PENDAHULUAN
Wabah penyakit flu burung yang melanda dunia, telah menjadi perhatian banyak
pihak, baik masyarakat luas maupun badan kesehatan. Sejak wabah flu burung pertama
merebak sekitar tahun 90-an di Hongkong, flu burung menjadi penyakit pendemi (lintas batas
Negara). Thailand, Malaysia, China, Korea, Kamboja, dan Indonesia adalah sebagian besar
PBB telah mengisukan peringatan akan kembalinya wabah dari virus H5N1 atau flu
burung yang mulai menyebar melalui Cina dan Vietnam. Migrasinya unggas unggas liar
menjadi faktor dalam membawa dampak buruk dengan mendatangkan kembali virus H5N1
pada negara negara yang sudah dinyatakan bebas dari flu burung selama bertahun tahun.
PBB mengungkapkan baik dari jumlah ternak unggas dan populasi unggas menurun dari total
skala 4000 menjadi 302 di pertengahan tahun 2008, tetapi sebaliknya kasus virus flu burung
cenderung memuncak naik mendekati 800 kasus pada tahun 2010 2011. Meskipun
keberadaan virus sudah tereliminasi dari 63 negara di dunia, namun kenyataannya virus
H5N1 masih menghantui negara seperti Banglades, Cina, Mesir, Vietnam, India dan terkahir
Berdasarkan data Kementerian Pertanian Indonesia, pada Januari 2011 terjadi 136
kasus flu burung dan terus meningkat pada Februari menjadi 156 kasus dan Maret sebanyak
307 kasus. Jumlah unggas yang mati selama Januari 2011 sebanyak 8.315 ekor, Februari
6.310 ekor dan Maret 17.471 ekor. Khusus bulan Maret, tiga provinsi yang paling banyak
terkena flu burung adalah Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Sebagai perbandingan, pada tahun
1
2010 lalu, pada Januari terjadi 284 kasus flu burung, Februari terjadi 362 kasus dan Maret
159 kasus flu burung. Sedangkan pada tahun 2009 Januari terdapat 195 kasus, Februari 331
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mengumumkan dua kasus baru H5N1 yang telah
dikonfirmasi oleh Pusat Biomedis dan teknologi Dasar Kesehatan, Balitbangkes. Kasus
tersebut menimpa warga Kabupaten Bangli, Bali, dengan gejala yang sama yang telah
merenggut nyawa 2 warga Bangli pada bulan Oktober 2011. Merebaknya kasus flu burung
tahun ini didorong oleh adanya cuaca basah dan banjir yang membuat virus cepat
Selain itu, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dimana kasus flu burung lebih banyak
ditemukan di peternakan rumah tangga dimana ternak tidak dikandangkan, pada tahun ini
kasus flu burung lebih banyak ditemukan di sektor peternakan besar yang sudah
Melihat angka peningkatan tersebut alangkah perlunya suatu metode untuk mencegah
peningkatan angka kejadian flu burung dalam masyarakat. Untuk itu sangat perlu diadakan
suatu penyuluhan tentang flu burung dan penanggulangannya sebagai upaya promotif dan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan Flu Burung.
BAB II
2
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Penyakit flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Flu Burung
adalah penyakit influenza pada unggas, baik burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang
yang lain seperti babi. Data lain menunjukkan penyakit ini bisa terdapat burung puyuh dan
burung onta. Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke
manusia. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari
kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita influenza. Sampai saat ini belum
terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang
B. Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus influenza, yang termasuk tipe A subtipe H5, H7 dan
H9. Virus flu burung atau avian influenza ini awalnya hanya ditemukan pada binatang seperti
burung, bebek dan ayam. Namun sejak 1997, virus ini mulai "terbang" ke manusia ( penyakit
zoonosis ). Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe
A H5N1.
Hasil studi menunjukkan bahwa unggas sakit (oleh influenza A H5N1) dapat
mengeluarkan virus dalam jumlah besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan
hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari pada 0C. Pada kotoran dan
tubuh unggas yang sakit, virus dapat bertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan
60C selama 30 menit atau 56C selama 3 jam dan dengan detergen, desinfektan misalnya
3
C. Epidemiologi
1. Sebaran kasus
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di laporkan adanya kasus kematian ayam ternak
yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan
Jawa Barat). Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun
konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian
influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di
Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah
kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Berdasarkan data KEMENKES
RI, jumlah kasus Flu Burung di Indonesia sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2010 adalah
Kelompok yang perlu diwaspadai dan berisiko tinggi terinfeksi flu burung adalah :
4
- Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau bersentuhan
dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang sudah konfirm.
- Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu, memotong,
unggas atau terhadap lingkungan yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam
wilayah di mana infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai
di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia yang
b. Cara Penularan
Flu burung menular dari unggas ke unggas dan dari unggas kemanusia,
melalui air liur, lendir dari hidung dan feses. Penyakit ini dapat menular melalui
udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekret
burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia juga
dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu
produk unggas lainnya. Media penularan ini dapat terjadi akibat transmisi
(perpindahan) unggas yang terkena virus H5N1 dari daerah yang sudah terkena ke
daerah yang belum terkena. Selain itu, terpaparnya manusia dengan penyakit ini,
selain karena kontaminasi langsung dengan unggas daya tahan tubuh juga
5
Semakin baik daya tahan tubuh seseorang, semakin kecil kemungkinan
terkena penyakit ini, begitu pula sebaliknya. Selain daya tahan tubuh, pola makan dan
pola hidup yang bersih dan sehat juga mendukung dalam pencegahan keterpaparan
penyakit ini meskipun dari data resmi menunjukkan, tak ada produk olahan dari
daging ayam yang masuk dari Vietnam dan Thailand sebagai wilayah yang paling
parah terkena dampak flu burung yang menunjukkan tidak adanya pengaruh pola
makan. Bibit penyakit flu burung yang ditemukan di Jatim dan beberapa daerah di
Indonesia itu akan berbahaya apabila menempel atau melakukan assortan kepada
beberapa kematian pada bebek akibat terserang penyakit flu burung. Saat ini tim
dokter hewan UNAIR sedang meneliti dengan mengambil sampel lima bebek yang
mati itu.
Penyakit flu burung memiliki mata rantai penularan dari ayam, bebek, ke babi,
baru kemudian menular kepada manusia. Penularannya kepada manusia lebih cepat
apabila melalui babi karena ketika penyakit itu masuk ke tubuh babi, virus bisa
c. Masa Inkubasi
Masa inkubasi rata-rata adalah 3 hari (1-7 hari). Masa penularan pada manusia
adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari setelah gejala timbul dan pada anak dapat
sampai 21 hari.
6
Gejala pada unggas yang sakit cukup bervariasi, mulai dari gejala ringan (nyaris
tanpa gejala), sampai sangat berat. Hal ini tergantung dari keganasan virus, lingkungan,
dan keadaan unggas sendiri. Gejala yang timbul seperti jengger berwarna biru, kepala
bengkak, sekitar mata bengkak, demam, diare, dan tidak mau makan. Dapat terjadi
gangguan pernafasan berupa batuk dan bersin. Gejala awal dapat berupa gangguan
reproduksi berupa penurunan produksi telur. Gangguan sistem saraf dalam bentuk
depresi. Pada beberapa kasus, unggas mati tanpa gejala. Kematian dapat terjadi 24 jam
setelah timbul gejala. Pada kalkun, kematian dapat terjadi dalam 2 sampai 3 hari.
Gejala flu burung pada dasarnya adalah sama dengan flu biasa lainnya, hanya
cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi antara mulai tertular
dan timbul gejala adalah sekitar 3 hari; sementara itu masa infeksius pada manusia
adalah 1 hari sebelum, sampai 3-5 hari sesudah gejala timbul pada anak dapat sampai
21 hari.
Gejalanya suhu > 38oC, demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi, sampai infeksi selaput mata (conjunctivitis). Bila keadaan memburuk,
dapat terjadi severe respiratory distress yang ditandai dengan sesak nafas hebat,
Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar
11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks
protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk
menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel.
7
Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin (HA) dan yang mengandung
neuraminidase (NA), yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza
mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari (i) protein nukleokapsid (NP) (ii).
Berdasarkan jenis antigen NP dan MP, virus influenza digolongkan dalam virus
influenza A, B, dan C. Virus Influenza A sangat penting dalam bidang kesehatan karena
sangat patogen baik bagi manusia, dan binatang, yang menyebabkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi, di seluruh dunia. Virus influenza A ini dapat menyebabkan pandemi
karena mudahnya mereka bermutasi, baik berupa antigenic drift ataupun antigenic shift
sehingga membentuk varian-varian baru yang lebih patotegen. Pada virus influenza tipe A
dapat terjadi perubahan besar pada komposisi antigeniknya yang disebut antigenic shift
atau terjadi perubahan kecil komposisi antigenik yang disebut antigenic drift. Perubahan
perubahan inilah yang bisa menyebabkan epidemi atau bahkan pandemi. ). Virus influenza
B adalah jenis virus yang hanya menyerang manusia, sedangkan virus influenza C, jarang
ditemukan walaupun dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus
influenza B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah pandemis. Terdapat 15
jenis subtipe HA dan 9 jenis subtipe NA. Dari berbagai penelitan seroprevalensi secara
wabah pandemi antara lain H7N7 (1977), H3N2 (1968), H2N2 (1957), H1N1 (1918),
H3N8 (1900), dan H2N2 (1889). Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel
hospes setelah terjadi penempelan spikes virion dengan reseptor spesifik yang ada di
permukaan sel hospesnya. Virion akan menyusup ke sitoplasma sel dan akan
menggunakan mesin genetik dari sel hospesnya, virus dapat bereplikasi membentuk
virion-virion baru, dan virion-virion ini dapat menginfeksi kembali sel-sel disekitarnya.
8
Beberapa hasil pemeriksaan terhadap spesimen klinik yang diambil dari penderita ternyata
avian influenza H5N1 dapat bereplikasi di dalam sel nasofaring dan di dalam sel
gastrointestinal .Virus H5N1 juga dapat dideteksi di dalam darah, cairan serebrospinal, dan
Fase penempelan (attachment) adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa
masuk atau tidak ke dalam sel hospesnya untuk melanjutkan replikasinya. Virus influenza
A melalui spikes hemaglutinin (HA) akan berikatan dengan reseptor yang mengandung
sialic acid (SA) yang ada pada permukaan sel hospesnya.-2,6-Gal), sehingga secara
teoritis virus flu burung tidak bisa menginfeksi manusia karena perbedaan reseptor
spesifiknya. Namun demikian, dengan perubahan hanya 1 asam amino saja konfigurasi
reseptor tersebut dapat dirubah sehingga reseptor pada manusia dikenali oleh HPAI-H5N1.
Potensi virus H5N1 untuk melakukan mutasi inilah yang dikhawatirkan sehingga virus
dapat membuat varian-varian baru dari HPAI-H5N1 yang dapat menular antar manusia ke
manusia .- 2,6-galactose (SA -2,3- Gal), dimana molekul ini berbeda dengan reseptor
yang ada pada manusia. Reseptor yang ada pada permukaan sel manusia adalah SA -2,3-
galactose (SA Ada perbedaan penting antara molekul reseptor yang ada pada manusia
dengan reseptor yang ada pada unggas atau binatang. Pada virus flu burung, mereka dapat
mengenali dan terikat pada reseptor yang hanya terdapat pada jenis unggas yang terdiri
Flu burung dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari
kotoran unggas yang sakit. Penularan juga bisa terjadi melalui air minum dan pasokan
makanan yang telah terkontaminasi oleh kotoran yang terinfeksi flu burung. Di peternakan
unggas, penularan dapat terjadi secara mekanis melalui peralatan, kandang, pakaian
ataupun sepatu yang telah terpapar pada virus flu burung (H5N1) juga pekerja peternakan
itu sendiri. Jalur penularan antar unggas di peternakan, secara berurutan dari yang kurang
9
berisiko sampai yang paling berisiko adalah melalui pergerakan unggas yang terinfeksi
(tetangga) dalam radius 1 km, kereta/lori yang ,digunakan untuk mengangkut makanan,
minuman unggas dan lain-lain ,kontak tidak langsung saat pertukaran pekerja dan alat-alat.
Penularan virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia
kontak dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau
benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus
H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di peternakan ayam
,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang sakit atau terinfeksi flu
burung orang yang menyentuh produk unggas yang terinfeksi flu burung ,populasi dalam
radius 1 km dari lokasi terjadinya kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya
sampai saat ini, H5N1 tidak mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang
terinfeksi, akan sulit virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian
bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi
lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan
menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif
memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan
proinflammatory cytokine termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke
sirkulasi sistemik dan pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam,
malaise, myalgia dll. Pada umumnya influenza merupakan penyakit yang self limiting dan
virus terbatas pada saluran napas. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang
menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah dan ke organ tubuh lain. Bila
10
strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap
virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis
yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus
baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang
sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons
imun dan gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus
influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk
menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
yang luas dan berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial.
Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intraalveolar, mobilisasi sel
sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga
fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis
keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen
terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya
terjadi secara cepat dan penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses
WOC
11
Virus bereplikasi Terbentuk strain/subtipe
virus baru
Sel epitel lisis
Patogrenisitas sangat tinggi
Deskuamasi lapisan epitel
Kerusakan jaringan paru yang
Terbentuk proinflammatory cytokine luas dan berat
(IL-1, IL-6, dan TNF-Alfa)
Pneumonia intertitial
Masuk ke sirkulasi sistemik
Gangguan
Suplai oksigen tidak adekuat
pemenuhan
Terjadi gejala sistemik
nutrisi
Dyspnea
kurang dari
kebutuhan
Demam Malaise Myalgia
Eksudasi edema intraalveolar
Infeksi Intoleran Nyeri
Mobilisasi sel-sel radang dan eritrosit
aktivitas
Intervensi: Pembentukan membran hialin dan fibroblas
Pantau TTV
Ceagah penyebaran Sel radang memproduksi banyak sel mediator peradangan
infeksi ARDS Difusi oksigen terganggu
Intervensi: Fibrosis paru Hipoksia
Evaluasi respon klien
Berikan lingkungan tenang Bersihan
Bantu klien memilih posisi yang Gangguan
2. Pencegahan jalan nafas pertukaran gas
nyaman
tidak efektif
Pengendalian adalah aspek yang sangat penting dalam pencegahan transmisi
Intervensi: Intervensi: Intervensi:
Pantau TTV Tentukan karakteristik nyeri Catat adanya sianosis
walaupun belum ada TTV
Pantau bukti sahih adanya penularan dari manusia ke manusia yang
Kaji frekuensi pernafasan, Hitung
Tentukan karakteristik nyeri
Kolaborasi pemberian analgesik Kolaborasi pemberian jumlah sputum
berkelanjutan. Pencegahan
mukolitik transmisi dilakukan dengan melakukan perawatan isolasi
personal dan metode kewaspadaan isolasi yang baik. Selain kewaspadaan standar (cuci
pula kewaspadaan berdasar transmisi sesuai cara penularan (kontak, droplet dan
airborne). Penanganan limbah juga bagian yang sangat penting untuk pencegahan
a. Pada Unggas
1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
12
2. Vaksinasi pada unggas yang sehat
b. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi ( pekerja peternakan dan pedagang)
b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinsfeksi flu burung.
2. Masyarakat umum
a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi dan istirahat
cukup.
- Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
- Memasak daging ayam sampai dengan suhu 800C selama 1 menit dan pada
F. Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan penunjang
a. Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
Antibodi akan muncul karena usaha dari tubuh untuk melindungi dirinya
dari virus yang masuk. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi
13
antibodi spesifik virus influenza A yang terbentuk di dalam tubuh adalah uji
assay (ELISA). Antigen pada penderita dengan infeksi virus influenza A dapat
serologi berasal dari serum darah penderita. Saat ini telah tersedia uji cepat dalam
bentuk kit yang dapat dengan cepat memberikan hasil, tetapi kurang akurat. Hasil
akan diperoleh dalam waktu lebih kurang 1-2 jam. Karena hasil yang didapat
kurang akurat dan tidak dapat menentukan subtipe dari virus influenza A yang
menginfeksi, kita harus melakukan pemeriksaan lain yang lebih sensitif dan tepat
dalam arti sangat menentukan. Akan tetapi pemeriksaan ini memerlukan peralatan
dan teknik yang canggih selain tenaga ahli yang andal, sehingga tidak dipakai
berasal dari usap tenggorok dan hidung atau sputum/riak pada penderita dewasa
dengan pneumonia. Isolasi virus dilakukan dengan cara menanam bahan yang
akan diperiksa pada biakan jaringan atau telur ayam yang berembrio, kemudian
14
Diagnosis molekuler ini mempunyai beberapa keunggulan, seperti sensitif,
karena dapat mendeteksi komponen virus (RNA spesifik H5) dalam jumlah
kemungkinan flu burung dan menentukan berat ringannya derajat penyakit . Pemeriksaan
- Pemeriksaan Hematologi
Darah. Umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan
ureum dan kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan komplikasi yang
ditemukan.
- Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu
burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan
gejala klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan
untuk mengambil sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen
15
2. Derajat Penyakit
Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus flu burung dapat dikategorikan menjadi:
Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia berat dan ARDS atau dengan kegagalan organ
3. Diagnosis Banding
Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit
- Demam Dengue
- Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur
- Demam Typhoid
- Tuberkulosis Paru
4. Diagnosis
16
1. Anamnesis tentang gejala yang diderita oleh penderita dan adanya riwayat kontak
atau adanya faktor risiko, seperti kematian unggas secara mendadak, atau unggas
kemerahan).
3. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) diperoleh leukopenia, limfopenia,
Reaction (PCR) dan Real-time PCR assay, Biakan Virus. Dari hasil pemeriksaan
ini dapat ditentukan status pasien apakah termasuk curiga (suspect), mungkin
infiltrat yang tersebar atau terlokalisasi pada paru. Hal ini menunjukkan adanya
proses infeksi oleh karena virus atau bakteri di paru-paru atau yang dikenal dengan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum, penurunan
2. Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa O2 darah dan hipoksia
17
4. Intoleran aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
6. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dyspnea dan suplai
Intervensi Keperawatan
1. Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum, penurunan
energi,dan kelemahan
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi / kedalaman pernapasan & Takipnea, pernapasan dangkal dan gerakan
gerakan dada dada tidak simetris karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada.
Auskultasi area paru, catat adanya ronki, Penurunan aliran udara terjadi pada area
mengi, dan krekels. konsolidasi dengan cairan
Observasi & catat batuk yang berlebihan, Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan
peningkatan frekusensi napas, sekret yang napas secara alami
berlebihan.
Penghisapan sesuai dengan indikasi Merangsang batuk atau pembersihan secara
alami
Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/ hari Cairan yang hangat memobilisasi dan
mengeluarkan sekret
Bantu dengan menggunakan nebulizer. Memudahkan pengenceran dan pembuangan
sekret
Berikan obat sesuai indikasi: Mukolitik, Obat untuk menurunkan spasme bronkus
ekspektoran, bronkodilator, analgesik. dengan mobilisasi sekret
18
2. Dx : Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa O2 darah dan
hipoksia
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan Manifestasi distress pernapasan tergantung
bernapas pada derajat keterlibatan paru dan status
kesehatan umum
Observasi warna kulit, membran mukosa Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi,
dan kuku, catat adanya sianosis sianosis membran mukosa menunjukkan
hipoksemia sistemik
Awasi suhu tubuh, bantu tindakan Demam tinggi sangat meningkatkan
kenyamanan untuk menurunkan demam kebutuhan metabolik dan O2
Observasi penyimpangan kondisi, catat Syok dan edema paru adalah penyebab umum
hipotensi, banyaknya jumlah sputum kematian pada pneumonia
perubahan tingkat kesadaran.
Berikan terapi O2 dengan benar Mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
Awasi AGD dan Saturasi Oksigen dengan Mengevaluasi proses penyakit dan
pulse Oksimeter memudahkan terapi paru
19
Tujuan : untuk Pencegahan penularan infeksi
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial dan komplikasi proses
penyakit
Intervensi Rasional
Pantau ketat tanda-tanda vital, khususnya Selama periode waktu ini potensial
pada awal terapi komplikasi fatal dapat terjadi
Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran Perubahan karakteristik sputum menunjukan
sputum dan melaporkan perbaikan pneumonia
perubahan warna, jumlah dan bau sputum atau terjadinya infeksi skunder
Cegah penyebaran infeksi dari pasien lain, Organisme yang mudah menular dapat
keluarga dan petugas kesehatan ditularkan melalui kontak langsung.
