terbentuknya sistem koroner jantung. Sehingga darah
dari placenta yang mengandung oksigen serta nutrisi, masuk kedalam rongga-
rongga trabekula-trabekula dan kontak dengan endokardium dan myocardium,
dan melakukan difusi. Selain itu struktur dari trabekula juga berguna mengurangi
kontraksi dari ventrikel sehingga tidak diperlukan dinding ventrikel yang sangat
tebal.1

Gambar 3. Proses septasi ruang- ruang pada jantung janin 1

4
Gambar 4. Skema pembentukan bagian-bagian ventrikel
d. Migrasi
Bersama dengan septasi kanalis atrioventrikularis dengan terbentuknya bantalan
endokardium yang telah diuraikan, terjadi juga pergeseran (migrasi) segmen inlet
vantrikel, sehingga orifisium atrioventrikular kanan akan berhubungan dengan
daerah trabeklar ventrikel kanan. Pada saat yang sama terbentuk septum inlet
antara orifisium atrioventrikular kanan dan kiri, sehingga ventrikel kiri hanya
mempunyai inlet.
Darah yang masuk ke ventrikel kiri harus melalui lubang yang dibentuk oleh
septum inlet, septum trabekular, dan lengkung jantung bagian dalam (inner heart
curvature), masuk ke dalam ventrikel kanan dan baru dapat keluar ke aortic
outflow tract. Dalam perkembangan selanjutnya aortic outflow akan bergeser ke
arah ventrikel kiri dengan absorbs dan perlekatan dari inner heart cuvature.
Sekarang kedua ventrikel ini masing-masing sudah memiliki inlet, outlet dan
trabekular. Pergeseran aorta ke arah ventrikel kiri ini akan menyebabkan septum
outlet (infundibular) berada pada satu garis denan septum inlet dan septum
trabekular. Komunikasi antara kedua ventrikel ini masih tetap ada, dan lubang
baru yang terbentuk selanjutnya akan tertutup oleh septum membranosa. Jadi
septum ventrikel terdiri dari 4 bagian, yaitu septum trabekular, septum inlet,
septum infundibular dan septum membranasea. Gangguan dari proses
pembentukan sekat interventrikular ini akan mengakibatkan terjadinya defek
septum ventrikel.

5
Gambar 5. Proses Migrasi ruangan ventrikel

6
Gambar 6. Bagian dari septum ventrikel

2.2 SIRKULASI JANIN


Kekhususan sirkulasi janin
Terdapat beberapa aspek sirkulasi janin yang membuatnya berbeda dari sirkulasi pada
neonatus dan pada orang dewasa, yaitu: (1) terdapatnya pirau intrakardiak (foramen ovale)
dan ekstrakardial (duktus arteriosus Botalli, duktus venosus ovale) (2) kedua ventrikel
bekerja secara pararel, bukan seri. (3) ventrikel kanan memompa melawan resistensi yang
lebih tinggi dari ventrikel kiri. (4) aliran darah ke paru hanya merupakan sebagian kecil dari
curah jantung ventrikel kanan (5) Paru mengambil oksigen dan darah, bukan sebaliknya (6)
Paru secara terus-menerus mengsekresi cairan ke dalam saluran pernapasan (7) Hati adalah
organ yang pertama menerima bahan makanan seperti oksigen, glukosa, asam amino, dan
lain-lain. (8) Plasenta adalah media utama untuk pertukaran gas, ekskresi, dan pemberi
bahan kimia esensial untuk janin (9) Plasenta memberikan aliran sirkuit dengan resistensi
yang rendah.10

