Penda Hulu An
Penda Hulu An
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Semarang, 2 September 2016
Dosen Pembimbing Ketua Tim
Menyetujui,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul Peningkatan Produktivitas
Lahan Pesisir Halic Hydraquentya dengan Penanaman Mangrove Sebagai Arahan Peredam
Abrasi Berbasis Gis dan Wisata Edukasi Di Kecamatan Tugu, Kota Semarang tepat pada
waktunya tanpa ada halangan yang berarti.
Lahan pesisir adalah suatu kawasan yang memiliki potensi dalam pengembangan
tanaman mangrove. Lahan pesisir ini adalah jenis lahan Halic Hydraquentya, pada pesisir
laut yang dijadikan sebagai lahan atau media tanam untuk budidaya tanaman mangrove yang
diintegrasikan dengan wisata edukasi. Tujuan penenaman mangrove berbasiskan wisata
edukasi guna mendorong partisipasi masyarakat untuk mencegah tingkat abrasi di Kecamatan
Tugu, Semarang. Abrasi ini sering kali membuat masalah terkait lahan yang semakin terkikis
oleh adanya gelombang laut. Tingkat abrasi yang berkepanjangan dapat membuat volume
lahan daratan semakin berkurang. Oleh karena itu, lahan yang memiliki produktivitas tinggi
harus mampu dimanfaatkan melalui penanaman mangrove ini. Dengan adanya wisata edukasi
yang melibatkan berbagai stakeholder yang di dalamnya terdapat bagian untuk penelitian,
penanggulangan bencana. Selain keperluan tersebut juga untuk mendorong ekonomi
masyarakat setempat.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, kami berharap penulisan karya tulis ini
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan tentang desain kontur perbukitan pada
desa terisolir. Apabila banyak kata yang kurang berkenan kami mohon maaf. Terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Peningkatan Produktivitas Lahan Pesisir Halic Hydraquentya dengan Penanaman Mangrove
sebagai Arahan Peredam Abrasi berbasis GIS dan Wisata Edukasi di Kecamatan Tugu, Kota
Semarang
All Denicko Roynaldi1, Nandita Nur Rahma2, Dosen Rukuh Setiyadi3
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Pesisir Kota Semarang tepatnya di Kecamatan Tugu merupakan daerah yang rawan
dengan aktivitas gelombang laut yang dapat mengakibatkan abrasi. Abrasi ini menjadi
masalah utama pada masyarakat pesisir karena terkikisnya pantai yang sifatnya merusak.
Permasalahan ini disebabkan karena kurangnya tanaman bakau atau ekosistem mangrove
yang dapat menyerap atau melindungi dari abrasi tersebut. Tujuan analisis dan arahan ini
adalah mengatasi masalah abrasi di wilayah pesisir Kecamatan Tugu dan
mengembangkannya menjadi wilayah yang dapat berguna sebagai public place yang
memedulikan lingkungan sekitar melalui sarana edukasi, penelitian, penanggulangan
bencana, dan menjadi destinasi wisata untuk mendorong ekonomi masyarakat. Metode
analisis menggunakan metode kualitatif data sekunder dengan GIS (Geographic Information
System) untuk memudahkan dalam mengetahui luasan pemetaan daerah kajian serta
mengetahui kondisi wilayah yang ditinjau dari citra satelit sehingga akan menghasilkan data
konkrit yang dapat dianalisis dan diimplementasikan. Kecamatan Tugu berdasarkan data dari
Pengelolaan Lingkungan dan Kelautan Pesisir, Dinas Kelautan dan Perikanan Kota
Semarang, luas abrasi mencapai 1.211,20 ha. Berdasarkan penelitian oleh KKMKS
(Kelompok Kerja Mangrove Kota Semarang) melalui Citra Landsat 7 perekaman 2010 (a)
dan Citra Landsat 8 perekaman 2015 (b). Luas daerah yang tertanam mangrove padat (a)
yaitu 5,4 ha dan padat (b) mencapai 11,97 ha. Luas kategori sedang (a) yaitu 8,37 ha, dan
sedang (b) yaitu 22,41 ha. Luas kategori jarang (a) yaitu 4,86 ha dan jarang (b) yaitu 13,86
ha, sehingga dapat diketahui jumlah lahan yang tertanam mangrove Kecamatan Tugu dengan
Citra Landsat 7 2010 mencapai 18,63 ha sedangkan Citra Landsat 8 2015 mencapai 48,24 ha.
Berdasarkan penelitian dari data tersebut dapat dianalisis penanggulangan abrasi masih
kurang dan perlu ditambah lebih dari 800 hektar. Kesimpulannya, inovasi yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengembangkan wilayah berbasis lingkungan dengan penanaman
kembali mangrove serta membuat Sun Corner di tempat yang ditentukan di dalam kompleks
hutan mangrove tersebut yaitu Edu Corner, Baby Mangrove Corner, dan Photobooth and
Playground Corner.
Kata kunci : Halic Hydraquentya, Mangrove, Abrasi, GIS (Geographic Information System)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelolaan lahan pesisir merupakan prioritas utama dari pembangunan
wilayah pesisir dan menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan. Wilayah pesisir dan
gelombang laut mempunyai kaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi dengan
wilayah daratan pesisir. Aktivitas yang dilakukan gelombang laut akan memberikan
pengaruh yang cukup besar terhadap wilayah pesisir. Salah satu akibat secara nyata
dapat kita ketahui yaitu berupa kikisan pasir atau disebut abrasi. Abrasi
berkepanjangan akan berakibat berkurangnya luasan daratan. Aktivitas perlu yang
dilakukan di wilayah daratan seperti penanaman mangrove perlu diatur dalam suatu
alat pengaturan ruang yang dapat disepakati bersama oleh stakeholders terkait.
Berdasarkan hal itulah penataan ruang kawasan pesisir menjadi sangat penting selain
dapat mencegah dan melindungi pesisir dari aktivitas gelombang laut, juga dapat
mendorong ekonomi melalui pariwisata edukasi yang terpadu.
Produktivitas lahan dalam wilayah pesisir harus ditingkatkan sesuai dengan
konsep berkelanjutan harus dilakukan secara terencana, rasional, bertanggung jawab
sesuai dengan kemampuan daya dukung dan mengutamakan kesejahteraan
masyarakyat serta kelestarian dan keseimbangan lingkungan kawasan pesisir.
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan strategi pengelolaan lingkungan pesisir
secara terpadu dalam perencanaan, pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengendalian, serta pengembangan estetika yang dapat dimanfaatkan untuk wisata
konservasi sumberdaya lingkungan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Pada
intinya penataan ruang pesisir yang dinamis haruslah yang dapat mendorong
perekonomian masyarakat kawasan pesisir. Pemanfaatan ruang yang berazaskan
pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya dan berhasil guna
serta berkelanjutan dan berazaskan keterbukaan dan perlindungan hukum.
Kecamatan Tugu, Semarang, memiliki luas 3.133,36 Ha. Kawasan pesisir ini
sering terkena proses abrasi yang cukup parah dengan. Dinas Kelautan dan Perikanan
Kota Semarang mencatat Kecamatan Tugu, Semarang mengalami abrasi terparah
tahun 2009. Kepala Seksi Pengelolaan Lingkungan dan Kelautan Pesisir, Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Semarang, Wahyudin, mengatakan tingkat keparahan
abrasi di Kecamatan Tugu mencapai 41,43 persen. Di Kecamatan Tugu juga memiliki
lahan pesisir dengan kriteria tanah Halic Hydraquent. Menurut USDA Soil Taxonomy
Halic Hydraquent merupakan tanah berlumpur dengan pH tanah lebih dari 5,5
(Soemodihardjo dalam Soegiarto, 1985). Halic Hydraquent merupakan kategori jenis
tanah yang sesuai dengan substrat mangrove dan terletak dekat laut dan berupa
substrat liat relatif muda. Dilihat dari ketegori lahan tersebut, kawasan ini sangat
cocok dikembangkan tanaman mengrove dan mengingat abrasi hampir 50% terjadi di
pesisir ini. Abrasi yang semakin parah akan membuat luas daratan semakin berkurang
dan menambang volume air laut hingga akhirnya menjadikan bencana rob.
Potensi pengembangan tanaman mangrove yang sangat menjanjikan sebagai
peredam abrasi juga dapat dijadikan sebagai salah satu objek wisata edukasi dan
konservasi di Kecamatan Tugu. Dilihat dari sudut pandang biofisik wilayah pesisir
bukan merupakan ekosistem yang berdiri sendiri, namun wilayah ini memiliki
hubungan fungsional yang dinamis dengan ekosistem darat. Pengembangan dapat
dilakukan dengan penyesuaian trend modern yaitu sun corner. Sun corner dalam
pengembangan ini dibagi dalam beberapa bagian, yaitu Edu Corner, Baby Mangrove
Corner, Photobhoot dan Playground Corner.
Edu Corner merupakan sistem aplikatif yang ada di tengah ujung lokasi hutan
mangrove yang terbagi menjadi bagian research dan untuk pembelajaran informasi
mengenasi lingkungan. Baby Mangrove Corner merupakan penanaman bibit
mangrove serta pengetahuan awal mengenai ekosistem mangrove. Pada sistem
penanaman ini haruslah disesuaikan dengan lokasinya juga dikembangkan sistem one
person, one mangrove. Photobhoot dan playground corner merupakan tempat singgah
yang digunakan untuk wisata dan public place dengan disediakan fasilitas pendukung
konservasi mangrove. Corner-corner tersebut terdapat sistem informasi secara
geografis atau Geographis Information System yang menghasilkan pemetaan yang
memudahkan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi mangrove. Data input
berupa data geospasial adalah data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan
atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada,
atau di atas permukaan bumi. (PP Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta
Rencana Tata Ruang). Dengan melihat fenomena di atas maka analisis peningkatan
produktivitas lahan pesisir Kecamatan Tugu, Kabupaten Semarang sangat dibutuhkan
guna pencapaian lingkungan yang seimbang melalui penerapan estetika, edukasi, dan
kampanye lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka dirumuskan
masalah dalam penelitian ini adalah :
2. Bagaimana tingkat keparahan abrasi dilihat dari citra satelit akibat berkurangnya
ekosistem mangrove ?
C. Tujuan Penulisan
Semarang.
2. Mengolah dan menganalisis tingkat keparahan abrasi dari data geospasial melalui
D. Manfaat Penulisan
menjadikan hasil penulisan ini sebagai salah satu bahan bagi penyusunan program
ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Irwan (2007), hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di
daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai)
yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas
merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang
pengendapan lumpur di daerah pantai yang dibawa oleh aliran sungai, bercampur
dengan pasir sebagai hasil erosi pantai. Penyebarannya umumnya dibantu oleh air
dan berkembang pada tanah yang banyak mengandung bahan organik bercampur
bunga. Mangrove Avicennia sp, Rhizopora sp, Bruguiera sp, dan Sonneratia
bunga.
Halic Hydraquent merupakan tanah berlumpur dengan pH tanah lebih dari 5,5
yang sesuai dengan karateristik tanah yang cocok untuk mangrove. Menurut
(Matondang, 1979), Halic hydraquent lebih dekat ke laut yaitu tanah liat tidak
tua (unripe clay soils)mempunyai nilai n > 0,7. Nilai n adalah hubungan antara
persentase tanah liat inorganik dan humus.Makin kecil nilai n berarti tingkat
tanahnya memiliki frekuensi berbeda dalam menerima pasokan air laut dan air
tawar. Berbagai kandungan dalam air laut maupun air tawar tersebutlah yang
(belum paham mau di ekstrak bahas landsat untuk coastal line atau sekaligus
abration nya )
Kecamatan Tugu, Semarang, memiliki luas 3.133,36 Ha. Kawasan pesisir ini
sering terkena proses abrasi yang cukup parah. Dinas Kelautan dan Perikanan
tahun 2009. Kepala Seksi Pengelolaan Lingkungan dan Kelautan Pesisir, Dinas
juga memiliki lahan pesisir dengan kriteria tanah Halic Hydraquent. Selain
tersebut.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Semarang.
B. Jenis Penelitian
baik.
C. Metode Penelitian
data serta arahan yang sesuai dengan studi kasus yang diambil. Metode
data.
dan catatan yang diperoleh di lapangan serta bahan- bahan lain yang telah
dihimpun sehingga dapat merumuskan hasil dari apa yang telah ditemukan.
Relevan dengan jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif dengan metode
kualitatif. Data yang telah terkumpul berupa kata-kata dari berbagai sumber
ini. Data sekunder yang dimaksudkan adalah data yang diambil secara tidak
langsung dari sumber data. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data
PEMBAHASAN