Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dimasa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan atau
hukuman karena pelanggaran sosial, agama atau pun norma. Sehingga bagi
orang yang menderita ganguan jiwa dimasa lalu dianiaya, dihukum, dan di jauhi
atau diejek oleh masyarakat. Gangguan Jiwa merupakan salah satu dari empat
masalah kesehatan utama, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Gangguan jiwa tidak hanya di anggap sebagai gangguan yang menyebabkan
kematian secara langsung, namun juga menimbulkan ketidakmampuan individu
untuk berperilaku tidak produktif.
Menurut World Health Organization (WHO, 2009), telah memperkirakan
ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan mental, sekitar
10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama
hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara usia 18-21 tahun.
Menurut National Institute Of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di
tahun 2030 (WHO, 2009). Berdasarkan laporan nasional Riset Kesehatan Dasar/
RISKESDAS 2013 prevalensi nasional gangguan jiwa berat pada penduduk
Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh,
Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi RT (Rumah Tangga) yang
pernah memasung ART (Anggota Rumah Tangga) yang mengalami gangguan
jiwa berat sebesar 14,3% dan yang terbanyak mengalami gangguan jiwa berat
adalah penduduk yang tinggal di perdesaan sebesar (18,2%), serta pada
kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%).
Sedangkan di Provinsi Sumatera Utara jumlah pasien yang menderita skizofrenia
sebanyak 0,8 per mil. Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk
Indonesia 6% persen, dengan prevalensi ganguan mental emosional, dan yang
tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta,
dan Nusa Tenggara Timur.
Dari data keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Prof. Muhammad Ildrem
yang dirawat inap pada bulan Januari hingga Desember 2014, ditemukan bahwa
penderita Skizofrenia sebanyak 2014 jiwa. Dan penderita Skizofrenia Paranoid
pada tahun 2015 yang dirawat inap dibulan Februari sebanyak 144 jiwa dan
pada bulan Maret yang dirawat inap di RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem
sebanyak 163 jiwa. Dari data tersebut bahwasanya terjadinya peningkatan
penderita skizofrenia paranoid yang dirawat inap setiap bulannya di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Sumatera Utara pada tahun 2015.
Menurut Keliat, dkk (2005) ada beberapa ciri gangguan jiwa yang dapat di
identifikasi pada seseorang, yaitu marah tanpa sebab, mengurung diri, tidak
kenal orang lain, bicara kacau, bicara sendiri dan tidak mampu merawat diri.
Salah satu gangguan jiwa yang paling banyak dialami adalah skizofrenia. Di
rumah sakit jiwa sekitar 80% pasien yang dirawat dengan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan 25% dapat mandiri, 25% membutuhkan bantuan, dan
25% kondisi berat. Pasien dengan skizofrenia sangat erat hubungan nya dengan
perilaku kekerasan, bahkan biasanya pasien skizofrenia sering di bawa ke
Rumah Sakit Jiwa karena Perilaku kekerasan yang di lakukan oleh pasien`
Perilaku kekerasan merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan seseorang,
baik itu secara verbal maupun fisik yang akibatnya dapat mencederai diri sendiri,
lingkungan dan orang lain.

Kekambuhan pada klien gangguan jiwa disebabkan keluarga yang tidak


tahu bagaimana cara perawatan pasien dengan perilaku kekerasan di rumah.
Pengetahuan keluarga mengenai kesehatan mental merupakan awal usaha
memberikan iklim kondusif bagi anggota keluarga. Sebab keluarga adalah orang
yang sangat dekat dengan pasien serta dianggap paling banyak memberikan
pengaruh pada kehidupan individu pasien. Sehingga keluarga menjadi sangat
penting, karena keluarga merupakan sistem pendukung utama dalam membantu
perawatan dan penyembuhan pasien gangguan jiwa. Jadi keluarga berperan
penting dalam peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaian
kembali sikap klien.

Oleh karena itu peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan,


yaitu: mengambil keputusan untuk tindakan keperawatan yang tepat,
memberikan perawatan pada pasien jiwa dirumah, mempertahankan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat dan memanfaatkan fasilitas kesehatan
yang ada di masyarakat. Namun kenyataan nya tidak semua keluarga mampu
merawat pasien dengan gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 19 Januari 2017 dengan lima
orang keluarga pasien yang mempunyai keluarga dengan perilaku kekerasan di
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem, keluarga
mengatakan pada saat pasien mengalami kekambuhan di rumah, pasien
menunjukkan perilaku kekerasan, seperti mengamuk tanpa alasan yang pasti,
berteriak, berbicara, menghancurkan barang yang ada di sekitar nya, bahkan
pasien pernah melukai seseorang. Keluarga mengatakan tidak mengetahui
bagaimana cara menenangkan pasien, keluarga hanya menjauh meninggal kan
pasien ketika saat mengamuk. Empat diantara lima keluarga yang di wawancarai
mengatakan, bahwa keluarga menjauhi, menghindari, membenci pasien, dan
merasa malu memiliki keluarga dengan resiko perilaku kekerasan. Hal ini
menggambarkan bahwa masih negatifnya sikap keluarga terhadap penanganan
pasien dengan perilaku kekerasan.

Penelitian yang telah dilakukan Simatupang (2010) di Rumah Sakit Jiwa


Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan, bahwa ada hubungan yang rendah
antara tingkat pengetahuan keluarga tentang perilaku kekerasan terhadap
kesiapan keluarga dalam merawat pasien.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui


Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga Pada Perawatan Pasien Berulang
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Tahun 2017.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dilihat bahwa masih tingginya angka
kejadian Resiko Perilaku Kekerasan pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit
Jiwa, untuk itu penulis ingin mengetahui bagaimana perawatan pasien Resiko
Perilaku Kekerasan di rumah, sehingga pasien tidak mengalami kekambuhan
lagi.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga
Pada Perawatan Pasien Berulang Dengan Resiko Perilaku Kekerasan di
Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Tahun 2017.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Pengetahuan Keluarga Pada Perawatan Pasien
Berulang Dengan Resiko Perilaku Kekerasan.
b. Untuk Mengetahui Sikap Keluarga Pada Perawatan Pasien Berulang
Dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Keluarga
Dapat memberikan informasi pada keluarga akan pentingnya perawatan
pasien perilaku kekerasan di rumah dan di harapkan keluarga mampu
melakukan perawatan pada klien perilaku kekerasan di rumah sehingga
pasien tidak mengalami kekambuhan lagi.
2. Bagi Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem
Sebagai bahan masukan bagi perawat dan tenaga pelayanan kesehatan
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provinsi Sumatera Utara
untuk membuat rencana program pelayanan kesehatan jiwa dan
memberikan pengetahuan pada keluarga bagaimana cara merawat
pasien dengan perilaku kekerasan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan bacaan yang
bermanfaat bagi mahasiswa yang ada di jurusan keperawatan.
4. Bagi peneliti
Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan
perbandingan bagi peneliti. Penelitian ini juga memberikan pengalaman
dan wawasan, serta mengembangkan kemampuan ilmiyah dalam
penelitian pasien perilaku kekerasan.

Anda mungkin juga menyukai