Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kejadian kelainan bawaan mayor pada saat lahir berkisar antara 2-3%, dan
kelainan bawaan ini sangat mempengaruhi tingginya angka kematian neonatal
di rumah sakit.
Pada saat ini di negara-negara maju sebagian besar pertanyaan tentang
kondisi janin sudah dapat terjawab dengan makin majunya teknologi
ultrasonografi dan laboratorium, sedangkan kekhawatiran tentang kondisi ibu
sudah dapat dikurangi dengan pemberian pelayanaan kebidanan yang adekuat.
Sekarang orang lebih takut untuk melakukan pemeriksaan diagnosis pranatal
karena merasa tidak siap untuk membuat keputusan bila hasil pemantauanya
menunjukkan adanya keadaan yang tidak diinginkan.
Istilah prenatal diagnostik ialah berbagai teknik dan prosedur yang
dilakukan selama kehamilan untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas pada
struktur dan fungsi organ pada janin yang sedang tumbuh. Srining prenatal
bertujuan untuk mengetahui apakah janin mempunyai resiko mengalami
kelainan genetik atau kelainan kongenital tertentu, sedangkan diagnosis
prenatal bertujuan untuk mengetahui secara pasti bahwa janin tersebut benar-
benar mengalami kelainan genetik atau kelainan bawaan tertentu.
Diagnosis prenatal seharusnya dilakukan pada keadaan berikut;
(1) bila kehamilan mempunyai resiko yang mengakibatkan kelainan
bawaan pada janinnya.
(2) mencari adanya kelainan bawaan yang paling sering terjadi pada
janin meskipun tidak jelas adanya faktor resiko.
(3) mencari adanya gangguan struktual ataupun pertumbuhan pada
janin.1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tujuan skreening

1
Tujuan dari diagnosis / skreening prenatal adalah sebagai berikut : 6

Untuk memastikan bahwa kehamilan tersebut tidak terkomplikasi dan


dapat melahirkan bayi yang sehat
Mengidentifikasi dan melakukan penatalaksanaan jika ada keadaan yang
beresiko
Mengindividualisasikan tingkat pelayanan kesehatan yang diperlukan
Membantu ibu hamil dalam persiapan kehamilan, melahirkan, dan
mengasuh anak
Skreening adanya penyakit umum yang kemungkinan dapat mempengaruhi
kesehatan ibu hamil / janinnya
Melatih kebiasaan sehat yang baik untuk ibu hamil dan keluarganya

2.2 Indikasi prenatal diagnostik


Alasan utama untuk melakukan diagnosis prenatal adalah faktor usia
maternal (>35 tahun), abnormalitas maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP) dan
hasil skrining test lain yang positif. Secara singkat indikasi untuk diagnosis
prenatal adalah sebagai berikut :1,2
1. Kehamilan tunggal dengan usia 35 tahun saat pelahiran
Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun perlu ditawarkan untuk
menjalani pemeriksaan diagnosis prenatal karena pada usia 35 tahun
insidens trisomi mulai meningkat dengan cepat. Hal ini berhubungan
dengan non-disjunction pada miosis. Pada usia 35 tahun kemungkinan
untuk mendapat bayi lahir hidup dengan kelainan kromosom adalah 1:192,
sehingga ada beberapa ahli yang menawarkan diagnosis prenatal pada usia
33 tahun namun hal ini belum menjadi konsensus.

2. Kehamilan kembar dizigotik dengan usia 31 tahun pada saat pelahiran


Dengan dua janin, hukum probabilitas menyebutkan bahwa
kesempatan salah satu atau keduanya akan merita sindrom Down lebih

2
besar dibandingkan bila hanya ada satu janin. Risiko trisomi 21 pada
kehamilan kembar harus dihitung setelah mempertimbangkan risiko
sindrom Down yang terkait usia ibu.
3. Riwayat kelahiran trisomi autosomal
Wanita yang sekurang-kurangnnya pernah sekali hamil trisomi
mempunyai risiko kira-kira 1 persen untuk mengalami kehamilan trisomi
autosom yang sama atau berbeda. Hal ini berlaku sampai risiko terkait
umur mereka mencapai lebih dari 1 persen, yaitu pada saat risiko yang
lebih itnggi mendominasi.
4. Riwayat kehamilan 47,XXX atau 47,XXY
Wanita yang anak sebelumnya menderita 47,XXY tidak beresiko
tinggi untuk mengalami kembali kehamilan ini, karena kromosom ekstra
pada situasi ini berasal dari ayah, dan kesalahan dari ayah peluangnya
kecil untuk berulang. Sama halnya dengan 45,X mempunyai resiko sangat
rendah untuk berulang.
5. Pasien atau pasangan adalah pembawa sifat translokasi kromosom
Untuk sebagian besar translokasi, risiko anak lahir hidup abnormal
yang diamati lebih kecil daripada resiko teoritisnya, karena sebagian
gamet menghasilkan konseptus yang tidak mampu bertahan hidup.
6. Pasien atau pasangan adalah pembawa sifat inversi kromosom
Risiko setiap pembawa sifat ditentukan oleh metode penetapannya,
kromosom yang terlibat, dan besarnya inversi, sehingga harus ditetapkan
secara individu.
7. Riwayat triploidi
Lebih dari 99 persen konseptus triploid gugur pada trimester
pertama atau kedua awal. Jarang sekali janin yang berkembang. Jika
triploid yang terjadi pada janin bertaha melewati trimester pertama, risiko
pengukangan adalah 1 sampai 1,5 persen, cukup untuk menguatkan
diagnosis prenatal.
8. Beberapa kasus keguguran berulang

