Anda di halaman 1dari 16

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN PESISIR HALIC

HYDRAQUENTYA DENGAN PENANAMAN MANGROVE SEBAGAI


ARAHAN PEREDAM ABRASI BERBASIS GIS DAN WISATA EDUKASI
DI KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG

Disusun Oleh :

All Denicko Roynaldi 21040115120051 Angkatan 2015

Nandita Nur Rahma 21040115130125 Angkatan 2015

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2016
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul : Peningkatan Produktivitas Lahan Pesisir Halic Hydraquentya


Dengan Penanaman Mangrove Sebagai Arahan Peredam Abrasi
Berbasis Gis Dan Wisata Edukasi Di Kecamatan Tugu, Kota
Semarang
2. Subtema : Inovasi pengembangan wilayah yang memperhatikan
kelestarian lingkungan.
3. Ketua Pelaksana
a. Nama Lengkap : All Denicko Roynaldi
b. Nim : 21040115120051
c. Jurusan/Fakultas : Perencanaan Wilayah dan Kota/ Teknik
d. Perguruan Tinggi : Universitas Diponegoro
e. Alamt Rumah : Desa Karang Tawang RT 06 RW 05, Nusawungu, Cilacap,
Jawa Tengah
f. No Telepon/HP : 081542817903
g. Alamat e-mail : alldenickoroynaldi@gmail.com
4. Anggota Tim : 1 orang
5. Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap : Dr. Ir. Endang Purbajanti M.Sc.
b. NIP : 19550514 198102 2 001
c. Alamat Rumah : Jl. Ketileng Asri v/9 Semarang
d. No Telepon/HP : 6421545/082138222324

Mengetahui,
Semarang, 2 September 2016
Dosen Pembimbing Ketua Tim

Dr. Ir. Endang Dwi Purbajanti, M.S. All Denicko Roynaldi


NIP.19550514 198102 2 001 NIM. 21040115120051

Menyetujui,

Pembantu Dekan III Fakultas Peternakan dan Pertanian


Ir. Bambang Sulistyanto, M.Agr.Sc., Ph.D
NIP. 19620609 198803 1 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul Peningkatan Produktivitas
Lahan Pesisir Halic Hydraquentya dengan Penanaman Mangrove Sebagai Arahan Peredam
Abrasi Berbasis Gis dan Wisata Edukasi Di Kecamatan Tugu, Kota Semarang tepat pada
waktunya tanpa ada halangan yang berarti.
Lahan pesisir adalah suatu kawasan yang memiliki potensi dalam pengembangan
tanaman mangrove. Lahan pesisir ini adalah jenis lahan Halic Hydraquentya, pada pesisir
laut yang dijadikan sebagai lahan atau media tanam untuk budidaya tanaman mangrove yang
diintegrasikan dengan wisata edukasi. Tujuan penenaman mangrove berbasiskan wisata
edukasi guna mendorong partisipasi masyarakat untuk mencegah tingkat abrasi di Kecamatan
Tugu, Semarang. Abrasi ini sering kali membuat masalah terkait lahan yang semakin terkikis
oleh adanya gelombang laut. Tingkat abrasi yang berkepanjangan dapat membuat volume
lahan daratan semakin berkurang. Oleh karena itu, lahan yang memiliki produktivitas tinggi
harus mampu dimanfaatkan melalui penanaman mangrove ini. Dengan adanya wisata edukasi
yang melibatkan berbagai stakeholder yang di dalamnya terdapat bagian untuk penelitian,
penanggulangan bencana. Selain keperluan tersebut juga untuk mendorong ekonomi
masyarakat setempat.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, kami berharap penulisan karya tulis ini
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan tentang desain kontur perbukitan pada
desa terisolir. Apabila banyak kata yang kurang berkenan kami mohon maaf. Terimakasih.

Semarang, 30 April 2015

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Peningkatan Produktivitas Lahan Pesisir Halic Hydraquentya dengan Penanaman Mangrove
sebagai Arahan Peredam Abrasi berbasis GIS dan Wisata Edukasi di Kecamatan Tugu, Kota
Semarang
All Denicko Roynaldi1, Nandita Nur Rahma2, Dosen Rukuh Setiyadi3
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

ABSTRAK

Pesisir Kota Semarang tepatnya di Kecamatan Tugu merupakan daerah yang rawan
dengan aktivitas gelombang laut yang dapat mengakibatkan abrasi. Abrasi ini menjadi
masalah utama pada masyarakat pesisir karena terkikisnya pantai yang sifatnya merusak.
Permasalahan ini disebabkan karena kurangnya tanaman bakau atau ekosistem mangrove
yang dapat menyerap atau melindungi dari abrasi tersebut. Tujuan analisis dan arahan ini
adalah mengatasi masalah abrasi di wilayah pesisir Kecamatan Tugu dan
mengembangkannya menjadi wilayah yang dapat berguna sebagai public place yang
memedulikan lingkungan sekitar melalui sarana edukasi, penelitian, penanggulangan
bencana, dan menjadi destinasi wisata untuk mendorong ekonomi masyarakat. Metode
analisis menggunakan metode kualitatif data sekunder dengan GIS (Geographic Information
System) untuk memudahkan dalam mengetahui luasan pemetaan daerah kajian serta
mengetahui kondisi wilayah yang ditinjau dari citra satelit sehingga akan menghasilkan data
konkrit yang dapat dianalisis dan diimplementasikan. Kecamatan Tugu berdasarkan data dari
Pengelolaan Lingkungan dan Kelautan Pesisir, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota
Semarang, luas abrasi mencapai 1.211,20 ha. Berdasarkan penelitian oleh KKMKS
(Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang) melalui Citra Landsat 7 perekaman 2010 (a)
dan Citra Landsat 8 perekaman 2015 (b). Luas daerah yang tertanam mangrove padat (a)
yaitu 5,4 ha dan padat (b) mencapai 11,97 ha. Luas kategori sedang (a) yaitu 8,37 ha, dan
sedang (b) yaitu 22,41 ha. Luas kategori jarang (a) yaitu 4,86 ha dan jarang (b) yaitu 13,86
ha, sehingga dapat diketahui jumlah lahan yang tertanam mangrove Kecamatan Tugu dengan
Citra Landsat 7 2010 mencapai 18,63 ha sedangkan Citra Landsat 8 2015 mencapai 48,24 ha.
Berdasarkan penelitian dari data tersebut dapat dianalisis penanggulangan abrasi masih
kurang dan perlu ditambah lebih dari 800 hektar. Kesimpulannya, inovasi yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengembangkan wilayah berbasis lingkungan dengan penanaman
kembali mangrove serta membuat Sun Corner di tempat yang ditentukan di dalam kompleks
hutan mangrove tersebut yaitu Edu Corner, Baby Mangrove Corner, dan Photobooth and
Playground Corner.
Kata kunci : Halic Hydraquentya, Mangrove, Abrasi, GIS (Geographic Information System)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengelolaan lahan pesisir merupakan prioritas utama dari pembangunan
wilayah pesisir dan menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan. Wilayah pesisir dan
gelombang laut mempunyai kaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi dengan
wilayah daratan pesisir. Aktivitas yang dilakukan gelombang laut akan memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap wilayah pesisir. Salah satu akibat secara nyata
dapat kita ketahui yaitu berupa kikisan pasir atau disebut abrasi. Abrasi
berkepanjangan akan berakibat berkurangnya luasan daratan. Aktivitas perlu yang
dilakukan di wilayah daratan seperti penanaman mangrove perlu diatur dalam suatu
alat pengaturan ruang yang dapat disepakati bersama oleh stakeholders terkait.
Berdasarkan hal itulah penataan ruang kawasan pesisir menjadi sangat penting selain
dapat mencegah dan melindungi pesisir dari aktivitas gelombang laut, juga dapat
mendorong ekonomi melalui pariwisata edukasi yang terpadu.
Produktivitas lahan dalam wilayah pesisir harus ditingkatkan sesuai dengan
konsep berkelanjutan harus dilakukan secara terencana, rasional, bertanggung jawab
sesuai dengan kemampuan daya dukung dan mengutamakan kesejahteraan
masyarakyat serta kelestarian dan keseimbangan lingkungan kawasan pesisir.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan strategi pengelolaan lingkungan pesisir
secara terpadu dalam perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengendalian, serta pengembangan estetika yang dapat dimanfaatkan untuk wisata
konservasi sumberdaya lingkungan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Pada
intinya penataan ruang pesisir yang dinamis haruslah yang dapat mendorong
perekonomian masyarakat kawasan pesisir. Pemanfaatan ruang yang berazaskan
pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya dan berhasil guna
serta berkelanjutan dan berazaskan keterbukaan dan perlindungan hukum.
Kecamatan Tugu, Semarang, memiliki luas 3.133,36 Ha. Kawasan pesisir ini
sering terkena proses abrasi yang cukup parah dengan. Dinas Kelautan dan Perikanan
Kota Semarang mencatat Kecamatan Tugu, Semarang mengalami abrasi terparah
tahun 2009. Kepala Seksi Pengelolaan Lingkungan dan Kelautan Pesisir, Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, Wahyudin, mengatakan tingkat keparahan
abrasi di Kecamatan Tugu mencapai 41,43 persen. Di Kecamatan Tugu juga memiliki
lahan pesisir dengan kriteria tanah Halic Hydraquent. Menurut USDA Soil Taxonomy
Halic Hydraquent merupakan tanah berlumpur dengan pH tanah lebih dari 5,5
(Soemodihardjo dalam Soegiarto, 1985). Halic Hydraquent merupakan kategori jenis
tanah yang sesuai dengan substrat mangrove dan terletak dekat laut dan berupa
substrat liat relatif muda. Dilihat dari ketegori lahan tersebut, kawasan ini sangat
cocok dikembangkan tanaman mengrove dan mengingat abrasi hampir 50% terjadi di
pesisir ini. Abrasi yang semakin parah akan membuat luas daratan semakin berkurang
dan menambang volume air laut hingga akhirnya menjadikan bencana rob.
Potensi pengembangan tanaman mangrove yang sangat menjanjikan sebagai
peredam abrasi juga dapat dijadikan sebagai salah satu objek wisata edukasi dan
konservasi di Kecamatan Tugu. Dilihat dari sudut pandang biofisik wilayah pesisir
bukan merupakan ekosistem yang berdiri sendiri, namun wilayah ini memiliki
hubungan fungsional yang dinamis dengan ekosistem darat. Pengembangan dapat
dilakukan dengan penyesuaian trend modern yaitu sun corner. Sun corner dalam
pengembangan ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu Edu Corner, Baby Mangrove
Corner, Photobhoot dan Playground Corner.
Edu Corner merupakan sistem aplikatif yang ada di tengah ujung lokasi hutan
mangrove yang terbagi menjadi bagian research dan untuk pembelajaran informasi
mengenasi lingkungan. Baby Mangrove Corner merupakan penanaman bibit
mangrove serta pengetahuan awal mengenai ekosistem mangrove. Pada sistem
penanaman ini haruslah disesuaikan dengan lokasinya juga dikembangkan sistem one
person, one mangrove. Photobhoot dan playground corner merupakan tempat singgah
yang digunakan untuk wisata dan public place dengan disediakan fasilitas pendukung
konservasi mangrove. Corner-corner tersebut terdapat sistem informasi secara
geografis atau Geographis Information System yang menghasilkan pemetaan yang
memudahkan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi mangrove. Data input
berupa data geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan
atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada,
atau di atas permukaan bumi. (PP Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta
Rencana Tata Ruang). Dengan melihat fenomena di atas maka analisis peningkatan
produktivitas lahan pesisir Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang sangat dibutuhkan
guna pencapaian lingkungan yang seimbang melalui penerapan estetika, edukasi, dan
kampanye lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tingkat produktivitas Halic Hydraquentya terhadap ekosistem

mangrove di Kecamatan Tugu ?

2. Bagaimana tingkat keparahan abrasi dilihat dari citra satelit akibat berkurangnya

ekosistem mangrove ?

3. Bagaimana arahan pengendalian pemanfaatan ekosistem mangrove di Kecamatan

Tugu Kabupaten Semarang berdasarkan klasifikasi tingkat abrasi ?.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Menganalisis dan mengidentifikasi tingkat produktivitas lahan Halic

Hydraquentya terhadap ekosistem mangrove di Kecamatan Tugu, Kabupeten

Semarang.

2. Mengolah dan menganalisis tingkat keparahan abrasi dari data geospasial melalui

citra satelit di Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang.

3. Merumuskan arahan pengendalian pemanfaatan ekosistem mangrove berdasarkan

tingkat keparahan abrasi di Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang ingin di capai dalam penulisan ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan khususnya pemerintah Kecamatan Tugu untuk

menjadikan hasil penulisan ini sebagai salah satu bahan bagi penyusunan program

pengembangan ekosistem mangrove untuk upaya mengatasi abrasi di pesisir

pantai Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi masyarakat setempat kawasan

pesisir Kecamatan Tugu untuk menjaga, mengembangkan dan mengkampanyekan

lingkungan ekosistem mangrove melalui basis wisata edukatif.


3. Sebagai bahan uji mahasiswa dalam penyusunan program RTRW K (Rencana

Tata Ruang Wilayah Kecamatan) berwawasan lingkungan melalui karya tulis

ilmiah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekosistem Mangrove dan Lingkungannya

Menurut Irwan (2007), hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di

daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai)

yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas

tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove

merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang

berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.

Menurut Watson (1928), pembentukan mangrove dimulai dengan

pengendapan lumpur di daerah pantai yang dibawa oleh aliran sungai, bercampur

dengan pasir sebagai hasil erosi pantai. Penyebarannya umumnya dibantu oleh air

dan berkembang pada tanah yang banyak mengandung bahan organik bercampur

lumpur. Identifikasi vegetasi mangrove dilihat berdasarkan batang, daun, dan

bunga. Mangrove Avicennia sp, Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Sonneratia

sp memiliki ciri-ciri yang berbeda berdasarkan identifikasi batang, daun, dan

bunga.

Menurut (Soemodihardjo dalam Soegiarto, 1985), USDA Soil Taxonomy

Halic Hydraquent merupakan tanah berlumpur dengan pH tanah lebih dari 5,5

yang sesuai dengan karateristik tanah yang cocok untuk mangrove. Menurut

(Matondang, 1979), Halic hydraquent lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak

tua (unripe clay soils)mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara

persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat

kematangan tanah semakin besar. Sehingga berdasarkan beberapa pendapat ahli

tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi tanah Halic Hydraquent merupakan


pendukung perkembangan mangrove karena daerah pesisir pantai tersebut

tanahnya memiliki frekuensi berbeda dalam menerima pasokan air laut dan air

tawar. Berbagai kandungan dalam air laut maupun air tawar tersebutlah yang

membantu penyesuaian perkembangan ekosistem mangrove disekitarnya.

B. Kegunaan Citra Satelit dalam Penanganan Tingkat Abrasi

(belum paham mau di ekstrak bahas landsat untuk coastal line atau sekaligus

abration nya )

C. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kecamatan Tugu, Semarang, memiliki luas 3.133,36 Ha. Kawasan pesisir ini

sering terkena proses abrasi yang cukup parah. Dinas Kelautan dan Perikanan

Kota Semarang mencatat Kecamatan Tugu, Semarang mengalami abrasi terparah

tahun 2009. Kepala Seksi Pengelolaan Lingkungan dan Kelautan Pesisir, Dinas

Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, Wahyudin, mengatakan tingkat

keparahan abrasi di Kecamatan Tugu mencapai 41,43 persen. Di Kecamatan Tugu

juga memiliki lahan pesisir dengan kriteria tanah Halic Hydraquent. Selain

pembahasan kondisi lingkungan akibat abrasi, pada hakikatnya penelitian ini

merencanakan adanya public place dengan adanya ekosistem mangrove di daerah

tersebut.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli Agustus tahun 2016.

Lokasi penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Kecamatan Tugu, Kota

Semarang.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini berusaha

mengkaji masalah dengan menggambarkan problematika yang terjadi. Hal ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa peneliti ingin memahami, mengkaji

secara mendalam serta memaparkannya dalam hasil penelitian ini mengenai

kondisi abrasi di pesisir Kecamatan Tugu, Kota Semarang serta penyelamatan

lingkungan beserta interaksi masyarakatnya yang diharapkan berdaya guna

baik.

C. Metode Penelitian

Metode deskriptif dipilih dalam penelitian ini karena menghasilkan

data serta arahan yang sesuai dengan studi kasus yang diambil. Metode

deskriptif membantu penelitian ini guna menjabarkan dan memaparkan

kondisi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisa

data.

Teknik analisis data adalah proses mencari dan mengatur wawancara

dan catatan yang diperoleh di lapangan serta bahan- bahan lain yang telah

dihimpun sehingga dapat merumuskan hasil dari apa yang telah ditemukan.
Relevan dengan jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif dengan metode

deskriptif, maka tekhnik analisis yang digunakan adalah tekhnik analisis

kualitatif. Data yang telah terkumpul berupa kata-kata dari berbagai sumber

dianalisis secara intensif.

Penggunaan teknik analisis data tersebut memerlukan dua jenis data

yaitu data sekunder yang membantu menghasikan arahan dalam penelitian

ini. Data sekunder yang dimaksudkan adalah data yang diambil secara tidak

langsung dari sumber data. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data

yang diperoleh melalui studi dokumentasi, buku-buku, surat kabar, makalah,

dan data pemerintah, serta dokumen-dokumen lainnya yang berhubungan

dengan kondisi lingkungan akibat abrasi dan penanganannya.


BAB IV

PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai