Anda di halaman 1dari 27

PEMERINTAH KABUPATEN BOMBANA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA


NOMOR 17 TAHUN 2005

TENTANG

PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN


KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BOMBANA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka akselarasi dan perwujudan


penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang mandiri dan
pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil
guna, dipandang perlu penetapan pengaturan Pengelolaan
dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah yang lebih
efisien, efektif, transparan bermanfaat dan dapat
dipertanggungjawabkan sesuai semangat dan jiwa Otonomi
Daerah;
b. bahwa berdasarkan Pasal 66 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan Pasal
14 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah
perlu diatur Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan
Daerah dengan Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku;

c. bahwa berhubung dengan maksud tersebut pada huruf a


dan huruf b diatas, perlu ditetapkan dengan Peraturan
Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Kolusi,
Korupsi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi
dan Kabupaten Kolaka Utara di Provinsi Sulawesi Tenggara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4439);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437);

(1)
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
5. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4048);
6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4021);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4022);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang
Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4024);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata
Cara Pertanggung jawaban Bupati (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4027);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan Bupati dan Wakil Bupati (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4028);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang
Kedudukan Keuangan DPRD (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4029);
13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002
tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggung jawaban dan
Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan
Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOMBANA


dan
BUPATI BOMBANA

(2)
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN DAN


PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


a. Daerah adalah Daerah Kabupaten Bombana;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bombana;
c. Bupati adalah Bupati Bombana;
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bombana;
e. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Pemerintah Daerah Otonom oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi;
f. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bombana;
g. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris DPRD Kabupaten Bombana;
h. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
i. Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai Peraturan Perundang-undangan;
j. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah;
k. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat dengan
APBD adalah suatu rencana Anggaran Tahunan Daerah Kabupaten Bombana yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD;
l. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat dan atau pegawai Daerah yang
ditunjuk, diangkat dan diberi kewenangan tertentu dalam kerangka Pengelolaan
Keuangan Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
m. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Bupati yang
karena jabatannya mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan keseluruhan
Pengelolaan Keuangan Daerah dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bombana;
n. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah Pejabat yang
diberi kewenangan oleh Bupati untuk mengelola Penerimaan dan Pengeluaran Kas
Daerah serta segala bentuk Kekayaan Daerah lainnya;
o. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah oleh Bendahara Umum
Daerah;
p. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan
fungsi keuangan tertentu untuk melaksanakan kegiatan pada Satuan Pemegang
Kas dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja Pengguna Anggaran;
q. Satuan Pemegang Kas adalah unit yang dipimpin oleh Pemegang Kas yang terdiri
dari beberapa Pembantu Pemegang Kas yang melaksanakan masing-masing fungsi
Keuangan Daerah;
r. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bombana yang
selanjutnya disebut Perhitungan APBD adalah Laporan Pelaksanaan Atas Anggaran,
yang meliputi Penerimaan dan Pengeluaran dalam Tahun Anggaran yang
bersangkutan;
s. Peraturan Daerah tentang APBD, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD adalah
dokumen yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana yang
diundangkan dalam Lembaran Daerah;

(3)
t. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam Tahun
Anggaran;
u. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode Tahun
Anggaran yang bersangkutan;
v. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode Tahun
Anggaran yang bersangkutan;
w. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode Tahun
Anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak daerah;
x. Sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu adalah selisih lebih realisasi pendapatan
terhadap realisasi belanja daerah dan merupakan komponen pembiayaan ;
y. Defisit Anggaran adalah Selisih Kurang Pendapatan Daerah terhadap Anggaran
Belanja Daerah atau Anggaran Pendapatan Daerah lebih kecil dari APBD ;
z. Surplus Anggaran adalah selisih lebih Anggaran Pendapatan Daerah terhadap
Anggaran Belanja Daerah dalam periode satu tahun anggaran ;
aa.Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode Tahun
Anggaran tertentu yang menjadi beban daerah;
bb.Pembiayaan adalah seluruh transaksi Keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk
menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah;
cc. Barang Daerah adalah semua barang milik daerah yang berasal dari pembelian
dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau
berasal dari perolehan lainnya yang sah;
dd.Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Daerah sebagai akibat
penyerahan uang, barang dan jasa kepada Daerah atau akibat lainya berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
ee. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak Daerah atau kewajiban
pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau jasa
oleh daerah atau akibat lainnya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku;
ff. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima
dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga Daerah
dibebani kewajiban untuk membayar kembali tidak termasuk kredit jangka pendek
yang lazim terjadi dalam perdagangan;
gg.Pertanggung jawaban akhir tahun anggaran adalah pertanggung jawaban Bupati
kepada DPRD atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah selama satu tahun
anggaran yang merupakan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD Kabupaten
Bombana berdasarkan tolok ukur Renstra;
hh.Pertanggung jawaban Akhir Masa Jabatan adalah Pertanggung jawaban Bupati
kepada DPRD atas penyelenggaraan pemerintahan daerah selama masa jabatan
Bupati yang berdasarkan tolok ukur Renstra;
ii. Belanja Operasional dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum adalah
pengeluaran sebagai akibat dari adanya belanja modal/investasi tahun
sebelumnya;
jj. Belanja Modal/investasi adalah pengeluaran-pengeluaran yang bersifat investasi
dan menambah kekayaan Daerah;
kk. Pengeluaran tidak tersangka adalah pengeluaran untuk aktivitas yang tidak
terduga atau kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, bencana sosial
dan pengeluaran tidak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka
penyelenggaraan Kewenangan Pemerintahan Daerah.

BAB II
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 2

(1) Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi keseluruhan proses perencanaan,


pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban yang berkaitan dengan
APBD.

(4)
(2) Pengelolaan Keuangan Daerah seperti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara terencana, tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
ekonomis, efisien, efektif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan dengan
memperhatikan asas demokrasi dan keadilan serta bersifat aspiratif terhadap
kepentingan publik.

Pasal 3

APBD merupakan cerminan aspirasi masyarakat Daerah sebagai Dasar Pengelolaan


Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu.

Pasal 4

(1) Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, fungsi pengawasan dibedakan dengan


fungsi pemeriksaan.
(2) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan alat
pengendalian yang lebih bersifat preventif yang ditujukan untuk meningkatkan
daya guna dan hasil guna anggaran.
(3) Fungsi pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan fungsi
penilaian independen yang dilakukan oleh yang berwenang atas setiap aktivitas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pasal 5

Pengaturan dan fungsi setiap perangkat Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tata cara
Pelaksanaan Pertanggung jawabannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 6
Tahun fiskal APBD sama dengan Tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 7
Dalam menyusun APBD, jumlah Anggaran Pengeluaran harus didukung oleh jumlah
yang cukup dengan jumlah Anggaran Penerimaan.

Pasal 8
Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah yang tidak berkaitan dengan Pelaksanaan
Dekosentrasi merupakan Penerimaan dan Pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi.

Pasal 9
(1) Jumlah Pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas minimal
yang terukur secara rasional untuk setiap sumber Pendapatan Daerah.
(2) Jumlah Belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas maksimal yang
dapat dikelurkan untuk setiap jenis belanja.
(3) Setiap Belanja atas beban APBD yang tidak dianggarkan atau tidak cukup
tersedia anggarannya atau untuk tujuan yang lain tidak diperkenankan selain
yang telah ditetapkan oleh APBD.
(4) Perkiraan sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada
APBD tahun berikutnya.
(5) Realisasi sisa lebih perhitungan APBD tahun lalu dicatat sebagai saldo awal pada
perubahan APBD.

Pasal 10
Anggaran Belanja Daerah disusun tidak boleh melebihi dan atau disesuaikan dengan
Anggaran Pendapatan Daerah.

Pasal 11
Semua transaksi Keuangan Daerah baik berupa transaksi dalam bentuk Penerimaan
Daerah maupun transaksi dalam bentuk Pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Kas
Daerah.

(5)
Pasal 12

(1) Pemerintah Daerah juga dapat menyediakan anggaran untuk membiayai


pengeluaran yang tidak tersangka.
(2) Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disediakan dalam bagian
anggaran tersendiri.
(3) Penggunaan Anggaran Pengeluaran yang tidak tersangka sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diberitahukan kepada dan atau sepengetahuan DPRD.
(4) Pengeluaran yang tidak tersangka hanya bisa digunakan untuk membiayai
kegiatan-kegiatan yang tak terduga dan kejadian-kejadian yang luar biasa.

Pasal 13

(1) Pembentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), menetapkan tujuan,
besaran dan sumber Dana Cadangan serta Jenis Program Kegiatan yang dibiayai
dari Dana Cadangan tersebut.

Pasal 14

(1) Pengisian Dana Cadangan setiap tahun dianggarkan dalam kelompok


Pembiayaan Jenis Pengeluaran Daerah, Obyek Transfer ke Dana Cadangan.
(2) Penggunaan Dana Cadangan dianggarkan pada :
Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Transfer dari Dana
Cadangan.
Dana Cadangan pada akhir periode didasarkan pada jumlah Pembiayaan yang
berupa Penerimaan transfer dari Dana Cadangan.

Pasal 15

Tata cara Pelaksanaan kegiatan Persiapan tersebut ditetapkan dengan Keputusan


Bupati dan disampaikan kepada Pimpinan DPRD.

BAB III

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Bagian Pertama
Struktur APBD

Pasal 16

(1) Struktur APBD adalah merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
Pendapatan Daerah;
a. Belanja Daerah;
b. Pembiayaan.
(2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi semua
penerimaan yang merupakan hak Daerah dalam satu tahun anggaran yang akan
menjadi penerimaan Kas Daerah.
(3) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi semua
pengeluaran yang merupakan kewajiban Daerah dalam satu tahun anggaran
yang akan menjadi beban Kas Daerah.
(4) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi transaksi keuangan
untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
(5) Bentuk dan susunan APBD yang tercantum dalam lampiran adalah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(6)
Pasal 17

(1) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), diklasifikasikan
menurut bidang Pemerintahan Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Setiap bidang Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang bertindak sebagai penanggungjawab
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(3) Dalam rangka penyusunan Keuangan Daerah dan klasifikasi struktur APBD
sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1), disusun berdasarkan pada
nomenklatur anggaran.

Pasal 18

(1) Semua Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan dianggarkan secara Bruto dalam
APBD.
(2) Jumlah Anggaran Pembiayaan sama dengan surplus atau Defisit Anggaran.

Bagian Kedua
Pendapatan

Pasal 19

(1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), dirinci
menurut Kelompok Pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana
Perimbangan dan lain-lain Pendapatan yang sah.
(2) Setiap kelompok pendapatan dirinci menurut Jenis Pendapatan dan setiap Jenis
Pendapatan dirinci menurut Obyek Pendapatan dan setiap Obyek Pendapatan
dirinci menurut rincian Obyek Pendapatan.

Bagian Ketiga
Belanja

Pasal 20

(1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf b, terdiri
dari Belanja Aparatur Daerah dan Belanja Pelayanan Publik.
(2) Masing-masing bagian Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b, dirinci menurut kelompok Belanja yang meliputi :
a. Belanja Administrasi Umum;
b. Belanja Operasional dan Pemeliharaan;
c. Belanja Modal;
(3) Setiap kelompok Belanja dirinci menurut Jenis Belanja, setiap Jenis Belanja
dirinci menurut Obyek Belanja dan setiap Obyek Belanja dirinci menurut rincian
Obyek Belanja.

Bagian Keempat
Pembiayaan

Pasal 21

Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf c, dirinci menurut
Sumber Pembiayaan yang merupakan Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.

Pasal 22

(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Cadangan guna membiayai


kebutuhan dana yang tidak dapat dibebankan dalam satu Tahun Anggaran.

(7)
(2) Penganggaran Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
bersumber dari kontribusi tahunan Penerimaan APBD, dengan pengecualian
Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat dan Pinjaman Daerah.
(3) Semua sumber Penerimaan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan semua Pengeluaran atas beban Dana Cadangan dicatat dan dikelola
dalam APBD.
(4) Pengeluaran untuk menutup kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibebankan kepada Rekening Dana Cadangan.
(5) Posisi Dana Cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Laporan Pertanggung jawaban APBD.

BAB IV
PROSES PENYUSUNAN APBD

Bagian Pertama
Arah, Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas

Pasal 23

(1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah, bersama-sama


DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD.
(2) Dalam menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diawali dengan penjaringan aspirasi masyarakat dengan
berpedoman pada Rencana Strategi Daerah dan atau Dokumen Perencanaan
Daerah lainnya yang ditetapkan Daerah serta pokok-pokok Kebijakan Nasional
dibidang keuangan oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 24

(1) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada
Pasal 9 ayat (1), Pemerintah Daerah menyusun strategis dan prioritas APBD .
(2) Berdasarkan strategis dan prioritas APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan Keuangan Daerah,
Pemerintah Daerah menyiapkan rancangan APBD.

Bagian Kedua
Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran

Pasal 25

(1)Strategi dan Prioritas APBD yang telah ditetapkan oleh Bupati menjadi pedoman
bagi Perangkat Daerah dalam menyusun Usulan Program, Kegiatan dan
Anggaran.
(2)Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun berdasarkan prinsip-prinsip kinerja.

Pasal 26

(1)Usulan Program, Kegiatan dan Anggaran setiap perangkat Daerah sebagaimana


dimaksud pada Pasal 11 ayat (1) dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan
Kerja.
(2)Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaiman dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada Bupati untuk dibahas oleh tim anggaran eksekutif dalam
rangka penyusunan Rancangan APBD.
(3)Tata cara pembahasan Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.

(8)
Bagian Ketiga
Penetapan Rancangan APBD

Pasal 27

(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beserta lampirannya disampaikan


oleh Bupati kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan.
(2) Apabila Rancangan APBD tidak disetujui oleh DPRD, maka Bupati berkewajiban
menyempurnakan Rancangan APBD tersebut.
(3) Penyempurnaan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus
disampaikan kembali kepada DPRD paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
waktu penolakan.
(4) Apabila Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak disetujui
oleh DPRD, maka Bupati menggunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar
pengurusan Keuangan Daerah.

Pasal 28

Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang disetujui oleh DPRD, disahkan oleh
Bupati menjadi Peraturan Daerah paling lambat satu bulan setelah Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) ditetapkan sebagai Landasan Operasional
Pengendalian Manajemen Anggaran yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB V
PERUBAHAN APBD

Bagian Pertama
Proses Perubahan APBD

Pasal 29
(1) Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan :
a. Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat
strategis;
b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target Penerimaan Daerah yang
ditetapkan;
c. Terjadi kebutuhan yang mendesak.
(2) Hal-hal yang melatarbelakangi perubahan APBD dibahas bersama dan disetujui
oleh DPRD, dan perubahan APBD tersebut dituangkan dalam Perubahan Arah
dan Kebijakan Umum APBD.

Pasal 30

(1) Perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah, paling lambat 3 (tiga)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
(2) Perubahan APBD dilakukan dalam Rapat Paripurna DPRD.

Bagian Kedua
Pergeseran APBD

Pasal 31

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan pergeseran anggaran untuk meningkatkan


efisiensi dan efektifitas pelaksanaan anggaran.
(2) Pergeseran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hanya dapat dilakukan pada
satu rincian kegiatan yang disetujui oleh DPRD.

(9)
(3) Mekanisme pergeseran APBD ditetapkan dengan Keputusan Bupati sesuai
Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI

PELAKSANAAN ANGGARAN

Bagian Pertama
Penerimaan dan Pengeluaran APBD

Pasal 32

(1) Setiap Perangkat Daerah yang ditunjuk untuk bertugas memungut atau
menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan Intensifikasi Pemungutan
atau Penerimaan Pendapatan Daerah tersebut.
(2) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disetor sepenuhnya
tepat pada waktunya ke rekening Kas Daerah sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunga atau
nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau
jasa dan dari penyimpanan dan atau penempatan uang Daerah merupakan
Pendapatan Daerah.

Pasal 33
Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan
sebelum ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD dan ditempatkan dalam
Lembaran Daerah.

Pasal 34

(1) Untuk setiap pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan
Otorisasi (SKO) atau Surat Keputusan lainnya yang disamakan.
(2) Penerbitan Surat keputusan Otorisasi (SKO) atau Surat Keputusan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Bupati.

Pasal 35

(1) Setiap pembebanan APBD harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan sah
mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
(2) Setiap orang yang diberi wewenang menandatangani dan atau mengesahkan
Surat Bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD
bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat penggunaan bukti tersebut.

Pasal 36

(1) Pengguna Anggaran Daerah mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP)


untuk melaksanakan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat
(2).
(2) Pembayaran yang membebani APBD dilakukan dengan Surat Perintah Membayar
(SPM).
(3) Pemegang Kas Daerah membayar berdasarkan SPM setelah di keluarkannya
Daftar Penguji.

Pasal 37

Semua transaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaran


Daerah dilaksanakan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Daerah.

( 10 )
Pasal 38

(1) Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah dibebankan dalam APBD.


(2) Pegawai Negeri Sipil Daerah tersebut dapat diberikan tambahan penghasilan
berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan
Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pembiayaan Pensiun Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diangkat oleh Pemerintah
Daerah menjadi tanggungjawab Daerah.

Bagian Kedua
Penatausahaan Keuangan Daerah

Pasal 39

(1) Setiap pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah menyelenggarakan Penatausahaan


Daerah dengan melakukan Penerimaan, Pengeluaran, Pembukuan,
mengendalikan dan mempertanggungjawabkan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Penatausahaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga
Akuntansi Keuangan Daerah

Pasal 40

(1) Penatausahaan dan Akuntansi Keuangan Daerah berpedoman pada standar


akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah yang berlaku.
(2) Penatausahaan Keuangan Daerah memuat sistem dan prosedur Akutansi yang
meliputi dokumen, catatan, fungsi yang terkait dan prosedur penatausahaan
dalam mekanisme Pengelolaan Keuangan Daerah.

BAB VII

KEWENANGAN BUPATI DALAM PENGELOLAAN DAN


PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama
Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 41

(1) Bupati mempunyai kewenangan sebagai Pemegang Kekuasaan Umum


Pengelolaan Keuangan Daerah.
(2) Dalam hal Bupati berhalangan, maka Wakil Bupati dapat mewakili Pemegang
Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah yang dilakukan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(3) Selaku pejabat Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Bupati dapat
mendelegasikan wewenangnya kepada Sekretaris Daerah dan atau Perangkat
Pengelolan Keuangan Daerah

Pasal 42

Pendelegasian wewenang dan penunjukan Perangkat Pengelola Keuangan Daerah


sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Bupati.

Pasal 43

( 11 )
(1) Pejabat Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (3), mempunyai kewenangan tugas
dan fungsi menyelenggarakan keseluruhan Pengelolaan Keuangan Daerah dan
menyampaikan pertanggungjawabannya kepada DPRD.
(2) Untuk dapat melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan oleh Bupati guna
melaksanakan anggaran.

Bagian Kedua
Pengawasan Keuangan Daerah

Pasal 44

(1) Pengawasan internal Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan oleh Pejabat


Pemerintah Daerah yang ditunjuk dan diangkat oleh Bupati.
(2) Pejabat Pengawas internal Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), tidak diperkenankan mempunyai jabatan lain di
Pemerintahan Daerah.

Pasal 45

Pejabat Pengawas Internal Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud


pada Pasal 44 ayat (1), melaporkan hasil pengawasannya kepada Bupati.

BAB VIII

KEWENANGAN DPRD DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama
Fungsi Pengawasan DPRD

Pasal 46

(1) Pengawasan umum atas Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh DPRD.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Pengelolaan Anggaran DPRD

Pasal 47

(1) Setiap tahun Pimpinan DPRD dan Panitia Anggaran serta Sekretaris DPRD
menyusun Rencana Anggaran Belanja DPRD.
(2) Anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disusun dengan
memperhatikan strategi dan prioritas anggaran sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Anggaran Belanja DPRD dan Sekeretaris DPRD merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari APBD.
(4) Pengelolaan Keuangan DPRD dilaksanakan oleh Sekretaris DPRD dan
pertanggung jawaban Keuangan DPRD berpedoman pada ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

( 12 )
BAB IX

PENGELOLAAN BARANG DAN JASA DAERAH

Bagian Pertama
Pengelolaan Barang dan Jasa Daerah

Pasal 48

(1) Bupati mengatur Pengelolaan Barang dan Jasa Daerah.


(2) Perangkat Daerah dan Sekretaris DPRD adalah sebagai pengguna dan pengelola
barang dan jasa bagi unit kerja yang dipimpinnya.

Pasal 49

Pengguna barang dan jasa wajib mengelola Barang dan Jasa Daerah sesuai Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50

Tata Cara Pengelolaan Barang dan Jasa Daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Daerah tersendiri.

Pasal 51
(1) Pengadaan barang dan atau jasa hanya dapat dibebankan kepada APBD untuk
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Perangkat Daerah
yang bersangkutan dan Sekretaris DPRD.
(2) Prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa atas beban APBD diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Bupati berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Pasal 52

Pencatatan Barang Daerah dilakukan sesuai Standar Akutansi Keuangan Pemerintah.

BAB X

PINJAMAN DAN INVESTASI DAERAH

Bagian Pertama
Pinjaman Daerah

Pasal 53

(1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat melakukan pinjaman baik
pinjaman Dalam Negeri maupun Pinjaman Luar Negeri.
(2) Pinjaman Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersumber dari :
a. Pemerintah Pusat;
b. Lembaga Keuangan Bank;
c. Lembaga Keuangan bukan Bank;
d. Masyarakat;
e. Sumber lainnya.
(3) Pinjaman Daerah dari Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf
b, dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral dan dilakukan
melalui Pemerintah Pusat.

( 13 )
Pasal 54

Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 ayat (1) terdiri dari 2 (dua)
jenis yaitu :
a. Pinjaman Jangka Panjang;
b. Pinjaman Jangka Pendek.

Pasal 55

(1) Pinjaman Jangka Panjang hanya dapat digunakan untuk membiayai


pembangunan prasarana yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan
penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat
bagi pelayanan masyarakat.
(2) Pinjaman Jangka Panjang tidak dapat digunakan untuk membiayai Belanja
Administrasi Umum serta Belanja Operasional dan Pemeliharaan.

Pasal 56
Pinjaman Jangka Pendek guna pengaturan arus kas dalam rangka penerimaan Kas
Daerah.

Bagian Kedua
Investasi Daerah

Pasal 57

(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal,
deposito atau kerjasama dengan pihak ketiga.
(2) Sumber-sumber Pembiayaan investasi Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah.
(3) Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Pengelolaan sumber-sumber
Pembiayaan investasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan setiap akhir
tahun anggaran melaporkan hasil pelaksanaan kepada DPRD.

BAB XI

LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 58

(1) Dalam menjalankan tugas dan kewajiban Bupati menyusun Laporan


Pertanggung jawaban Keuangan Daerah baik pada akhir tahun anggaran, akhir
masa jabatan .
(2) Dalam hal Pertanggung jawaban untuk hal tertentu, Bupati wajib memberikan
pertanggung jawaban kepada DPRD atas permintaan DPRD yang berkaitan
dengan dugaan atas perbuatan pidana dan atau perbuatan yang dinilai dapat
menimbulkan krisis kepercayaan publik yang luas.
(3)Laporan pertanggung jawaban pada akhir tahun anggaran, dibacakan paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(4) Laporan pertanggung jawaban pada akhir masa jabatan dibacakan paling lambat
2 (dua) bulan setelah berakhirnya masa jabatan Bupati.

Pasal 59

Dalam memberikan dan membacakan Laporan Pertanggung jawaban Pengelolaan


Keuangan Daerah, Bupati tetap berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku.

( 14 )
Pasal 60

(1) Setiap triwulan, Bupati menyampaikan Laporan realisasi pelaksanaan APBD


kepada DPRD.
(2) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disampaikan paling
lambat 30 hari setelah akhir triwulan yang bersangkutan.
(3) Laporan triwulanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan Laporan
Perhitungan APBD Triwulanan.

Pasal 61

(1) Laporan Pertanggung jawaban akhir tahun anggaran terdiri dari :


a. Laporan Perhitungan APBD;
b. Nota Perhitungan APBD;
c. Laporan Aliran Kas;
d. Neraca Daerah.
(2) Laporan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah seperti sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus memenuhi kriteria berdasarkan tolok ukur Rencana
Strategis (Renstra).
(3) Tujuan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu untuk mendukung
penilaian atas pelaksanaan Kebijakan Pemerintah Daerah.

B A B XII

PERHITUNGAN APBD

Pasal 62

(1) Setiap akhir tahun anggaran Pemerintah Daerah wajib membuat perhitungan
APBD yang memuat perbandingan antara realisasi pelaksanaan APBD dengan
APBD.
(2) Perhitungan APBD harus menghitung selisih antara realisasi penerimaan dengan
anggaran penerimaan dan realisasi pengeluaran dengan anggaran pengeluaran
dengan menjelaskan alasannya.

BAB XIII

KERUGIAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 63

(1) Setiap Kerugian Daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai
akibat perbuatan yang melanggar hukum atau kelalaian, harus diganti oleh yang
bersangkutan atau yang lalai.
(2) Setiap Pimpinan Perangkat Daerah wajib melaporkan kepada Bupati Kerugian
Keuangan Daerah yang terjadi di lingkungannya.

Pasal 64

(1) Bupati wajib melakukan tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian yang
diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah.
(2) Penyelesaian kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

( 15 )
BAB XIV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 65

(1)Setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian Keuangan Daerah dikenakan sanksi


administrasi atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan
yang berlaku.
(2)Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.

B A B XV

PENYIDIKAN

Pasal 66

(1)Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi


wewenang khusus sebagai penyidik untuk melalukan penyelidikan tindak pidana
dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1984 tentang Hukum Acara Pidana.
(2)Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada dalam nomor (1) adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan mencari keterangan atau laporan
berkenan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan
sehubungan dengan tindak pidana;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain
berkenan dengan tindak pidana;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga kerja ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana;
g. Menyuruh berhenti dan melarang seseorang meninggalkan ruangan atau
tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas
orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. Memotret seseorang dan barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung
jawabkan.
(3)Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana.

B A B XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 67

( 16 )
Segala peraturan yang berkaitan dengan Pengelolaan Keuangan Daerah masih tetap
berlaku sepanjang belum diadakan Peraturan yang baru menurut Peraturan Daerah
ini.
B A B XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 68

(1)Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Perubahan APBD, Perhitungan


APBD ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
(2)Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang pelaksanaannya
akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 69

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatan dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bombana.

Ditetapkan di Rumbia
pada tanggal, 11 Oktober 2005
Pj. BUPATI BOMBANA,

Drs. H. DJALIMAN MADY, MM

Diundangkan di Rumbia
pada tanggal, 11 Oktober 2005

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOMBANA,

H. IDRUS EFFENDY KUBE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA


TAHUN 2005 NOMOR 17

( 17 )
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA
NOMOR 17 TAHUN 2005

TENTANG

PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH

I.UMUM
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan Pemerintah
Daerah yang bersih, serta pelaksanaan pembangunan di Kabuapten Bombana
lebih berhasil guna dan berdaya guna, dirasakan perlu menata kembali
tatacara Pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih efisien, efektif, transparan
dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan jiwa dan semangat Otonomi
Daerah.

Pada dasarnya Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan bagian dari sub


sistem penyelenggaraan Pemerintah yang lebih luas. Ditinjau dari aspek
ekonomi, perubahan yang utama terletak pada pandangan bahwa sumber-
sumber ekonomi yang tersedia di daerah harus dikelola secara mandiri dan
bertanggungjawab dalam arti hasil-hasilnya harus lebih diorientasikan pada
kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat di daerah. Aspek Pengelolaan
Keuangan Daerah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah khususnya Pasal 78 sampai dengan pasal 86.
juga dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah khususnya Pasal 23
ayat (1) bahwa Ketentuan tentang Pokok-Pokok Keuangan Daerah diatur
dengan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan undang-undangan yang
berlaku.

Sebagai sub sistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan maka


sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bombana diharapkan mampu
memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil, rasional dan
transparan sebagaimana yanmg diamanatkan oleh kedua Undang-Undang
diatas. Dengan pengaturan tersebut diharapkan terdapat keseimbangan yang
lebih transparan dan akuntable dalam pendistribusian kewenangan,
pembiayaan dan sistem pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam
melanjutkan pelaksanaan Otonomi Daerah. Pengelolaan Keuangan Daerah ini
akan berisi Landasan Pokok mengenai penataan, pengelolaan dan
pertanggungjawabab Keuangan Daerah yang materinya terdiri dari :
a. Ketentuan Umum;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
c. Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

d. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;


e. Pelaksanaan Anggaran
f. Pengelolaan Keuangan Daerah;
g. Kewenangan Bupati dalam Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Daerah;
h. Kewenangan DPRD dalam Pengelolaan Keuangan Daerah;
i. Pengelolaan Barang dan Jasa Daerah;
j. Pinjaman dan Investasi Daerah;

( 18 )
k. Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah;
l. Perhitungan APBD
m. Kerugian Keuangan Daerah
n. Ketentuan Peralihan;
o. Ketentuan Penutup

II. PENJELASAN PASAL PERPASAL


Pasal 1 : Cukup jelas

Pasal 2 :
Ayat (1) : Yang dimaksud dengan satu kesatuan pada ayat ini
adalah bahwa dokumen APBD merupakan
rangkuman seluruh jenis pendapatan, Belanja dan
sumber-sumber pembiayaannya.
Ayat (2) : Dalam satu tahun anggaran apabila jumlah
Pendapatan yang dianggarkan lebih besar daripada
jumlah Belanja yang dianggarkan selisihnya adalah
Surplus anggaran. Jika sebaliknya jumlah
pendapatan lebih kecil daripada jumlah Belanja
yang dianggarkan selisihnya adalah defisit.
Ayat (3) : Yang dimaksud dengan Belanja Daerah menurut
organisasi adalah satu kesatuan Pengguna Anggaran
seperti DPRD dan Sekretariat DPRD, Bupati dan
Wakil Bupati, Sekretaris Daerah serta Dinas Daerah
dan Lembaga teknis daerah lainnya.
2 Fungsi Belanja misalnya pendidikan, kesehatan dan
fungsi-fungsi lainnya ,
3 Jenis Belanja yaitu seperti belanja pegawai, belanja
barang, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan
dinas dan belanja modal.

Ayat (4) : Sumber-sumber pembiayaan yang merupakan


penerimaan daerah antara lain seperti sisa lebih
perhitungan anggaran tahun lalu, penerimaan
pinjaman dan obligasi serta penerimaan dari jumlah
penjualan Aset Daerah yang dipisahkan.

Ayat (5) : Cukup Jelas

Pasal 3
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Yang dimaksud dengan nomenklatur anggaran yaitu
sistem pengkodean Anggaran yang didasarkan atas
kelompok akun, sumber pendapatan, jenis biaya
dan unit organisasi.

Pasal 4 : Cukup jelas

Pasal 5 : Cukup jelas

Pasal 6 : Cukup jelas

Pasal 7 : Sumber pembiayaan yang dimaksud pada ayat ini


yaitu :

( 19 )
4 Penerimaan Daerah terdiri dari : Sisa lebih
perhitungan anggaran tahun yang lalu, Transfer dari
dana cadangan, Penerimaan pinjaman dan obligasi.
5 Pengeluaran Daerah terdiri dari : Transfer ke dana
cadangan, penyertaan modal, pembayaran utang
pokok yang jatuh tempo dan sisa lebih perhitungan
anggaran tahun berjalan.
Pasal 8
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Dana Cadangan tersebut digunakan untuk
membiayai kebutuhan seperti rehabilitasi prasarana,
keindahan kota, pelestarian lingkungan hidup,
sehingga biaya rehabilitasi tersebut dibebankan
pada beberapa Tahun Anggaran.
Ayat (3) : Cukup Jelas
Ayat (4) : Cukup Jelas
Ayat (5) : Cukup Jelas

Pasal 9 : Cukup Jelas

Pasal 10
Ayat (1) : Yang dimaksud bersama-sama dalam ayat ini
pelaksanaannya dilakukan oleh panitia anggaran.
Ayat (2) : Kegiatan Persiapan yang dimaksud pada ayat (1)
adalah :
a. Penyusunan, Pengusulan, Pembahasan dan
Penetapan Daftar Usulan Proyek Daerah (DUPDA)
/ Daftar Usulan Kegiatan Daerah (DUKDA).
b. Melakukan analisis terhadap potensi Pendapatan
Asli Daerah.
c. Menampung aspirasi dari Pemerintah Desa dan
masyarakat pada umumnya

Pasal 11 : Cukup jelas

Pasal 12 : Cukup jelas

Pasal 13 : Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1) Huruf : a. Cukup jelas
b. Cukup jelas
c. Ketentuan yang dimaksud dalam ayat ini adalah
seperti bencana alam, bencana sosial yang tidak
cukup disediakan Anggaranya dalam Pengeluaran
tidak tersangka.
Ayat (2) : Cukup jelas

Pasal 15 : Cukup Jelas

Pasal 16 : Cukup jelas

Pasal 17 : Cukup Jelas

Pasal 18

( 20 )
Ayat (1) : Cukup Jelas

Ayat (2) : Ketentuan ini dimaksudkan untuk terciptanya sistem


pengendalian internal terutama dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Ayat (3) : Semua manfaat yang bernilai uang dibukukan
sebagai Pendapatan Daerah dan dianggarkan dalam
APBD.

Pasal 19 : Tindakan yang dimaksud dalam ayat ini tidak


termasuk penerbitan Surat Keputusan yang
berkaitan dengan Kepegawaian yang formasinya
rancangan APBD tidak atau belum disetujui oleh
DPRD.

Pasal 20
Ayat (1) : Surat Keputusan Otorisasi merupakan dokumen
APBD yang menjadi dasar setiap pengeluaran atas
beban APBD.
Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 21
Ayat (1) : Bukti yang dimaksud dalam ayat ini adalah Kuitansi
Faktur, Surat Penerimaan Barang, Perjanjian
Pengadaan Barang dan Jasa.

Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 22
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Surat Perintah Membayar merupakan dokumen
APBD yang menjadi dasar untuk melakukan
pembayaran atas beban APBD. Surat Perintah
Membayar ditetapkan oleh Bendahara Umum
Daerah atau Pejabat yang ditetapkan oleh
Bendahara Umum Daerah.
Ayat (3) : Cukup Jelas

Pasal 23 : Cukup Jelas

Pasal 24 :
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Tambahan penghasilan yang dimaksud pada ayat ini
diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
pegawai berdasarkan prestasi kerja tempat bertugas
dan kelangkaan profesi.
Ayat (3) : Yang dimaksud Pegawai Negeri Sipil dalam ayat ini
adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diangkat
oleh Pemerintah Daerah mulai tanggal
pengangkatan.
Pasal 25 : Cukup Jelas

Pasal 26
Ayat (1) : Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah dalam
menyelenggarakan Penatausahaan Keuangan

( 21 )
Daerah berpedoman pada Standar Akutansi
Keuangan Daerah yaitu berpedomanan pada prinsip-
prinsip yang mengatur perlakuan akutansi yang
menjamin konsistensi pelaporan keuangan.
Ayat (2) : Selama standar akutansi Keuangan Pemerintah
Daerah belum tersusun, Daerah tetap menggunakan
sistem dan prosedur akutansi yang berlaku saat ini.

Pasal 27 : Cukup jelas

Pasal 28 : Ketentuan ini berarti bahwa APBD merupakan


rencana pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
dalam tahun anggaran tertentu, dengan demikian
pemungutan semua penerimaan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk
memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD
sehingga menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian,
pemeriksaan dan Pengawasan Keuangan Daerah.

Pasal 29 : Cukup Jelas

Pasal 30 : Cukup Jelas

Pasal 31 : Cukup Jelas

Pasal 32 : Cukup jelas

Pasal 33 : Pelaksanaan dekonsentrasi atau tugas perbantuan


didaerah diberitahukan kepada DPRD.

Pasal 34 : Ketentuan pasal ini berarti daerah tidak boleh


menganggarkan pengeluaran tanpa kepastian
terlebih dahulu mengenai ketersediaan sumber
pembiayaannya dan mendorong daerah untuk
meningkatkan efisiensi pengeluarannya.

Pasal 35 : Cukup Jelas

Pasal 36 : Cukup Jelas

Pasal 37 :
Ayat (1) : Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah meliputi
antara lain :
2 Fungsi perencanaan umum;
3 Fungsi Penyusunan Anggaran;
4 Fungsi Pemungutan Pendapatan;
5 Fungsi Perbendaharaan dan Pertanggung
-jawaban;
6 Fungsi Pengendalian dan Pemeriksaan.
Ayat (2) : Cukup jelas
Ayat (3) : Cukup jelas

Pasal 38 : Cukup Jelas

Pasal 39 : Cukup Jelas

( 22 )
Pasal 40 : Cukup Jelas

Pasal 41 :
Ayat (1) : Cukup jelas
Ayat (2) : Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
yang dilakukan oleh wakil Bupati adalah meliputi
fungsi perencanaan umum, fungsi penyusunan
program kegiatan, fungsi penyusunan anggaran,
fungsi pemungutan pendapatan, fungsi
perbendaharaan umum daerah, fungsi penggunaan
anggaran, fungsi pengendaliandan fungsi
pemeriksaan dan pertanggungjawaban.
Ayat (3) : Cukup Jelas

Pasal 42 : Kekuasaan umum yang didelegasikan minimal


adalah kewenangan yang berkaitan dengan tugas
sebagai Bendahara Umum Daerah, Sekretaris
Daerah atau Pimpinan Perangkat Pengelolaan
Keuangan Daerah
Pasal 43 : Cukup Jelas

Pasal 44
Ayat (1) : Pengawasan internal Pengelolaan Keuangan Daerah
bertujuan untuk menjaga efisiensi, efektifitas dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah atas nama Bupati.

Pengawasan yang dilakukan ini selain melakukan


pengawasan atas urusan Kas/Uang juga dapat
mempengaruhi kekuatan dan daya guna Keuangan
Daerah.
Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 45 : Cukup Jelas

Pasal 46
Ayat (1) : Pengawasan yang dilakukan pada ayat ini dengan
bukan pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih
mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran
yang telah ditetapkan dalam APBD.
Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 47
Ayat (1) : Rencana Anggaran yang dimaksud dibahas bersama
eksekutif untuk selanjutnya dicantumkan dalam
RAPBD. Setelah APBD ditetapkan dengan
Peraturan Daerah dan ditetapkan dalam Lembaran
Daerah, Ketua DPRD menetapkan Keputusan DPRD
sebagai dasar pelaksanaan oleh Sekretariat DPRD.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Cukup Jelas
Ayat (4) : Cukup Jelas

Pasal 48 : Cukup Jelas

( 23 )
Pasal 49 : Pengelolaan Barang dan Jasa meliputi Perencanaan,
Penentuan Kebutuhan, Penganggaran, Pengadaan,
Penyimpanan dan Penyaluran Inventarisasi,
Pengendalian, Pemeliharaan, Pengamanan dan
Penghapusan.
Pasal 50 : Cukup Jelas

Pasal 51 : Cukup Jelas

Pasal 52 : Pencatatan berdasarkan Standar Akuntasi Keuangan


Pemerintah Daerah yang dimaksud dilaksanakan
secara bertahap sesuai kondisi masing-masing
Daerah.
Pasal 53 :
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : a. Ketentuan-ketentuan mengenai pinjaman yang
bersumber dari Pemerintah Pusat seperti :
6 Jangka Waktu Pinjaman
7 Masa Tenggang
8 Tingkat Bunga
9 Cara Perhitungan dan Pembayaran bunga
10 Pengadministrasian dan penyaluran dan
pinjaman ditetapkan oleh Menteri Keuangan
b. Pelaksanaan pinjaman yang bersumber dari
lembaga keuangan Bank mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Pelaksanaan pinjaman yang bersumber dari
lembaga keuangan bukan Bank mengikuti
ketentuan perundang-undangan yang berlaku
d. Pinjaman daerah yang bersumber dari
masyarakat antara lain melalui penerbitan
obligasi daerah mengikuti peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
e. Yang dimaksud sumber lainnya adalah pinjaman
daerah selain sumber tersebut diatas misalnya
pinjaman daerah dari Pemerintah Daerah lainnya.
Ayat (3) : Cukup Jelas

Pasal 54 : Cukup Jelas

Pasal 55
Ayat (1) : Yang dimaksud menghasilkan penerimaan adalah
hasil penerimaan yang berkaitan dengan
pembangunan prasarana yang dibiayai dan
pinjaman jangka panjang tersebut baik yang
langsung maupun tidak langsung.
Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 56 : Pinjaman Jangka Pendek hanya dapat digunakan


untuk membantu kelancaran arus Kas.
Dana Cadangan tahap awal suatu Investasi yang
dibiayai dengan pinjaman Jangka Panjang, setelah
ada kepastian tentanbg tersedianya Pinjaman
Jangka Panjang yang bersangkutan.

( 24 )
Pasal 57 :
Ayat (1) : Investasi dalam bentuk penyertaan modal yaitu
penyertaan modal. Pemerintah Daerah yang
dilakukan melalui Badan Usaha Milik Daerah.
Deposito adalah simpanan berjangka pada Bank
yang sehat dalam rangka penganggaraan, investasi
dicantumkan pada Anggaran Pembiayaan.
Ayat (2) : Cukup Jelas
Ayat (3) : Cukup Jelas
Pasal 58 : Cukup Jelas

Pasal 59 : Laporan pertanggungjawaban yang dimaksud pada


pasal ini didahului dengan pidato/sambutan Bupati
Bombana sebagai pengantar dan berisikan
penjelasan umum Laporan Pertanggungjawaban
Akhir Tahun Anggaran.

Pasal 60 :
Ayat (1) : Laporan dimaksud pada ayat ini memuat tentang
kemajuan pelaksanaan APBD pertriwulanan.
Ayat (2) : Cukup Jelas.

Pasal 61
Ayat (1) : a. Cukup Jelas.
b.Sistimatika Nota Perhitungan APBD adalah
sebagaimana diatur dalam KEPMENDAGRI No.
29 Tahun 2002 sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
1.1 Umum
1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Nota
Perhitungan APBD
1.3 Landasan Hukum Penyusunan Nota
Perhitungan APBD
1.4 Sistimatika Penulisan Nota Perhitungan
APBD.
BAB II Kinerja Keuangan Daerah
2.1 Arah dan Kebijakan Umum APBD
2.2 Rencana dan Prioritas APBD
2.3 Rencana Program / Kegiatan dan Target
Pencapaian Kinerja
2.4 Pelaksanaan Program / Kegiatan dan
Pencapaian Kinerja.

BAB III Ringkasan Realisasi APBD


3.1 Realisasi Pendapatan Daerah
3.2 Realisasi Belanja Daerah
3.3 Realisasi Pembiayaan
3.4 Realisasi Dana Cadangan

BAB IV P e n u t u p
c. Cukup Jelas
d.Penyusunan Neraca Daerah dilakukan sesuai
dengan standar akutansi keuangan Pemerintah
secara bertahap sesuai dengan kondisi masing-
masing Pemerintah.

( 25 )
Ayat (2) : Kriteria yang dimaksud pada ayat ini indikatornya
sebagai berikut :
a. Masukan : bagaimana tingkat atau besaran
sumber-sumber yang digunakan, sumber daya
manusia, dana material, waktu, teknologi dan
sebagainya.
b. Keluaran : bagaimana bentuk produk yang
dihasilkan langsung oleh kebijakan atau
program berdasarkan masukan (input) yang
digunakan.
c. Hasil: bagaimana tingkat pencapaian kinerja
yang diharapkan terwujud berdasarkan keluaran
(output) kebijakan atau program yang sudah
dilaksanakan.
d. Manfaat : bagaimana tingkat kemanfaatan yang
dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi
masyarakat maupun pemerintah.
e. Dampak : bagaimana dampaknya terhadap
kondisi makro yang ingin dicapai berasarkan
manfaat yang dihasilkan.

Ayat (3) : Cukup Jelas


Pasal 62
Ayat (1) : Cukup Jelas
Ayat (2) : Alasan harus menetapkan apakah selisih tersebut
disebabkan untuk faktor-faktor yang terkendali
atau tidak terkendali .

Pasal 63 : Cukup Jelas


Pasal 64 :
Ayat (1) : Kerugian daerah yang dimaksud dalam ayat ini
adalah kerugian yang nyata dan pasti jumlahnya,
seperti pembayaran dari Daerah kepada orang atau
badan yang tidak berhak. Oleh karena itu setiap
orang atau badan yang menerima pembayaran
demikian itu tergolong perubahan yang melawan
hukum.
Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 65 : Cukup Jelas

Pasal 66 : Cukup Jelas

Pasal 67 :
Ayat (1) : Perubahan APBD pada perhitungan ditetapkan
dalam Peraturan Daerah dan berlaku setelah
ditetapkan dalam Lembaran Daerah dan
disampaikan kepada Bupati Paling Lambat 15
(lima belas ) hari setelah ditetapkan.
Ayat (2) : Cukup Jelas

Pasal 68 : Cukup Jelas

( 26 )
( 27 )

Anda mungkin juga menyukai