Anda di halaman 1dari 11

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG

KATAK

Oleh :
Nama : Handhika Dhatu Hutomo
NIM : B1J013155
Rombongan : VI
Kelompok : 4
Asisten : Annisa Fitri Larassagita

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Otot hewan dilihat dari strukturnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu otot
serat lintang (otot lurik) dan otot polos. Otot yang menempel pada sebagian besar tulang
kita tampak bergaris atau berlurik-lurik jika dilihat melalui mikroskop. Otot tersebut
terdiri dari banyak kumpulan (bundel) serabut paralel panjang dengan diameter
penampang 20-200 m yang disebut serat otot (Gunawan, 2001). Otot lurik terdiri atas
otot jantung dan otot rangka, sedangkan otot polos meliputi otot-otot yang menyusun
pembuluh darah, usus, gelembung renang dan uterus (Ville et al., 1988).
Otot merupakan jaringan umum pada tubuh kebanyakan binatang yang merupakan sel
panjang/ benang-benang khusus untuk kontraksi. Hal itu menyebabkan adanya
pergerakan dari tubuh dan bagian kerja otot adalah voluntari (dibawah kontrol kesadaran)
atau involuntari (tidak dibawah kontrol keinginan). Struktur otot adalah halus (benang
tanpa lurik) atau lurik (benang serat lintang). Ada 3 jenis jaringan otot yaitu involuntari
lurik atau kardiak (jantung) dan voluntari lurik atau otot rangka badan, serta involuntari
otot polos (Hickman dan Hickman, 1996).
Kontraksi otot didefinisikan sebagai pembongkaran aktif tenaga dalam otot.
Penggunaan tenaga oleh otot pada beban eksternal disebut tekanan otot. Jika tekanan
yang terbentuk oleh otot lebih besar dari penggunaan tenaga eksternal pada otot oleh
beban, maka otot akan memendek. Penggunaan tenaga dengan beban lebih besar atau
sama dengan tekanan otot, maka otot tidak memendek (Hill dan Wyse, 1989). Kontraksi
otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Kontraksi isometrik
(jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak
berubah. Kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot
adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek). Waktu
antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut
fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi
disebut fase relaksasi (Seeley, 2003).

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik


terhadap besarnya respon kontraksi otot gastronekmus dan efek perangsangan kimia
terhadap kontraksi otot jantung Fejervarya cancrivora.
II. MATERI DAN CARA KERJA

I.2 Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gunting, pinset, pipet tetes,
jarum, baki, kertas millimeter blok, universal kimograf, dan benang.
Bahan yang digunakan adalah Fejervarya cancrivora, larutan ringer, dan larutan
asetilkolin 3 %.

I.3 Cara Kerja

Pengukuran Kontraksi Otot Gastronekmus


1. Katak dilemahkan dengan merusak sistem syarafnya.
2. Katak diletakan pada bak preparat lalu buat irisan melingkar pada daerah
pergelangan kaki katak.
3. Tepi kulit yang akan dipotong dipegang lalu disingkap hingga terbuka ke bagian
lutut.
4. Otot gastroknemus dipisahkan.
5. Tendon diikat dengan benang lalu tendon achiles digunting dan otot selalu
dibasahi dengan larutan ringer.
6. Katak diposisikan pada kimograf dan diberi rangsangan elektrik yaitu 0, 5, 10, 15,
20, dan 25 volt.

Pengukuran Kontraksi Otot Jantung


1. Katak dilemahkan dengan merusak sistem syarafnya.
2. Bagian dada katak dibedah mulai dari arah perut hingga jantung katak terlihat,
lalu perikardiumnya disobek.
3. Kontraksi otot jantung katak dihitung selama 15 detik.
4. 1-2 asetilkolin 2% diteteskan. Kontraksi otot jantung dihitung kembali setelah
ditetesi dengan asetilkolin selama 15 detik.
5. Kontraksi otot jantung dibandingkan sebelum dan sesudah ditetesi asetilkolin
2%.

