Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan. Siapa

yang lebih pandai menggunakan hukum akan keluar sebagai

pemenang dalam berperkara. Bahkan, advokat dapat membangun

konstruksi hukum yang dituangkan dalam kontrak sedemikian

canggihnya sehingga kliennya meraih kemenangan tanpa melalui

pengadilan. Dalam hal ini tidak terlepas dari yang namanya Bantuan

Hukum, karenan Bantuan Hukum ditunjukan kepada Advokat sebagai

profesi yang menangani masalah tersebut. Pada zaman modern seperti

sekarang ini tidak jarang kejahatan yang kerap kali terjadi belakangan ini motivnya karena

keadaan ekonomi, sosial maupun moral. Selain itu juga kejahatan membuat masyarakat menjadi

resah dan takut serta dapat pula merusak tatanan hidup masyarakat. Dengan semakin

terbukanya mata masyarakat terhadap masalah hukum maka peran advokat menjadi

semakin penting. Hal ini menempatkan kedudukan advokat menjadi sama pentingnya dengan

lembaga penegakan hukum lainnya seperti Kepolisian, Jaksa dan Hakim.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan Bantuan Hukum.?
2. Apa yang di maksud dengan Advokat.?
3. Apa yang di maksud dengan Surat Kuasa.?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bantuan Hukum

Sebelum adanya Undang-Undang Bantuan Hukum, terdapat Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum
Secara Cuma-Cuma. Di dalam Peraturan tersebut, memberikan pengertian mengenai bantuan
hukum secara cuma-cuma yaitu jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran
honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi,
membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak
mampu.1[1]

Sedangkan pengertian menurut UU Tentang Bantuan Hukum Nomor 16/2011 adalah :


Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-
cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok
orang miskin.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-Undang ini.2[2]
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa dalam bantuan hukum terdapat
beberapa unsur, yaitu:

1. Penerima bantuan hukum adalah fakir miskin atau orang yang tidak mampu secara
ekonomi.

2. Bantuan hukum diberikan baik di dalam maupun di luar proses peradilan.

3. Bantuan hukum diberikan baik dalam lingkup peradilan Pidana, Perdata, maupun Tata
Usaha Negara.

4. Bantuan hukum diberikan secara cuma-cuma.

1[1] http://lbh.unpar.ac.id

2[2] http://jdih.bpk.go.id /2012/03/UU-16-Tahun-2011.pdf


Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa PP 83/2008, secara substantif, tidak mengatur
bantuan hukum, melainkan mengatur bagaimana advokat memberikan bantuan hukum secara
cuma-cuma. Dengan demikian, subyek dari PP 83/2008 adalah advokat, bukan bantuan hukum.

B. Dasar Pemberian Bantuan Hukum


Program pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu dilakukan berdasarkan
ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini :

1. Pasal 22 UU Advokat
(1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada
pencari keadilan yang tidak mampu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum
secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara


Pidana :

a. Pasal 56 (1) tentang : Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa
melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih
atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau
lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan
pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk
penasehat hukum bagi mereka.

b. Pasal 56 (2) tentang : Setiap penasehat hukum yang ditunjuk untuk bertindak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-
cuma.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG
tentang : Barangsiapa yang hendak berperkara baik sebagai penggugat maupun sebagai
tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya, dapat memperoleh izin untuk
berperkara dengan cuma-cuma.
4. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 1996, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui
Lembaga Bantuan Hukum

5. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999, tentang Petunjuk


Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara.

6. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara
No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan Bantuan Hukum
Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu Melalui LBH.3[3]

C. Tujuan Program Bantuan Hukum


Aspek Kemanusiaan

Dalam aspek kemanusiaan, tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk
meringankan beban (biaya) hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di
depan Pengadilan. Dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan
dengan proses hukum di Pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk memperolah
pembelaan dan perlindungan hukum.

Peningkatan Kesadaran Hukum

Dalam aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan memacu
tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Dengan demikian,
apresiasi masyarakat terhadap hukum akan tampil melalui sikap dan perbuatan yang
mencerminkan hak dan kewajibannya secara hukum.

D. Advokat

Menurut UU advokat Pasal 1, pengertian advokat adalah sebagai berikut :

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

3[3] http://www.pn-gresik.go.id
Pengacara sering digandengkan dengan penyebutanya dengan advokat. Dua istilah ini
memang sama-sama bergerak dalam lapangan bantuan hukum. Perbedaan istilah di antara
mereka lebih berkaitan dengan kompetensi saja. Untuk pengacara, wilayah bantuan hukum yang
ditanganinya adalah satu wilayah pengadilan tinggi, sedangkan advokat meliputi wilayah seluruh
Indonesia. Pengacara diangkat dengan keputusan ketua pengadilan tinggi tempat pengacara itu
berpraktik. Untuk advokat pengangkatanya dilakukan oleh mentari kehakiman. Organisasi
advokat di bentuk berdasarkan undang - undang, dan memberikan bantuan hukum cuma - cuma
kepada masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi dalam mencari keadilan.

1. Pengangkatan Advokat
Untuk diangkat sebagai advokat, haruslah berlatar belakang pendidikan
ilmu hukum. Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun
2003, dinyatakan sebagai berikut:
Yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang
pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi
Advokat yang dilaksanakan oleh organisasi Advokat. Pengangkatan Advokat
dilakukan oleh Organisasi Advokat. Salinan surat pengangkatan Advokat
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan Mahkamah Agung dan
Menteri.4[4]
Selain pengangkatan Advokat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2
diatas, maka untuk dapat diangkat menjadi Advokat, harus dipenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a) Warga negara Republik Indonesia.
b) Bertempat tinggal di Indonesia.
c) Tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat Negara.
d) Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun.
e) Berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum.
f) Lulus ujian yang diadakan Organisasi Advokat.
g) Magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor
advokat.

4[4] http://hukum.kompasiana.com/humas-dpn-peradi/Leo-tobing.
h) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
i) Berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai
integritas yang tinggi.
2. Pemberhentian Advokat
Advokat sebagai sebuah lembaga atau intuisi yang memberikan
pelayanan hukum kepada klien, dapat saja diberikan tindakan apabila tidak
sungguh-sungguh menjalankan profesinya tersebut. Hal ini sesuai ketentuan
dalam Pasal 6 UU Nomor 18 Tahun 2003, dinyatakan bahwa advokat dapat
dikenakan tindakan dengan alasan:
a) Megabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya
b) Berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan
seprofesinya
c) Bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengluarkan pernyataan
yang menunjukkan sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan
perundang-undangan, atau pengadilan.
d) Berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau
harkat dan martabat profesinya
e) Melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang undangan dan
atau perbuatan tercela
f) Melanggar sumpah atau janji advokat dan/atau kode etik profesi advokat.

3. Hak Dan Kewajiban Advokat


Hak Dan Kewajiban Advokat menurut Pasal 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20 Undang -
Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah :
Pasal 14
Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi
tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 16
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas
profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.
Pasal 17
Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi,data, dan dokumen
lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan
tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap
Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan
budaya.
(2) Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak
yang berwenang dan/atau masyarakat.
Pasal 19
(1) Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya
karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
(2) Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien,termasuk perlindungan atas
berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap
penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.
Pasal 20
(1) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan
martabat profesinya.
(2) Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa
sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam
menjalankan tugas profesinya.
(3) Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama
memangku jabatan tersebut.5[5]

E. Surat Kuasa
Dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia, apabila seseorang ingin mengajukan suatu
gugatan perdata di pengadilan negeri mengenai permasalahan hukum yang berkaitan dengan
pemenuhan prestasi dalam perjanjian atau pun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum terhadap dirinya, dan dia bermaksud menunjuk seorang atau lebih
advokat sebagai penerima kuasanya dalam mewakili dan/atau memberikan bantuan hukum pada
proses pemeriksaan perkara di persidangan, maka orang tersebut harus memberikan kuasa
kepada advokat yang ditunjuk dalam bentuk Surat Kuasa Khusus yang dibuat dan ditandatangani
serta diperuntukkan khusus untuk itu. Hal pemberian Kuasa dengan Surat Kuasa Khusus yang
demikian ini, berlaku pula bagi pihak yang digugat oleh pihak lain, yang pada akhirnya diwakili
oleh seorang advokat sebagai penerima kuasa.
Pengaturan hukum mengenai surat kuasa dapat kita temui secara tersirat dalam Pasal
1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer") atau sering disebut juga dengan
Burgerlijk Wetboek (BW) yang menyatakan, Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang
berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan
sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.6[6]
Bentuk kuasa yang sah di depan pengadilan untuk mewakili kepentingan pihak yang
berperkara , di atur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR, yaitu :
1. Kuasa secara Lisan;
Kuasa ini dinyatakan secara lisan oleh Penggugat di hadapan Ketua Pengadilan Negeri,
dan pernyataan pemberian kuasa secara lisan tersebut dinyatakan dalam catatan gugatan yang
dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
2. Kuasa yang ditunjuk dalam Surat Gugatan;

5[5] Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta : sinar
grafika.

6[6] http://www.hukumonline.com
Penggugat dalam surat gugatannya, dapat langsung mencantumkan dan menunjuk Kuasa
Hukum yang dikehendakinya untuk mewakili dalam proses pemeriksaan perkara. Dalam praktek,
cara penunjukan seperti itu tetap saja didasarkan atas Surat Kuasa Khusus yang telah
dicantumkan dan dijelaskan pada surat gugatan.
3. Surat Kuasa Khusus.
Pengertian dan definisi dari Surat Kuasa Khusus tidak di atur secara jelas dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun HIR, akan tetapi dapat diikhtisarkan
esensi dari Surat Kuasa Khusus yaitu : (i) yang meliputi pencantuman kata-kata Khusus dalam
surat kuasa, (ii) yang berisikan pengurusan kepentingan tertentu pemberian kuasa yang dibuat
dan ditandatangani khusus untuk itu. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1795 KUH Perdata.7[7]
Berkaitan dengan pengurusan perkara perdata di pengadilan negeri oleh seorang advokat
sebagai penerima kuasa, maka hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang Kuasa Hukum
dalam pemberian Surat Kuasa Khusus adalah :

1. Identitas para pihaknya;

2. Pokok dan obyek sengketanya;

3. Wilayah kewenangan pengadilan tempat gugatan diajukan;

4. Penyebutan kata-kata KHUSUS dan klausul khususnya;

5. Hak-hak penerima Kuasa, yaitu hak substitusi dan hak retensi;

6. Tanggal dibuatnya Kuasa Khusus;

7. Tanda tangan para pihaknya, sebagai persetujuan.

Agar tidak terjebak kepada pengertian antara Kuasa Umum dengan Kuasa Khusus, maka
berikut dibawah ini terdapat bagan perbedaan antara keduanya:
Perbedaan Surat Kuasa Khusus Surat Kuasa Umum
Dasar Hukum Pasal 1795 KUH Perdata Pasal 1796 KUH Perdata
Judul Mencantumkan kata-kata Mencantumkan kata-kata

7[7] http://www.hukumacaraperdata.com/surat-kuasa-khusus
Surat Kuasa Khusus Surat Kuasa Umum
Isi Meliputi 1 (satu) kepentingan tertentu Meliputi perbuatan-
atau lebih dari pemberi kuasa yang perbuatan segala
diperinci mengenai hal-hal yang boleh pengurusan kepentingan
dilakukan oleh penerima kuasa. dari pemberi kuasa,
misalnya : memindah
tangankan benda,
meletakan Hak
Tanggungan, membuat
perdamaian.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bantuan Hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara
cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau
kelompok orang miskin.Pemberi Bantuan Hukum adalah lembaga bantuan hukum atau
organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan Bantuan Hukum berdasarkan Undang-
Undang.

Advokat adalah orang yang mendampingi pihak yang berperkara. Tugas


utama advokat adalah memastikan klien yang didampingi mendapatkan hak-
hak yang semestinya dalam melakukan tindakan hukum. Setiap orang yang
telah lulus sarjana hukum bisa menjadi advokat, asalkan dia mengikuti
pendidikan profesi advokat dan lulus ujian profesi advokat yang diadakan
oleh organisasi profesi advokat.

Menurut Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pemberian kuasa ialah suatu
persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk
melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.

FUNGSI DAN PERANAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM STRUKTURAL

Lembaga bantuan hukum lahir karena adanya sebuah tujuan dalam membantu masyarakat
yang tidak mampu baik secara ekonomi maupun kedudukan strata sosial. Selain itu terdorong
karena keinginan dalam penegakkan keadilan dan kedudukan yang sama di depan hukum. Jika
kita lihat memang dalam berbagai contoh kasus sering kali hukum tumpul keatas akan tetapi
sangat tajam ke bawah, disinilah yang dibutuhkan dari para advokat dalam membantu masyrakat
menengah ke bawah dalam prosesi hukum. Profesi advokat/penasehat hukum adalah profesi
yang mulia dan terhormat (offium nobile), menjalankan tugas pekerjaan menegakkan hukum di
pengadilan bersama jaksa dan hakim (officials of the court) dimana dalam tugas pekerjaannya
dibawah lindungan hukum dan undang-undang yang dalam hal ini adalah UU no. 18 Tahun 2003
tentang Advokat. Fungsi dari advokat jika kita melihat yang telah diatur oleh undang-undang di
pengadilan adalah mengamati kinerja-kinerja praktisi hukum lainnya.

Untuk setiap permasalahan seorang advokat memang diharuskan mempunyai sebuah


keberanian dalam mencari keadilan dengan mengesampingkan segala rasa takut kepada
siapapun. Yang terpenting adalah fungsi seorang advokat adalah memberi bantuan hukum kepada
siapapun guna mendapatkan keadilan. Itulah sebabnya mengapa seorang advokat harus
memberikan bantuan hukum secara gratis untuk setiap masyarakat yang tidak mampu dan
lapisan bawah yang buta dengan hukum, baik terlibat masalah pidana ataupun masalah perdata.

Seperti yang dikatakan oleh Prof. DR. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., bahwasannya
proses advokasi setidaknya memberikan bantuan hukum mencakup kemungkinan -
kemungkinan sebagai berikut:

1. Pemberian informasi hukum, misalnya, memberitahukan kepada seorang pegawai


negeri tentang hak hak dan kewajiban kewajibannya sebagai pegawai negeri.

2. Pemberian nasehat hukum, misalnya, menjelaskan apa yang harus dilakukan seseorang
yang akan membeli rumah atau tanah.

3. Pemberian Jasa Hukum, misalnya, membantu seseorang untuk menyusun surat gugatan.

4. Bimbingan Hukum, yaitu pemberian jasa secara kontinyu.

5. Memberikan jasa perantara, misalnya, menghubungkan warga masyarakat dengan


instasi-instasi tertentu yang berkaitan dengan masalah masalah hukum yang
dihadapinya.

6. F. Menjadi kuasa warga masyarakat di dalam atau di luar pengadilan.

Hal itu juga didukung dalam konfrensi PBB tentang Hak Hak Asasi Manusia yang
diselenggarakan di Teheran pada tahun 1968, gagasan tentang bantuan hukum sudah diterima
oleh anggota- anggota PBB yang mengikuti konfrensi tersebut. Maka dari konfrensi tersebut
muncullah beberapa resolusi resolusi, diantaranya:

1. Perlunya setiap pemerintah mendorong perkembangan sistem bantuan hukum untuk


melindungi hak hak dan kebebasan kebebasan dasar manusia.

2. Merancang patokan-patokan untuk memperoleh bantuan bantuan profesionil.

3. Finansiil dan bantuan hukum lain terhadap mereka yang hak hak dasarnya dilanggar.

4. Mempertimbangkan cara cara dan sarana sarana pembiayaan bagi sistem bantuan
hukum yang menyeluruh (comprehensive legal aid systems).
Dimasa sekarang semakin meluasnya batuan hukum juga merupakan kesadaran dari berbagai
advokat dala menyelebggarakan bantuan hukum. Pendirian lembaga bantuan hukum tidak hanya
berdiri dikalangan praktisi juga menyebar luas dikalangan akademisi khusunya bantuan hukum
yang didirakan oleh fakultas hukum di berbagai Universitas baik negeri maupun swasta di
Indonesia. Hal ini bertujuan selain memberikan bantuan dalam mencari keadilan kepada
masyarakat juga tempat bagi para mahasiswa dalam mempraktekkan ilmunya, juga tempat yang
bisa menunjukkan bahwasannya teori kadang kala tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

Masyarakat semakin mudah dalam mencari keadilan dalam bantuan dan pelayanan hukum
karena banyak sekali Lembaga Bantuan Hukum yang didirikan di kantor kantor pengadilan
atau setiap pos-pos di lingkungan sekitar masyarakat. Tujuannya adalah agar setiap keluhan dan
laporan masyarakat langsung bisa ditampung dan dilayani.

Dari berbagai penjelasan diatas sangatlah jelas bahwa Fungsi dan Peranan lembaga bantuan
hukum adalah sebagai berikut:

1. Public service. Sehubungan dengan kondisi sosial ekonomi karena sebagian besar dari
masyarakat kita tergolong tidak mampu atau kurang mampu untuk menggunakan dan
membayar jasa advokat, maka Lembaga Bantuan Hukum memberikan jasa-jasanya
dengan cuma - cuma

2. Social education. Sehubungan dengan kondisi social cultural, dimana lembaga dengan
suatu perencanaan yang matang dan sistematis serta metode kerja yang praktis harus
memberikan penerangan penerangan dan petunjuk petunjuk untuk mendidik
masyarakat agar lebih sadar dan mengerti hak-hak dan kewajiban kewajibannya
menurut hukum.

3. Perbaikan tertib hukum. Sehubungan dengan kondisi social politic, dimana peranan
lembaga tidak hanya terbatas pada perbaikan perbaikan di bidang peradilan pada
umumnya pada profesi pembelaan khususnya, akan tetapi juga dapat melakukan
pekerjaan pekerjaan Ombudsman selaku partisipasi masyarakat dalam bentuk kontrol
dengan kritik kritik dan saran sarannya untuk memperbaiki kepincangan -
kepincangan/mengoreksi tindakan-tindakan penguasa yang merugikan masyarakat

4. Pembaharuan hukum. Dari pengalaman pengalaman praktis dalam melaksanakan


fungsinya lembaga menemukan banyak sekali peraturan-peraturan hukum yang sudah
usang tidak memenuhi kebutuhan baru, bahkan kadang-kadang bertentangan atau
menghambat perkembangan keadaan. Lembaga dapat mempelopori usul-usul perubahan
undang-undang.

5. Pembukaan lapangan kerja (labour market). Berdasarkan kenyataan bahwa dewasa ini
tidak terdapat banyak pengangguran sarjana-sarjana hukum yang tidak atau belum
dimanfaatkan atau dikerahkan pada pekerjaan pekerjaan yang relevan dengan
bidangnya dalam rangka pembangunan nasional. Lembaga Bantuan Hukum jika saja
dapat didirikan di seluruh Indonesia misalnya satu kantor Lembaga Bantuan Hukum, di
setiap ibu kota kabupaten, maka banyak sekali tenaga sarjana-sarjana hukum dapat
ditampung dan di manfaatkan.

6. Practical training. Fungsi terakhir yang tidak kurang pentingnya bahkan diperlukan oleh
lembaga dalam mendekatkan dirinya dan menjaga hubungan baik dengan sentrum
sentrum ilmu pengetahuan adalah kerjasama antara lembaga dan fakultas-fakultas hukum
setempat. Kerjasama ini dapat memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak. Bagi
fakultas-fakultas hukum lembaga dapat dijadikan tempat lahan praktek bagi para
mahasiswa-mahasiswa hukum dalam rangka mempersiapkan dirinya menjadi sarjana
hukum dimana para mahasiswa dapat menguji teori-teori yang dipelajari dengan
kenyataan-kenyataan dan kebutuhan-kebutuhan dalam praktek dan dengan demikian
sekaligus mendapatkan pengalaman.
REFRENSI

http://www.hukumonline.com
http://www.hukumacaraperdata.com/surat-kuasa-khusus
Supriadi .2006. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia. Jakarta : sinar grafika.
http://hukum.kompasiana.com/humas-dpn-peradi/Leo-tobing.
http://www.pn-gresik.go.id
http://lbh.unpar.ac.id
http://jdih.bpk.go.id /2012/03/UU-16-Tahun-2011.pdf

Anda mungkin juga menyukai