Anda di halaman 1dari 3

Sistem Kiln

Semen merupakan perekat hidraulik yang memiliki unsur-unsur


utama klinker (campuran antara C3S, C2S, C4AF, dan C3A) dan
gypsum (CaSO4. 2H2O). Klinker dibuat dengan bahan baku
utama batu kapur (limestone sekitar 70% 90%), tanah liat
(clay sekitar 10% 30 %), dan sisanya adalah bahan koreksi (0
10%). Bahan baku tersebut ditimbang dengan proporsi yang
telah ditentukan sesuai dengan jenis semen yang akan kita
buat kemudian digiling (terutama untuk proses kering) dan
dibakar di sistem kiln.

Proses pembakaran bahan baku hingga berubah menjadi


klinker serta proses pendinginan klinker hingga temperatur
tertentu yang aman untuk digiling bersama gipsum sampai
menjadi semen merupakan rangkaian proses pembuatan
semen yang penting. Pada tulisan ini, pembahasan untuk
sementara dibatasi pada proses pembakaran bahan baku
menjadi klinker dan pendinginan klinker.

Dalam pembahasan ini beberapa parameter proses yang


penting akan dibahas pula mengingat parameter-parameter
inilah yang akan dipergunakan sebagai parameter
pengendalian mutu proses sehingga akhirnya akan diperoleh
mutu klinker yang baik sesuai dengan spesifikasi yang sudah
ditetapkan.

Aspek Fisika, Kimia, dan Energi Proses Pembakaran


Untuk memproduksi klinker semen, bahan baku (raw meal)
harus dipanaskan sampai 1450 C sehingga terjadi proses
klinkerisasi. Proses pembakaran raw meal membutuhkan
kondisi oksidasi untuk menghasilkan klinker yang berwarna
abu-abu kehijauan. Jika kondisi ini tidak memadai akan
dihasilkan klinker yang berwarna coklat sehingga semen yang
dihasilkan kekuatannya rendah dan waktu setting-nya rendah.
Proses kimia fisika penting yang terjadi selama pembakaran
adalah dehidrasi mineral tanah liat, dekarbonisasi senyawa
karbonat (kalsinasi), reaksi pada fasa padat, reaksi pada fasa
cair dan kristalisasi.

Perubahan bentuk kimia selama proses pembakaran ditujukkan


pada tabel berikut :
Proses-proses yang terjadi di atas berlangsung sejak bahan
baku diumpankan ke dalam peralatan proses (preheater)
hingga saat keluar dari reaktor (kiln) dan kemudian diteruskan
dengan pendinginan klinker di cooler. Berdasarkan hasil
penelitian, proses pertama hingga proses kelima yaitu
dekomposisi limestone didominasi oleh mekanisme
perpindahan panas antara gas pembakaran dengan material
bahan baku dalam ujud serbuk atau debu. Sedangkan dua
proses berikutnya lebih didominasi oleh difusi material padat
dan sebagian cair di dalam kiln. Oleh sebab itu untuk proses
difusi ini faktor utama yang mempengaruhi jalannya proses
adalah pertemuan antara oksida-oksida dan temperatur tinggi
serta waktu reaksi. Apabila ditinjau dari segi energi proses,
secara teoritis energi yang dibutuhkan dalam proses produksi
klinker dapat diuraikan sebagai berikut:
Catatan :

1. Tanda + berarti proses endotermik (membutuhkan panas) dan


tanda berarti proses eksotermik (menghasilkan panas).
2. Dekomposisi karbonat secara teoritik membutuhkan panas
sebesar 370 kkal/kg CaCO3. Sedangkan untuk membentuk 1
(satu) kg klinker dibutuhkan sekitar 1,2 hingga 1,3 kg CaCO 3,
sehingga panas dekomposisi karbonat memerlukan 445 480
kkal/kg klinker.
3. Proses-proses di atas memerlukan persyaratan lain yaitu
temperatur cukup tinggi sehingga menghasilkan material
keluar sistem dengan temperatur tinggi, gas hasil pembakaran
yang cukup tinggi pula temperaturnya, dan kehilangan panas
dari peralatan ke lingkungan. Oleh sebab itu konsumsi panas
spesifik untuk menghasilkan 1 kg klinker tidak cukup dengan
sekitar 400 kkal tersebut.
Selain itu, untuk tujuan konservasi energi pada pabrik modern,
sebagian panas terbuang telah dimanfaatkan lagi untuk
pengeringan bahan baku dan bahan bakar, sehingga kisaran
energi riil yang dibutuhkan untuk produksi klinker ini sekitar
700 hingga 850 kkal/kg klinker untuk proses kering.

Anda mungkin juga menyukai