3.2. Pembahasan

Praktikum pengukuran kontraksi otot gastroknemus pada katak (Fejervarya


cancrivora) dilakukan dengan demonstrasi oleh asisten dan perwakilan praktikan. Cara
pembacaan amplitudo pada kimograf dengan cara menghitung jarak antara satu
gunungan dan dengan gunungan yang lain pada kimograf. Hasil pengukuran kontraksi
otot gastroknemus katak pada voltage berturut-turut 0 volt, 5 volt, 10 volt, 15 volt, 20
volt, dan 25 volt didapatkan amplitudonya adalah 0 mm/volt, 0 mm/volt, 0,05 mm/volt,
0,25 mm/volt, 0,37 mm/volt, 3,025 mm/volt, yang kemudian ditampilkan dalam bentuk
grafik (Grafik 3.1). Hasil pengukuran ini sesuai dengan pernyataan Kimball (1996)
bahwa karena kekuatan rangsangan ditingkatkan, maka banyaknya kontraksi meningkat
sampai suatu maksimum.
Otot hewan dilihat dari strukturnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu otot
serat lintang (otot lurik) dan otot polos. Otot lurik terdiri atas otot jantung dan otot
rangka, sedangkan otot polos meliputi otot-otot yang menyusun pembuluh darah, usus,
gelembung renang dan uterus (Ville et al., 1988). Otot yang menempel pada sebagian
besar tulang kita tampak bergaris atau berlurik-lurik jika dilihat melalui mikroskop. Otot
tersebut terdiri dari banyak kumpulan (bundel) serabut paralel panjang dengan diameter
penampang 20-200 m yang disebut serat otot (Gunawan, 2001).
Otot rangka adalah masa otot yang bertaut pada tulang yang berperan dalam
menggerakkan tulang-tulang tubuh. Otot rangka dapat dijelaskan lebih dalam misalnya
dengan mempelajari otot gastroknemus pada katak. Otot gastroknemus katak banyak
digunakan dalam percobaan fisiologi hewan. Otot ini lebar dan terletak di atas
tibiofibula, serta disisipi oleh tendon tumit yang tampak jelas (tendon achillus) pada
permukaan kaki. Mekanisme kerja otot pada dasarnya melibatkan suatu perubahan dalam
keadaan yang relatif dari filamen-filamen aktin dan miosin. Filamen-filamen tipis aktin
selama kontraksi otot terikat pada dua garis yang bergerak ke pita A, meskipun filamen
tersebut tidak bertambah banyak. Gerakan pergeseran itu mengakibatkan perubahan
dalam penampilan sarkomer, yaitu penghapusan sebagian atau seluruhnya garis H. Selain
itu, filamen miosin letaknya menjadi sangat dekat dengan garis-garis Z dan pita-pita A
serta lebar sarkomer menjadi berkurang sehingga kontraksi terjadi. Kontraksi
berlangsung pada interaksi antara aktin miosin untuk membentuk komplek aktin-miosin
(Hickman and Hickman, 1996).
Otot jantung termasuk otot serat lintang yang sifatnya involuntari yang artinya
kerjanya tidak dipengaruhi oleh otak. Otot jantung ditemukan hanya pada bagian jantung
dan mempunyai ciri-ciri bergaris-garis seperti pada otot sadar. Perbedaannya adalah
serabutnya bercabang dan mengadakan anastomase yaitu bersambungan satu sama lain,
tersusun memanjang seperti pada otot bergaris, berciri merah khas dan tidak dapat
dikendalikan oleh kemauan. Otot jantung mempunyai kemampuan untuk mengadakan
kontraksi otomatis dan ritmis tanpa bergantung pada ada tidaknya rangsangan saraf. Cara
kerja semacam ini disebut miogenik. Kontraksi otot akan lebih kuat bila sedang renggang
dan bila suhunya cukup panas kelelahan dan dingin memperlemah kontraksi (Pearce,
2004).
Otot jantung memiliki percabangan yang disebut duktus interkalaris. Jaringan otot
ini hanya terdapat pada lapisan tengah dinding jantung. Lapisan pertama disebut
endokardium yang berfungsi sebagai bagian dalam jantung. Lapisan kedua disebut
miokardium yaitu otot utama jantung yang melaksanakan pemompaan untuk
mensirkulasikan darah. Epikardium atau perikardium adalah lapisan tiga otot jantung,
tipis merupakan membran proteksi yang menutup (Agung, 2007). Kontaksi otot lurik
verebrata diatur melaui aktivasi dari filamen tipis karena Ca ++ mengikat ke sub unit
troponin C (TNC) dari troponin, yang bersama-sama dengan tropomiosin terdiri atas
filamen tipis (Richard and Daniel, 2010).
Menurut Prosser (1961), mekanisme kontraksi otot menurun yaitu ketika otot
berkontraksi menggunakan O2 dan melepaskan CO2 sedangkan glikogen dikurangi, asam
laktat berkumpul dan panas diproduksi. Aktin dan miosin bergabung dalam bentuk
globular yang merupakan kopula dari molekul miosin. Molekul miosin terdiri atas bagian
pengikatan aktin dan ATPase, tidak adanya aktin menyebabkan tidak reaktifnya ATPase
ketika miosin berikatan dengan aktin akan membentuk aktomiosin ATP. Sel otot juga
terdiri atas retikulum sarkoplasmik hampir sama dengan retikulum yang sangat penting
dalam kontraksi. Retikulum endoplasma akan mengikat ion Ca dan berhenti ketika asam
laktat terakumulasi (Djuhanda, 1981). Hubungan antara pemendekan otot dan depresi
kekuatan dapat juga ditandai dengan kerja otot mekanik, hubungan antara peregangan
otot dan peningkatan kekuatan yang lebih kompleks. Pengaruh perubahan panjang otot
pada kemampuannya untuk menghasilkan gaya isometrik didokumentasikan dengan baik.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gaya isometrik yang dihasilkan oleh otot
mengikuti pemendekan aktif menjadi berkurang relatif terhadap kontraksi isometrik pada
panjang yang sama tanpa pemendekan sebelumnya. Gaya depresi sangat berkorelasi
dengan jumlah kerja mekanik otot selama pemendekan (McGowan et al., 2013).
Menurut Walter (1981), fase-fase dalam stimulasi dan kontraksi otot meliputi:
1. Stimulasi; depolarisasi sarkolema, depolarisasi tubular sistem, pelepasan ion Ca 2+ dari
SR, dan difusi ion Ca2+ dari filament tipis.
2. Kontraksi; ion Ca2+ terikat ke troponin, kompleks troponin Ca2+ menarik tropomiosin
dari tempat aktin, head dari filament tebal (berisi kompleks miosin-ATP) membentuk
cross- bridges ke benang aktin, hidrolisasi ATP memicu perubahan konfomasi pada
head yang menyebabkan cross-bridges bergeser.
3. Relaksasi; Ca2+ ditarik dari filament tipis oleh SR, Ca2+ berdifusi dari filament tipis ke
SR, Ca2+ dilepas dari kompleks troponinCa2+, tropomiosin kembali ke posisi
blocking, cross- bridges myosinaktin putus, kompleks myosin-ATP dibentuk kembali
dalam head dari filamen tebal.
Menurut Syarif (2006), kimograf adalah alat untuk pembelajaran dan penelitian
kontraksi otot dan biasanya menggunakan otot gastroknemus katak. Otot yang
mengalami pemendekan pada pemberian beban yang konstan (tidak ada perubahan pada
tekanan) dinamakan kontraksi isotonik. Sedangkan bila otot menghasilkan tekanan tetapi
tidak mengubah panjang otot dinamakan kontraksi isometrik. Voltase yang diberikan
terhadap otot akan mempengaruhi besar responnya dalam bentuk amplitudo (simpangan).
Beban yang diberikan juga akan mempengaruhi kelenturan otot yang diujicobakan.
Beban akan menarik otot lebih besar, maka ketika otot tersebut dirangsang dengan aliran
listrik akan menghasilkan simpangan gerak amplitudo yang kecil pula (Ganong, 1995).
Otot dapat berkontraksi baik secara isometrik, isotonik, atau gabungan keduanya.
Kontraksi isometrik pada otot gastronekmus memiliki lama kontraksi kira-kira 1/30
detik. Lama kontraksi disesuaikan dengan fungsi masing-masing otot. Otot gastroknemus
harus berkontraksi dengan kecepatan yang cukup pada pergerakan tungkai untuk berlari
atau melompat. Otot gastroknemus memiliki serabut cepat yang disesuaikan untuk
kontraksi otot yang sangat cepat dan kuat seperti berlari dan melompat. Serabut ini
tampak lebih besar. Retikulum sarkoplasmanya lebih luas sehingga dengan cepat dapat
melepaskan ion-ion kalsium untuk memulai kontraksi otot (Guyton, 1995). Kontraksi
otot menurut Frandson (1992) dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Treppe atau staircase effect, yaitu meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali
pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan berseling beberapa detik. Pengaruh
ini disebabkan karena konsentrasi ion Ca2+ di dalam serabut otot yang meningkatkan
aktivitas miofibril.
2. Summasi, berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan
kekuatan berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan (summasi
unit motor berganda dan summasi bergelombang).
3. Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.
4. Tetani adalah peningkatan frekuensi stimulasi dengan cepat sehingga tidak ada
peningkatan tegangan kontraksi.
5. Rigor terjadi bila sebagian terbesar ATP dalam otot telah dihabiskan, sehingga
kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke RS melalui mekanisme pemompaan.
Percobaan respon kontraksi otot jantung pada katak bertujuan untuk mengetahui
kontraksi otot jantung dalam keadaan normal dan adanya stimulus kimia berupa
asetikolin menghasilkan data penurunan denyut jantung dari 80 denyut jantung/menit
menjadi 60 denyut jantung/menit. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan Ville et al.
(1988) yaitu perangsang yang kuat ini menyebabkan depolarisasi setempat dari membran
sel otot, yang memulai penyebaran impuls dalam membran dan menyebabkan kontraksi
serabut otot. Serabut simpatik post ganglion mempercepat denyut jantung dengan
melepaskan norepinefrin. Serabut demikian disebut adrenegrik, sedangkan serabut yang
mengeluarkan asetikolin disebut kolinergik.
Percobaan yang dilakukan menggunakan otot gastroknemus karena otot tersebut
peka terhadap rangsangan listrik. Cairan dan ion-ion yang ada pada otot gastroknemus
selalu dijaga, pada praktikum ini digunakan larutan ringer. Larutan ringer digunakan
sebagai penghantar aliran listrik. Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran
kontraksi otot gastroknemus adalah universal kimograf beserta asesorinya. Fungsi dari
alat ini yaitu untuk mengetahui pengaruh rangsangan listrik terhadap kontraksi otot
gastroknemus (Rosser dan Bandman, 2003).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Besar amplitudo yang dihasilkan pada kimograf berbanding lurus dengan besar
voltase listrik yang diberikan. Amplitudo menunjukkan besar kecilnya kontraksi otot
yang dihasilkan oleh otot gastroknemus.
2. Pemberian stimulus kimia berupa asetilkolin dapat mempengaruhi denyut jantung
katak.
DAFTAR REFERENSI