3
Beberapa keguguran dini berulang akibat aneuploidi cenderung
disebabkan oleh inversi atau translokasi pada ibu atau ayahnya. Aneuploidi
nontrisomik ini akan meningkatkan resiko mengalami kehamilan
selanjutnya dengan kariotipik yang sama. Hal ini membenarkan
dilakukannya diagnostik prenatal pada kehamilan-kehamilan berikutnya
jika tidak terjadi keguguran dini. Dengan melihat fakta- fakta ini,
penentuan kariotipe pada orang tua dan bukannya kariotipe jaringan
abortus setelah keguguran dini berulang dapat memberikan informasi yang
amat berguna mengenai risiko pengulangan.
9. Pasien atau pasangan mempunyai aneuploidi
Wanita trisomi 21 atau 47, XXX serta laki-laki 47,XYY biasanya
fertil dan mempunyai 30 persen resiko mempunyai keturunan trisomi.
10. Defek struktural mayor janin pada pemeriksaan ultrasonografi
Kondisi ini cukuo meningkatkan resiko aneuploidi sehingga
mengharuskan pemeriksaan genetik pada janin, tanpa memandang umur ibu
atau kariotipe orang tua.1

2.3 Waktu pelaksanaan


Pemeriksaan ultrasonografi, sebaiknya dilakukan pada awal trimester
kedua kira-kira 18-20 minggu. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
noninvasif yang paling banyak digunakan dan dapat dilakukan pada
setiap tahap dan umur kehamilan.
Pemeriksaan serum ibu, test darah yang dilakukan terhadap ibu hamil
pada kehamilan trimester 1 dan/atau trimester 2.
Amniosintesis untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan pada usia
kehamilan trimester kedua.
Amniosintesis dini yang dilakukan pada usia kehamilan sebelum 15
minggu (11-14 minggu).
Pemeriksaan vili korialis, dikerjakan pada usia kehamilan 10-12 minggu.
Pemeriksaan darah janin dengan teknik kordosentesis, dapat dilakukan
sejak usia kehamilan 12 minggu
Biopsi janin, dikerjakan pada saat kehamilan usia 17-20 minggu.1,2

4
2.4 Jenis dan teknik pemeriksaan
1. Pemeriksaan ultrasonofragi
Sejak Donald memperkenalkan ultrasonografi (USG) dalam
bidang obstetri telah terjadi banyak kemajuan dalam teknologi USG ini.
Dengan semakin baiknya resolusi dan sensitifitas pemeriksaan dengan
USG, maka telah terjadi peningkatan penggunaan USG untuk diagnosis
prenatal dalam mememukan abnormalitas morfologi janin terutama
setelah 18 minggu, dengan penggunaan transduser transvaginal
memungkinkan deteksi abnormalitas morfologi janin mulai kehamilan 13
minggu.2,5
Mengetahui usia kehamilan
Penentuan usia kehamilan pada trimester pertama bisa dengan

menggunakan mean gestational sac diameter (MSD) dan/atau crown-

rump length (CRL). MSD merupakan nilai rata-rata dari 3 hasil

pengukuran orthogonal ruangan berisi cairan didalam kantung gestasi.

CRL merupakan garis pertengahan keseluruhan embrio atau janin pada

potongan sagital. Idealnya janin berada dalam posisi horizontal pada

layar. 3-5 minggu pertama kehamilan dapat diketahui dari adanya

gestational sac / kantung gestasi. Kantung gestasi mulai dapat terlihat

pada ukuran 2 hingga 3 mm, sekitar 32 hingga 33 hari. Berdasarkan

pedoman SOGC, direkomendasikan untuk menggunakan CRL pada

panjang fetus hingga 84 mm, dan menggunakan diameter biparietal

untuk panjang fetus > 84 mm. Untuk contoh, lihat Gambar 3 dan 4.

5
Gambar 3. Teknik pengukuran crown-rump length (CRL) pada janin dengan hasil CRL
60 mm (12 + 3 minggu)

Gambar 4. Kepala janin. (a) Pengukuran diameter biparietal (BPD) (kaliper). Perhatikan
potongan aksial kepala dan posis sentral ventrikel 3 dan struktur midline (T merupakan
ventrikel 3 dan thalamus). Lingkar kepala juga diukur dalam posisi ini. (b) Pleksus
choroideus normal (C) dan falx medial serta fissura interhemisferik. (13)

Mengetahui letak plasenta

Plasenta dapat terletak dimana saja di permukaan uterus. Jika

terletak di dinding depan disebut sebagai letak anterior. Pada dinding

belakang disebut posterior. Dinding samping disebut sebagai lateral kiri

atau kanan. Pada dinding atas disebut sebagai fundal. Salah satu tujuan

6
dari menentukan letak plasenta adalah mengetahui apakah terjadi

plasenta previa atau tidak. (15)

Gambar 5. Contoh USG yang menunjukkan plasenta yang terletak pada dinding
belakang uterus (posterior). Plasenta menutupi seluruh serviks. Terletak 1.5 cm dari
serviks. (15)

Menunjukkan apakah janin tersebut masih hidup atau tidak.

Biasanya diistilahkan sebagai viabilitas atau kemampuan janin

untuk hidup diluar uterus, atau dengan kata lain bayi tersebut masih

hidup. Dalam hal ini, yang dinilai adalah denyut jantung embrio yang

sudah dapat dinilai mulai dari usia kehamilan 37 hari. Umumnya

terlihat jelas jika embrio sudah berukuran 2 mm atau lebih.

Neural tube defect

Neural tube dibentuk oleh penutupan neural fold, serta

neuropore anterior dan posterior pada usia kehamilan 6 minggu.

Kegagalan penutupan neuropore anterior mengakibatkan terjadinya

anencephaly atau encephalocele, sedangkan kegagalan penutupan

7
neuropore posterior mengakibatkan terjadinya spina bifida. Contoh

pada Gambar 6.

Gambar 6. Spina bifida - myelomeningocele lumbosacral.

Defek pada jantung

Merupakan malformasi kongenital yang paling sering terjadi pada

anak-anak, sekitar 5-8:1000 kelahiran.

8
Gambar 7. Tetralogi Fallot. Aorta (a) bersusun dengan septum interventrikular (s)

Malformasi gastrointestinal (gastroschisis, exomphalos)

Pada gastroschisis, ada defek dinding abdomen biasanya pada

bagian kanan bawah umbilikus. Usus halus keluar dari perut (tanpa

ditutupi peritoneum) dan mengapung bebas didalam cairan peritoneum.

Pada exomphalos, terjadi kegagalan usus masuk ke rongga abdomen

pada usia gestasi 8 minggu.

Gambar 8. Exomphalos kecil

9
Gambar 9. Gastroschisis, dengan Doppler dlow menunjukkan plasenta

Defek ekstremitas

Defek ekstremitas, pada contoh ini (Gambar 10) defek ekstremitas

bawah terjadi karena caudal regression syndrome (CRS). CRS merupakan

kumpulan anomali kongenital dimana dapat terjadi kegagalan pembentukan

sakrum, vertebra lumbal, gangguan medula spinalis distal, serta kegagalan

pembentukan regio kaudal.

Gambar 10. USG transvaginal yang menunjukkan adanya abnormalitas ekstremitas


bawah

Tanda-tanda yang dihubungkan dengan gangguan kromosom atau

genetik lainnya.

Contohnya misalnya pada Gambar 6, yaitu mengetahui adanya

kelainan berupa sindrom Down pada janin.

10
Gambar 12. Gambaran USG yang menunjukkan pengukuran nuchal
translucency (nuchal fold) di bagian belakang leher janin. Peningkatan ketebalan nuchal
(> 2 mm pada trimester pertama; > 5 mm pada trimester kedua) dihubungkan dengan
peningkatan resiko menderita sindrom Down (dan aneuploidi lainnya).

Abnormalitas genitourinaria (misalnya displasia renal) Ginjal memiliki

kista berukuran besar dengan inti sentral padat.

Disebut juga sebagai multicystic dysplastic kidneys.

Gambar 11. Displasia renal. Perhatikan ginjal yang membesar yang memiliki kista berisi cairan.

11
RCOG (Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) membuat
rekomendasi untuk pemakaian USG sebagai berikut :
a) Skrining universal lebih dapat dipercaya untuk menentukan kelainan
pada janin dibanding dengan pemeriksaan scanning selektif.
b) Skrining kelainan pada janin menurunkan angka kematian perinatal
karena mampu mengidentifikasi kelainan dan melakukan terminasi
kehamilan.
c) Berdasarkan bukti terkini, scanning pada usia kehamilan 18-20 minggu
merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi kelainan pada
janin.
d) Walaupun tidak memerlukan persetujuan tertulis sebelum pemeriksaan
namun wanita perlu diberi kesempatan untuk memilih apakah mau
diperiksa. Harus tersedia informasi tertulis dan lisan sebelum
pemeriksaan. Ketetapan mengenai konseling dan informasi yang
memadai harus merupakan bagian dari program skrining.
e) Bila terdeteksi adannya suatu kelainan maka harus diskusi mengenai
dampaknya. Orang tua mendapat manfaat dari diskusi yang melibatkan
ahli lain selain ultrasonografer dan spesialis kebidanan seperti ahli anak,
ahli genetik dan ahli bedah anak.
f) Pemeriksaan ultrasonografi hanya dilakukan oleh tenaga yang sudah
terlatih. Pemeriksaan skrining rutin harus dilakukan dengan dengan
menggunakan protokol atau daftar tilik yang telah disetujui.5
Diagnosis kelainan janin dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a) Dengan visualisasi langsung dari defek struktural, misalnya tidak adanya
tulang tengkorak pada anencephali.
b) Dengan menunjukkan disproporsi ukuran atau pertumbuhan dari bagian
tubuh tertentu pada janin misalnya, anggota gerak yang pendek pada
dwarfism.
c) Dengan mengenali dampak dari anomali terhadap organ yang berdekatan,
misalnya adanya katup pada uretra posterior terdiagnosis dengan adanya
dilatasi pada saluran ginjal.
Beberapa anomali yang banyak ditemukan antara lain : defek pada
jantung, defek dinding perut, kelainan SSP, kelainan gastro intestinal, kelainan

12
ginjal dan nuchal translucency. Kelainan ini dapat tersendiri atau berhubungan
dengan anomali kromosom atau bagian dari sindroma mendelian. Dengan
demikian pemeriksan dengan USG akan memberikan manfaat yang besar.3
2. Pemeriksaan serum ibu
a. Maternal Serum Alpha-Fetoprotein (MSAFP)
Janin yang sedang berkembang memiliki dua protein darah utama :
albumin dan alfa fetoprotein ( AFP ). Karena orang dewasa biasanya hanya
memiliki albumin dalam darah, tes MSAFP dapat dimanfaatkan untuk
menentukan tingkat AFP dari janin. Biasanya, hanya sejumlah kecil AFP
memperoleh akses ke air ketuban dan plasenta untuk melintasi darah ibu.
Namun, bila ada cacat tabung saraf pada janin, dari kegagalan bagian dari saraf
embryologic tabung untuk menutup, maka AFP akan melarikan diri ke dalam
cairan ketuban. Cacat tabung saraf termasuk anencephaly ( kegagalan
penutupan pada akhir tengkorak tabung saraf). Insiden gangguan-gangguan
tersebut sekitar 1-2 kelahiran per 1000 di AS. Juga, jika ada omphalocele
( keduanya cacat pada dinding perut janin ), AFP dari janin akan berakhir di
darah ibu dalam jumlah yang lebih tinggi.2
Agar tes MSAFP memiliki utilitas terbaik, usia kehamilan ibu harus
diketahui dengan pasti. Hal ini karena jumlah MSAFP meningkat sesuai usia
kehamilan. Juga, ras ibu dan kehadiran gestational diabetes penting untuk
diketahui, karena MSAFP dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor ini. MSAFP
biasanya dilaporkan sebagai multiples of mean (MoM). Semakin besar MoM,
semakin besar kemungkinan cacat hadir. Para MSAFP memiliki sensitivitas
terbesar antara 16-18 minggu kehamilan, tetapi masih berguna antara 15-22
minggu kehamilan. MSAFP juga dapat berguna dalam penyaringan untuk
Sindrom Down dan trisomies lainnya. MSAFP cenderung lebih rendah ketika
Sindrom Down atau kelainan kromosom lain hadir.2.3,4
b. Maternal Serum Beta-HCG
Tes ini paling sering digunakan sebagai tes untuk kehamilan. Dimulai pada
sekitar seminggu setelah pembuahan dan implantasi embrio ke dalam rahim,
trofoblas akan menghasilkan cukup beta-HCG untuk mendiagnosis kehamilan.
Jadi, pada saat pertama kali menstruasi luput, beta-HCG akan sudah cukup
untuk tes kehamilan positif. Beta-HCG juga dapat diukur dalam serum dari

13
darah ibu, dan ini dapat berguna di awal kehamilan ketika terancam aborsi atau
kehamilan ektopik dicurigai, karena jumlah beta-HCG akan lebih rendah dari
yang diharapkan.1,2,3
Kemudian pada kehamilan, di tengah sampai akhir trimester kedua, beta-
HCG dapat digunakan bersama MSAFP untuk skrining kelainan kromosom,
dan sindrom down pada khususnya. Sebuah beta-HCG tinggi dibarengi dengan
penurunan MSAFP menunjukkan Sindrom Down. Tingkat HCG yang tinggi
mengindikasikan adanya penyakit Tropoblastic ( kehamilan molar ). Tidak
adanya bayi saat di USG disertai HCG yang tinggi mengindikasikan mola
hidatidosa, Kadar HCG juga bisa digunakan untuk follow up perawatan pada
kehamilan molar untuk memastikan tidak adanya penyakit trophoblastik seperti
kariokarsinoma.2
c. Serum estriol maternal (uE3)
Jumlah estriol dalam serum ibu bergantung pada kelayakan janin, sebuah
plasenta berfungsi dengan benar, dan keadaan ibu. Substrat untuk estriol
dimulai sebagai dehydroepiandrosterone ( DHEA ) yang dibuat oleh kelenjar
adrenal janin. Ini dimetabolisme lebih lanjut di dalam plasenta menjadi estriol.
Estriol masuk ke sirkulasi ibu dan dieksresi oleh ginjal dalam air seni ibu atau
oleh hati ibu dalam empedu. Pengukuran tingkat estriol serial pada trimester
ketiga akan memberikan indikasi umum kesejahteraan janin. Jika tingkat estriol
turun, maka janin terancam dan emergency mungkin diperlukan. Estriol
cenderung lebih rendah bila Sindrom Down hadir dan juga adanya adrenal
hypoplasia dengan anencephaly.2,3
d. Inhibin-A
Inhibin disekresi oleh plasenta dan korpus liteum. Inhibin-A dapat diukur
dalam serum ibu. Tingkat peningkatan inhibin-A adalah dikaitkan dengan
peningkatan risiko untuk trisomi 21. Inhibin-A tinggi dapat berhubungan
dengan risiko kelahiran prematur.4

e. Pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A)


Rendahnya tingkat PAPP-A sebagai diukur dalam serum ibu trimester
pertama dapat berhubungan dengan anomali kromosom janin termasuk
trisomies 13,18, dan 21. Selain itu, kadar PAPP-A pada trimester pertama dapat

14
memprediksi hasil kehamilan yang merugikan, termasuk small for gestational
age ( SGA ) atau lahir mati. PAPP-A tinggi dapat memprediksi large of
gestational age ( LGA) baby.
f. Triple or Quadriple Screen

Menggabungkan tes serum ibu dapat membantu dalam meningkatkan


sensitivitas dan spesifisitas untuk deteksi kelainan janin. Tes klasik adalah
triple screen untuk MSAFP, beta-HCG, dan estriol (uE3) atau quadriple screen
dengan ditambah inhibin-A.2,3,4

2. Amniosintesis
Amniosintesis adalah tindakan mengeluarkan cairan amnion yang
mengandung sel-sel janin dan unsur biokimia dari rongga amnion. Pertama
kali dilakukan pada tahun 1880 untuk dekompresi polihidramnion.
amniosintesis menjadi alat diagnostik ketika mulai dilakukan pengukuran kadar
bilirubin dalam cairan amnion untuk memantau isoimunisasi rhesus. Sejak itu
amniosintesis diterima secara luas menjadi metode untuk diagnosis prenatal
untuk kelainan kromosom, penyakit-penyakit yang diturunkan, dan beberapa
infeksi kongenital.3,4

Gambar 14. Prosedur Amniosentesis (3)

Rasa tidak nyaman yang ditimbulkan minimal, walaupun sebagian kecil

wanita merasakan nyeri ketika jarum masuk melewati peritoneum. Tingkat keguguran

lebih rendah daripada CVS, diperkirakan sekitar 0.5%. Resiko lain berupa ruptur

15
membran prematur, trauma pada janin, dan infeksi maternal. Namun, secara umum

prosedur ini relatif aman.

Amniosintesis midtrimester untuk pemeriksaan genetik umumnya


dilakukan pada usia kehamilan antara 15-18 minggu. Pada saat itu jumlah air
ketuban sudah memadai (sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel yang
viable dan non viable mencapai rasio terbesar.4,6 Sebelum amniosintesis terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk menentukan jumlah janin,
konfirmasi usia kehamilan, memastikan viabilitas janin, deteksi anomali pada
janin dan menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat serta
memperkirakan jumlah air ketuban. 4,6
Amniosintesis dini adalah amniosintesis yang dilakukan pada usia
kehamilan sebelum 15 minggu (11-14 minggu). Kesulitan teknisnya lebih besar
karena jumlah air ketuban belum banyak dan fusi antara amnion dan korion
belum sempurna sehingga sering menyebabkan tenting pada selaput ketuban.
Selain itu targetnya lebih kecil, uterus belum berbatasan dengan dinding perut
sehingga meningkatkan kemungkinan perlukaan pada usus atau masuknya
kuman dari usus ke uterus.3,4
Tindakan amniosintesis dini dilakukan dengan maksud untuk melakukan
diagnosis prenatal yang lebih dini dan menjadi tindakan alternatif untuk
pemeriksaan villi korialis yang tekniknya relatif lebih sulit dan mempunyai
lebih banyak komplikasi. Dengan tuntunan USG dilakukan pengambilan cairan
amnion sebanyak 10-12 ml. Walaupun jumlah sel yang terambil lebih sedikit
namun persentasi sel yang viable lebih besar dibanding dengan pada usia
kehamilan yang lebih lanjut. Keberhasilan kultur pada kehamilan 12-14
minggu lebih dari 95% dengan waktu panen rata-rata 12 hari (1-2 lebih lama )
daripada kehamilan 16 minggu. Dibanding dengan CVS, amniosintesis dini
mempunyai frekuensi kontaminasi sel maternal dan mosaicsm yang lebih
rendah.6
Beberapa penelitian melaporkan peningkatan risiko abortus pada tindakan
amniosintesis dini dibanding dengan amniosintesis midtrimester dan CVS,

16
namun Johnson dkk tidak menemukan adanya perbedaan kejadian abortus
antara kelompok amniosintesis dini dan midtrimester. Penelitian lain di Kanada
menemukan perbedaan yang bermakna pada kejadian abortus (7,6% vs 5,9%),
robekan selaput ketuban (3,5% vs 1,7%) dan deformitas tulang, khususnya
talipes equinovarus (1,4% vs 0,4%) antara kelompok amniosintesis dini dan
midtrimester, sehingga peneliti ini menganjurkan untuk tidak melakukan
amniosisntesis dini kecuali tidak ada alternatif lain.4,6
3. Pemeriksaan vili korialis
Teknik pemeriksaan villi korialis pertama kali diperkenalkan di Cina
pada tahun 1975 yang bertujuan untuk menentukan jenins kelamin janin
dengan cara memasukkan kateter halus ke dalam uterus dengan hanya dituntun
perasaan taktil. Bila terasa ada hambatan, kemudian pengisap dipasang dan
dilakukan aspirasi potongan villi.4
Pemeriksaan villi korialis biasanya dilakukan pada usia kehamilan
antara 10-12 minggu, untuk pemeriksaan sitogenetik, molekuler (analisis
DNA) dan atau metode biokimia yang dapat diaplikasikan pada jaringan villii.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi anomali kromosom, defek gen spesifik dan
aktivitas enzym yang abnormal dalam kehamilan terutama pada penyakit
turunan.3,4
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemeriksaan villi korialis adalah
abortus dan yang ditakuti akhi-akhir ini adalah hubungan antara tindakan ini
dengan kejadian reduksi anggota gerak. CVS yang dilakukan pada kehamilan <
9 minggu mempunyai risiko untuk reduksi anggota gerak 10-20 kali lebih besar
dibandingkan dengan CVS yang dilakukan setelah usia > 11 minggu. 3
Kontaminasi jaringan desidua ibu pada sampel yang dikultur dapat
memberikan hasil negatif palsu, dan hal ini sering terjadi bila hanya sedikit
sampel yang terambil, namun di senter yang telah berpengalaman kejadian ini
tidak ditemukan lagi.6
4. Pemeriksaan darah janin
Daffos dkk memperkenalkan metode pengambilan darah janin dengan
tuntunan USG menggunakan jarum spinal ukuran 20-22 melalui perut ibu ke

17
dalam tali pusat. Teknik ini disebut juga kordosentesis, PUBS (percutaneous
umbilical blood sampling), fetal blood sampling atau furnipuncture.
Kordosintesis adalah istilah yang sering digunakan.7
Indikasi pemeriksaan ini dapat dibagi atas indikasi diagnostik dan
terapeutik. Umumnya, pemeriksaan darah janin diindikasikan bila
keuntungannya lebih banyak dari kerugiannya. Sebelumnya pemeriksaan darah
janin dilakukan untuk kariotipe cepat namun dengan teknik sitogenetik yang
baru memakai metode FISH sampel dari villi korialis dan amniosit juga dapat
diperiksa dengan cepat. Pemeriksaan darah janin juga dilakukan pada wanita
yang datang terlambat (usia kehamilan lanjut) pada kunjungan antenatal dan
menginginkan pemeriksaan karyotype atau untuk diagnosis prenatal retardasi
mental fragile-X.4
Indikasi diagnostik yang lain adalah pemeriksaan hemoglobinopathi,
koagulaopathi, penyakit granulomatous kronik dan beberapa kelainan
metabolisme serta penentuan anemia dan trombositopenia pada janin. Untuk
indikasi terapeutik adalah : terapi anemia pada janin melalui transfusi darah
dan pemberian obat antiaritmia pada janin dengan hidrops.6
5. Biopsi janin
Indikasi pemeriksaan jaringan janin sampai saat ini masih terus
berkembang. Jaringan yang diambil dari janin untuk prenatal diagnosis antara
lain : kulit, otot, liver, ginjal dan otak.3,4
Indikasi yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan jaringan janin
adalah untuk diagnosis genodermatosis, yang merupakan penyakit berat
turunan pada kulit dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi.
Pada awalnya biopsi janin dilakukan dengan fetoskopi, tetapi saat ini telah
diganti dengan memakai USG. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 17-20
minggu dengan memakai forsep biopsi yang dimasukkan melalui jarum
angiocath no 14. Biopsi jaringan janin untuk diagnosis genodermatosis hanya
dapat dilakukan dengan biopsi kulit, hasil biopsi ini dapat diperiksa dengan
teknik morfologi, immunohistokimia, dan biokimia.3,4

18
Biopsi jaringan otot janin, jarang dilakukan tetapi pernah dilakukan untuk
diagnosis prenatal mucular dystrophy yang disebabkan mutasi gen pada
kromosom X, gen untuk distrofin. Sejak karakteristik gen distrofin diketahui
diagnosis prenatal untuk janin yang berisiko dapat dilakukan dengan metode
molekuler (polymerase chain reaction) yang diambil dari ekstrak DNA dari
cairan ketuban atau vili korialis.3
Seperti halnya biopsi otot, maka biopsi hati juga hanya dilakukan pada
penyakit yang diturunkan yang tidak dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
amniosit atau villi korialis. Sejumlah kecil penyakit gangguan metabolisme
termasuk dalam kategori ini dan dapat didiagnosis dengan pemeriksaan enzym
yang diproduksi di hati, seperti ornitrin transcarbamilase (OTC) deficiency,
carbamoyl phospstase synthetase (CPS) deficiency, glucosa 6 phospatase
deficiency (G6PD).2

6.Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah digunakan untuk diagnosis atau konfirmasi adanya defek

struktural atau anatomi pada janin, khususnya abnormalitas otak. National

Institute of Helath Consensus Development Conference.

menyatakan bahwa wanita tidak boleh menjalani pemeriksaan MRI kecuali

ada keperluan medis yang jelas yang tidak dapat diketahui dengan cara lain.

Tidak ada catatan mengenai efek samping akibat penggunaan MRI. Saat ini,

MRI utamanya digunakan untuk mengidentifikasi patologi anatomi maternal

(misalnya massa pada pelvis) atau pada keadaan khusus seperti mendiagnosis

adanya plasenta akreta sebelum proses persalinan.

7. Maternal Serum Screening

19
Skreening serum maternal digunakan untuk mengidentifikasi wanita

yang beresiko memiliki anak yang menderita trisomi 18 atau 21 atau open

neural tube defect (NTD), tetapi tidak memiliki resiko terhadap kehamilan.

Kadar alpha-fetoprotein (AFP), human chorionic gonadotropin (HCG), dan

unconjugated oestriol (UE3) diukur pada usia kehamilan 15-18 minggu.

2.5 Kelebihan dan kekurangan

1. Ultrasonografi
Setiap suatu kelainan bawaan janin yang telah didiagnosis dan dievaluasi
janin telah dilaksanakan dengan lengkap, maka setiap hal yang berkaitan
dengan prognosis janin tersebut, baik maupun buruk, harus disampaikan
kepada orang tua janin. Bila pada trimester kedua kehamilan pemeriksaan
ultrasonografi gagal untuk mendapatkan adanya kelainan bawaan, maka ini pun
harus disampaikan, karena beberapa kelainan bawaan tertentu seperti
hidrosefalus, mikrosefali, dan ginjal polikistik tidak tampak trimester kedua,
dan mungkin kelainan baru tampak pada trimester ketiga pada saat kelainan
yang terjadi sudah cukup jelas untuk diketahui dengan ultrasonografi.1
Pemeriksaan ultrasonografi ini cukup aman bagi ibu dan janin, selain itu
pemeriksaan ini merupakan dasar bagi teknik pemeriksaan diagnostik prenatal
selanjutnya. Teknik pengambilan sampel untuk pemeriksaan kariotipe janin,
misalnya chorionic villous sampling (CVS), amniosintesis, kordosentesis, fetal
tisuue sampling, semuanya memerlukan tuntunan ultrasonografi untuk
pelaksanaannya.2
2. Pemeriksaan serum ibu
Pemeriksaan ini relatif cukup aman bagi ibu, karena teknik yang dilakukan
hanyalah dengan mengambil darah ibu. Namun tes ini tidak spesifik 100 %
karena terkadang ada berbagai faktor yang menyebabkan MSAFP meningkat
terutama saat terjadi kesalahan penghitungan usia kehamilan.1,2
3. Amniosintesis
Amniosintesis merupakan prosedur diagnostik prenatal yang paling
banyak dipakai dan bertujuan untuk mendapatkan sampel pemeriksaan

20
kromosom yang abnormal dan penyakit genetik lainnya. Pemeriksaan
amniosintesis dini dapat dilakukan sebelum umur kehamilan 15 minggu agar
dapat mendiagnosis janin lebih dini, tapi jika umur kehamilan dibawah 15
minggu yang menjadi faktor penyulitnya adalah jumlah air ketuban yang relatif
lebih sedikit dibandingkan umur kehamilan pada trimester kedua. Penyulit
yang mungkin terjadi adalah kebocoran cairan ketuban, perdarahan, kontraksi
uterus.1
4. Pemeriksaan vili korialis
Diagnosis prenatal yang dikerjakan pada trimester pertama kehamilan
sehingga akan segera memberi kenyamanan pada keluarga penderita bila hasil
pemeriksaan tidak mendapatkan adanya kelainan. Sebaliknya, bila dilakukan
koreksi bila kelainan dapat dikoreksi, atau bila akan dilakukan terminasi
kehamilan. Namun, pemeriksaan ini mempunyai resiko abortus lebih tinggi
dibanding amniosintesis.1
5. Pemeriksaan darah janin
Indikasi lain untuk pemeriksaan ini adalah bila ditemukan kegagalan
kultur pada amniosintesis dan biopsi plasenta. Faktor penyulit hampir sama
dengan amniosintesis ditambah bradikardi janin, laserasi tali pusat, dan
trombosit. Perlu diperhatikan agar sampel darah janin tidak bercampur dengan
darah ibu.2
6. Biopsi janin
Teknik yang invasif ini digunakan hanya untuk kelainan dengan
morbiditas tinggi, dimana diagnosis dengan pemeriksaan amniosintesis, villi
khorialis atau darah janin tidak memuaskan.1,2

21
BAB 3
KESIMPULAN

Prenatal diagnostik sangat disarankan bagi wanita hamil 35 tahun, dimana


faktor resiko terjadinya kelainan pada janin meningkat. Pemeriksaan tersebut
sebaiknya dilakukan sedini mungkin sehingga jika ditemukan kelainan dapat
dikoreksi jika kelainan tersebut dapat dikoreksi atau jika perlu dilakukan terminasi
kehamilan. Pemeriksaan ultrasonografi, sebaiknya dilakukan pada awal trimester
kedua kira-kira 18-20 minggu. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
noninvasif yang paling banyak digunakan dan dapat dilakukan pada setiap tahap
dan umur kehamilan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Ed IV. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo; 2009. Hal 736-44.
2. Cunningham, Gary & Friends. Obstetri Williams. 2013. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Jenkins T, Wapner R. Prenatal diagnosis of congenital disorders. In:
Creasy R, Resnik R, Iams J, editors. Maternal fetal medicine. 5 th ed.
Philadelphia: WB. Saunders; 2004. p. 235-73.
4. Rodeck C, Pandya P. Prenatal diagnosis of fetal abnormalities. In:
Chamberlain G, Steer P, Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J,
editors. Turnbull's obstetrics. 3 rd ed. London: Churchill Livingstone;
2001. p. 169 - 96.
5. Overton T, Fisk N. Amniocentesis. In: James D, Steer P, Weiner C,
Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed.
New York: W.B Saunders; 2000. p. 215-23.
6. Holzgreve W, Miny P. Chorionic villus sampling and placental biopsy.
In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy
management option. 2 nd ed. New York: W.B Saunders; 2000. p. 207-
13.
7. Soothill P. Fetal blood sampling before labor. In: James D, Steer P,
Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2
nd ed. New York: W.B Saunders; 2000. p. 225-33.

23
24

Anda mungkin juga menyukai