Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL READING

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan


Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata FakultasKedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada :
dr. Evita Wulandari, Sp. M

Disusun Oleh :
Rizki Parlindungan Ritonga
20100310015

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN

JOURNAL READING

Disusun Oleh:
Rizki Parlindungan Ritonga
20100310015

Telah disetujui dan dipresentasikan pada 2 Februari 2016

Mengetahui,
Dokter pembimbing

dr. Evita Wulandari, Sp. M


DATA JURNAL

Nama Penulis : Faiz I Shakarchi

Judul Jurnal : Ocular tuberculosis: current perspectives

Asal Jurnal : Clinical Opthalmology

TBC Mata : Perspektif Saat Ini

Abstrak

Organisasi Kesehatan Dunia saat ini memperkirakan bahwa hampir dua miliar manusia, atau sepertiga dari
populasi manusia di dunia, terinfeksi oleh bakteri tuberkulosis, dan sekitar 10% dari orang yang terinfeksi
mempunyai gejala. TBC menginfeksi paru-paru pada 80% pasien, sementara 20% sisanya menginfeksi
organ-organ lain, termasuk mata. Uveitis dapat terjadi bersamaan dengan infeksi TBC, tapi hubungan
langsung antara keduanya sulit untuk dibuktikan. TBC mata biasanya tidak berkaitan dengan gejala
tuberkulosis pada paru, 60% dari pasien TB paru dapat tidak memiliki gejala atau keluhan pada parunya.
Penegakan diagnosis TB uveitis sering menjadi permasalahan dan dalam beberapa kasus hampir semua
melaporkan bahwa diagnosis hanya sebagai dugaan. Uveitis tuberkulosis adalah salah satu yang paling
berbahaya dari berbagai jenis uveitis lainnya dan dapat dipertimbangkan sebagai diagnosis banding pada
setiap jenis peradangan intraokular. Masih belum diketahui apa gejala pada okular akibat dari infeksi
Mycobacterium langsung atau reaksi hipersensitivitas hali ini tertulis pada pengelolaan uveitis TB.
Prevalensi TB sebagai penyebab uveitis dapat mencapai hingga 10% di daerah endemik. Uveitis TB adalah
penyakit yang mengancam penglihatan dan mau tidak mau dapat menyebabkan kebutaan jika tidak
didiagnosis dan diobati dengan benar. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menggambarkan berbagai gejala
klinis dan manajemen terhadap pasien yang dicurigai uveitis TB. Kajian ini berfokus pada kriteria
diagnostik, signifikansi uji kulit tuberkulin, dan penggunaan kortikosteroid sistemik dalam pengelolaan
uveitis TB seperti yang direkomendasikan dalam publikasi terbaru.

Kata kunci: TBC, uveitis, choroiditis, tuberculin


PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB), adalah penyakit multisistem yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB sudah ada sejak zaman kuno. Bukti pada pemeriksaan patologi,
TB ditemukan pada fragmen tulang belakang dari mumi Mesir. Di Yunani kuno, penyakit ini sianggap
sebagai suatu penyakit yang berbahaya. Pada tahun 1882, Robert Koch menemukan teknik pewarnaan
untuk menunjukkan MTB. Pada tahun 1944, streptomisin pertama kali digunakan untuk mengobati pasien
dengan TB paru.

TB adalah penyakit infeksi yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas paling tinggi di seluruh
dunia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, sekitar sepertiga dari populasi dunia, sekitar dua miliar orang
terinfeksi oleh TB. 10% dari orang yang terinfeksi mempunyai gejala dan 90% tidak menunjukkan gejala
TB aktif dan tidak menular, tetapi mereka suatu saat bisa menjadi aktif dan dapat menginfeksi orang lain.

Lebih dari 95% infeksi baru terjadi di negara berkembang, terutama di Afrika dan Asia Selatan.
Peningkatan jumlah infeksi TB tarjadi baik pada negara berkembang maupun pada negara maju. Hal ini
terjadi karena resistensi kuman TB terhadap obat, human immunodeficiency virus (HIV), kondisi sosial
ekonomi yang buruk, imunosupresi, dan kelemahan umum.

GAMBARAN KLINIS

MTB adalah bakteri aerob obligat, biasanya ditemukan pada jaringan yang kaya akan oksigen. TB
menginfeksi paru-paru pada 80% pasien, sementara 20% sisanya dapat menginfeksi organ-organ lain,
termasuk mata, di mana koroid memiliki salah satu tekanan oksigen tertinggi dalam tubuh.

TB mata didefinisikan sebagai infeksi oleh MTB di mata, di sekitar mata, atau pada permukaannya.
TB mata biasanya tidak terkait dengan TB paru, lebih dari 60% pasien TB extrapulmoner tidak memiliki
TB paru.

TB mata menyajikan masalah klinis yang kompleks karena luas nya daerah presentasi dan sulitnya
dalam penegakan diagnosis. TB mata terdiri dari primer di mana mata merupakan pintu utama masuknya
kuman mycobacterium ke dalam tubuh, atau sekunder akibat oleh penyebaran hematogen dari lokasi jauh.
Penyakit utama jarang terjadi. Kelopak mata, konjungtiva, kornea, dan lesi scleral, saluran uveal, retina,
dan saraf optik semua dapat terlibat dalam penyakit sekunder. Peradangan pada saluran uveal adalah
manifestasi gejala pada mata yang paling umum dari penyakit ini, karena banyaknya suplai darah disana.
50 tahun yang lalu, TB dianggap sebagai penyebab paling umum dari uveitis granulomatosa, tetapi
sekarang telah terjadi perubahan dramatis dalam prevalensi TB mata. Karena banyak etiologi yang tidak
diketahui sebelumnya, seperti sarkoidosis, toksoplasmosis, dan histoplasmosis sekarang telah diketahui.

Dalam beberapa tahun terakhir, telah muncul daya Tarik baru perihal TB yang diakibatkan oleh
meningkatnya insideni penyebaran HIV dan munculnya multidrug resisten.

TB mata masih merupakan penyebab penting dari uveitis. Prevalensi TB sebagai etiologi uveitis
bervariasi yaitu : 0,5% di Amerika Serikat, 4% di Republik Rakyat Cina, 6,31% di Italia, 6,9% di Jepang,
9,86% di India utara, 10,5% di Arab Saudi, dan 11,4 % di Irak merupakan daerah endemik TB.

TB intraokular adalah peniru yang hebat bagi berbagai jenis uveitis dan dapat dipertimbangkan
menjadi diagnosis banding dari setiap jenis peradangan intraokular. Peradangan mata bisa unilateral atau
bilateral, kadang-kadang peradangan pada satu mata dimulai dari sebulan atau setahun sebelum yang
lainnya. Uveitis dapat terjadi pada bagian anterior, menengah, posterior, atau panuveitis.

Uveitis tuberculosis anterior memiliki onset yang lambat dan dan dapat berlangsung lama. Uveitis
anterior dapat muncul sebagai penyakit granulomatosa kronis unilateral atau bilateral yang bermanifestasi
sebagai endapan keratic granulomatosa kadang-kadang dikaitkan dengan nodul iris atau granuloma. Uveitis
anterior sering disertai dengan vitritis, dan dapat dipersulit oleh perkembangan dari sinekia posterior dan
katarak.

Vitreous bisa menjadi tempat utama dari peradangan dan memunculkan reaksi seluler sedang
sampai berat pada rongga vitreous, termasuk kekeruhan bola salju. Uveitis intermediet sering dikaitkan
dengan endapan keratic granulomatosa. Vaskulitis retina perifer terkait dengan choroiditis perivaskular
diskrit atau bekas luka dapat mengindikasikan penyebabnya adalah tuberkulosis. Edema makula cystoid,
katarak, neovaskularisasi perifer, dan perdarahan vitreous dapat terjadi padaTB uveitis intermediet.

Uveitis posterior memiliki presentasi paling banyak yang terinfeksi TB intraokular, dengan lesi
terutama muncul di dalam koroid sebagai focal, multifokal atau choroiditis serpiginous, soliter atau multiple
nodul choroidal (tuberkel), granuloma choroidal (tuberculoma), neuroretinitis, abses subretinal,
endophthalmitis, panophthalmitis, dan vaskulitis retina, yang secara alamiah dapat iskemik dan dapat
menyebabkan retinopati proliferatif vaskular dengan perdarahan berulang vitreous, iridis rubeosis, dan
glaukoma neovascular.
Dalam sebuah penelitian dari India dari 158 pasien yang diduga TB intraokular, 66 (42%) memiliki
uveitis posterior, 57 (36%) uveitis anterior, 18 (11%) panuveitis, dan 17 (11%) sisanya memiliki uveitis
intermediet. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Arab Saudi dari 51 pasien (73 mata) dengan diduga
uveitis tuberkulosis, 58 mata (79,5%) memiliki panuveitis, dan 15 mata (20,5%) memiliki uveitis posterior.
Manifestasi klinis termasuk vitritis di 52 mata (71,2%), edema makula di 46 mata (63%), periphlebitis
retina di 26 mata (35,6%), choroiditis multifokal di 15 mata (20,5%), dan uveitis anterior granulomatosa di
13 mata (17,9 %) .Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Irak 19 yang melibatkan 64 pasien (126
mata) yang di duga uveitis TB, 116 mata (92,1%) memiliki panuveitis, enam mata (4,7%) memiliki uveitis
posterior, dan empat mata (3,2%) memiliki uveitis intermediet. Vitritis ditemukan pada semua pasien,
sementara choroiditis multifokal tercatat di 104 mata (82,5%).

Temuan fisik yang disebutkan di atas adalah sugestif tetapi tidak spesifik. Hal ini masih belum
diketahui apakah manifestasi okular hasil dari infeksi mikobakteri langsung atau respon hipersensitivitas
terhadap mikobakteri dan ini terefleksikan pada pengelolaan TB uveitis. Nodul choroidal menunjukkan
bahwa infeksi terjadi secara hematogen langsung sementara vaskulitis dan choroiditis lebih cenderung
menunjukan bahwa hasil dari hipersensitivitas imun.

Dalam sebuah penelitian, 50 pasien yang menderita choroiditis multifokal dan telah diobati dengan
terapi antituberkulosis (ATT) tanpa disertai kortikosteroid sistemik. Semua pasien yang diobati memiliki
respon yang baik, dan tidak ada kekambuhan . Temuan ini menunjukkan bahwa manifestasi okular pada
pasien ini adalah mungkin karena invasi mikobakteri langsung.

DIAGNOSA

Penegakan diagnosis TB mata masih seringkali sulit karena berkaitan dengan wilayah yang luas
dari presentasi dan ketidak praktisan dalam proses pengambilan biopsi uveal untuk kultur kuman dan
pemeriksaan histopatologi untuk membuktikan penyebab infeksi. Hampir semua kasus melaporkan bahwa
penegakan diagnosis TB okuler adalah hanya berdasarkan dugaan.

Kebanyakan pasien dengan keluhan pada mata tidak memiliki riwayat penyakit paru atau bentuk
lainnya. Tidak adanya bukti klinis adanya TB paru tidak mengesampingkan kemungkinan TB mata, seperti
pada ~ 60% pasien dengan TB paru tidak memiliki bukti klinis TB paru dan pada foto X -rays dada hasilnya
normal pada kasus TB laten.

Dalam kebanyakan penelitian, kriteria diagnostik untuk pasien yang diduga uveitis tuberkulosis
adalah: tinggal atau migrasi dari daerah endemis TB, riwayat kontak dengan pasien TB terinfeksi, adanya
keluhan pada mata, dapat mengesampingkan penyebab lain dari uveitis, bukti-bukti yang nyata seperti PPD
positif, tes interferon-gamma realease assay positif (tes IGRA), dan respon positif terhadap ATT
konvensional tanpa adanya kekambuhan. Bukti ekstraokular TB pada pasien dengan uveitis juga membantu
dalam mendiagnosis TB.11,19,21,29 intraokular. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan 64 pasien yang
diduga uveitis TB, 24 pasien (37,5%) melaporkan bahwa mereka memiliki kontak sebelumnya dengan paru
pasien TB yang terinfeksi, kadang-kadang kontak itu beberapa tahun sebelum gejala mata mulai.

Pengujian kulit tuberkulin

TST atau tes Mantoux telah digunakan selama beberapa dekade untuk mendeteksi TB laten. Tes
standar terdiri dari suntikan lima unit purified protein derivative. Apabila muncul Indurasi 10 mm atau lebih
48-72 jam setelah suntikan maka dianggap positif. Namun, pada pasien dengan infeksi HIV dan mereka
yang imunosupresi, indurasi 5-10 mm dianggap sebagai positif. Indurasi kurang dari 5 mm dianggap hasil
negatif. hasil ini mungkin berhubungan dengan reaksi negatif palsu, terutama pada orang tua, yang
kekurangan gizi, dan imunosupresi.

Hasil positif palsu pada tes mantoux dapat terjadi pada paparan mikobakteri nontuberkulosis dan
apabila pasien telah menerima imunisasi Bacille Calmette-Guerin (BCG), namun efek dari BCG pada TST
menurun 7 tahun setelah vaksinasi. TST dapat memberikan hasil positif palsu pada pasien dengan
hipersensitivitas kulit berlebihan seperti pada penyakit Behet, karena dapat bertindak sebagai ujian patergi.

Pedoman untuk menginterpretasi hasil dari TST bervariasi dari berbagai negara, karena kekuatan
yang digunakan juga berbeda. Prediksi nilai bervariasi tergantung pada kejadian TB pada populasi dan
kebijakan vaksinasi BCG di daerah tersebut. Di Amerika Serikat, penggunaan rutin tes kulit TB pada pasien
dengan uveitis dianggap tidak bermanfaat, sedangkan di India dianggap suatu hal yang wajib. Sebuah
penelitian sebelumnya yang dilakukan di Irak, menunjukkan sensitivitas tinggi dan spesifisitas sangat
positif TST (lebih dari 14 mm daerah indurasi / nekrosis) untuk TB mata pada populasi di Irak.

Interferon-gamma release assay

IGRA didasarkan pada produksi interferon gamma oleh sel T yang peka terhadap antigen tertentu,
yang dipakai khusus untuk MTB. Hasilnya tidak dipengaruhi oleh BCG dan bakteri lain selain tuberkulosis.
Tes ini meliputi Quantiferon-TB Gold In-Tube (QFT; Cellestis Inc, Carnegie, VIC, Australia) dan ELISpot
PLUS (T-SPOT.TB, Oxford Immunotec, Oxford, Inggris). IGRA telah disetujui oleh US Food and Drug
Administration dan banyak negara lainnya. T-SPOT.TB tes disetujui di Eropa, ini merupakan pemeriksaan
yang berbasis immunospot enzim-linked (ELISpot) assay.

Tes IGRA seperti T-SPOT.TB (Oxford Immunotec) dan QFT (Cellestis Inc) keduanya lebih
spesifik dan sensitif dibandingkan TST dalam mendeteksi infeksi aktif pada TB paru. Namun, mereka
kurang sensitif untuk mendiagnosis infeksi TB laten. T-SPOT TB lebih spesifik untuk mendiagnosis TB
uveitis, dan dapat berfungsi sebagai alat diagnostik yang lebih baik jika digunakan bersama dengan TST.
ketepatan mendiagnosis TB uveitis meningkat ketika kedua tes digunakan dalam kombinasi dan dengan
adanya tanda-tanda klinis sugestif.

Teknik Molekuler

Teknik pemeriksaan reaksi berantai polymerase digunakan untuk mendeteksi MTB dengan sampel
berupa air dan vitreous yang berasal dari pasien yang diduga uveitis tuberculosis. Deteksi antibodi terhadap
faktor cord yang dimurnikan, komponen dinding sel yang paling antigenik dan berlimpah MTB, dapat
memberikan bukti yang kuat adanya infeksi. Namun, sensitivitas dilaporkan menjadi rendah, karena banyak
manifestasi okular mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tertunda daripada infeksi mikobakteri
langsung, membuat analisis sampel cairan dari mata kurang sensitive.

PENGOBATAN

Diagnosis TB mata adalah hanya dugaan, dan tidak diketahui apakah manifestasi pada mata hasil
dari reaksi hipersensitivitas lambat atau karena agent infeksi. Hal ini terlihat dengan tidak adanya informasi
tentang pengelolaan TB mata pada seluruh pedoman TB di Inggris , Amerika Serikat, atau Kanada.

Menurut rekomendasi dari American Thoracic Society, Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit dan penyakit menular America untuk TB paru dan TB Extrapulmoner, empat obat (isoniazid 5 mg
/ kg / hari, rifampisin 450 mg / hari jika berat badan <50 kg dan 600 mg jika berat adalah >50 kg, etambutol
15 mg / kg / hari, dan pirazinamid 25-30 mg / kg / hari) diresepkan awalnya selama 8 minggu, diikuti oleh
dua obat (rifampisin dan isoniazid) untuk setidaknya 18 minggu.

Penggunaan steroid oral pada pasien yang diduga uveitis tuberkulosis jelas memperburuk keadaan.
Pasien yang diobati hanya dengan kortikosteroid sistemik menunjukkan terjadinya kekambuhan dan
perburukan inflamasi. Beberapa penelitian melaporkan respon yang baik untuk ATT bila diberikan
bersamaan dengan kortikosteroid sistemik pada pasien yang diduga uveitis TB. Prednisone oral dapat
digunakan dalam pengobatan TB mata, sekaligus untuk mengontrol reaksi inflamasi, dan mengurangi
macular edema. Hal yang dapat membantu penegakan diagnosa yaitu menunda pengobatan steroid dan
menilai respon terhadap ATT terlebih dahulu hal ini harus diimbangi terhadap risiko kehilangan
penglihatan.

Dalam penelitian sebelumnya yang melibtakan 64 pasien (126 mata) yang diduga uveitis TB, 50
pasien (100 mata) diobati dengan obat ATT saja, sedangkan kortikosteroid sistemik (prednisone oral)
ditambahkan pada 14 pasien (26 mata) untuk mengurangi edema makula dan perlukaan macula. Semua
pasien yang diobati hanya dengan obat ATT memiliki respon yang baik dan tidak ada kekambuhan yang
tercatat selama lebih dari 6 bulan setelah selesainya pengobatan. Penggunaan ATT pada pasien ini bisa
membantu membunuh mikroorganisme intraokular; sehingga menghilangkan antigen, menghilangkan
kekambuhan, dan hipersensitivitas yang menyebabkan inflamasi. Pada mata yang diduga uveitis TB,
prednison oral dapat ditambahkan dengan ATT, hanya bila terdapat lesi yang melibatkan atau mengancam
macula. Kombinasi ini bertujuan untuk mengurangi jaringan parut makula.

Katarak sekunder dengan uveitis TB dapat dengan aman dikelola, setelah mengendalikan
peradangan, dengan fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa intraokuler.

References
1. Samson MC, Foster CS. Tuberculosis. In: Foster CS, Vitale AT, editors. Diagnosis and Treatment of Uveitis. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2002:264272.
2. Schlossberg D, Maher D, Raviglione MC. The global epidemic of tuberculosis: a World Health Organization perspective. In: Schlossberg
D, editor. Tuberculosis and Nontuberculous Mycobacterial Infections. 4th ed. Chapter 10. Philadelphia: WB Saunders Company; 1999:104
115.
3. Dye C, Scheele S, Dolin P, Pathania V, Raviglione MC. Consensus statement. Global burden of tuberculosis: estimated incidence,
prevalence, and mortality by country. WHO Global Surveillance and Monitoring Project. JAMA. 1999;282:677686.
4. WHO global tuberculosis control: key findings from the December 2009 WHO report. Wkly Epidemiol Rec. 2010;85(9):6980.
5. Blumberg HM, Migliori GB, Ponomarenko O, Heldal E. Tuberculosis on the move. Lancet. 2010;375(9732):21272129.
6. Gandhi NR, Nunn P, Dheda K, et al. Multidrug-resistant and extensively drug-resistant tuberculosis: a threat to global control of tuberculosis.
Lancet. 2010;375(9728):18301843.
7. Hawker JI, Bakshi S, Ali S, Farrington CP. Ecological analysis of ethnic differences in relation between tuberculosis and poverty. BMJ.
1999;319:10311034.
8. Alvarez S, McCabe WR. Extrapulmonary tuberculosis revisited: a review of experience at Boston City and other hospitals. Medicine
(Baltimore). 1984;63(1):2555.
9. Bodaghi B, LeHoang P. Ocular tuberculosis. Curr Opin Ophthalmol. 2000;11:443448.
10. Helm CJ, Holland GN. Ocular tuberculosis. Surv Ophthalmol. 1993;38:229256.
11. Varma D, Anand S, Reddy AR, et al. Tuberculosis: an under-diagnosed aetiological agent in uveitis with an effective treatment. Eye (Lond).
2006;20:10681073.
12. Henderly DE, Genstler AJ, Smith RE, Rao NA. Changing patterns of uveitis. Am J Ophthalmol. 1987;103(2):131136.
13. Abrahams IW, Jiang YQ. Ophthalmology in China. Endogenous uveitis in a Chinese ophthalmological clinic. Arch Ophthalmol.
1986;104(3):444446.
14. Mercanti A, Parolini B, Bonora A, Lequaglie Q, Tomazzoli L. Epidemiology of endogenous uveitis in north-eastern Italy. Analysis of 655
new cases. Acta Ophthalmol Scand. 2001;79(1):6468.
15. Wakabayashi T, Morimura Y, Miyamoto Y, Okada AA. Changing patterns of intraocular inflammatory disease in Japan. Ocul Immunol
Inflamm. 2003;11(4):277286.
16. Singh R, Gupta V, Gupta A. Pattern of uveitis in a referral eye clinic in north India. Indian J Ophthalmol. 2004;52(2):121125.
17. Al-Mezaine HS, Kangave D, Abu El-Asrar AM. Patterns of uveitis in patients admitted to a University Hospital in Riyadh, Saudi Arabia.
Ocul Immunol Inflamm. 2010;18(6):424431.
18. Al-Shakarchi FI. Pattern of uveitis at a referral center in Iraq. Middle East Afr J Ophthalmol. 2014;21:291295.
19. Al-Shakarchi F. Mode of presentations and management of presumed tuberculous uveitis at a referral center. Iraqi Postgrad Med J.
2015;14(1):9195.

20. Gupta A, Bansal R, Gupta V, Sharma A, Bambery P. Ocular signs predictive of tubercular uveitis. Am J Ophthalmol. 2010;149(4):562570.
21. Parchand S, Tandan M, Gupta V, Gupta A. Intermediate uveitis in Indian population. J Ophthalmic Inflamm Infect. 2011;1(2):6570.
22. Sheu SJ, Shyu JS, Chen LM, Chen YY, Chirn SC, Wang JS. Ocular manifestations of tuberculosis. Ophthalmology. 2001;108:15801585.
23. Gupta V, Gupta A, Arora S, Bambery P, Dogra MR, Agarwal A. Presumed tubercular serpiginous like choroiditis: clinical presentation and
management. Ophthalmology. 2003;110:17441749.
24. Ishihara M, Ohno S. [Ocular tuberculosis]. Nippon Rinsho. 1998;56:31573161.
25. Gupta V, Gupta A, Rao NA. Intraocular tuberculosis: an update. Surv Ophthalmol. 2007;52:561587.
26. Al-Mezaine HS, Al-Muammar A, Kangave D, Abu El-Asrar AM. Clinical and optical coherence tomographic findings and outcome of treatment
in patients with presumed tuberculous uveitis. Int Ophthalmol. 2008;28:413423.
27. Sharma A, Thapa B, Lavaju P. Ocular tuberculosis: an update. Nepal J Ophthalmol. 2011;3(5): 5267.
28. Abu El-Asrar AM, Abouammoh M, Al-Mezaine HS. Tuberculous uveitis. Middle East Afr J Ophthalmol. 2009;16(4):188201.
29. Cimino L, Herbort CP, Aldigeri R, Salvarani C, Boiardi L. Tuberculous uveitis: a resurgent and underdiagnosed disease. Int Ophthalmol.
2009;29(2):6774.
30. Bruins J, Gribnau JH, Bwire R. Investigation into typical and atypical tuberculin sensitivity in the Royal Netherlands Army, resulting in a more
rational indication for isoniazid prophylaxis. Tuber Lung Dis. 1995;76:540544.
31. Rowland K, Guthmann R, Jamieson B, Malloy D. Clinical inquiries. How should we manage a patient with positive PPD and prior BCG
vaccination. J Fam Pract. 2006;55:718720.
32. Rosenbaum JT, Wernick R. The utility of routine screening of patients with uveitis for systemic lupus erythematosus or tuberculosis: a Bayesian
analysis. Arch Ophthalmol. 1990;108:12911293.
33. Rao NA, Saraswathy S, Smith RE. Tuberculous uveitis: distribution of mycobacterium tuberculosis in the retinal pigment epithelium. Arch
Ophthalmol. 2006;124:17771779.
34. Moru T, Sakatani M, Yamagishi F, et al. Specific detection of tuberculosis infection: an interferon-based assay using new antigens. Am J Respir
Crit Care Med. 2004;170:5964.

Anda mungkin juga menyukai