dengan mencuci tangan secara konsisten Teknik mencuci tangan penting dalam
sebelum dan sesudah kontak dengan mengurangi transian lapisan luar kulit dan
pasien serta menggunakan APD menurunkan penyebaran / tambahan infeksi
Kolaborasi pemberian anti mikrobakterial Obat ini digunakan untuk membunuh
kebanyakan mikrobial pneumonia
Intervensi Rasional
Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien
catat laporan dispnea, peningkatan
kelemahan
Berikan lingkungan tenang dan batasi Menurunkan stress dan rangsangan
pengunjung selama fase akut sesuai berlebihan, meningkatkan istirahat
Indikasi
Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk Tirah baring dipertahan kan untuk
istirahat/ tidur menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk menyembuhan
Bantu perawatan diri yang tidak dapat Meminimalkan kelelahan dan membantu
dilakukan pasien keseimbangan suplai dan kebutuhan O2
20
5. Dx : Nyeri b.d inflamasi parenkim paru, batuk menetap
Intervensi Rasional
Tentukan karakteristik nyeri misalnya tajam, Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa
konstan, ditusuk. Selidiki perubahan derajat pada pneumonia
karakter/ lokasi / intensitas nyeri
Pantau tanda-tanda vital Perubahan frekuensi jantung/TD menunjukan
bahwa pasien mengalami
Nyeri
Kolaborasi pemberian analgesik dan antitusif Obat ini dapat digunakan untuk menekan
batuk nonproduktif atau menurunkan mukosa
berlebihan, meningkatkan kenyamanan
6. Dx : Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dyspnea dan
suplai oksigen tidak adekuat
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi selama perawatan
Kriteria hasil: Menunjukkan peningkatan berat badan dan nafsu makan
Intervensi Rasional
Auskultasi bising usus Bising usus mungkin menurun bila proses
infeksi berat
Berikan makanan porsi kecil dengan Meningkatkan masukan meskipun nafsu
frekuensi sering makan lambat untuk kembali
Sajikan makanan dalam keadaan hangat Mengurangi rasa mual
Berikan perawatan mulut Menghilang rasa tidak enak dan bau mulut
Timbang berat badan setiap Hari Mengetahui perkembanganm status nutrisi
Pada dasarnya penatalaksanaan flu burung (AI) sama dengan influenza yang
pasien flu burung (AI) pada dasarnya sama dengan penatalaksanaan keperawatan
pasien pneumonia. Di dalam buku ini difokuskan pada asuhan keperawatan pasien flu
21
burung tanpa alat bantu pernapasan yang dirawat di ruang isolasi dan pasien flu burung
dari pengkajian sampai evaluasi dilengkapi dengan rencana pasien pulang (discharge
planning). Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien flu burung antara
lain Bersihan jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum, penurunan
energi, dan kelemahan, Gangguan pertukaran gas b.d gangguan kapasitas pembawa O2
darah dan hipoksia, Penyebaran infeksi b.d proses penyakit, Intoleran aktifitas b.d
parenkim paru, batuk menetap, Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
keperawatan yang ditegakkan antara lain manajemen cairan, manajemen asam basa,
2. Penatalaksanaan Medis
di fasilitas kesehatan non rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung. Untuk
22
Mengenai antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam
Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5
hari.
2. Penghambatan neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami
Pada kasus suspek flu burung diberikan Oseltamivir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan
antibiotic spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika
perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. Respiratory care di ICU sesuai
indikasi.
Sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan Oseltamivir dengan
dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu). Seperti penyakit
virus lainnya, sebenarnya penyakit ini belum ada obat yang efektif. Penderita hanya akan
diberi obat untuk meredakan gejala yang menyertai penyakit flu itu, seperti demam, batuk
atau pusing. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat telah
influenza A.
Jenis obat tersebut diantaranya adalah M2 inhibitors (amantadin dan rimantadin) dan
neuraminidase inhibitors (oseltamivir dan zanamivir). Keempat obat ini dapat digunakan
yang biasa kita kenal (seasonal influenza). Akan tetapi, tidak semua obat antivirus ini
dapat digunakan untuk mengobati penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus
influenza A subtipe H5N1. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli,
melawan virus H5N1. Selain digunakan dalam pengobatan, oseltamivir juga dapat
a. OSELTAMIVIR FOSFAT
Bentuk sediaan oseltamivir adalah kapsul (75 mg) dan suspensi (12 mg/mL).
- INDIKASI
Infeksi influenza
Pengobatan : pengobatan untuk penyakit akut yang tidak disertai komplikasi yang
disebabkan oleh infeksi influenza pada pasien yang berusia lebih dari 1 tahun yang
Profilaksis : untuk profilaksis influenza pada dewasa dan anak yang lebih dari 13
Pengobatan influenza :
Dewasa dan Anak lebih dari 13 tahun : dosis oral yang direkomendasikan adalah 75
mg dua kali sehari selama 5 hari. Pengobatan dimulai setelah timbul gejala influenza
Anak anak : dosis oral suspensi yang direkomendasikan untuk anak di atas 1 tahun
dan dewasa yang tidak dapat menelan kapsul adalah sebagai berikut:
Profilaksis Influenza :
dewasa dan anak di atas 13 tahun yang telah mengalami kontak langsung dengan individu
sebaiknya dimulai setelah 2 hari terpajan. Dosis yang direkomendasikan untuk profilaksis
- KONTRA INDIKASI
- EFEK SAMPING
Efek samping yang terjadi pada sekitar 3 % pasien adalah sakit perut, batuk, diare,
b. ZANAMIVIR 10
Bentuk sediaan zanamivir adalah serbuk inhalasi dalam bentuk blister 5 mg.
- INDIKASI
Infeksi influenza
yang disebabkan oleh infeksi virus influenza A dan B pada pasien dewasa dan anak
lebih dari 7 tahun yang sudah mengalami gejala tidak lebih dari 2 (dua) hari.
saluran pernapasan seperti asma atau penyakit kerusakan paru-paru kronik (COPD).
25
Zanamivir digunakan untuk saluran pernapasan melalui inhalasi oral dengan
menggunakan alat diskhaler yang disertakan bersama obat. Pasien harus diberi
penjelasan tentang cara penggunaan obat, jika mungkin disertai demonstrasi cara
dalam pengawasan dan instruksi orang dewasa. Orang dewasa yang dimaksud disini
adalah orang dewasa yang telah diberi penjelasan tentang cara pemakaian obat.
pasien yang berusia lebih dari 7 tahun dan lebih adalah 2 inhalasi (per inhalasi adalah
5 mg blister, jadi dosis total adalah 10 mg) dua kali sehari (jarak pemakaian 12 jam),
selama 5 hari. Dua dosis ini harus digunakan pada pengobatan awal, jika mungkin
jarak pemberian adalah 2 jam. Pada hari berikutnya, jarak pemberian adalah 12 jam
(misalnya pada malam dan siang hari), waktu pemberian ini hendaknya sama setiap
hari. Tidak ada data tentang keefektifan dari pengobatan dengan zanamivir jika
dimulai lebih dari dua hari setelah timbul tanda atau gejala. Pasien yang
- KONTRA INDIKASI
- EFEK SAMPING
Efek samping yang terjadi pada sekitar 3 % pasien adalah diare, gangguan
Hasil yang diperoleh antara pemberian zanamivir dan plasebo menunjukkan hasil
yang mirip.
26
c. Obat Obat Penunjang
Analgesik-antipiretik, antibiotik, vitamin, kortikosteroid, simpatomimetik, cairan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Uraian Kasus
Nyonya A 2 hari yang lalu mengonsumsi daging ayam yang dibeli di pasar. Saat ini
mengeluh sesak dan demam tinggi dengan suhu 399 C. Kepala terasa pusing dan juga
mengalami batuk. Produksi sputum banyak. Dilakukan pemeriksaan lab leukosit 17.000, Hb:
12mg%/dl.
B. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : Ny.A
2. Riwayat kesehatan
a.Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak dan demam tinggi serta kepala terasa pusing dan juga
mengalami batuk
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan demam tinggi dengan suhu 399 C .
3. Pola nutrisi
Nyonya A 2 hari yang lalu mengonsumsi daging ayam
27
4. Pemeriksaan fisik
Suhu : 38.5oC
Leukosit : 17.000
Hb : 12mg%/dl
C. Analisa data
Data Subjektif:
Sputum kental
dan banyak
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
28
2 DS: Virus H5N1 Gangguan perfusi
Hipoksia
Gangguan
perfusi
jaringan
3 DS: Virus H5N1 Infeksi
DO:
Virus bereplikasi
1. Demam tinggi dengan
suhu 399 C Sel-sel disekitarnya
2. Leukosit 17.000 terinfeksi
Masuk ke sirkulasi
sistemik
Demam
Infeksi
D. WOC
Kontak dengan hewan atau mengonsumsi hewan yang terinfeksi virus H5N1
29
Infeksi virus H5N1
Virus bereplikasi
Masuk ke sirkulasi sistemik Kerusakan jar. paru yang luas dan berat
Intervensi: Bersihan
- Ukur TTV
jalan nafas
- Pantau tingkat
kesadaran tidak efektif
E. Asuhan keperawatan
30
No Diagnosa Tujuan/ Intervensi Rasional
keperawatan Kriteria Hasil
1 Bersihan TJ : 1. Kaji frekuensi, 1. Takipnea,
jalan nafas Jalan nafas kedalaman pernapasan
tidak efektif kembali efektif pernapasan & gerakan dangkal dan
berhubungan KH: dada gerakan dada tidak
dengan - Frekuensi simetris karena
peningkatan napas dalam ketidaknyamanan
produksi batas normal gerakan dinding
sputum (1620 x/mnt) dada
- Bunyi napas 2. Auskultasi area paru, 2. Penurunan aliran
vesikuler catat adanya ronki, udara terjadi pada
- Bernapas tidak mengi, dan krekels. area konsolidasi
menggunaka dengan cairan
alat bantu
napas 3. Observasi & catat 3. Batuk adalah
- Tidak ada batuk yang mekanisme
sputum berlebihan, pembersihan jalan
- Batuk (-) peningkatan napas secara alami
frekusensi napas,
sekret yang
berlebihan.