Gambar 7. Sirkulasi janin 3


Perubahan Sirkulasi Normal Setelah Lahir 1,3
Perubahan paling penting dalam sirkulasi setelah bayi lahir terjadi karena
putusnya hubungan plasenta dari sirkulasi sistemik, dan paru yang mulai berkembang.
Perubahan- perubahan yang terjadi adalah:
1. Tahanan vaskular pulmonal turun dan aliran darah pulmonal meningkat
2. Tahanan vaskular sistemik meningkat
3. Duktus arterosus menutup
4. Foramen ovale menutup
5. Duktus venosus menutup
Penurunan tahanan paru terjadi akibat ekspansi mekanik paru-paru,
peningkatan saturasi oksigen arteri pulmonalis dan PO2 alveolar. Dengan penurunan
tahanan arteri pulmonalis, aliran darah pulmonal meningkat. Lapisan medial arteri
pulmonalis perifer berangsur-angsur menipis dan pada usia bayi 10-14 hari tahanan
arteri pulmonalis sudah seperti kondisi orang dewasa. Penurunan tahanan a.
pulmonalis ini terhambat bila terdapat aliran darah paru yang meningkat, seperti pada
defek septum ventrikel atau duktus arteriosus yang besar. Pada keadaan hipoksemia,
seperti pada bayi yang lahir di dataran tinggi, penurunan tekanan a.pulmonalis terjadi
lebih lambat.1
Oleh sebab itu pada bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan, timbulnya
gagal jantung pada pasien dengan defek pirau dari kiri ke kanan sangat bergantung
kepada kecepatan penurunan tahanan vaskular paru dan kemampuan ventrikel kiri
untuk menambah volumenya. Penurunan tahanan vaskular paru yang cepat pada hari
pertama sampai ketiga, seyogyanya mengakibatkan aliran pirau yang deras melalui
duktus arteriosus, defek septum ventrikel; sehingga manifestasinya terlihat pada
minggu pertama kehidupan. Tetapi nyatanya tidak demikian. Volume sirkulasi paru
yang besar, serta adanya hubungan sirkulasi paru dengan sirkulasi sistemik
mengurangi kecepatan involusi pembuluh pulmonal, sehingga dapat mencegah gagal
jantung dini. Ini dapat menjelaskan mengapa banyak bayi dengan defek septum
ventrikel atau duktus arteriosus persisten besar tidak mengalami gagal jantung dalam
minggu-minggu pertama pasca lahir. Umumnya gejala aliran paru yang berlebihan
tidak tampak pada usia sebelum 4 minggu. Bila terjadi gangguan pada paru, tekanan
arteri pulmonalis meningkat, sehingga dapat terjadi aliran pirau terbalik.4
BAB III
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
3.1 Embriologi dan anatomi
Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi antara minggu ke
4 dan minggu ke 8 kehidupan janin, bersamaan dengan pembagian atrium tunggal menjadi
atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang pertama terbentuk adalah pars membranasea,
yang kemudian bergabung dengan endocardial cushion dan bulbus kordis (bagian proksimal
trunkus arteriosus). Pars muskularis septum kemudian mulai terbentuk, bersama dengan
pertumbuhan lebih lanjut bulbus kordis dan endocardial cushion.1 Hasil akhir perkembangan
ini adalah terbentuknya septum ventrikel pars membranasea dan pars muskularis, serta katup
mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan katup tricuspid dan katup
pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat menyebabkan lubang pada septum
ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas krista supraventrikularis, di bawah krista
supraventrikularis pada pars membranasea, atau pada pars muskularis septum. 6

Gambar 8. Sirkulasi pada defek septum ventrikel 3

3.2 Epidemiologi
Defek septum ventrikel (DSV) merupakan salah satu jenis PJB yang paling sering
ditemukan yakni sekitar 20% dari seluruh PJB.3
Di RSCM Jakarta selama 10 tahun ditemukan DSV sebanyak 33% dari semua PJB.
Meskipun DSV sering ditemukan sebagai defek tersendiri (isolated) namun tidak jarang
ditemukan merupakan bagian dari PJB kompleks seperti pada Tetralogi Fallot, transposisi
arteri besar (TAB) atau PJB kompleks yang lain.9
3.3 Klasifikasi
Sampai sekarang klasifikasi defek septum bentrikel masih sering diperdebatkan. Untuk
tujuan penatalaksanaan medis dan bedah, berikut ini akan diuraikan klasifikasi berdasarkan
kelainan hemodinamik serta klasifikasi anatomik.2
1. Berdasarkan kelainan hemodinamik (fisiologi):
Defek kecil dengan tahanan paru normal;
Defek sedang dengan tahanan vascular paru normal/bervariasi;
Defek besar dengan resistensi vaskular paru ringan sampai sedang;
Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru (resistensi vaskular paru
yang tinggi).
Gambar 9. Klasifikasi hemodinamik DSV 4

