Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL

KEGIATAN KULIAH LAPANGAN


TAMAN NASIONAL MERU BETIRI

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2017
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, banyak terjadi perubahan pada berbagai ekosistem di Indonesia.
Beberapa perubahan tersebut disebabkan oleh kejadian yang alami, misalnya akibat
bencana alam seperti gunung meletus,dsb. Beberapa perubahan ekosistem lainnya terjadi
akibat kegiatan manusia, seperti penebangan pohon, pembukaan hutan untuk pembuatan
ladang, pencurian spesies-spesies dilindungi, dsb. Perubahan ekosistem dapat
mengakibatkan banyak hal. Berkurangnya keanekaragaman hayati, berubahnya struktur
suatu komunitas, perubahan fungsi fungsi ekologi, hingga hilangnya beberapa spesies
akibat dominansi spesies lain serta berbagai permasalahn lingkungan merupakan contoh
dampak perubahan ekosistem. Berbagai usaha mulai dilakukan guna menanggulangi
akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada ekosistem tersebut, salah satunya dengan
penetapan berbagai lokasi tertentu sebagai kawasan taman nasional dan hutan lindung.
Menurut UU no. 5 tahun 1990, tentang konservasi sumber daya alam dan hayati dan
ekosistemnya, taman nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang
memiliki ekosistem asli, dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Taman nasional merupakan bentuk pengelolaan dalam menjalankan peran konservasi
sebagai pendukung usaha pelestarian lingkungan.
Taman Nasional Meru Betiri adalah salah satu taman nasional yang ada di
Indonesia. Taman nasional ini dikenal sebagai hutan tropis dataran rendah di Propinsi
Jawa Timur bagian Selatan, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.
Keanekaragaman hayati tersebut meliputi kekayaan flora dengan berbagai jenis
tumbuhan yang bermanfaat sebagai obat, habitat fauna serta sebagai obyek dan daya
tarik wisata alam. Adapun Pantai Sukamade dan pantai Sukamade di kawasan TNMB.
Pantai Rajegwesi yang masih alami bersebelahan dengan bukit, karang, dan kampung
nelayan. Dalam sejarahnya, dahulu di pantai ini terdapat perkampungan besar, namun
terjadinya tsunami tahun 1994 menghancurkan perkampungan tersebut dan merubah
fungsi lahannya.
1.2 Nama Kegiatan
Kegiatan Kuliah Lapangan Ekologi Hewan dan Ekologi Tumbuhan
1.3 Tema Kegiatan
Unity of Diversity for Exploring Biodiversity of East Java

1.4 Tujuan Kegiatan


Kegiatan Kuliah Lapangan yang akan dilaksanakan di Taman Nasional Meru Betiri
memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengestimasi kandungan stok karbon yang terkandung dalam tanaman dan
tanah di wilayah Taman Nasional Meru Betiri
2. Menganalisis vegetasi Taman Nasional Meru Betiri dengan metode kuarter
3. Menganalisis komunitas burung Taman Nasional Meru Betiri dengan metode
point
4. Mengestimasi populasi mamalia Taman Nasional Meru Betiri dengan metode
life trap
5. Menentukan kelimpahan dan menganalisis keanekaragaman serangga malam
Taman Nasional Meru Betiri dengan metode light trap
6. Mengamati kondisi ekosistem estuari dan upaya konservasi penyu di area
Pantai Sukamade Taman Nasional Meru Betiri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Taman Nasional


Bedasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990, yang dinamakan Taman
Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola
berdasarkan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan ilmu
pengetahuan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Dephut, 1990).
Menurut IUCN (International Union For Conservation of Nature and Natural
Resources), Taman Nasional dikategorikan pada kawasan yang dilindungi dengan tujuan
untuk melindungi kawasan alam dan berpemandangan indah yang penting secara
Nasional atau Internasional serta memiliki nilai bagi pemanfaatan ilmiah, pendidikan,
dan rekreasi. Kawasan alami ini relatif luas, materinya tidak diubah oleh kegiatan
manusia serta pemanfaatan sumberdaya tambang tidak diperkenankan (John dan Kathy
Mackinon, 1990).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-V/2007 tanggal
1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, Taman
Nasional Meru Betiri mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan ekosistem
kawasan TNMB dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berbagai nilai yang terdapat
dalam taman nasional seperti perkonservasian fungsi hidrologi, potensi flora fauna, dan
potensi obyek dan daya tarik wisata alam, sangat besar manfaatnya bagi kepentingan
kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, taman nasional dengan besarnya keanekaragaman
hayati yang terkandung di dalamnya menjalankan berbagai fungsi ekologis, antara lain
adalah sebagai penyimpanan cadangan karbon dalam bentuk biomassa.
2.2 Karakteristik Ekosistem Hutan Daratan Rendah, Estuari, dan Mangrove
2.2.1 Ekosistem Hutan Daratan Rendah
Hutan dataran rendah merupakan hutan yang tumbuh di wilayah dataran
dengan ketinggian 0 - 1200 m. Berdasarkan klasifikasi Smith (1990), hutan hujan
tropis memiliki ciri rata-rata suhu tahunan yang tinggi (26 C), kelembaban udara
yang cukup tinggi (80%), rata-rata curah hujan tahunan yang tinggi, dan tingkat
keanekaragaman flora yang tinggi. Stratifikasi vegetasi pada hutan tropis dataran
rendah juga sangat beragam hingga dapat mencapai lima stratum. Ada
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh masing masing vegetasi yang
membedakan satu vegetasi dengan vegetasi lainnya. Dua karakteristik utama yang
membedakan hutan dataran rendah dengan bioma terestrial lainnya antara lain
adalah tingginya kerapatan jenis pohon, besarnya nilai keanekaragaman, dan
status konservasi tumbuhannya yang hampir sebagian besar dikategorikan jarang
ditemui secara lokal (Clark et al., 1999). Hutan dataran rendah adalah hutan yang
tumbuh dan terdapat di daerah yang tidak pernah tergenangi air. Komposisi jenis
dan keanekaragaman tumbuhan di hutan tergantung pada beberapa faktor
lingkungan seperti kelembaban, nutrisi, cahaya matahari, topografi, batuan induk,
karateristik tanah, struktur kanopi dan sejarah tataguna lahan (Hutchincson et al.,
1999).
2.2.2 Ekosistem Estuari
Estuari adalah bagian dari ekosistem perairan yang merupakan
percampuran antara air laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air
tawar lainnya (saluran air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari
merupakan peralihan antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang
surutnya air, seperti halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh
gelombang laut. Lingkungan estuari umumnya merupakan pantai tertutup atau
semi terbuka yang terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan
gundukan pasir dan tanah liat. Tidak terlalu sulit untuk menetukan batas
lingkungan estuari dalam suatu kawasan tertentu. Hanya dengan melihat sumber
air tawar yang ada di sekitar pantai dan juga dengan mengukur salinitas perairan
tersebut maka dapat ditentukan apakah wilayah tersebut merupakan ekosistem
estuari atau bukan karena perairan estuari memiliki salinitas yang lebih rendah
dari lautan dan lebih tinggi dari air tawar. Kisaran salinitasnya berada antara 5
25 ppm (Kaswadji, 2001).
2.2.3 Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem kompleks yang terdiri atas flora
dan fauna daerah pantai yang hidup di habitat antara batas air pasang dan surut.
Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya
dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari
ombak di sepanjang delta dan estuari yang dipengaruhi oleh masukan air dan
lumpur dari daratan. Ekosistem ini berperan dalam melindungi garis pantai dari
erosi, gelombang laut, dan angin topan. Tanaman mangrove berperan juga sebagai
buffer dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan memerangkap endapan
material dari darat yang terbawa air sungai yang kemudian terbawa ke tengah laut
oleh arus.
Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu
atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut
tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang
terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut
dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8%
(Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000). Menurut Nybakken (1992),
hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak
yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga :
Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus,
Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus
(Bengen,2000).

2.3 Penyu
Penyu termasuk reptil yang memiliki habitat di laut. Penyu memiliki tempurung
yang menutupi bagian badannya, sedangkan bagian punggung diselubungi oleh karapak.
Perbedaan penyu dengan kura-kura ialah pada bagian rongga di dalam tempurung, kura
kura memiliki rongga di dalam tempurungnya, sehingga ketika terdapat ancaman kura
kura dapat melindungi anggota tubuhnya dengan memasukkan kepala dan keemat
kakinya ke dalam rongga di tempurungnya. Sedangkan penyu tidak memiliki rongga
tersebut ( Prihanta, 2007 ).

Reproduksi penyu adalah proses regenerasi yang dilakukan penyu dewasa jantan
dan betina melalui tahapan perkawinan, peneluran sampai menghasilkan generasi baru
(tukik). reproduksi penyu dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Perkawinan
Penyu melakukan perkawinan dengan cara penyu jantan bertengger di atas
punggung penyu betina. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor
penyu, dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina,
paling banyak 13% yang berhasil mencapai dewasa. Penyu melakukan
perkawinan di dalam air laut, terkecuali pada kasus penyu tempayan yang akan
melakukan perkawinan meski dalam penangkaran apabila telah tiba masa
kawin. Pada waktu akan kawin, alat kelamin penyu jantan yang berbentuk ekor
akan memanjang ke belakang sambil berenang mengikuti kemana penyu betina
berenang. Penyu jantan kemudian naik ke punggung betina untuk melakukan
perkawinan. Selama perkawinan berlangsung, penyu jantan menggunakan kuku
kaki depan untuk menjepit tubuh penyu betina agar tidak mudah lepas. Kedua
penyu yang sedang kawin tersebut timbul tenggelam di permukaan air dalam
waktu cukup lama, bisa mencapai 6 jam lebih. (Yayasan Alam Lestari, 2000).
b. Perilaku Peneluran
Ketika akan bertelur penyu akan naik ke pantai. Hanya penyu betina yang
datang ke daerah peneluran, sedangkan penyu jantan berada di daerah sub-tidal.
Penyu bertelur dengan tingkah laku yang berbeda sesuai dengan spesies
masing-masing. Setiap spesies penyu memiliki waktu peneluran yang berbeda
satu sama lain. Lama antara peneluran yang satu dengan peneluran berikutnya
dipengaruhi oleh suhu air laut. Semakin tinggi suhu air laut, maka interval
peneluran cenderung makin pendek. Sebaliknya semakin rendah suhu air laut,
maka interval peneluran cenderung makin panjang. Tahapan bertelur pada
berbagai jenis penyu umumnya berpola sama.
c. Pertumbuhan Embrio
Telur yang baru keluar dari perut penyu betina diliputi lendir, berbentuk
bulat seperti bola pingpong, agak lembek dan kenyal. Pertumbuhan embrio
sangat dipengaruhi oleh suhu. Embrio akan tumbuh optimal pada kisaran suhu
antara 2433 0C, dan akan mati apabila di luar kisaran suhu tersebut.
d. Proses Penetasan
Embrio dalam telur akan tumbuh menjadi tukik mirip dengan induknya,
masa inkubasi yang dilewati kurang lebih 2 bulan. Jenis kelamin tukik semasa
inkubasi sangat dipengaruhi oleh suhu.
e. Tukik Menuju Laut
Tukik menetas setelah sekitar 7-12 minggu. Kelompok tukik memerlukan
waktu dua hari atau lebih untuk mencapai permukaan pasir, biasanya pada
malam hari. Untuk menemukan arah ke laut tukik berpatokan pada arah yang
paling terang serta menggunakan topografi garis horison di sekitarnya. Begitu
mencapai laut tukik menggunakan berbagai kombinasi petunjuk (arah
gelombang, arus dan medan magnet) untuk orientasi ke daerah lepas pantai
yang lebih dalam. Kegiatan tukik melewati pantai dan berenang menjauh
adalah upaya untuk merekam petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk
menemukan jalan pulang saat mereka akan kawin. Saat tukik sudah berada di
laut diduga memasuki kawasan dimana arus-arus laut bertemu. Tukik-tukik
tersebut menggunakan rumput-rumput laut yang mengapung, benda apung lain
yang terperangkap oleh arus laut serta hewan-hewan laut kecil sebagai
makanan. Tukik jarang terlihat lagi hingga karapasnya mencapai ukuran 20-40
cm dengan usia sekitar 5-10 tahun setelah menetas.
BAB III
WAKTU, TEMPAT DAN PEMBIAYAAN KKL

3.1 Waktu Kegiatan

Kegiatan Kuliah Lapangan ini dilaksanakan mulai tanggal 17 April 2017


sampai dengan 21 April 2017. KKL ini dilaksanakan selama 5 hari.
3.2 Tempat Kegiatan

Kegiatan Kuliah Lapangan dilaksanakan di Taman Nasional Meru Betiri


Kabupaten Jember Jawa Timur.
3.3 Pembiayaan KKL

Semua pembiayaan yang meliputi administrasi, transportasi, dan akomodasi


dibebankan kepada mahasiswa yang melaksanakan Kegiatan Kuliah Lapangan
(KKL).
3.3.1 Rencana Anggaran Biaya

No
KEBUTUHAN KUANTITAS JUMLAH (Rp,-)
.
1 Kereta Api (Pulang-Pergi) 80 Orang x 300.000 24.000.000
2 Truk (Pulang-Pergi) 3x 3.000.000 9.000.000
3 Penginapan 2 malam 2.000.000
4 Makan 80 Orang x 15.000 9.600.000
5 Pemateri (guide), bensin, dll. - 5.400.000
JUMLAH TOTAL Rp.50.000.000,-
BAB IV

PELAKSANAAN KEGIATAN

4.1 Susunan Kepanitiaan

Penanggung Jawab : Dr. Tri Cahyanto S.Pd., M.Si


Dr. Ana Widiana., M.Si
Astuti Kusumorini, M.Si
Astri Yuliawati, M. Si
Rahmat Taufiq M. A., M.Si
Ketua : Muhammad Ayubi
Sekretaris : R. Ajeng Syahar Destia R. P.
Fathiya Shofwaturrohmani
Bendahara : Mariyam Hasanah
Eva Zakiyah Nurhasanah
Divisi
Acara Mumu Muhamad*
:
Yuni Kulsum
Gita Rizkia
Nadya Millati Akmalia
Konsumsi : Iqbal Safei*
Listiyani Puspa Widasari
Nafisah Tsamrotul Fuadah
E. Sopa Alawiyah
Silvi Rismayanti Rahman
Resti Winda Putri
Logistik : Iman Aulia Rahman*
Azat Sudrajat
Hania Ully Hafizha
Anna Millati Asma Amania
Kesehatan : Fawaz Altof Zulfikar*
Aditya Indra Permana
Dwi Cahyani
Intan Lupida Diana Susila
Ayu Wiharyati
Enung Fadillah
Ibaz Juangsih
Nita Fathiyah
Lusi Khoirunnisa
Khoirunnisa
Neng Fitri Agistina
Hana Hanifah
K3 : Dian Muhammad Ramdan*
Imam Iryanto Wasillah
Rosyana Mardiyanti
Transportasi : Makky Muhammad Zakaria*
Prayoga Kusumah
Royan Almasih
Pubdok : Aep Saepul Nurul Iman*
Mutiara Safitri
Zilva Nuraeni Lathifah
Kestari Farhan Fauzan*
: Ade Kartika Apriliani
4.2 Rundown Kegiatan
Hari ke- Pukul Kegiatan Pengisi
Kumpul di Stasiun KA Kiara
02.00
Condong
1 02.00-04.00 Persiapan
Pemberangkatan : All team
05.20-22.30
Bandung Surabaya
22.47-10.30 Perjalanan Jember Meru Betiri
10.30 13.00 Istirahat, Sholat dan Makan
Pengenalan Wilayah Taman Nasional
13.00-17.00 Pemateri I
2 Meru Betiri
17.00 20.00 1. Istirahat, Sholat dan Makan All Team
20.00-22.00 Pengenalan Penyu Pemateri II
22.00-04.30 Istirahat (tidur)
All Team
04.30 07.00 Istirahat, Sholat dan Makan
Materi I:
3 Pengamatan Ekologi Tumbuhan Pemateri I
07.00-17.00

Materi II : Pemateri II
Pengamatan Ekologi Hewan
07.00- Pelepasan Tukik
4 10.00 Persiapan pulang
13.00- Perjalanan ke Jember All team
00.37-04.26 Perjalanan Jember Surabaya
5
08.00 23.30 Perjalanan Surabaya - Bandung

Anda mungkin juga menyukai