4. Penghisapan sesuai 4. Merangsang batuk
dengan indikasi atau pembersihan
secara alami
4. Mempertahankan
PaO2 diatas 60
4. Berikan terapi O2
mmHg
dengan benar
32
3. Risiko tinggi TJ: 1. Pantau tanda vital 1. Selama periode
penularan Pencegahan dengan ketat waktu ini potensial
infeksi penularan khusunya selama komplikasi fatal
infeksi awal terapi dapat terjadi
33
pathogen infeksi lain
6. Lakukan tekhnik
isolasi pencegahan
6. Tekhnik isolasi
sesuai individual
mungkin diperlukan
untuk mencegah
penyebaran /
melindungi pasien
dari proses infeksi
lain
F. Health Education
34
1. Menempatkan pasien pada ruangan isolasi yang mencegah penularan kepada orang
lain
2. Kenakan perlengkapan keamaanan ketika harus melakukan kontak dengan penderita
flu burung, diantaranya dengan selalu menggunakan masker, sarung tangan, pakaian
khusus, bila perlu penutup kepala dan juga kaca mata
3. Cucilah segala perlengkapan yang digunakan setelah melakukan kontak dengan
penderita flu burung. Cucilah dengan menggunakan zat antiseptik dan sabun, serta
cucilah di bawah air yang mengalir
4. Untuk membawa penderita flu burung ke rumah sakit, pasanglah masker pada pasien
serta selimuti menggunakan selimut bersih dan pastikan para pengantar mengenakan
perlengkapan standar.
G. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan flu burung dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
35
Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention,
CDC Recommends against the Use of Amantadine and Rimantadine for the Treatment or
Prophylaxis of Influenza in the United States during the 200506
World Health Organization (WHO), http://www.who.gov/guidelines for investigation of
human cases of avian influenza A (H5N1),diakses pada tanggal 20 Januari 2007.
Pusat Informasi Penyakit Infeksi Flu Burung (Standar Prosedur); Prosedur Tetap
Penanganan Penderita Flu Burung di RSPI Prof Sulianti Saroso, 2006
Surat Edaran Dirjen Pengendalian Penyakiit dan Penyehataan Lingkungan tentang Definisi
Kasus Flu Burung. Januari 2007
Pusat Penanggulangan Krisis, Departemen Kesehatan, 3 kasus baru pasien flu burung, 2
orang meninggal http://www.ppk.depkes.goi.id/ diakses tanggal 20 Februari 2007.
The Writing Commitee of the World Health Organization (WHO) Consultation on Human
Influenza A/H5. Avian Influenza A (H5N1) Infections in Humans. N Engl J Med 2005.
Lampiran
Step I:
mulai dari mulut sampai anus meliputi, orofaring, esofagus, lambung, usus halus, dan
usus besar.
Sitoplasma adalah bagian sel yang terbungkus membran sel. Pada sel eukariota,
organel melayang-layang didalamnya. Sitosol mengisi ruang sel yang tidak ditempati
organel dan vesikula dan menjaditempat banyak reaksi biokimiawi serta perantara
lembaran halus
Dyspnea atau sesak nafas merupakan perasaan subjektif dimana seseorang merasa
luka.
membran hialin adalah suatu keadaan dimana kantung udara ( alveoli ) pada paru-
paru bayi tidak dapat terbuka karena tinggu nya teganggan permukaan akibat
kekurangan surfaktan.
mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan
darah
37
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditandai oleh adanya
penyakit ?
3. Berapa lama masa inkubasinya dan apabila mengenai manusia berapa lama masa
infeksiusnya?
Step III:
1. Tidak,asalkan makan daging dan telur telah dimasak dengan baik. Virus flu burung
tidak menular dari makanan. Daging unggas harus dimasak sampai dengan suhu
kurang lebih 80oC selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu kurang lebih
mampu menularkan virus ) adalah 1 hari sebelum tampak gejalanya dan 3-5
38
MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
JENDRI DARMANTO
LENNY DYANNA
PROGRAM B.2013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2014
KATA PENGANTAR
39
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Siti Rahmalia MD, MNS selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Serta kepada pihak
baik dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan
merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah
Penulis
DAFTAR ISI
40
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
BAB I.............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS................................................................................................ 3
C. Epidemiologi.............................................................................................................. 4
D. Evaluasi Diagnostik................................................................................................... 13
H. Seven Jump................................................................................................................ 26
BAB III........................................................................................................................... 29
TINJAUAN KASUS...................................................................................................... 29
B. Pengkajian ................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
41
42