Perdebatan I
Penulis : Karena kalian percaya bahwa Tuhan itu ada.
Sekarang, dari mana kalian bisa tahu bahwa Tuhan itu ada?
Peserta : Kami mengetahui bahwa Tuhan itu ada, karena
adanya alam ini. Tuhan kami lah yang menciptakan alam ini.
Karena mustahil alam ini ada begitu saja. Pastilah ada yang
menciptakannya, yakni Tuhan kami
Penulis : Apakah ketika kalian melihat alam ini, lantas kalian
mengatakan bahwa Tuhan itu ada?
Peserta : Ia benar
Penulis : Artinya, adanya Pencipta yang kalian klaim sebagai
Tuhan, kalianlah yang memikirakan, setelah melihat alam?
Peserta : Ia benar demikian
Penulis : Jika demikian, berarti Tuhan kalian itu adalah hasil
dari buatan pikiran kalian, karena setelah melihat alam, kalian
berfikir bahwa Tuhan lah yang menciptakan alam. Terus kenapa
kalian mau menyembah yang kalian buat sendiri dalam pikiran
kalian. Dan apa bedanya dengan orang yang membuat patung,
lantas dia menyembahnya. Bukankah ini adalah sebuah
kebodohan semata
Merekapun terdiam dengan kebingungan. Nampaknya
mereka belum mengetahui betul kelemahan argumentasi mereka.
Perdebatan ke-II Masih Berhubungan dengan Ciptaan dan
Pencipta.
Perdebatan Ke-III
Penulis : Kenapa bisa ..Ya .., kalian percaya pada Tuhan yang
kalian tidak bisa buktikan adanya. Apakah keyakinan kalian
memang tidak terbukti?
Peserta : Tidak, Tuhan ada. Karena kami sangat meyakininya.
Dan karena anda tidak meyakininya, makanya anda tidak pernah
menerima tentang adanya Tuhan kami. Berbeda dengan kami.
Olehnya itu jika anda ingin tahu adanya Tuhan, yakini dulu!
Penulis : Jadi, Apakah kalian sudah mengetahuinya,
setelah meyakininya?
Peserta : Ya..,tentu saja kami telah mengetahuinya!
Penulis : Kalau begitu, jelaskan pengetahuan kalian itu?
Peserta : Tuhan kami tidak perlu dijelaskan dengan
pengetahuan. Cukup dengan keyakinan kami
Penulis : Artinya, kalian tidak tahu!
Peserta : Kenapa., Kalau kami tidak tahu. Yang pentingkan
keyakinan
Penulis : Bagaimana kalian bisa menyakini sesuatu yang anda
Tidak tahu keberadaanya?
Peserta : Begini saja.., Yakinilah dulu. Nanti juga anda akan
tahu bahwa Tuhan itu ada
Penulis : Bagaimana mungkin anda menyuruh meyakini
sesuatu yang tidak ada
Peserta : Agar Tuhan itu ada, anda yakini terlebih dahulu..!
Penulis : Sungguh aneh keyakinan kalian!
Peserta : Apa-nya yang aneh?
Penulis : Ya.., tentu saja aneh. Tadi kalian mengatakan
bahwa adanya Tuhan kerena kita yakini. Jadi sekiranya kalian tidak
yakin, apakah Tuhan kalian masih ada?
Peserta : Pernyataan anda itu mustahil, karena kami selalu
yakin akan adanya Tuhan
Penulis : Oke Jika seperti itu jawaban kalian. Sekarang
saya tanya, apakah karena kalian yakin sehingga Tuhan kalian
ada? Sehingga adanya Tuhan kalian tergantung pada keyakinan
kalian. Atau adanya Tuhan kalian tidak tergantung pada keyakinan
kalian?
Peserta : Tuhan kami tidak tergantung pada keyakinan kami
Penulis : Kalau begitu, atas dasar apa kalian menyuruh
saya meyakini Tuhan dahulu yang nantinya mengakibatkan Tuhan
itu ada? Sementara adanya Tuhan kalian tidak tergantung sama
keyakinan
Peserta ke-2 : Salah seorang peserta mengangkat bicara seraya
membantah argumentasi temannya sendiri, dan berkata, Tidak,
Tuhan kami ada karena kami yakin dia ada!
Penulis : Jika demikian, Tuhan kalian tergantung sama
keyakinan kalian. Sehingga, agar Tuhan kalian ada, kalian harus
yakin dulu. Atau agar Tuhan kalian tetap ada, kalian harus selalu
yakin!
Peserta ke-2 : Yaa.. Kurang lebih seperti itulah!
Penulis : Kalau begitu, Tuhan kalian bukan Tuhan, karena
masih membutuhkan keyakinan kalian agar di ada. Dan kalian
lebih hebat dari Tuhan kalian, karena Tuhan masih membutuhkan
kalian. Kenapa bukan kalian saja yang jadi Tuhan! Toh juga kalian
lebih hebat dari Tuhan kalian
Peserta : Tetapi, kami harus meyakini terlebih dahulu baru
mengetahuinya
Penulis : Kalau begitu, keyakinan kalian tidak di dasari oleh
pengetahuan. Sementara syarat meyakini sesuatu, haruslah di
awali dengan pengetahuan. Karena mustahil meyakini sesuatu
yang kita tidak ketahui. Dengan kata lain, keyakinan kalian
sesungguhnya tidak layak dikatakan keyakinan, melainkan hanya
ketidak-tahuan yang dibungkus dengan keyakinan
Mereka kembali kebingungan. Dan mencari dalil yang lebih
kuat guna membuktikan kebenaran keyakinan mereka.
Pembahasan
Ada beberapa Mazhab atau aliran pemikiran dalam membuktikan
Kebenaran. Sepengetahuan saya yang hina dan memiliki
pengetahuan yang terbatas ini, ada empat Mazhab berpikir yang
dominan dalam membuktikan Kebenaran. Yaitu :
1. Idealisme
Mazhab ini terbagi atas dua versi;
Idealisme versi Berkley
Menurutnya bahwa segala sesuatu yang ada di luar ide kita
tidak memiliki keberadaan. Idelah yang mengadakan
atau menciptakan realitas, kira-kira kurang lebih demikian
singkatnya. Jika segala sesuatu yang ada di luar ide tidak memiliki
keberadaan, maka pernyataan bahwa segala sesuatu yang ada di
luar ide tidak memiliki keberadaan itu juga nafi atau naf tak
bermakna dan tidak perlu dipikirkan kecuali pernyataan itu tidak
ditujukan kepada diri di luar idenya. Berdasarkan pernyataannya
Berkley menafikan keberadaan dirinya, karena keberadaanya itu
bukanlah sebuah ide atau gagasan belaka namun ia adalah
realitas eksternal atau nyata. Cara berpikir seperti ini merupakan
bias atau akar dari Shopisme yang meyakini bahwa, Hanya
ketiadaanlah yang ada. Jadi ADA sama dengan TIDAK ADA. Kalau
yang ada hanyalah ketiadaan berarti ketiadaan itu adalah
keberadaan karena dia ADA. Ini berarti Pernyataannya sama
dengan bukan Pernyataan, maka hancurlah seluruh bangunan
dan matriks-matriks Ilmu Pengetahuan, Agama dan Teknologi.
Idealisme versi Plato
Teori Plato ini dikenal dengan Teori Pengingatan Kembali.
Plato memahami bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia di
alam materi ini tak lebih dari pada proses Pengingatan Kembali
informasi-informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Pandangan
filsafatya itu di dasarkan pada pengetahuannya terhadap diri
manusia. Menurutnya manusia terdiri atas dua unsur. Unsur
pertama manusia adalah jiwa. Jiwa memiliki pengetahuan yang
kompleks dan komprehensif semasa ia berada di alam immaterial
yang oleh Plato disebut Archetypes. Alam dimana jiwa pernah
hidup. Ia sempurna tidak memerlukan sesuatu selain dirinya,
tidak rusak dan tidak busuk. Namun ketika badan mengemuka
atau tercipta maka jiwa bergabung dengan badan untuk turun ke
alam materi, lalu jiwa mengikuti hukum-hukum materi sehingga
menjadikan pengetahuann yang dimilikinya di alam archetypes
hilang, karena materi tidak sempurna. Gagasan Plato tersebut
sangat lemah. Penjelasannya tidak berdasar. Plato tidak dapat
menjelaskan secara logis rasional alasan apa gerangan yang
menjadikan jiwa bergabung dengan badan hingga turun kealam
materi yang mengakibatkan semua pengetahuan yang dimilkinya
di alam immaterial tersebut hilang? Bukankah jiwa telah
sempurna? Kalau demikian adanya, pendapat Plato pun
bertentangan dengan fitrah manusia dimana dari tidak sempurna
menuju kesempurnaan. Dari tidak punya pengetahuan menjadi
punya pengetahuan. Murtadha Muthahari dengan tegas
menyatakan (lihat buku FITRAH, M. Muthahari) bahwa Ilmu
Pengetahuan apa pun yang bertentangan dengan fitrah manusia
pasti salah. Karena Ilmu Pengetahuan hadir untuk
menyempurnakan nilai-nilai kemanusiaan, tidak menjadikan
manusia tidak sempurna.
Berpikir ala Idealisme, sadar dan tidak sadar akan menyeret dan
menjerumuskan kita kepada salah satu bentuk alias cara Berpikir
Salah atau Logic Fallacy (Intellectual cul de sacs) yaitu Fallacy of
Dramatic Instance. Satu bentuk kesalahan berpikir yang bermula
dari klaim subyektif atau pembenaran untuk mempertahan
argument yang terkesan dibuat-buat. Misal, dengan serta merta
kita meyakini bahwa Tuhan itu Pencipta. Lalu orang bertanya :
Apa bukti bahwa Tuhan itu Pencipta? Karena adanya ciptaan
yakni bumi, jawab kita. Tiba-tiba bumi dilabelisasi secara
subyektif oleh kita sebagai ciptaan. Bagaimana mungkin kita
menyakini ciptaan itu sebenar-benarnya ciptaan sementara
penciptanya belum terbukti (baru akan dibuktikan). Inilah yang
saya maksud dengan klaim subyektif atau pembenaran.
3. Skriptualisme
Berbeda dengan pendapat kedua aliran diatas, aliran pemikiran ini
menjadikan kitab atau doktrin tekstual sebagai otoritas tunggal
dalam menilai kebenaran realitas. Apa yang berada atau dikatakan
kitab itulah yang benar. Lalu apa buktinya bahwa kitab itu kitab
dan apa pula buktinya bahwa apa yang dikatakan kitab itu benar?
dan kitab agama apa pula yang akan kita jadikan rujukan
kebenaran? dan bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki
kitab? Karena kitab masih akan dibuktikan kebenarannya, maka ia
tidak dapat dijadikan rujukan untuk menilai kebenaran. Bagaimana
mungkin membuktikan sesuatu dengan sesuatu yang masih akan
dibuktikan kebenarannya? Berpikir skriptualis akan mengantarkan
kita pada Fallacy of Circular Reasoning (cara berpikir yang
berputar-putar) suatu gelar panjang dan kurang enak didenganr.
Selain itu, kitab bersifat partikular dan Kebenaran bersifat
universal. Jadi mana bisa membuktikan sesuatu yang sifatnya
universal dengan sesuatu yang bersifat partikular? Kitab hanya
milik segelintir orang saja. Kitab disamping bersifat partikular juga
bersifat relative.
E k s is te n s i
Adanya
R e a lit a s
Apanya
E sen si
M a h iy a
Skema II
W u ju d
E k s is te n s i
Adanya
k a r e n a d ir i Ada
p a s ti s e n d ir i
R e a lita s
Id e adanya
K a ren a M a n u s ia /
A la m
y a n g la in
S k e m a III