Anda di halaman 1dari 10

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang senantiasa

memberikan petunjuk, bimbingan dan inayah-Nya, dan tak lupa kami kirimkan salam
dan shalawat buat junjungan kita nabi besar Rasulullah SAW yang membawa kita
dari alam kebodohan ke alam yang penuh dengan ilmu seperti yang kita rasakan
sekarang, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini dengan judul
Masalah yang Mendesak untuk Diatasi pada Remaja dimana makalah ini dibuat
sebagai pelengkap Mata Kuliah dari perkembangan peserta didik.
Makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca
khusunya bagi kami sebagai penulis. Dan tak lupa pula saya mengucapkan banyak
terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah di tetapkan.
Harapan kami kepada setiap yang membaca makalah ini, jika dalam
makalah ini terdapat kekurangan, mohon kritik dan saran dalam hal ini sifatnya
membangun demi kesempurnaan makalah kami ini untuk kedepannya.

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, kenakalan remaja telah menjadi penyakit ganas di tengah-
tengah masyarakat, mengingat remaja merupakan bibit pemegang tampuk
pemerintahan negara di masa depan. Lebih parah, berbagai kasus kenakalan
remaja tersinyalir telah meresahkan masyarakat, semisal kasus pencurian, kasus
asusila seperti free sex, pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Oleh berbagai praktisi
media bahkan para pemerhati sosial hal ini telah banyak digubris dan dicari benang
merahnya. Hanya saja, sejauh ini usaha tersebut belum terlihat goal dan terkesan
hanya sebagai bahan berita di media massa dan diskursus oleh berbagai kalangan
yang belum ada realisasi khusus.
Sejatinya, kenakalan semacam itu normal terjadi pada diri remaja karena
pada masa itu mereka sedang berada dalam masa transisi: anak menuju dewasa.
Seperti pemikiran Emile Durkheim (dalam Soerjono Soekanto, 1985: 73), perilaku
menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta
sosial yang normal. Terkait dengan kenakalan remaja, dalam bukunya yang berjudul
Rules of Sociological Method disebutkan bahwa dalam batas-batas tertentu
kenakalan adalah normal karena tidak mungkin dihapusnya secara tuntas. Dengan
demikian, perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan
keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu
dan dilihat pada suatu perbuatan yang tidak disengaja. Namun, kontras dengan
pemikiran tersebut, kenyataan yang akhir-akhir ini terjadi adalah kenakalan remaja
yang disengaja, yakni dilakukan dengan kesadaran. Miris!
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah itu masa remaja ?


2. Bagaimana karakteristik remaja itu ?
3. Permasalahan-permasalahan apa yang terjadi pada usia remja?
4. Bagaiman cara mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada masa remaja?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Masa Remaja

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai


penyimpangan dan tidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori
perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku
sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan
yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja,
mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa
kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk
pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka
akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan
individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu
memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis,
yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut
adalah batasan tradisional, sedangkan alran kontemporer membatasi usia remaja
antara 11 hingga 22 tahun.
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja
untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran
kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja. Adanya peningkatan
kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan
kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun
juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan
identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
B. Karakteristik Remaja

Sebagai periode yang paling penting, masa remaja ini memiliki karakterisitik
yang khas jika dibanding dengan periode-periode perkembangan lainnya.
Adapun rinciannya adalah sebagai berikut :

a. Masa remaja adalah periode yang penting


Periode ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak langsung
dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada masa ini. Selain itu, periode
ini pun memiliki dampak penting terhadap perkembangan fisik dan psikologis
individu, dimana terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang cepat dan
penting. Kondisi inilah yang menuntut individu untuk bisa menyesuaikan diri
secara mental dan melihat pentingnya menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan
minta yang baru.
b. Masa remaja adalah masa peralihan
Periode ini menuntut seorang anak untuk meninggalkan sifat-sifat
kekanak-kanakannya dan harus mempelajari pola-pola perilaku dan sikap-sikap baru
untuk menggantikan dan meninggalkan pola-pola perilaku sebelumnya. Selama
peralihan dalam periode ini, seringkali seseorang merasa bingung dan tidak jelas
mengani peran yang dituntut oleh lingkungan. Misalnya, pada saat individu
menampilkan perilaku anak-anak maka mereka akan diminta untuk berperilaku
sesuai dengan usianya, namun pada kebalikannya jika individu mencoba untuk
berperilaku seperti orang dewasa sering dikatakan bahwa mereka berperilaku
terlalu dewasa untuk usianya.
c. Masa remaja adalah periode perubahan
Perubahan yang terjadi pada periode ini berlangsung secara cepat, peubahan
fisik yang cepat membawa konsekuensi terjadinya perubahan sikap dan perilaku
yang
juga cepat. Terdapat lima karakteristik perubahan yang khas dalam periode ini
yaitu, (1) peningkatan emosionalitas, (2) perubahan cepat yang menyertai
kematangan seksual, (3) perubahan tubuh, minat dan peran yang dituntut oleh
lingkungan yang menimbulkan masalah baru, (4) karena perubahan minat dan
pola perilaku maka terjadi pula perubahan nilai, dan (5) kebanyakan remaja
merasa ambivalent terhadap perubahan yang terjadi.
d. Masa remaja adalah usia bermasalah
Pada periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi
anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan oleh dua lasan yaitu :
pertama, pada saat anak-anak paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh
orang tua atau guru, sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa
menyelesaikan masalahnya sendiri. Kedua, karena mereka dituntut untuk mandiri
maka seringkali menolak untuk dibantu oleh orang tua atau guru, sehingga
menimbulkan kegagalan-kegagalan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
e. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri
Pada periode ini, konformitas terhadap kelompok sebaya memiliki peran
penting bagi remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian,
berbicara dan berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya. Salah
satu cara remaja untuk meyakinkan dirinya yaitu dengan menggunakan simbol
status,
seperti mobil, pakaian dan benda-benda lainnya yang dapat dilihat oleh orang lain.
f. Masa remaja adalah usia yang ditakutkan
Masa remaja ini seringkali ditakuti oleh individu itu sendiri dan
lingkungan. Gambaran-gambaran negatif yang ada dibenak masyarakat
mengenai perilaku remaja mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan remaja.
Hal ini membuat para remaja itu sendiri merasa takut untuk menjalankan
perannya dan enggan meminta bantuan orang tua atau pun guru untuk
memecahkan masalahnya.
g. Masa remaja adalah masa yang tidak realistis
Remaja memiliki kecenderungan untuk melihat hidup secara kurang
realistis, mereka memandang dirinya dan orang lain sebagaimana mereka
inginkan dan bukannya sebagai dia sendiri. Hal ini terutama terlihat pada
aspirasinya, aspiriasi yang tidak realitis ini tidak sekedar untuk dirinya sendiri namun
bagi keluarga, teman. Semakin tidak realistis aspirasi mereka maka akan
semakin marah dan kecewa apabila aspirasi tersebut tidak dapat mereka capai.
h. Masa remaja adalah ambang dari masa dewasa
Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa secara
hukum, mereka merasa cemas dengan stereotype remaja dan menciptakan impresi
bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa berpakaian dan
berperilaku seperti orang dewasa sringkali tidak cukup, sehingga mereka mulai
untuk memperhatikan perilaku atau simbol yang berhubungan dengan status
orang dewasa seperti merokok, minum, menggunakan obat-obatan bahkan
melakukan hubungan seksual.

C. Permasalahan-Permasalahan Yang Ada Pada Remaja

Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik.Menurut


Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-
tugas tersebut, yaitu:
1. Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi
dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial,
tugas dan nilai-nilai.
2. Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada
remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian
berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit
kewajiban dibebankan oleh orangtua.

Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)

Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa


anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak
baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian
menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar
dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis
(sakinah).
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain:
a. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
b. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di
rumah
c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik
(buruk)
d. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi
daripada kejiwaan (psikologis).

Selain daripada kondisi keluarga tersebut di atas, berikut adalah rincian kondisi
keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu:
a. Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu
b. Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga
c. Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek
d. Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak
e. Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak
f. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak
g. Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain
h. Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup
i. Kurang stimuli kongnitif atau sosial
j. Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan
lain sebagainya.

Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan


dalam keluarga sebagaimana diuraikan di atas, maka resiko untuk berkepribadian
anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja
yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).
Kutub Sekolah

Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar
anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan peluang pada anak didik untuk
berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a. Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai
b. Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai
c. Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai
d. Kesejahteraan guru yang tidak memadai
e. Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang
kurang
f. Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.

Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)

Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau rawan, dapat
merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang.
Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor
kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan
kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain:
a. Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1) Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malambahkan sampai dini hari
2) Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3) Pengangguran
4) Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5) Wanita tuna susila (wts)
6) Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis
dan kekerasan
7) Perumahan kumuh dan padat
8) Pencemaran lingkungan
9) Tindak kekerasan dan kriminalitas
10) Kesenjangan sosial

b. Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)


1) Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2) Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3) Kebut-kebutan
4) Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5) Perkosaan
6) Pembunuhan
7) Tindak kekerasan lainnya
8) Pengrusakan
9) Coret-coret dan lain sebagainya

Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi
terjadinya kenakalan remaja.

D. Cara mengatasi permasalahan yang terjadi pada masa remaja

a. Peran pendidikan dalam mengatasi permasalahn remaja

1. Memahami permasalahan pada remaja serta upaya penanganannya.


2. Mengetahui upaya yang dilakukan Departemen Pendidikan Nasional dalam
mengatasi permasalahan remaja.
s Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sisten Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan
tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mecapai tujuan pendidikan tersebut
diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang antara lain
diwujudkan dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang sehat bagi para
peserta didik baik yang tertampung dalam sistem pendidikan formal maupun yang
mengikuti jalur pendidikan non formal.
b. Peran orang tua dalam menagani permasalahan remaja

1. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun.

2. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak mengekang. contohnya: orang tua
boleh saja membiarkan anak atau remaja melakukan apa saja yang masih
sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan orang tua, remaja tersebut telah
melewati batas yang sewajarnya, orangtua perlu memberitahu anaknya dampak dan
akibat yang harus ditanggungnya bila anak terus melakukan hal yang sudah
melewati batas tersebut.

3. Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3
tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan
teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti
berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum
perlu dia jalani.

4. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv, internet,
radio, handphone, dll.

5. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih


banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.

6. Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan
mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya.
7. orang tua perlu mendukung hobi yang anak inginkan selama itu masih positif untuk
si anak. Jangan pernah orang tua mencegah hobi maupun kesempatan anak
mengembangkan bakat yang mereka sukai selama bersifat Positif. Karena dengan
melarangnya dapat menggangu kepribadian dan kepercayaan diri anak tersebut.
8. Orang tua harus menjadi tempat curhat yang nyaman untuk anaknya, sehingga
orang tua dapat membimbing anaknya ketika ia sedang menghadapi masalah.
Dan ketika orang tua otoriter maka kenakalan remaja akan muncul dalam arti
ingin memberontak. Sedangkan ketika orang tua permisif, remaja malah akan
mencari-cari perhatian dengan segala tingkah lakunya yang kemungkinan besar
menjurus ke kenakalan remaja. Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya,
yang hanya beda umur 2 atau 3 tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita
membiarkan dia bergaul dengan teman main yang sangat tidak sebaya dengannya,
yang gaya hidupnya sudah pasti berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup
yang mungkin seharusnya belum perlu dia jalani.
c. Peran guru dalam mengatasi masa remaja
Sejak pertama lahir di dunia, manusia terus mengalami proses sosialisasi
dengan lingkungan disekitarnya. Pertama kali manusia mengalami sosialisasi di
dalam lingungan keluarga dimana manusia mendapatkan kasih sayang dan nilai-
nilai dasar yang berguna untuk kehidupannya kelak, seperti moral, budi pekerti,
akhlak dan sopan santun. Perkembangan ini selanjutnya mengarah pada sosialisasi
lingkungan, dimana merupakan tempat bermain dalam masa kanak-kanak. Hal ini
merupkan perkembangan anak yang dimana perkembangan ini akan dilan jutkan
dalam lingkungan sekolah, dimana orang tua memberikan tanggung jawab kepada
sekolah sebahagi lingkungan pendidikan, atau lingkungan sosialisasi yang baru
kepada anak.
Dan guru, sebagai salah satu komponen dari lembaga tersebut, seharusnya
bukan hanya menitik beratkan pada transfer ilmu kepada siswanya tetapi juga harus
bisa membentuk karakter siswa yang jauh dari hal-hal negatif, sehingga pantas
menjadi calon pemimpin di masa yang akan datang, bukan membentuk generasi
rusak yang penuh dengan kenakalannya. Berikut adalah 9 peran guru untuk
membantu mengatasi permasalahn yang sering terjadi pada masa remaja antara
lain:
a. Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif,
laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun
umum.
b. Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran
dan lain-lain.
c. Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta
reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya
(aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam
proses belajar-mengajar.
d. Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa
sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e. Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f. Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan
pengetahuan.
g. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-
mengajar.
h. Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i. Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang
akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana
anak didiknya berhasil atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai