Anda di halaman 1dari 17

Referat Abses Parafaring

Referat

Abses Parafaring

Disusun Oleh :

Fitri Meylani (0920221254) FK UPN Veteran Jakarta


Andi Alfian (1102007028) FK Yarsi
Tengku Arsyfia (1102007276) FK Yarsi
Merylla Jane (112010083) FK Ukrida

DEPARTEMEN ILMU THT


RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA

1
Referat Abses Parafaring

2011KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan referat yang berjudul Abses Parafaring
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Subroto.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh pembimbing di Departemen
Telinga, Hidung, dan Tenggorokkan (THT) RSPAD Gatot Subroto Jakarta yang telah
membimbing dalam mengerjakan referat ini sehingga dapat diselesaikan tepat waktu.
Referat ini bertujuan untuk mengetahui tentang kelainan dan mengenali tanda-tanda
terjadinya abses parafaring secara lebih luas.
Dengan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan
orang banyak yang membacanya terutama mengenai abses parafaring. Kami
menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami harapkan
saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan yang akan datang.

Jakarta, Juni 2011

Penyusun

2
Referat Abses Parafaring

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................i

Daftar Isi....................................................................................................................ii

Daftar Gambar...........................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................2

Abses Parafaring...............................................................................................2

A. Definisi........................................................................................................2

B. Epidemiologi...............................................................................................2

C. Anatomi.......................................................................................................2

D. Fisiologi......................................................................................................4

E. Etiologi........................................................................................................7

F. Patologi........................................................................................................7

G. Gejala Klinis...............................................................................................7

H. Diagnosis.....................................................................................................8

I. Penatalaksanaan............................................................................................8

J. Komplikasi..................................................................................................9

BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................11

DAFTAR GAMBAR

3
Referat Abses Parafaring

Gambar 1. Anatomi Faring........................................................................................9

Gambar 2. Anatomi Faring Potongan Sagital............................................................11

BAB I
PENDAHULUAN

Abses parafaring salah satu dari abses leher dalam. Selain itu, terdapat juga
abses peritonsil, abses parafaring, abses submandibula dan angina ludovici (Ludwig
Angina).1
Abses leher dalam terbentuk dalam ruang potensial diantara fasia leher dalam
sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah, dan leher tergantung ruang mana yang
terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa nyeri dan pembengkakan.

4
Referat Abses Parafaring

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Abses Parafaring
A. Definisi
Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
parafaring.

B. Epidemiologi
Kasus abses parafaring jarang terjadi dibandingkan abses peritonsil, abses
retrofaring, abses submandibula, dan ludovici angina.

C. Anatomi

Untuk keperluan klinis faring dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu nasofaring,
orofaring, dan laringofaring/hipofaring (Gambar 1).

5
Referat Abses Parafaring

Gambar 1. Anatomi Faring4

1. Nasofaring.

Nasofaring adalah sepertiga bagian atas dari faring yang terletak dibelakang
rongga hidung, diatas palatum molle. Nasofaring merupakan bagian pernafasan dari
faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum mole bagian bawah. Bila palatum
molle diangkat dan dinding posterior faring ditarik kedepan, seperti waktu menelan,
maka nasofaring tertutup dari orofaring.
Superior: Dibentuk oleh corpus ossis sphenoidales dan pars basilaris os occipitalis.
Pada submucosa daerah ini terdapat tonsila pharingeus.
Inferior: Dibentuk oleh permukaan atas palatum molle yang miring.
Anterior: Dibentuk oleh aperture nasalis posterior yang dipisahkan oleh pinggir
posterior septum nasi.
Posterior: Bagian posterior ditunjang oleh arcus anterior atlantis dan membentuk
permukaan miring yang berhubungan dengan bagian superior.
Lateral: Terdapat ostium(muara) tuba auditiva ke faring dan pinggir posterior tuba
membentuk elevasi yang disebut elevasi tuba. Pada dinding belakang lateral elevasi

6
Referat Abses Parafaring

tuba terdapat recessus pharingeus. Di belakang ostium tuba auditiva terdapat


kumpulan jaringan limfoid submukosa yaitu tonsila tubaria.

2. Orofaring
Bagian tengah faring disebut orofaring,meluas dari batas bawah palatum molle
sampai permukaan lingual epiglottis. Pada bagian ini termasuk tonsila palatine dengan
arkusnya dan tonsila lingualis yang terletak pada dasar lidah.
Atap: dibentuk oleh permukaan bawah palatum molle dan isthmus pharyngeus.
Dasar: dibentuk oleh 1/3 posterior lidah dan celah antara lidah dan permukaan
anterior epiglottis. Pada garis tengah terdapat plica glossoepiglotica mediana dan dua
plica glossoepiglotica lateral. Lekukan kanan dan kiri plica glossoepiglotica mediana
disebut vallecula.
Anterior: terbuka kedalam rongga mulut melalui istmus oropharynk.
Posterior: disokong oleh corpus vertebra cervikalis kedua dan bagian atas corpus
vertebra cervical tiga. Pada kedua sisi lateral terdapat arcus palatopharingeus dengan
tonsila palatine diantaranya.

3. Laringofaring
Bagian bawah faring, dikenal dengan hipofaring atau laringofaring,
menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas yang terpisah dari saluran pencernaan
bagian atas.Terletak dibelakang aditus larynges dan permukaan posterior laring yang
terbentang dari pinggir atas epiglottis sampai dengan pinggir posterior cartilage
cricoid.
Laringofaring mempunyai dinding anterior, posterior dan lateral.
Anterior: dibentuk oleh aditus larynges dan permukaan posterior laring.
Posterior: didukung oleh corpus vertebra cervicalis ketiga, keempat, kelima dan
keenam.
Lateral: didukung oleh cartilago thyroidea dan membran thyroidea. Terdapat fossa
piriformis yang terletak di kanan kiri aditus laryngis. Fossa ini berjalan dari dorsum
linguae menuju esofagus (Gambar 2).

7
Referat Abses Parafaring

Ruang parafaring (fosa faringo-maksila)


Ruang ini berbentuk kerucut dengan dasarnya yang terletak pada dasar
tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya pada kornu mayus os. Hioid. Ruang
ini dibatasi di bagian dalam oleh m. Konstriktor faring superior, batas luarnya adalah
ramus asenden mandibula yang melekat dengan m. Pterigoid interna dan enjar bagian
posterior kelenjar parotis.
Fosa inni dibagi menjadi dua bagian yang sama besarnya oleh os stiloid
dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang
lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang,
beberapa bentuk mastoiditis atau pteroisitis, atau dari karies dentis.
Bagian yang lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a. Karotis
interna, v. Jugularis interna, n. Vagus, yang dibungkus dalam satu sarung yang disebut
selubung karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh
suatu lapisan fasia yang tipis.

8
Referat Abses Parafaring

Gambar 2. Anatomi Faring Potongan Sagital1

Pendarahan
Cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asenden dan cabang fausial)
serta cabang arteri maksila interna(cabang palatina superior)
Persarafan
Persarafan sensorik dan motorik faring berasal dari pleksus faring yang
dibentuk oleh cabang faring dari nervus vagus, cabang dari nervus glosofaring, dan
serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Pleksus faring
mempersarafi otot-otot faring kecuali m.stilofaring yang dipersarafi langsung oleh
cabang n.glosofaring.

9
Referat Abses Parafaring

D. Fisiologi
1. Faring
Fungsi faring terutama untuk pernapasan, menelan, resonansi suara dan
artikulasi. Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, gerakan makanan dari
mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua transport makanan melalui faring, dan
tahap ketiga, jalannya bolus melalui esophagus, keduanya secara involunter. Langkah
yang sebenarnya adalah : pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah
lidah. Elevasi lidah dan palatum molle mendorong bolus ke orofaring.
Otot suprahyoid berkontraksi, elevasi tulang hyoid dan laring, dan dengan demikian
membuka hipofaring dan sinus piriformis.Secara bersamaan m. laryngis intrinsik
berkontraksi dengan gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang
kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan ke bawah melalui
orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior.
Bolus dibawa melalui introitus esophagus ketika otot konstriktor faringis inferior
berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltic dibantu oleh gaya berat,
menggerakan makanan melalui esophagus dan masuk ke lambung.5
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot otot
palatum dan faring.Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum molle ke arah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan
mula mula otot salpingofaring dan otot palatofaring, kemudian otot levator veli
palatine bersama sama otot konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan
nasofaring otot levator veli palatine menarik palatum molle ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan passavant
pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu
pengangkatan faring sebagai hasil gerakan otot palatofaring (bersama otot
salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif otot konstriktor faring suoerior. Mungkin
kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang bersamaan.6

2. Laring5
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, tapi
ternayata mempunyai tiga fungsi uatama, yaitu proteksi jalan napas, respirasi, dan
fonasi.Kenyataannya, secara filogenetik, laring mula mula berkembang sebagai
suatu sfingter yang melindungi saluran pernapasan, sementara perkembangan suara
merupakan peristiwa yang terjadi belakangan.

10
Referat Abses Parafaring

Pelindung jalan napas selama aksi menelan, dan terjadi melalui berbagai
mekanisme yang berbeda. Aditus laringis sendiri tertutup oleh kerja sfingter dari otot
tiroaritenoideus dalam plika ariepiglotika dan korda vokalis palsu, di samping korda
vokalis sejati dan aritenoid yang ditimbulkan oleh otot intrinsik laring lainnya.Elevasi
laring di bawah pangkal lidah melindungi laring lebih lanjut dengan mendorong
epiglottis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup aditus.Struktur ini mengalihkan
makanan ke lateral, menjauhi aditus laringis dan masuk ke sinus piriformis,
selanjutnya ke introitus esophagi.
Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi bersamaan mempermudah jalan
makanan melalui suatu refleks yang diperantarai reseptor pada mukosa daerah
suoraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan atau saliva.
Pada bayi posisi laring yang lebih tinggi memungkinkan kontak antara epiglottis
dengan permukaan posterior palatum molle, maka bayi bayi dapat bernapas selama
laktasi tanpa masuknya makanan ke jalan napas.
Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat
penutupan korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu system jantung
seperti juga ia mempengaruhi pengisisan dan pengosongan jantung dan paru. Selain
itu, bentuk korda vokalis palsu dan sejati memungkinkan laring berfungsi sebagai
katub tekanan bila menutup, memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang
diperlukan untuk tindakan tindakan mengejan, misalnya mengangkat berat atau
defekasi. Pelepasan tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna
untuk mempertahankan ekspansi alveoli terminal dari paru dan membersihkan sekret
atau partikel makanan yang berakhir dalam aditus laringis, selain semua mekanisme
proteksi lain yang disebutkan di atas.
Namun, pembentukan suara agaknya merupakan fungsi laring yang paling
kompleks dan paling baik diteliti. Korda vokalis sejati yang terduksi, kini diduga
berfungsi sebagai suatu alat bunyi pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa
antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi otot otot ekspirasi. Nada dasar yang
dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot intrinsik laring (dan
krikotiroideus) berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah
bentuk dan massa ujung ujung bebas korda vokalis sejati dan tegangan korda itu
sendiri. Otot ekstralaring juga dapat ikut berperan. Semuanya ini dipantau melalui
suatu mekanisme umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu system
dalam laring sendiri yang kurang dimengerti.

11
Referat Abses Parafaring

Sebaliknya, kekerasan suara pada hakekatnya proposional dengan tekanan aliran


udara subglotis yang menimbulkan gerakan korda vokalis sejati. Di lain pihak,
berbisik diduga terjadi akibat lolosnya udara melalui komisura posterior di antara
aritenoid yang terabduksi tanpa getaran korda vokalis sejati.

3. Tonsil
` Tonsil dan adenoid adalah jaringan limfoid pada faring posterior di area cincin
Waldeyer.Fungsinya adalah untuk melawan infeksi.7

E. Etiologi
Ruang parafaring dapat mengalami infeksi dengan cara :
1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi
dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang
terkontaminasi kuman (aerob dan anaerob) menembus lapisan otot tipis (m.
konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa
tonsilaris.

2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung,
sinus paranasal,mastoid dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi
untuk terjadinya abses ruang parafaring.

3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula. 8

F. Patologi
Infeksi leher dalam merupakan selulitis flegmonosa dengan tanda-tanda
setempat yang sangat mencolok atau menjadi tidak jelas karena tertutup jaringan yang
melapisinya. Seringkali dimulai pada daerah prastiloid sebagai suatu selulitis, jika
tidak diobati akan berkembang menjadi suatu thrombosis dari vena jugularis interna.
Abses dapat mengikuti m. stiloglosus ke dasar mulut dimana terbentuk abses.
Infeksi dapat menyebar dari anterior ke bagian posterior, dengan perluasan ke
bawah sepanjang sarung pembuluh-pembuluh darah besar, disertai oleh trombosis v.
jugularis atau suatu mediastinitis.
Infeksi dari bagian posterior akan meluas ke atas sepanjang pembuluh-
pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi intracranial atau erosi a. karotis interna.9

12
Referat Abses Parafaring

G. Gejala Klinis
Pada infeksi dalam ruang parafaring terdapat pembengkakan dengan nyeri
tekan daerah submandibula terutama pada angulus mandibula, leukositosis dengan
pergeseran ke kiri, dan adanya demam.
Terlihat edema uvula, pilar tonsil, palatum dan pergeseran ke medial dinding
lateral faring. Sebagai perbandingan pada abses peritonsil hanya tonsil yang terdorong
ke medial. Pada rontgenogram lateral mungkin tampak pergeseran trakea ke arah
anterior.
Trismus yang disebabkan oleh menegangnya M. Pterigoid internus merupakan
gejala menonjol, tetapi mungkin tidak terlihat jika infeksi jauh di dalam sampai
prosesus stiloid dan struktur yang melekat padanya sehingga tidak mengenai M.
Pterigoid internus.9

H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda klinik.
Bila meragukan dapat dilakukan pemerksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan
lunak AP atau CT scan.10

I. Penatalaksanaan
Jika terdapat pus, tidak ada cara lain kecuali dengan evakuasi bedah.
Sebelumnya diperlukan istirahat di tempat tidur, kompres panas untuk menekan
lokalisasi abses. Terapi antimikroba sangat perlu, akan lebih baik jika disesuaikan
dengan tes sensitivitas, biakan, dan pewarnaan gram dari pus yang diambil.
Insisi intraoral dilakukan jika timbul penonjolan ke dalam faring. Dilakukan
anestesi sebelum tindakan dan dilanjutkan dengan insisi dan drainase.

Insisi ekstranasal dilakukan jika suatu abses menonjol ke luar atau tampak
pembengkakan yang jelas.

Drainase dapat dilakukan melalui suatu insisi kecil pada daerah yang
berfluktuasi atau diatas bagian yang paling menonjol dari pembengkakan. Suatu
cunam melengkung dimasukkan ke dalam ruang abses tersebut, kemudian secara hati-
hati diperluas dengan merenggangkan cunam. Suatu insisi lain boleh dilakukan untuk
menjaga drainase. Drain dipasang dan dijahit. Jika ditemukan suatu kavitas yang

13
Referat Abses Parafaring

besar, sekitar drain boleh dimasukan tampon longgar dengan kassa iodoform. Kassa
dikeluarkan setelah 1-2 hari, sedangkan drain didiamkan selama kira-kira 1 minggu.
Patokan yang harus diingat jika diperlukan suatu eksplorasi bedah adalah
kartilago krikoid, ujung kornu mayor os hyoid, prosesus stiloid, tepi dalam M.
Sternokleidomastoideus, dan bila perlu diseksi diteruskan ke venter posterior M.
Digastrikus.
Tehnik insisi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Dibuat insisi pararel dengan korpus mandibula. Paparan tambahan diperoleh dengan
membuat ekstensi vertikal ke atas walaupun secara kosmetik tidak bagus. Kelenjar
submandibula akan terlihat. Setelah vena fasial diikat dan dipotong, bagian bawah
dari kelenjar ditarik. Jari diselipkan di bawah kelenjar dan digerakkan ke belakang
dan ke atas sampai ligamen stilomandibula teraba dibawah sudut rahang. Jari meraba
ke atas sepanjang ligamen sampai prosesus stiloid teraba. Ruang parafaring ditemukan
dengan menyelipkan jari ke bawah dan keluar prosesus stiloid sampai dasar
tengkorak. Jika pada dasar mulut atau dasar lidah terdapat nanah, insisi dibuat di
tengah tengah dasar fossa submaksila dan dapat diperluas ke depan atau belakang
tergantung keperluan.9

J. Komplikasi
Jika tidak dapat diatasi, mediastinum dapat terserang. Infeksi dapat menjalar
terus ke bawah sepanjang sarung-sarung pembuluh darah besar, dengan perluasan dari
ruang retrofaring melalui ruang prevertebra atau ruang visera untuk memasuki
mediastinum.9
Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi spatium faringomaksilaris
adalah terkenanya pembuluh darah sekitarnya. Dapat terjadi tromboflebitis septik
vena jugularis. Juga dapat terjadi perdarahan masif yang tiba-tiba akibat dari erosi
arteri karotis intena. Komplikasi ini dapat memberi kesan dengan adanya perdarahan
awal yang kecil (perdarahan tersamar). Jika diduga terjadi komplikasi ini dan rencana
akan dibuat drainase dari abses maka identifikasi arteri karotis interna harus
dilakukan. Dengan demikian jika terjadi perdarahan ketika dilakukan drainase abses
maka dapat segera dilakukan ligasi arteri karotis interna atau arteri karotis komunis.8
Trombosis jugular telah ditemukan pada beberapa kasus. Pada edema laring
diperlukan trakeostomi. Telah dilaporkan komplikasi berupa angina ludovici,
perdarahan, osteomielitis vertebra servikal dan mandibula, pneumonia, erisipelas,
gangguan n.vagus, meningitis, abses, dan septikemia.9

BAB III

14
Referat Abses Parafaring

KESIMPULAN

Abses parafaring terjadi dimana Ruang parafaring dapat mengalami infeksi


dengan cara : langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat melakukan tonsilektomi
dengan analgesia. Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik yang terkontaminasi
kuman (aerob dan anaerob) menembus lapisan otot tipis (m. konstriktor faring
superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fossa tonsilaris. Proses supurasi
kelenjar limfa leher bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,mastoid
dan vertebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang
parafaring. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula.
Gejala yang dikeluhkan pasien yaitu nyeri tekan daerah submandibula
terutama pada angulus mandibula, leukositosis dengan pergeseran ke kiri, dan adanya
demam. Terlihat edema uvula, pilar tonsil, palatum dan pergeseran ke medial dinding
lateral faring. Sebagai perbandingan pada abses peritonsil hanya tonsil yang terdorong
ke medial. Pada rontgenogram lateral mungkin tampak pergeseran trakea ke arah
anterior. Trismus yang disebabkan oleh menegangnya M. Pterigoid internus
merupakan gejala menonjol, tetapi mungkin tidak terlihat jika infeksi jauh di dalam
sampai prosesus stiloid dan struktur yang melekat padanya sehingga tidak mengenai
M. Pterigoid internus.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala, dan tanda klinik.
Bila meragukan dapat dilakukan pemerksaan penunjang berupa foto rontgen jaringan
lunak AP atau CT scan.
Penatalaksanaan, jika terdapat pus, tidak ada cara lain kecuali dengan evakuasi
bedah. Sebelumnya diperlukan istirahat di tempat tidur, kompres panas untuk
menekan lokalisasi abses. Terapi antimikroba sangat perlu, akan lebih baik jika
disesuaikan dengan tes sensitivitas, biakan, dan pewarnaan gram dari pus yang
diambil.
Komplikasi, jika tidak dapat diatasi, mediastinum dapat terserang. Infeksi
dapat menjalar terus ke bawah sepanjang sarung-sarung pembuluh darah besar,
dengan perluasan dari ruang retrofaring melalui ruang prevertebra atau ruang visera
untuk memasuki mediastinum.

DAFTAR PUSTAKA

15
Referat Abses Parafaring

1. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Applied Anatomy and Physiology Mouth and
Pharynx. Dalam: Richard AB (ed). Ear, Nose, and Throat Disease, a pocket
reference. 2nd rev.ed. New York: Thieme Flexibook 1994:307-315.

2. Hatmansjah. Tonsilektomi. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 89, 1993. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, hal:19-21.

3. Hasibuan R, A.H. SpTHT. Pharingologi, Jala Penerbit, Jakarta, 2004. Hal:38, 55-
8.

4. Gray RF, Hawthrorne M. Anatomy of The Mouth and Pharynx. Dalam: Synopsis
of Otolaryngology. 5th ed. Singapore: Butterworth Heinemann 1992:228-304.

5. Effendi H: Penyakit-Penyakit Nasofaring dan Orofaring. Dalam: Boies, Buku Ajar


Penyakit THT Edisi VI, EGC, Jakarta, 1997. Hal:333.

6. Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung, dan tenggorokan, 296, 308-309.
EGC, Jakarta.

7. Tan AJ. 2010. Peritonsilar Abscess in Emergency Medicine. Tersedia pada:


http://emedicine.medscape.com/article/764188-overview. diakses pada tanggal 31
Maret 2011.

8. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h.226-30.

9. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher Jilid 1. Edisi
13. Jakarta: Binarupa Aksara. 1994. h. 295-9.

10. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Buku ajar penyakt THT. Edisi 7. Jakarta :
Penerbit buku kedokteran EGC. 2000. h. 342-5.

16
Referat Abses Parafaring

17

Anda mungkin juga menyukai