Agung, I Gst, Ag.Pt., Raka, dan Kt Adi Suryawan. 2007. Perancangan dan realisasi
penghitungan frekuensi dalam detak jantung berbagai mikrokontroler at
89s51995. Teknologi elektro Vol. 13 No, 2006. Fakultas Teknik Universitas
Udayana, Bali.

Djuhanda, T. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico, Bandung.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi Fisiologi Ternak. UGM Press, Yogyakarta.

Ganong, W. F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit EGC, Jakarta.

Gunawan, A. M. S. 2001. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral Vol. 6 (2):
58-62.

Guyton, A. C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.

Hickman, C. D. and C. P. Jr. Hickman. 1996. Biology Of Animal. The CV. Mosby
Company, Saint Louis.

Hill, R. W. and G. A. Wyse. 1989. Animal Physiology Second ed. Harper and Collins Inc.,
New York.

Kimball, J. W. 1996. Biologi Jilid II. Erlangga, Jakarta.

McGowan., C.P, Neptune., R. R, dan Herzog., W. 2013. A phenomenological muscle


model to assess history dependent effects in human movement. Journal Of
Biomechanics, 46: 151157.

Pearce, E. C. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

Prosser, C. T. 1961. Comparative Animal Physiology. W.B Saunders Company, London.

Richard L. M., and Daniel P. F. 2010. Regulation of concentration in mammalian striated


muscles-the plot thickens. Department Of Physiology and Cardiovascular
Research Center, University Of Wisconsin School Of Medicine and Public
Health, Madison, WI 53706. Vol 136 (1): 21-27.
Rosser, B. W. C., and Bandman, E. 2003. Heterogeneity Of Protein Expression Within
Muscle Fibers. J Anim Sci. : 81: 94-101.

Seeley, R. R., T. D. Stephens, and P. Tate. 2003. Essentials Of Anatomy and Physiology
Fourth Edition. McGraw-Hill Companies.

Syarif, I. 2006. Kimoinstrumentation: Alat Pengukuran Karakteristik Otot Gastroknemus


Katak Berbasis Komputer. Departemen Fisika ITB, Bandung.

Ville, C. A., F. W. Warren, and R. D. Barnes. 1988. General Biology. W. B. Saunders Co.,
New York.

Walter, H. E. 1981. Biology Of The Vertebrate. Mc Millan Publishing Inc., New York.

Anda mungkin juga menyukai