Anda di halaman 1dari 10

KELAINAN KATUP PADA PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Pada banyak pasien dengan penyakit jantung rematik kronis, katup mitral dan aorta dapat
terlibat baik salah satu maupun keduanya. Secara umum, manajemen harus berdasarkan
identifikasi dari dominan lesi dan lokasi kelainan katup. Kelainan katup multipel lain yang dapat
terjadi yaitu mitral stenosis dengan regurgitasi trikuspid yang menyebabkan terjadinya hipertensi
pulmonal dan dilatasi ventrikel kanan, maupun kelainan stenosis aorta dengan regurgitasi mitral.

Stenosis Mitral

Mitral stenosis disebabkan oleh menebalnya dan imobilitas katup mitral yang
menyebabkan terjadiya obstruksi daraj dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Hasilnya, terjadi
peningkatan tekanan pada atrium, perdarahan pumonar dan jantung kanan sedangkan vntrikel
kiri tidak dipengaruhi pada isolated mitral stenosis (MS). Namun terkadang MS disertai oleh
mitral regurgitasi dan atau disfungsi katup aorta yang menyebebkan disfungsi pada ventrikel kiri.
Pada sebagian besar kasus, mitral stenosis disebabkan oleh penyakit jantung reumatik
pada katup mitral, walaupun hanya sekitar 50 sampai 70 persen yang mempunyai riwayat demam
rematik, pada pemeriksaan patologi dari pembedahan yang dilakukan pada 452 pasien di Mayo
Clinic, 99 persen ditemukan tanda-tanda postinflamasi yang diduga berasal dari penyakit demam
rematik.14

Keterlibatan katup mitral terjadi sekitar 90 peren dari penyakit jantung rematik. 15 Pada
stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan(valvulitis) dan
pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup.Proses ini akan menimbulkan
fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusikomisura serta pemendekan korda atau
kombinasi dari proses tersebut. Keadaanini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral
yang normal, mengecilnyaarea katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang
kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium,
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.1,2
Gambar 1. Penampakan stenosis katup mitral

Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup
menjadi bentuk funnel shape.

Patofisiologi

Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm, bila areaorifisium katup
berkurang sampai 2 cm, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan
atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapatterjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila
pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2.1,4

Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25mmHg untuk
mempertahankan cardiac output yang normal.1 Peningkatan tekananatrium kiri akan
meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai
exertional dyspneu.4

Seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik


akanmenyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akanmenyebabkan kenaikan
tekanan dan volume akhir diastol, regurgitasi tricuspid dan pulmonal sekunder dan seterusnya
sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.1,4
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi padastenosis mitral. Pada
awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi
perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti
endotelin atau perubahananatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan
intima (reactive hypertension)

Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut,yaitu
pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial
fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.4

Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradientransmitral, dapat juga
ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara
penutupan katup aorta dan kejadian opening snap.

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm). Hubungan antara gradien dan luasnya area
katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada tabel berikut:16

Derajat A2-OS interval Area Gradien


Stenosis
Ringan > 110 msec > 1.5cm2 < 5mmHg
Sedang 80-110 msec >1 dan <1.5 5-10mmHg
cm2
Berat < 80 msec <1 cm2 >10 mmHg
A2-OS :Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akanmeningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral
berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.16

Manifestasi Klinis

Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa
sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami
sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.
Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang seringterjadi pada
stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebihlanjut atau distensi atrium yang
akan merubah sifat elektrofisiologi dari atriumkiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat
stenosis. 6,8,10

Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli,
infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia
dan suara serak. 6,8,10

Diagnosis

Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks,elektrokardiografi (EKG) atau echokardiografi. 6,8,10

Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya:

Riwayat demam rematik sebelumnya


Dyspneu deffort.
Paroksismal nokturnal dispnea.
Aktifitas yang memicu kelelahan.
Hemoptisis.
Nyeri dada.
Palpitasi.

Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Malar flush, perubahan warna kebiruan pada atas pipi karena saturasi oksigen berkurang
Opening snap
Diastolic rumble.
Distensi vena jugularis.
Respiratory distress.
Digital clubbing.
Systemic embolization.
Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem perifer

Askultasi:

Temuan klasik pada stenosis mitral adalah 'opening snap dan bising diastol kasar
('diastolic rumble') pada daerah mitral. Tetapi sering pada pemeriksaan rutin sulit bahkan tidak
ditemukan rumbel diastol dengan nada rendah, apalagi bila tidak dilakukan dengan hati-hati. 6,8,10

Walaupun demikian pada kasus-kasus ringan harus dicurigai stenosis mitral ini bila teraba
dan terdengar SI yang keras. SI mengeras oleh karena pengisian yang lama membuat tekanan
ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum katup itu kembali ke posisinya. Di apeks
rumbel diastolik ini dapat diraba sebagai thrill. 6,8,10

Dengan lain perkataan katup mitral ditutup dengan tekanan yang keras secara mendadak,
Pada keadaan di mana katup mengalami kalsifikasi dan kaku maka penutupan katup mitral tidak
menimbulkan bunyi SI yang keras. Demikian pula bila terdengar bunyi P2 yang mengeras
sebagai petuniuk hipertensi pulmonal, harus dicurigai adanya bising diastol pada mitral. 6,8,10

Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastol antara lain posisi lateral
dekubitus, gerakan-gerakan atau latihan ringan, menahan napas dan menggunakan bell dengan
meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan keras.6,8,10

Derajat dan bising diastol tidak menggambarkan beratnya stenosis tetapi waktu atau
lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis. Pada stenosis ringan bising halus dan
pendek, sedangkan pada yang berat holodiastol dan aksentuasi presistolik. Waktu dari A2-OS
juga dapat menggambarkan berat ringannya stenosis, bila pendek stenosis lebih berat. 6,8,10
Bising diastol pada stenosis mitral dapat menjadi halus oleh karena obesitas, PPOM.
edema paru, atau status curah jantung yang rendah. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan
bising diastol antara lain aliran besar meialui trikuspid seperti pada ASD, atau aliran besar
melalui mitral seperti pada VSD, atau regurgitasi mitral. Pada AR juga dapat terjadi bising
diastol pada daerah mitral akibat tertutupnya katup mitral anterior oleh aliran balik dari aorta
(murmur Austin-Flint). Bising diastol pada MR atau AR akan menurun intensitasnya bila
diberikan amil nitrit karena menurunnya after load dan berkurangnya derajat regurgitasi. 6,8,10

Dari pemeriksaan penunjang :

Foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri pulmonalis,
penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan padalapangan paru.
EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang Pdengan
gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapatterlihat perubahan
aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akanterlihat gambaran RS pada
hantaran prekordial kanan.

Echocardiografi akan memperlihatkan :

o E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya
gelombang a berkurangnya permukaan katup mitral

o Berubahnya pergerakan katup posterior

o Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat kalsifikasi.

Gambar 3. Gambaran mitral stenosis

Regurgitasi Trikuspid

Keterlibatan katup trikuspid pada PJR akibat DRA umumnya sangat jarang bila
dibandingkan dengan katup mitral maupun aorta dan biasanya disertai dengan kelainan yang
lain. Secara statistik, kelainan katup trikuspid yang terjadi bersama dengan kelainan katup mitral
dan atau aorta ditemukan sebanyak 10-20% dari seluruh kasus. Dimana katup trikuspid
mengalami penebalan dan daun katup berkontraksi akibat fibrosis maupun fusi dari komisura.
Seperti pada katup mitral, kalainan trikuspid akibat demam rematik, katup akan mengalami
regurgitasi yang pada pemeriksaan fisik akan ditemukan bising sistolik halus, frekuensi medium
dan meningkat dengan manuver inspirasi.6,8,10

Peran Ekokardiografi Dalam Diangnosis Kelainan Katup

Ekokardiografi mempunyai peranan yang penting dalam membantu menegakkan


diagnosis kelainan katup khususnya pada penyakit jantung rematik.11 Ekokardiografi berguna
untuk mengevaluasi mekanisme dan beratnya regurgitasi dan atau stenosis katup, daun katup,
ukuran anulus, ukuran dan fungsi ruang-ruang jantung, adanya efusi perikardium, dan tekanan
arteri pulmonal.11 Untuk mendiagnosis rematik karditis dan menilai kelainan katup, M-mode,
ekokardiografi 2D, Doppler, dan Doppler dengan warna cukup sensitif dan menyediakan
informasi yang spesifik yang tidak didapatkan pada pemeriksaan sebelumnya. Dalam hal ini M-
Mode ekokardiografi mempunyai parameter untuk menilai fungsi ventrikel, dimana
ekokardiografi 2D berperan dalam menggambarkan struktur anatomis yang sebenarnya. 2D ekho
doppler dan warna merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mendeteksi kelainan
aliran darah dan adanya regurgitasi. Penggunaan ekokardiografi 2-D doppler dan warna dapat
mencegah terjadinya overdiagnosis dari bising fungsional pada penyakit jantung katup. Dari
pemeriksaan ekokardiografi dapat dihasilkan klasifikasi kelainan katup berdasarkan jumlah
regurgitan, penebalan maupun kekakuan katup aorta.1,4

Dalam kaitannya dengan kelainan katup pada PJR, Ekokardiografi memberikan informasi
mengenai ukuran dari atrium dan ventrikel, penebalan katup, prolaps daun katup, gangguan
koaptasi, restriksi dari mobilitas daun katub, dan disfungsi ventrikel. Ekokardiografi juga dapat
membantu klinisi dalam menentukan dilakukan tindakan operasi pada kelainan katup.1,12
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO Expert Consultant Team. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. Report of a
WHO Expert Consultation. 2004. Geneva, 29 October1 November 2001.
2. Carapetis J, Brown A, et al. Diagnosis and Management of Acute Rheumatic Fever and
Rheumatic Heart Disease in Australia: An Evidence Base Review. 2006 National Heart
Foundation of Australia.
3. Fuster, V., et al. Hurst's The Heart. 12th edition.2008. New York: McGraw-Hill Medical.
4. Carapetis J, McDonald M. Acute Rheumatic Fever. Lancet 2005; 366:155-168.
5. Meira ZM, et al. Long term Follow up of Rheumatic Fever and Predictors of Severe
Rheumatic Valvular Disease in Brazillian Children and Adolescent. Heart 2005; 91:1019-
1022.
6. Otto, Catherine M. Valvular Heart Disease. Dalam : Libby, Braunwalds Heart Disease, A
Textbook of Cardiovaascular Medicine. Edisi ke-8. 2007
7. Griffin, B. P., Eric J. T. Manual of Cardiovascular Medicine. 3rd edition.2009. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
8. Lilly, L. S. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of Medical Students
and Faculty. 5th edition. 2011. Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins.
9. Choekalingam A, et al. Rheumatic Heart Disease Occurrence, Petterns, and Clinical
Correlates in Children. Jour Hart Valve Disease 2004; vol 13 No 1.
10. Bhandari S, Trehan N. Valvular Haert Disease : Diagnosis and Management. JAPI 2007. Vol
55.
11. Tani LY. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Dalam: Moss and Adams heart
disease in infants, children and adolescents: including the fetus and young adults. Edisi
ketujuh.2008 Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
12. Vasan RS et al. Echocardiographic Evaluation of Patients with Acute Rheumatic Fever and
Rheumatic Carditis. Circulation, 1996, 94:7382.
13. Klabunde RE. Cardiovascular Physiology Concepts. Second Ed.2012 Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins.
14. Olson LJ, Subramanian R, Ackermann DM, et al. Surgical pathology of the mitral valve: a
study of 712 cases spanning 21 years. Mayo Clin Proc 1987; 62:22.
15. BLAND EF, DUCKETT JONES T. Rheumatic fever and rheumatic heart disease; a twenty
year report on 1000 patients followed since childhood. Circulation 1951; 4:836.
16. Binder TM, Rosenhek R, Porenta G, et al. Improved assessment of mitral valve stenosis by
volumetric real-time three-dimensional echocardiography. J Am Coll Cardiol 2000; 36:1355.

Anda mungkin juga menyukai