PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang sangat cepat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta situasi
perebutan hak atas tanah, daya beli lemah, pendidikan rendah,lingkungan buruk,
ototbukan dengan otak atau tidak mampu menggunakan cara musyawarah (Stuart,
2009).
Indonesia mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat. Kondisi ini
semakin diperberat melalui aneka bencana alam yang terjadi dihampir seluruh
wilayah Indonesia. Guna mengatasi masalah gangguan jiwa, bukan hanya dengan
penyembuhan secara fisik ketika penderita itu dirawat di rumah sakit, melainkan
1
2
faktor yang menyebabkan gangguan jiwa umumnya adalah faktor biologis dan
hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai2,5 juta orang. Di
Indonesia, prevalensinya sekitar 11% dari total penduduk dewasa. Hasil survei
kesehatan mental rumah tangga (SKMRT) menunjukkan, sebanyak 185 orang dari
mental emosional yang terjadi pada usia 15 tahun ke atas dialami 140 per 1.000
penduduk dan di tataran usia 5-14 tahun 104 per 1.000 penduduk. Penelitian
terakhir menunjukkan, 37% warga Jawa Barat mengalami gangguan jiwa, mulai
skizofrenia sekitar 0,2-2%. Sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap
tahun sekitar 0,01%. Lebih dari 80% penderita skizofrenia diIndonesia tidak
jumlah penderita gangguan jiwa ringan dan sedang juga terus meningkat.
jiwa ringan dan berat. Untuk penderita depresi, awalnya banyak yang
salah satu perawatan pada gangguan jiwa adalah dengan memberikan asuhan
kepewatan jiwa pada pasien dengan gangguan jiwa. Asuhan keperawatan pada
3
paripurna, dan kontinu berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa, masalah
meyakini bahwa klien adalah manusia yang utuh dan unik yang terdiri dari aspek
kesehatan klien yang berfluktuasi sepanjang rentang sehat sakit. Status kesehatan
klien akan mempengaruhi respons klien yang dapat dikaji dari aspek bio-
memusatkan perhatian pada aspek biologis atau fisik saja sehingga asuhan
Jiwa atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena keluarga tidak mampu
merawat dan terganggu karena perilaku pasien. Beberapa gejala yang lazim
Rumah Sakit Jiwa yaitu adanya harga diri rendah, menarik diri, halusinasi,
waham, dan perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart dan
4
jarang perawat kurang menanggapi reaksi ini, karena menganggap bukan masalah.
Dengan mengetahui rentang dan proses terjadinya kemarahan, perawat akan dapat
individu tersebuut dapat mengancam secara fisik, emosional, dan atau seksual
2016 diruang Gelatik Rumah Sakit HB. Saanin Padang terdapat jumlah pasien
kekerasan, 42,3% pasien dengan halusinasi, 3,8% pasien dengan harga diri
rendah, 7,7% pasien dengan waham dan isolasi dengan lama perawatan rata-rata 3
resiko perilaku kekerasan relatif kecil namun penulis memilih Resiko perilaku
keperawatan, guna mencegah terjadinya cedera bagi pasien, orang lain dan
kekerasan.
5
B. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
perilaku kekerasan
2. Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien
perilaku kekerasan