Kompartemen Sindrom
Kompartemen Sindrom
PENDAHULUAN
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan intrakompartemen
meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di dalam kompartemen akan menjadi iskemik. Tanda klinis yang umum adalah
nyeri, parestesia, paresis, disertai denyut nadi yang hilang. (1,2,3)
Sindroma kompartemen dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik, tergantung dari penyebab peningkatan tekanan kompartemen dan
lamanya gejala. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan arteri, dan luka
bakar. Sedangkan sindroma kompartemen kronik dapat disebabkan oleh aktivitas yang berulang misalnya lari. (1)
INSIDEN
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang
kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian McQueen (2000), sindroma kompartemen lebih sering didiagnosa pada pria
daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang
didiagnosis sindroma kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Menurut Qvarfordt, sekelompok
pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan sindroma kompartemen anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur pada kaki.
(4,5)
ANATOMI
Fascia memisahkan serabut otot dalam satu kelompok. Kompartemen adalah merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang,
interosseus membran dan fascia yang melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah. (6)
Pada regio brachium, kompartemen dibagi menjadi 2 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous posterior.
Pada regio antebrachium, kompartemen dibagi menjadi 3 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen volar : otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal : otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus interosseous posterior.
3. Mobile wad : otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis brevis, otot brachioradialis.
Pada regio wrist joint, kompartemen dibagi menjadi 6 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen I : otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis brevis.
2. Kompartemen II : otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi radialis longus.
3. Kompartemen III : otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV : otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
5. Kompartemen V : otot ekstensor digiti minimi.
6. Kompartemen VI : otot ekstensor carpi ulnaris.
Pada regio cruris, kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu : (9,10)
1. Kompartemen anterior : otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki, nervus peroneal profunda.
2. Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.
3. Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural.
4. Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki, nervus tibia.
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya sindroma kompartemen adalah tekanan di dalam kompartemen yang terlalu tinggi, lebih dari 30 mmHg. Adapun
penyebab terjadinya peningkatan tekanan intrakompartemen adalah peningkatan volume cairan dalam kompartemen atau penurunan
volume kompartemen. (9)
Peningkatan volume cairan dalam kompartemen dapat disebabkan oleh : (9)
Peningkatan permeabilitas kapiler, akibat syok, luka bakar, trauma langsung.
Peningkatan tekanan kapiler, akibat latihan atau adanya obstruksi vena.
Hipertrofi otot.
Pendarahan.
Infus yang infiltrasi.
Penurunan volume kompartemen dapat disebabkan oleh : (9)
Balutan yang terlalu ketat.
PATOGENESIS
Perkembangan sindroma kompartemen tergantung tidak hanya pada tekanan intrakompartemen tapi juga tekanan sistemik darah.
Patofisiologi sindroma kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan,
penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan lokal akibat hipoksia. (1)
Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan menyebabkan kapiler kolaps, nutrisi tidak dapat mengalir
keluar ke sel-sel dan hasil metabolisme tidak dapat dikeluarkan. Hanya dalam beberapa jam, sel-sel yang tidak memperoleh makanan akan
mengalami kerusakan. Pertama-tama sel akan mengalami pembengkakan, kemudian sel akan berhenti melepaskan zat-zat kimia sehingga
menyebabkan terjadi pembengkakan lebih lanjut. Pembengkakan yang terus bertambah menyebabkan tekanan meningkat. (12,13)
Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia
menyebabkan sel-sel akan melepaskan substansi vasoaktif (misal : histamin, serotonin) yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam
kapiler-kapiler terjadi kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan disekitar jaringan dan
jaringan otot mengalami nekrosis. (5)
DIAGNOSIS
Sindroma kompartemen dapat didiagnosis berdasarkan pengetahuan tentang faktor resiko, keluhan subjektif dan adanya suatu tanda-tanda
fisik dan gejala klinis. Adapun faktor resiko pada sindroma kompartemen meliputi fraktur yang berat dan trauma pada jaringan lunak,
penggunaan bebat. (15,16)
Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi 5 P, yaitu : (17)
1. Pain (nyeri) : nyeri pada jari tangan atau jari kaki pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada trauma langsung.
2. Pallor (pucat) : kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat, abu-abu atau keputihan.
3. Parestesia : biasanya memberikan gejala rasa panas dan gatal pada daerah lesi.
4. Paralisis : biasanya diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi, merupakan tanda yang lambat diketahui.
5. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi) : akibat adanya gangguan perfusi arterial.
Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan dalam membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran tekanan
kompartemen dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran yang dari pemeriksaan fisik tidak memberi hasil yang memuaskan.
Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan dengan menggunakan teknik injeksi atau wick kateter. (15,16)
TERAPI
Penanganan sindroma kompartemen meliputi :
1. Terapi medikal / non bedah. (11)
Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat
menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat iskemia.
Pada kasus penurunan volume kompartemen, gips harus dibuka dan pembalut kontriksi dilepas.
Mengoreksi hipoperfusi dengan cara kristaloid dan produk darah.
Pemberian mannitol, vasodilator atau obat golongan penghambat simpatetik.
2. Terapi pembedahan / operatif.
Fasciotomi adalah pengobatan operatif pada sindroma kompartemen dengan stabilisasi fraktur dan perbaikan pembuluh darah.
Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. (11)
Terapi untuk sindroma kompartemen akut maupun kronik biasanya adalah operasi. Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan
tekanan yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua,
biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa
regangan ), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini.(8,20)
Adapun indikasi untuk melakukan fasciotomi adalah : (21)
1. Ada tanda-tanda klinis dari sindroma kompartemen.
2. Tekanan intrakompartemen melebihi 30 mmHg.
Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi
dorsal (ekstensor). Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif setelah dilakukan fasciotomi
kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan
posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah pergelangan. Batas antara ekstensor carpi radialis
brevis dan ekstensor digitorum komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi.(1,19)
DIAGNOSIS BANDING
Diferensial diagnosis dari sindroma kompartemen meliputi tendinitis, fatigue fraktur dan shin splints. Keadaan ini dihubungkan berdasarkan
nyeri pada tungkai bawah akibat latihan. Namun memberikan gejala yang sama dengan sindroma kompartemen. (22,23)
Gejala pada tendinitis biasanya muncul setelah latihan, nyeri sering diakibatkan oleh regangan pada tendo. Pada fatigue fraktur, daerah
tulang yang diserang meluas dari satu sisi tulang ke tulang yang lain. Pada shin splints, nyeri biasanya hanya pada puncak belakang tibia
medial, sering pada pertemuan setengah dan sepertiga distal tibia. (22,23)
KOMPLIKASI (21,24)
Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan
menyebabkan hipoksia pada jaringan tersebut.
Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak
mendapat terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan.
Infeksi.
Hipestesia dan nyeri.
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multisistem.
PROGNOSIS
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan
irreversibel terjadi bila lebih dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya fungsi otot. Walaupun
fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20% pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten. (11)
DAFTAR PUSTAKA
1. Azar Frederick. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed 10th. Vol 3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57
2. DeLee C Jesse, Drez David. Compartment syndrome in DeLee & Drez`s orthopaedic sports medicine. Ed 2nd. Vol 1. Saunders. USA. 2003.
p : 13-4
3. Argenta C Louis. Compartment syndromes in Basic sciense for surgeons. Saunders. Philadelphia. 2004. p : 143-4
4. Paula Richard. Compartment syndrome, extremity. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on May 28th 2007.
5. Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on May 29th 2007.
6. Cameron Peter, Jelinek George. Compartment syndrome in Textbook of adult emergency medicine. Ed 2nd. Churchill Livingstone. New
York. 2004. p : 84-5
8. Andrew L, Chen. Compartment syndrome. Available at http://www.medlineplus.com. Accessed on May 28th 2007.
9. Marc F Swiontkowski. Compartmental syndromes in Manual of orthopaedics. Ed 5th. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2001. p : 20-8
10. Preston R Miller, John M Kane. Compartment syndrome and rhabdomyolysis in The trauma manual. Ed 2nd. Lippincott Williams &
Wilkins. USA. 2002. p : 335-7
11. Wallace Stephen. Compartment syndrome, lower extremity. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on June 4th 2007.
12. Anglen J, Banovetz. Pathophysiology of compartment syndrome in The well leg resulting from fracture table positioning. Clinical
Orthopaedics & Related Research. 1994. p : 239-42
13. Kearns, Daly, Sheehan, Murray. Oral vitamin C reduces the injury to skeletal muscle caused by compartment syndrome. Journal of Bone
and Joint Surgery. Aug 2004.
14. Solomon Louis, Warwick David. Compartment syndrome in Appley`s system of orthopaedics and fractures. Ed 8th. Oxford University
Press. New York. 2001. p : 563-4
15. Townsend M Courtney, Beau Champ. Acute compartment syndrome in Textbook of surgery. Ed 17th. Elsevier Saunders. USA. 2004. p :
554-7
16. Pink P Mitchell, Abraham Edward. Compartment syndrome in Textbook of critical care. Ed 5th. Elsevier Saunders. USA. 2005. p : 2099
17. McRae Ronald, Esser Max. Compartment syndromes in Practical fracture treatment. Churchill Livingstone. New York. 2002. p : 99
18. Flandry Fred. Compartment syndrome : swelling out of control. Available at http://www.hughston.com. Accessed on May 28th 2007.
19. Amendola, Bruce Twaddle. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd.
Saunders. 2003. p : 268-92
20. Brian J Awbrey, Shingo Tanabe. Chronic exercise-induced compartment syndrome of the leg. Harvard Orthopaedic Journal.
21. Kalb L Robert. Compartment syndrome evaluation in Procedures for primary care. Mosby. USA. 2003. p : 1419-29
22. Frederick A. Compartmental syndromes. Available at http://www.wikipedia.org. Accessed on June 4th 2007.
23. Braver Richard. Surgical pearls : How to test and treat exertional compartment syndrome. American College of Foot and Ankle Surgeons.
May 2002. p : 22-4
24. Anonym. Compartment syndrome. Available at http://www.wikipedia.org. Accessed on May 29th 2007.