2. Berdasarkan letak anatomis (letak defeknya):


Banyak klasifikasi yang telah dibuat. Salah satunya adalah klasifikasi yang di buat
oleh Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia yang membuat klasifikasi DSV
berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Soto dkk, yaitu:
2.1. Defek di daerah pars membranasea septum/infracristal, yang disebut defek
membrane atau lebih baik perimembran (karena hampir selalu mengenai jaringan
di sekitarnya). Merupakan defek paling sering ditemukan (80%). Berdasarkan
peluasan (ekstensi) defeknya, defek perimembran ini dibagi lagi menjadi yang
dengan perluasan ke outlet (jalan keluar ventrikel), dengan perluasan ke inlet
(dekat katup atrioventrikular), dan defek perimembran dengan perluasan ke
daerah trabekular.
2.2. Defek muskular, yang dapat di bagi lagi menjadi defek muscular inlet,
defek muscular outlet, dan defek muscular trabekular
2.3. Defek subarterial, terletak tepat di bawah kedua katup aorta dan
a.pulmonalis, karena itu disebut pula doubly commited subarterual VSD. Defek
ini dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas krista
supraventrikularis. Beberapa penulis menyebutnya pula sebagai defek
subpulmonik, atau defek Oriental, karena banyak terdapat di Jepang dan Negara-
negara Timur jauh. Yang penting pada defek ini adalah bahwa katup aorta dan
katup a.pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek septum
ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut (dalam keadaan normal, katup
pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta, sehingga pada defek perimembran
lubang terletak tepat di bawah katup aorta namun jauh dari katup pulmonal).

Gambar 10. Jenis letak defek pada DSV 2

Klasifikasi anatomik ini dapat dibuat dengan pemeriksaan ekokardiografi


yang teliti. Klasifikasi ini penting, selain untuk member informasi prakateterisasi,
juga membantu ahli bedah untuk merencanakan terapi bedah. Di samping itu,
pada defek subarterial angka kejadian insufisiensi aorta akibat prolaps daun katup
aorta cukup tinggi.
Defek septum ventrikel biasanya bersifat tunggal, namun dapat berupa
defek multipel, khususnya defek yang terdapat pada pars muskularis septum.
Defek septum ventrikel muscular multipel disebut pula sebagai Swiss cheese
ventricular septal defects. Pirau pada defek septum ventrikel pada umumnya
terjadi dengan arah dari ventrikel kiri ke kanan. Akan tetapi terdapat defek septum
ventrikel perimembran yang memiliki pirau dari ventrikel kiri ke arah atrium
kanan yang disebut Gerbode defect, suatu kelainan yang jarang ditemukan.
Defek septum ventrikel dapat merupakan kelainan yang berdiri sendiri
atau defek septum ventrikel murni (isolated ventricular septal defect), atau dapat
pula ditemukan bersama kelainan jantung bawaan lain, dari yang paling sedrehana
misalnya stenosis pulmonal, duktus arteriosus persisten, koarktasio aorta, atau
bagian dari kelainan yang kompleks seperti tetralogi Fallot, atresia pulmonal,
transposisi arteri besar.

3.4 MANIFESTASI KLINIS


Gambaran klinis defek septum ventrikel sangat bervariasi, dari yang asimptomatis
sampai gagal jantung yang berat disertai dengan gagal tumbuh (failure to thrive).
Manifestasi klinis ini sangat bergantung kepada besarnya defek, derajat pirau dari kiri ke
kanan serta status resistensi vaskularisasi paru. Letak defek biasanya tidak mempengaruhi
manifestasi klinis.

A. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL KECIL


Hemodinamik
Pada defek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak bermakna, sehingga tidak
terjadi gangguan hemodinamik. Dengan perkataan lain status kardiovaskular masih dalam
batas normal.
Manifestasi klinis
Pasien asimtomatik. Pada hari-hari pertama pasca lahir tahanan vaskular paru masih
tinggi, sehingga belum ada perbedaan tekanan yang bermakna antara ventrikel kiri dan
ventrikel kanan. Pada saat tersebut biasanya bising belum terdengar. Setelah bayi
berumur 2-6 minggu, dengan penurunan tahanan vaskular paru terjadilah pirau kiri ke
kanan, sehingga terdengar bising yang klasik, yaitu bising pansistolik dengan pungtum
maksimum di sela iga 3 dan 4 tepi kiri sternum. Bising ini menjalar ke sepanjang tepi kiri
sternum. Derajat bising dapat mencapai 4/6, disertai getaran bising/thrill yang dapat
diraba pada garis sternalis kiri bawah. Bising berupa nada yang tinggi sehingga dapat
didengar dengan stetoskop diafragma. Pada defek yang sangat kecil dan letaknya di pars
muskularis, bising dapat terdengar hanya pada fase awal sistolik (early systolic murmur)
karena lubang defek tertutup saat kontraksi dari ventrikel. Pertumbuhan pasien biasanya
normal. kelainan ini dikenal pula dengan nama maladie de Roger.5 Kira-kira 70% pasien
dengan defek kecil menutup spontan dalam 10 tahun, sebagian besar dalam 2 tahun
pertama.bila setelah 2 tahun defek tidak menutup, maka kemungkinan menutup secara
spontan adalah kecil.

Foto rontgen dada dan elektrokardiogram


Karena perubahan hemodinamik yang minimal, foto dada dan EKG biasanya
normal.

Ekokardiografi
Struktur jantung tampak normal pada ekokardiografi 2 dimensi. Kadang dapat
dilihat defek yang kecil, tetapi pada umumnya defek kecil sulit dipastikan dengan
ekokardiografi. Ruang jantung dan arteri besar normal. dengan Doppler dan Doppler
berwarna dapat diperlihatkan arus abnormal dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.

Kateterisasi jantung
Kateterisasi jantung tidak dilakukan pada defek kecil. Bila dikerjakan (misalnya
ragu-ragu atau terdapat kelainan lain), dapat ditemukan peningkatan saturasi oksigen
setinggi ventrikel kanan, yang biasanya minimal sehingga tidak dianggap bermakna.
Adanya pirau kiri ke kanan sering baru dapat dibuktikan dengan penembakan kontras dari
ventrikel kiri. Tekanan dalam ruang jantung dan pembuluh darah besar juga normal

Diagnosis banding
Defek septum ventrikel ini mungkin dapat dikacaukan dengan stenosis pulmonal.
Terdapatnya bising ejeksi sistolik, ejection click (pada stenosis pulmonal valvular) dan
gambaran EKG mudah menyingkirkan kelainan ini dari defek septum ventrikel. Waktu
dan kualitas bising defek septum ventrikel kecil mirip dengan bising insufisiensi mitral.
Lokasi pungtum maksimum dan penjalaran bising biasanya dapat membedakan kedua
kelainan ini.

B. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL SEDANG DENGAN TAHANAN VASKULAR


PARU NORMAL
Pada defek ini ukuran defek berdiameter kurang dari setengah diameter orificium
aorta dan adanya perbedaan tekanan sistolik antara kedua ventrikel.
Pada defek sedang ini terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Pirau yang cukup
besar ini akan diteruskan ke a.pulmonalis, akibatnya terjadi peningkatan aliran darah ke
paru, demikian pula darah yang kembali ke atrium kiri akan bertambah; akibatnya atrium
kiri melebar dan ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan dilatasi. Dengan pertumbuhan
pasien, maka dapat terjadi beberapa kemungkinan, yakni: 8
1.defek mengecil, sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Pasien biasanya tampak
membaik.
2. defek menutup
3. terjadi stenosis infundibular sehingga pirau kiri ke kanan berkurang
4. defek tetap besar dengan pirau dari kiri ke kanan berlanjut, menyebabkan tekanan
yang selalu tinggi pada sirkulasi paru.

Manifestasi klinis
Pada saat lahir dan beberapa hari sesudahnya bayi masih tampak normal. pirau kiri
ke kanan mulai terjadi sekitar umur 2-6 minggu, sehingga gejala umumnya terlihat
setelah umur tersebut. Bayi menjadi takipneu dengan toleransi latihan menurun, yang
dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan untuk minum terus-menerus selama
waktu tertentu. Setelah beberapa menit minum, bayi menjadi capek, takipne, dispne
dengan retraksi sela iga, suprasternal, dan epigastrium dengan atau tanpa napas cuping
hidung. Segera terlihat pula pertumbuhan bayi terlambat. Dan pasien seringkali menderita
infeksi paru yang memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh. 5
Pada pemeriksaan fisis tampak bayi dengan berat badan yang berkurang untuk
umurnya dengan takipne dan/tanpa dispne. Hiperaktivitas ventrikel kiri dapat diraba.
Getaran bising mungkin teraba seperti pada defek kecil.

Bunyi jantung II tidak teraba. Pada auskultasi bunyi jantung I dan II normal.
Terdengar bising pansistolik, kasar di sela iga bawah tepi kiri sternum, yang menjalar ke
sepanjang sternum bahkan mungkin sampai ke punggung. Getaran bising/thrill dapat
teraba dengan pungtum maksimum di sela iga III-IV garis parasternal kiri, yang menjalar
ke seluruh prekordium. Bising pada defek septum ventrikel sedang merupakan salah satu
bising yang paling keras di bidang kardiologi. Dapat terdengar pula diastolic flow
murmur di apeks akibat banyaknya darah dari atrium kiri yang melintasi katup mitral saat
diastolic. Dapat terjadi gagal jantung dengan irama derap, ronki basah di basal paru,
dengan atau tanpa tanda bendungan vena sistemik. Edema palpebra dapat terlihat, tetapi
edema tungkai biasanya tidak ada pada bayi kecil dengan gagal jantung.8

Foto rontgen dada


Tampak kardiomegali akibat hipertrofi ventrikel kiri. Dilatasi atrium kiri sulit dilihat
pada foto AP. Corakan vaskular paru jelas bertambah. Jantung kanan relative normal.8

Elektrokardiografi
EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi pembesaran
atrium kiri lebih jarang ditemukan.

Ekokardiografi
Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel sedang.
Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan akurat. Doppler
memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.
Kateterisasi jantung
Terdapatnya pirau kiri ke kanan yang besar dapat dibuktikan dengan peningkatan
saturasi oksigen di ventrikel kanan. Tekanan di ruang jantung kebanyakan kasus masih
normal, tetapi dapat pula terjadi peningkatan tekanan diastolic akhir di ventrikel kiri
terutama bila terdapat gagal jantung. Kateter kadang dapat dimasukan ke ventrikel kiri
atau aorta dari ventrikel kanan. Angiografi ventrikel kiri dapat memebri informasi letak
dan perkiraan besarnya defek.
Diagnosis banding
Duktus arteriosus persisten dapat dikacaukan dengan defek septum ventrikel sedang,
terutama pada masa neonatus, saat tahanan vaskular paru masih tinggi sehingga yang
terdengar adalah bising sistolik. Bising kontinu yang khas belum terdengar karena belum
terdapat perbedaan tekanan yang bermakna antara aorta dan a.pulmonalis pada saat
diastol. Pada anak yang lebih besar, adanya pulsus seler serta bising kontinu dapat cepat
membedakan duktus arteriosus persisten dari defek septum ventrikel. Defek
atrioventrikularis yang sering terdapat pada sindrom Down biasanya memberi gejala
klinis mirip defek septum ventrikel sedang atau besar. Elektrokardiografi pada sebagian
besar kasus dapat membedakan kedua kelainan tersebut; pada defek septum ventrikel
sumbu QRS biasanya yang bormal sedangkan pada defek atrioventrikularis murni
terdapat deviasi sumbuh QRS ke kiri. Pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler dapat
memastikan diagnosis.
C. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN HIPERTENSI PULMONAL
RINGAN SAMPAI SEDANG
Hemodinamik
Ukuran defek septum ventrikel kira-kira sebesar orificium aorta. Pasien dengan
defek besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan tekanan di ventrikel
kanan dan a.pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di samping beban volume, ventrikel
kanan juga mengalami beban tekanan. Ini sering merupakan stadium awal dari hipertensi
pulmonal yang ireversibel.8
Manifestasi klinis
Gejala pasien golongan ini sama dengan golongan terdahulu, hanya lebih berat.
Toleransi latihan buruk, infeksi saluran pernapasan berulang lebih sering, pertumbuhan
lebih terganggu, dan gagal jantung sering dijumpai. Pada palpasi teraba hiperaktivitas
ventrikel kiri (karena adanya peningkatan volume overload pada ventrikel kiri) dengan
atau tanpa hiperaktivitas ventrikel kanan, pulmonary tapping, dan pada 50% kasus teraba
getaran bising. Pada bayi mungkin akan sulit membedakan antara hiperaktivitas dari
ventrikel kanan atau kiri. Auskultasi serupa dengan defek sedang, hanya bunyi jantung II
mengeras akibat tingginya tekanan a.pulmonalis dan adanya splitting. Bising pada defek
ventrikel besar ini sering tidak memenuhi seluruh fase systole (pansistolik murmur),
seperti pada defek septum ventrikel sedang, tetapi melemah pada akhir fase sistole. Hal
ini disebabkan oleh peningkatan tekanan ventrikel kanan akibat peningkatan resistensi
vaskular paru sehingga terjadi tekanan sistolik yang sama besarnya pada kedua ventrikel
pada akhir systole.2
Elektrokardiogram
Sering ditemukan hipertrofi biventrikular. Mungkin juga terlihat pembesaran
atrium kiri, sedangkan pembesaran atrium kanan lebih jarang didapatkan.

Foto rontgen dada


Kardiomegali tampak lebih jelas. Pada foto AP dan lateral dapat dilihat pelebaran
ventrikel kiri, ventrikel kanan, atrium kiri, dan mungkin juga atrium kanan. Segmen
pulmonal jelas menonjol dengan corakan vaskular paru sangat meningkat.

Kateterisasi jantung
Terdapat peningkatan saturasi oksigen yang mencolok di ventrikel kanan. Kateter
kadang mudah masuk dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri, bahkan ke aorta. Tekanan
a.pulmonalis meningkat, mendekat tekanan sistemik. Resistensi vaskular paru biasanya
masih rendah dengan rasio < 0.5 pada sebagian kasus; sebagian kecil mempunyai rasio
pulmonal: sistemik 0.5 0.75. sineangiografi ventrikel kiri dalam posisi oblik anterior
kiri memperlihatkan lokasi dan besarnya defek. Injek aorta perlu dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya duktus arteriosus persisten.
Diagnosis banding
Defek septum ventrikel besar harus dibedakan dengan defek dengan pirau kiri ke
kanan lain yang besar. Bila disertai gagal jantung, sering pembedaan secara klinis sulit
dan baru dipastikan setelah gagal jantungnya dapat diatasi. Ekokardiografi dapat dengan
mudah memastikan diagnosis.

D. DEFEK SEPTUM VENTRIKEL BESAR DENGAN RESISTENSI VASKULAR


PARU TINGGI(OBSTRUKSI VASKULAR PARU)
Hemodinamik
Sebagian pasien defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal ringan-
sedang akan menjadi resistensi vaskular paru yang tinggi sehingga menjadi hipertensi
pulmonal yang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi vaskular paru tanpa
melalui fase hiperkinetik/ringan-sedang. Pirau kiri ke kanan yang semula besar, dengan
meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan berkurang. Bila tekanan ventrikel sama
dengan tekanan sistemik, maka tidak terjadi pirau sama sekali, bahkan dapat terjadi pirau
terbalik (sindrom Eisenmenger).8
Manifestasi klinis
Biasanya pasien mengalami fase hipertensi pulmonal ringan-sedang/hiperkinetik
dengan toleransi latihan menurun, gangguan tumbuh kembang, infeksi saluran napas
berulang serta mungkin gagal jantung. Dengan meningkatnya tahanan vaskular paru,
tekanan a.pulmonalis meningkat sehingga pirau kiri ke kanan berkurang. Keluhan pasien
berkurangnya infeksi saluran napas, demikian takipne dan dispne. Toleransi latihan
menjadi lebih baik. Dengan berlanjutnya kerusakan vaskular paru, akhirnya terjadi pirau
terbalik, dari kanan ke kiri, sehingga pasien sianotik. Dalam tahapan ini kembali pasien
memperlihatkan toleransi latihan yang menurun, batuk berulang, dan infeksi saluran
pernapasan berulang dan gangguan pertumbuhan yang makin berat. 8
Pada pemeriksaan klinis biasanya ditemukan pasien dengan gizi kurang, sianotik,
jari-jari tabuh, deformitas dada yang jelas akibat pembesaran ventrikel kanan yang berat,
dengan aktivitas ventrikel kiri yang tidak begitu hebat. Aktivitas ventrikel kanan sangat
meningkat yang teraba di tepi kiri bawah sternum atau di sekitar xifoid. Pulmonary
tapping teraba di tepi kiri sternum atas. Bunyi jantung I dapat mengeras atau normal,
sedangkan bunyi jantung II sangat mengeras atau normal, sedangkan bunyi jantung II
sangat mengaras dengan split sempit, bahkan dapat terdengar tunggal. Bising yang
terdengar adalah bising sistolik ejeksi di tepi kiri sternum bawah atau tengah, dengan
intensitas yang tidak begitu kuat (tanpa getaran bising). Biasanya bising mid diastolic
sudah tidak terdengar lagi, kecuali pada obstruksi vaskular paru yang sangat berat dapat
terdengar bising diastolik dini akibat insufisiensi pulmonal (bising Graham-Steele).

Foto rontgen dada


Kardiomegali biasanya berkurang bila di bandingkan dengan defek besar tanpa
obstruksi vaskular paru, terutama akibat mengecilnya ventrikel kiri. Sebaliknya,
pembesaran jantung kanan lebih hebat, yang nyata pada foto lateral. A.pulmonalis utama
dan cabangnya mengalami dilatasi, tetapi pembuluh darah perifer berkurang (pruning). 7

Elektrokardiogram
Rekaman elektrokardiogram menggambarkan perubahan akibatnya berkurangnya
pirau kiri ke kanan dan bertambahnya tekanan di jantung kanan. Tampak hipertrofi
ventrikel kanan yang dominan, sedangkan hipertrofi ventrikel kiri berkurang di
bandingkan pada saat fase hipertensi pulmonal hiperkinetik. Pembesaran atrium kanan
sering terlihat. Sumbu QRS cenderung untuk deviasi ke kanan.
Kateterisasi jantung
Pada hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru ini tidak ada lagi pirau
kiri ke kanan, bahkan sudah terjadi sedikit pirau pirau kanan ke kiri. Besar pirau
bergantung pada tahanan paru dan tahanan sistemnik. Dengan angiografi ventrikel kiri
(jarang dilakukan bila tekanan ventrikel kiri) juga dapat dibuktikan tidak adanya pirau
yang bermakna ini.
Tekanan di ventrikel kanan dan a.pulmonalis meningkat, lebih kurang sama
dengan tekanan di ventrikel kiri. Pembuluh paru perifer tampak lebih kecil dan berkelok-
kelok. Bila terdapat hipertensi pulmonal dengan tahanan vaskular meningkat harus
dilakukan uji terhadap reaktivitas vaskular paru. Ini dapat dilakukan dengan inhalasi
oksigen 100% atau menyuntikan obat vasodilator seperti tolazolin ke dalam a.pulmonalis.
bila vaskular paru masih reaktif, maka pembuluh tersebut melebar sehingga tahanan
vaskular paru menurun dan menyebabkan terjadinya pirau kiri ke kanan dan /akan terjadi
penurunan tekanan a.pulmonalis. bila perubahan pembuluh darah sudah ireversibel, maka
uji oksigen/tolazolin ini tidak menyebabkan penurunan tekanan a.pulmonalis atau
penambahan pirau kiri ke kanan.

Diagnosis banding
Setiap kelainan pirau kiri ke kanan yang besar, pada masa anak dapat
menimbulkan hipertensi pulmonal. Termasuk dalam kelompok ini adalah duktus
arteriosus persisten, defek septum ventrikel, defek septum atrium, defek atrioventrikular,
trunkus arteriosus, ventrikel tunggal, transposisi arteri besar, dan double outlet right
ventrikel.
Sering tanda dan gejala kelainan primer berbagai kelainan tersebut sudah tidak
jelas bila telah terjadi hipertensi pulmonal dengan obstruksi vaskular paru. Demikian pula
gambaran EKG dan foto dada. Dalam hal ini, bila sebelumnya pasien belum pernah
diperiksa, diagnosis dapat ditegakkan dengan ekokardiografi.

3.5. PROGNOSIS
Defek septum ventrikel adalah kelainan yang cenderung untuk mengecil dengan
bertambahnya umur, bahkan sebagian akan menutup spontan. Lebih kurang 75% pasien
defek septum ventrikel kecil akan menutup spontan dalam waktu 10 tahun. Sebagian besar
penutupan terjadi pada 2 tahun pertama; bila tidak terjadi penutupan setelah berumur 2 tahun
pertama, kemungkinan menutup spontan kecil. Seperti telah diterangkan, meskupin tidak
menutup, defek septum ventrikel kecil biasanya asimtomatik, dan pasien dapat diharapkan
hidup normal.2
Pasien dengan defek sedang atau besar menunjukan gejala semasa bayi. Bila dengan
atau tanpa penanganan pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada umumya keluhan
berkurang, mungkin akibat mengecilnya defek , timbulnya hipertrofi infundibulum sehingga
pirau kiri ke kanan, atau terjadi obstruksi vaskular paru. Sebagian kecil pasien akan
mengalami gagal jantung kronik dengan hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira
50% pasien hipertensi pumonal bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi
hipertensi pulmonal berat, tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa bayi dan
anak kecil. Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1% pasien mengalami
kelainan obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi pulmonal primer) 8
Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal jantung kronik dan
hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering memperberat gagal jantung dan
mempercepat kematian. Pasien dengan defek kecil mempunyai risiko lebih tinggi untuk
menderita endokarditis bakterialis daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian
keseluruhan untuk defek sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang
adekuat, adalah sekitar 5%. 8

3.6. PENATALAKSANAAN
Beberapa sifat alamiah penyakit defek septum ventrikel perlu dipertimbangkan
dalam penanganan dalam penyakit ini: (1) Sebagian besar defek kecil akan menutup
spontan, sedangkan defek besar atau sedang cenderung untuk mengecil dengan sendirinya;
(2) defek besar dapat menyebabkan gagal jantung, biasanya pada bulan kedua kehidupan.
Pasien yang sampai umur 1 tahun tidak mengalami gagal jantung biasanya tidak akan
mengalaminya kemudian kecuali bila terdapat faktor lain seperti anemia atau pneumonia;
(3) Perubahan vaskular paru sudah dapat mulai terjadi dalam 6-12 bulan pertama
kehidupan. Pada defek berat, pada umur 2-3 tahun sudahdapat terjadi hipertensi pulmonal
yang ireversibel. 2
Defek septum ventrikel kecil
Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan medik atau
bedah apapun, kecuali pemberian antibiotic profilaksis untuk mencegah endokarditis pada
tindakan tertentu. Pasien harus terus diobservasi sampai defeknya menutup. 8

Defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru normal


Terapi medik. Bila pasien dalam keadaan gagal jantung diberikan terapi seperti
biasa. Setelah gagal jantung dapat diatasi, biasanya diperlukan digitalis (digoksin) dosis
rumatan. Sebagian besar kasus dapat diatasi secara dini, dan bila keadaan telah stabil
dilakukan kateterisasi untuk menilai keadaan hemodinamik dan kelainan pernyerta bila
ada. Sebagian kecil golongan ini tidak dapat diatasi dengan obat; anak tetap dalam keadaan
gagal jantung kronik atau failure to thrive. Pasien ini perlu koreksi bedah segera. 6
Terapi bedah. Pasien defek septum ventrikel sedang dengan tahanan vaskular paru
yang normal dengan tekanan a.pulmonalis kurang dari setengah tekanan sistemik, kecil
kemungkinannya untuk menderita obstruksi vaskular paru. Mereka hanya memerlukan
terapi medik, dan sebagian akan menjadi asimtomatik. Terapi bedah dipertimbangkan bila
setelah umur 4-5 tahun defek kelihatannya tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi
ulang.

Defek Septum Ventrikel Besar dengan tahanan paru ringan- sedang/hiperkinetik


Terapi medik untuk golongan ini sama dengan pasien defek sedang dengan tahanan
paru normal. bila gagal jantung dapat diatasi, maka pasien harus diobservasi ketat untuk
menilai apakah terjadi perburukan penyakit vaskular paru. Kateterisasi diulang sekitar
umur 2 tahun untuk menilai keadaan hemodinamik. Bila tidak ada perbaikan atau malah
memburuk, diperlukan koreksi bedah.

Defek Septum Ventrikel Besar dengan Hipertensi pulmonal


Pada pasien ini dilakukan uji oksigen atau tolazolin pada saat kateterisasi jantung.
Bila tahanan vaskular paru masih dapat menurun bermakna (ditandai dengan kenaikan
satirasi dan penurunan tekanan a.pulmonalis), maka perlu dilakukan operasi dengan segera.
Bila uji tersebut tidak menurunkan tahanan vaskular paru, atau bila telah terjadi sindrom
Eisenmenger, maka berarti pasien tidak dapat dioperasi, dan terapi yang diberikan hanya
bersifat suportif simtomatik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Clark EB, Mierop LHS. Development of The Cardiovasvular System. In: Moss and
Adams: Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.2-23.
2. Graham TP, Brender H, Spach M. Ventricular Septal Defect. In: Moss and Adams:
Heart Disease in Infants, Children, and adolescents. 7 th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008.p.189-209.
3. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook Of Pediatrics.
18th ed. Philadelphia: Saunders; 2007.p.1851-7; 1888-90.
4. Perloff JK. Clinical Recognition of Congenital Heart Disease. 15 th ed. Philadelphia:
Saunders; 2003.p.311-5.
5. Koenig P, Hijazi ZM, Zimmerman F. Essential Pediatric Cardiology. United States:
McGraw-Hill;2004.p.123-6.
6. Rudolph A. Congenital Disease of The Heart. 3 rd ed.UK: Wiley-Blackwell;
2009.p.148-51.
7. Hoffman JE. The Natural and Unnatural History of Congenital Heart Disease. UK:
Wiley-Blackwell; 2009.p.183-6.
8. Lisa C, Wahab SA. Dalam: Kardiologi Anak Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009.p.37-67.
9. Madiyono B. Rahayuningsih SE, Sukardi R. Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi
dan Anak. UKK Kardiologi IDAI. Jakarta:Fakultas Kedokteran Indonesia;2005.p.1-8.
10. Usman A. Kelainan Kardiovaskular. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. 1st ed.
Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2008.p.31-9.

Anda mungkin juga menyukai