Anda di halaman 1dari 20

PNEUMONIA ATIPIK

OLEH

Dr. DIAN DWI WAHYUNI

NIP. 132 307 955

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

2009

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
DAFTAR ISI

ABSTRAK 1

PENDAHULUAN 2

SEJARAH ............................................................................................... 2

ETIOLOGI .. 4

PATOGENESIS .......... 9

GAMBARAN KLINIS ............................................................................ 10

DIAGNOSIS 12

PREVALENSI .......................................................................................... 14

PROGNOSIS ............................................................................................ 14

PENGOBATAN ... 15

DAFTAR PUSTAKA .. 17

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
PNEUMONIA ATIPIK

Dian Dwi Wahyuni


Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak : Pneumonia atipik adalah pneumonia yang memberikan gambaran klinis dan
radiologis yang berbeda dengan bentuk pneumonia tipikal.
gambaran klinis dan radiologis yang khas dari pneumonia tipikal adalah berupa
munculnya demam tiba-tiba disertai menggigil, nyeri pleura dan batuk berdahak
berwarna seperti karat (rust colored sputum) dan disertai gambaran radiologis berupa
konsolidasi segmental ataupun lobular.
Penyebab paling sering pneumonia atipik ini adalah Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, Legionella pneumophilla dan Virus Influenza tipe A dan B.
Ternyata saat ini diyakini bahwa kuman penyebab pneumonia atipik ini mampu
menimbulkan penyakit yang berat dan dapat mengenai segala usia, hal ini merubah image
selama ini yang menyatakan bahwa kuman ini hanya menimbulkan gejala penyakit yang
ringan. Infeksi oleh kuman atipik ini juga diyakini dapat mempermudah terjadinya
koinfeksi dengan kuman tipikal (biasanya dengan Streptococcus pneumoniae) dan adanya
infeksi campur ini menyebabkan tingginya angka kematian.
Pengobatan terhadap pneumonia atipik ini adalah dengan pemberian Makrolid,
Fluoroquinolone atau Tetrasiklin.

Kata Kunci : Pneumonia atipik, Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,


Legionella pneumophilla, Virus Influenza tipe A dan B

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
PENDAHULUAN
Pada saat wabah SARS melanda dunia, WHO menyatakan bahwa SARS (Severe
Acute Respiratory Syndrome) merupakan suatu pneumonia atipik yang disebabkan oleh
Coronavirus (1).
Bakteri patogen yang paling sering menyebabkan pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, pneumonia ini memberikan gambaran klinis dan radiologis
yang khas berupa munculnya demam tiba-tiba disertai menggigil, nyeri pleura dan batuk
berdahak berwarna seperti karat (rust colored sputum) dan disertai gambaran radiologis
berupa konsolidasi segmental ataupun lobular, dan pada pemeriksaan sputum dijumpai
diplococcus gram positif intra seluler maupun ekstra seluler, gambaran khas tersebut di
atas dinamakan sebagai Typical pneumonia (2,3).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae merupakan prototip
dari pneumonia atipik, yang memberikan gambaran klinis dan radiologis yang berbeda
dengan bentuk pneumonia tipikal yang disebutkan di atas.(4)
Mycoplasma pneumoniae merupakan penyebab yang utama pneumonia, terutama untuk
mereka yang berusia 5-20 tahun (5).
Pada pneumonia atipik sulit untuk menemukan mikroorganisme penyebabnya karena
tidak dapat tumbuh pada media kultur biasa. Di negara dengan fasilitas laboraturium
yang memadai ternyata pneumonia atipik sering dijumpai, 7-55% dari pneumonia
komuniti disebabkan oleh kuman atipik, baik sendiri maupun campuran (6).
Mikroorganisme yang paling sering menyebabkan pneumonia atipik adalah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp, Influenza virus tipe A
dan B (6).

SEJARAH
Di awal perkembangan ilmu kedokteran, pneumonia secara sederhana
terdiagnosis saat melakukan otopsi. Pada saat itu pneumonia didefinisikan sebagai
inflamasi dan konsolidasi dari jaringan paru, dan stadium dari konsolidasi ini benar-benar
dipelajari dan dihubungkan dengan gambaran histopatologinya ( hepatisasi merah dan
heptisasi biru )(3).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Dimulai tahun 1880, Pasteur menemukan organisme penyebab pneumonia, tetapi
Pasteur belum membuat karakteristik yang memadai mengenai organisme ini, kemudian
tahun 1884 Frankel menyebutnya Diplococcus Pneumoniae dan belakangan dinamakan
Streptococcus pneumoniae. Pada tahun 1882, Friedlander menemukan organisme lain
sebagai penyebab pneumonia akut yang diberi nama Klebsiella pneumoniae atau Basil
Friedlander(3,7).
Selama 50 tahun sejak ditemukan basil penyebab pneumonia ini maka selalu
dianggap bahwa penyebab pneumonia hanyalah oleh pneumococcus, sampai suatu saat di
tahun 1920 timbul wabah dunia yakni Influenza A atau Spanish Flu yang menimbulkan
infeksi pada paru tenyata disebabkan oleh organisme yang disebut Haemophillus
influenzae. Kemudian secara berangsur-angsur ditemukan lagi organisme lain sebagai
penyebab infeksi di paru-paru yang umumnya ditemukan secara epidemiologis (3).
Setelah Rontgen menemukan sinar X pada tahun 1900, maka foto toraks menjadi
pemeriksaan rutin bagi pasien dengan tanda dan gejala infeksi paru-paru. Hasil
pemantauan didapat bahwa pada penderita yang pneumonia-nya disebabkan oleh
pneumococcus akan memberikan gambaran yang khas pada foto toraksnya berupa
konsolidasi pada lobus paru-paru dengan batas yang jelas. Gambaran ini merupakan
bentuk tipikal bagi pneumococcus pneumonia (7).
Pada tahun 1934 Gallagher melaporkan 16 kasus bronkopneumonia pada sekolah
taman kanak-kanak, dimana gejalanya tidak khas seperti pneumonia yang disebabkan
oleh pneumococcus pneumoniae, dan pada tahun 1938 Reimann juga melaporkan 8 kasus
pneumonia dengan gejala berupa : sakit kepala, photophobia, suara serak, dan batuk
kering. Pada foto toraks tampak gambaran bronkopneumonia, dan pemeriksaan
laboraturium sel darah putihnya normal. Namun ia belum dapat memastikan organisme
penyebabnya, dan ia menduga bahwa penyebabnya adalah organisme yang lolos dengan
kertas saring atau dikenal sebagai vrus (3,8).
Sejak Gallager dan Reimann melaporkan kasusnya, sering dilaporkan kasus-kasus
serupa yang mengeni anak-anak muda pada komunitas tertentu seperti sekolah-sekolah,
universitas, dan barak-barak tentara.(3,8).
Pada tahun 1942 Director of the Commission on Pneumonia membuat kodifikasi
terminologi Atipik Pneumonia untuk membedakannya dengan pneumonia tipikal.

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Selanjutnya tahun 1944 Eaton dapat memindahkan orgaisme penyebab tersebut dari
pasien ke marmot, dan pada tahun 1963 Chanock dapat menumbuhkan organisme ini
pada medium yang solid dan memindahkannya ke manusia sukarelawan, dan organisme
tersebut dinamakan Mycoplasma pneomoniae (3,8).
Pada Juli 1976 terjadi wabah pada legion Amerika pada saat diadakannya
pertemuan para legion Amerika di Philadelpia yang menyebabkan banyak kematian pada
para pasukannya, dengan gejala klinis yang sangat berat disertai konsolidasi lobus, Fraser
menyebut organisme ini sebagai Legionella pneumophilla yang merupakan organisme
gram negatif (3,8).
Pada tahun 1981 Komaroff melaporkan kasus pneumonia komuniti yang
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, dan pada tahun 1985 Saikku melaporkan
kasus di Finlandia yang disebabkan oleh varian dari Chlamydia psittaci dan disebutnya
Chlamydia TWAR-strain karena mirip dengan Chlamydia yang diisolat dari
(8)
konjungtiva dan dari faring di Taiwan ( TW-183 ) . Pada tahun 1989 dengan
pemeriksaan DNA dan mikroskop elektron, Grayston dan kawan-kawan menyebut
Chlamydia TWAR-strain tersebut dengan Chlamydia pneumoniae (8).
Dengan ditemukannya organisme-organisme tersebut semakin menguatkan
perhatian para peneliti untuk memperhatikan organisme-organisme baru yang
menyebabkan pneumonia dengan gejala klinis dan radiologis yang beraneka ragam
(atipik), yang terkadang mempunyai gejala yang ringan namun ada juga yang mematikan,
sehingga pneumonia atipik merupakan diagnosis yang sangat luas. Oleh sebab itu
penjelasan dan klasifikasinya sebaiknya berdasarkan penyebabnya masing-masing (9).

ETIOLOGI
Pada saat ini beberapa jenis mikroorganisme patogen telah diketahui sebagai
penyebab dari pneumonia atipik, Greenberg S.B tahun 1994 menggolongkan penyebab
pneumonia atipik ini berdasarkan prevalensinya yaitu sering, kurang sering, dan jarang
dijumpai (6,8).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
ORGANISME PENYEBAB PNEUMONIA ATIPIK

Yang sering dijumpai :


Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia pneumoniae
Legionella spp
Influenza virus tipe A dan B

Yang kurang sering :


Chlamydia psittaci
Coxiella burnetii
Adenovirus
Resp. syncytial virus
Parainfluenza virus tipe 1-3
Histoplasma capsulatum
Coccidiodes immits
Blastomyces dermatidis
Cryptococcus neofarmans
Mycobacterium sp.

Yang jarang dijumpai :


Francisella tularensis
Yersinia pestis
Rickettsia rickettsii
Cytomegalo virus
Bacillus anthracis
Brucella spp
Pasteurella multocida
Rhinovirus

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
i. Mycoplasma pneumoniae
Mycoplasma peumoniae merupakan organisme yang paling kecil selain virus,
secara taksonomi bukan bakteri tetapi masuk ke dalam klas Mollicutes (9).
Bakteri ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : (1) unit reproduktif yang terkecil
berukuran 125-250 nm. (2) Mikoplasma sangat pleomorfik karena tidak mempunyai
dinding sel yang keras dan sebagai gantinya diliputi oleh unit selaput berlapis tiga yang
berisi sterol (mikoplasma memerlukan sterol untuk pertumbuhannya). (3) Bakteri ini
sama sekali resisten terhadap penisilin karena tak memiliki struktur dinding sel tempat
penisilin bekerja, tetapi dihambat oleh tetrasiklin atau eritromisin. (4) Bakteri ini dapat
berkembang biak dalam perbenihan tanpa sel; pada agar, pusat koloni secara khas
tertanam di bawah permukaan. (5) Pertumbuhannya dihambat oleh antibodi spesifik. (6)
Mikoplasma mempunyai afinitas terhadap selaput sel mamalia (5).
Gejala klinis yang tampak kebanyakan adalah gangguan saluran napas ringan, dan
20 % merupakan asimptomatis. Namun pernah dilaporkan terjadi wabah di Colorado.
Masa inkubasinya 1-3 minggu, diikuti dengan munculnya gejala secara gradual, gejala
berupa sakit kepala, badan lemas, demam dan batuk, pada keadaan ini terkadang tidak
dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisis diagnosis, sedangkan pada toraks tampak
gambaran infiltrat, pada minggu kedua dari penyakit terlihat produksi sputum, serta
adanya kelainan pada pemeriksaan fisis berupa ronki basah dan wheezing yang
terlokalisir (9).
Walaupun diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kultur dan
serologis namun kebanyakan patologi klinik tidak melakukannya karena menggunakan
media khusus, sedangkan pada pemeriksaan serologis kadar antibodinya meningkat
setelah beberapa minggu penyakit berlangsung, sehingga pengobatannya kebanyakan
dilakukan secara empiris (9).
Dahulu diyakini Mycoplasma pneumoniae umumnya memberikan gejala klinis
yang ringan dan mengenai usia remaja saja, namun saai ini Mycoplasma pneumoniae
terbukti dapat menimbulkan gejala klinis yang berat dan menyebabkan pasien diopname
di rumah sakit terutama pada anak-anak usia 2 tahunan, dan malahan sampai diperlukan
mesin ventilator (8,9).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
ii. Legionella pneumophilla
Legionella pneumophilla adalah bakteri gram negatif,aerob, tidak berkapsul,
dengan ukuran lebar 0,5-1m dan panjang 2-50 m, bakteri ini memerlukan perbenihan
khusus, pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1976, Legionella dapat membelah diri
secara intraseluler di dalam sel monosit saluran nafas.
Legionella dapat tumbuh pada perbenihn kompleks seperti agar bufer ekstrak
arang-ragi (BCYE = Buffered Charcoal Yeast Extract) dengan -ketoglutarat, pada ph
6,9,suhu 35 oC dan kelembaban 90%. Antibiotika dapat ditambahkan untuk membuat
perbenihan khusus untuk Legionella (10).
Legionella tumbuh secara lambat. Koloni berbentuk bundar atau rata dengan tepi
utuh. Koloni-koloni itu berwarna warni,dari yang tak berwarna sampai merah muda atau
biru iridesen dan bersifat tembus cahaya atau berbintik-bintik (10).
Telah dilaporkan beberapa kejadian wabah daripada Legionella pneumophilla ini,
berhubungan dengan kontaminasi pada sistem air condition (AC), dan faktor resiko untuk
terjadinya infeksu Legionella pneumophilla adalah usia tua, pecandu alkohol, perokok,
penyakit kronis, immunosuppression, dan transplantasi organ, sedangkan faktor
predisposisi adalah orang yang begadang (8,9) .
Leginella pneumophilla cendrung untuk menyebabkan penyakit yang berat, dan
dapat mengenai segala usia, walaupun paling sering adalah mengenai usia di atas 30
tahun, dengan angka mortalitas 5-25 %, sehingga Legionella pneumophilla ini menjadi
perhatian sebagai penyebab dari pneumonia komuniti, diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan antigen pada urin, itupun membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan
nilai positif (8,9) .

iii. Chlamydia pneumoniae


Strain Chlamydia pneumoniae pertama (TWAR) diperoleh pada tahun 1960-an
pada biakan yolk salc embrio ayam. Strain awal diduga merupakan anggota spesies
Chlamydia psittaci. Isolat kedua diperoleh tahun 1983. Selanjutnya, Chlamydia
pneumoniae ditetapkan dengan pasti sebagai spesies baru yang menyebabkan penyakit
pernafasan(11).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Chlamydia pneumoniae adalah bakteri intraseluler obligat, yang memiliki siklus
pertumbuhan biphasic, membelah diri sebagai badan reticulate intra sel, merusak sel
dengan cara melepaskan antigen ke dalam permukaan sel yang merangsang respon
inflamasi dan ciliostasis (9).
Chlamydia pneumoniae dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak umur 2
tahun, lebih dari 50 % orang dewasa telah memiliki antibodi terhadap Chlamydia
pneumoniae yang berarti telah terinfeksi sebelumnya. Masa inkubasinya adalah 2-4
minggu, dan penyakitnya umumnya adalah ringan, namun dapat berlangsung lama.
Gejala yang umum dijumpai adalah batuk dan demam, sedangkan pada pemeriksaan fisik
dapat dijumpai ronki basah.
Penyakitnya sering bipasik yaitu pertama kali dijumpai faringitis kemudian
sembuh dan setelah 1-3 minggu kemudian kambuh kembali dengan pneumonia. Angka
mortality tergolong tinggi yakni 9,8 % pada pasien yang diopname (12).
Keberadaan Chlamydia pneumoniae ini sult diidentifikasi, dan sampai saat ini
belum dapat dikultur, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan
antiodi terhadap Chlamydia pneumoniae yakni IgM atau IgG yang meningkat setelah
proses infeksi 2-3 minggu. Sehingga pengobatannya juga cendrung pada empiris (12).

iv. Influenza virus tipe A dan B


Partikel virus Influenza biasanya bulat dan berdiameter sekitar 100 nm. Genom
RNA berantai tunggal dari virus influenza A dan Bterdiri dari delapan segmen terpisah.
Partikel virus Influenza mengandung tujuh protein struktural yang berbeda. Tiga protein
besar terikat pada RNA virus dan merupakan penyebab dari transkripsi dan replikasi
RNA. Nukleoprotein berkaitan dengan RNA virus membentuk struktur berdiameter 9 nm
yang mengambil bentuk heliks. Protein Matriks penting dalam morfogenesis partikel dan
merupakan komponen utama virion (13).
Virus Influenza secara relatif tahan dan dapat disimpan pada suhu 0-4oC selama
berminggu-minggu tanpa kehilangan daya hidup. Virus kehilangan infektivitasnya lebih
cepat pada suhu -20oC daripada suhu +4oC.Eter dan denaturan protein merusak
infektivitas (13).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Influenza virus tipe A lebih berat menimbulkan gejala penyakit bila dibandingkan
dengan tipe B, Influenza virus telah terbukti menimbulkan infeksi yang serius pada
saluran pernafasan, dimana pada beberapa kasus wabah yang melanda dunia telah
menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit, tercatat beberapa kasus wabah yang pernah
terjadi, yang terkenal pada tahun 1918 telah terjadi wabah yang dikenal dengan Spanish
Flu dimana korban yang meninggal lebih banyak daripada korban akibat perang dunia I
sendiri yang pada saat itu sedang terjadi, dimana lebih dari 20 juta jiwa meninggal akibat
wabah flu ini. Selanjutnya Asian flu yang melanda pada tahun 1957, serta flu Hongkong
yang terjadi tahun 1968 dimana angka kematian tertinggi pada orang usia lanjut di atas 65
tahun, infeksi ini sering kali super infeksi dengan streptococcus pneumoniae (12).

PATOGENESIS
i. Mycoplasma pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae ditularkan dari orang ke orang melalui sekresi
pernafasan yang terinfeksi. Infeksi diawali dengan perlekatan ujung organisme pada
suatu reseptor di permukaan sel epitel pernafasan. Perlekatan ini diperantarai oleh protein
adesin khusus pada struktur terminal yang berdifferensiasi pada organisme itu. Selama
infeksi organisme tetap berada di luar sel. Mekanisme kerusakan sel tidak diketahui (5).
Sumber lain mengatakan, Mycoplasma pneumoniae menyerang epitel saluran
nafas dan dapat hidup intraseluler dan menghasilkan hydrogen peroxide serta superoxide
(oxidan), akibatnya terjadi kerusakan pada sel epitel dan silianya, sehingga
mempermudah terjadinya infeksi sekunder oleh kuman patogen lainnya (9).

ii. Legionella pneumophilla


Legionella ada di semua lingkungan yang basah dan hangat. Infeksi pada manusia
yang lemah atau yang fungsi imunnya terganggu biasanya terjadi setelah inhalasi bakteri
dari aerosol yang duhasilkan dari sistem penyejuk udara (AC) yang terkontaminasi,
pancuran, dan sumber-sumber yang serupa (10).
Legionella pneumophilla yang masuk dan tumbuh di dalam makrofag alveolar
manusia dan marmot tidak mudah dibunuh oleh leukosit polimorfonuklir. Bila terapat
serum tetapi tidak ada antibodi komponen komplemen C3 akan ditumpuk pada

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
permukaan bakteri dan bakteri melekat pada reseptor komplemen CR1 dan CR3 pada
permukaan sel fagosit. Peristiwa memasuki sel dimungkinkan oleh proses fagositosis
yang melibatkan perputaransuatu pseudopod tunggalyang mengelilingi bakteri. Bila
terdapat antibodi imun peristiwa masuknya bakteri dimungkinkan oleh fagositosis zipper
yang diperantarai oleh Fc yang lebih khusus. Bakteri berkembang biak di dalam vakuol
smapai sejumlah tertentu, lalu sel dihancurkan, bakteri dilepaskan, dan kemudian terjadi
infeksi dari makrofag lain. Didapatkannya besi (besi transferin) penting untuk proses
pertumbuhan intraseluler bakteri, tetapi terdapat juga faktor-faktor lain yang pening
untuk proses pertumbuhan, penghancuran sel, dan kerusakan jaringan yang belum
dimengerti dengan baik (10).

iii. Influenza virus tipe A dan B


Virus influenza menyebar dari orang ke orang melalui tetesan yang mengudara
atau melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi.
Masa inkubasi sejak waktu pemaparan oleh virus sampai mula timbul penyakit bervariasi
dari 1 hingga 4 hari (13).
Infeksi Influenza menyebabkan penghancuran seluler dan deskuamasi mukosa
superfisial saluran pernafasan tetapi tidak mempengaruhi lapisan basal epitel. Kerusakan
virus terhadap epitel saluran pernafasan menurunkan resistensinya terhadap invasi kuman
sekunder, khususnya stafilokokus, streptokokus, dan Haemophilus influenzae(13).
Edema dan infiltrasi mononuklir sebagai respon terhadap kematian sel dan
deskuamasi akibat replikasi virus kemungkinan merupakan penyebab dari gejala
setempat (13).

GAMBARAN KLINIS
i. Mycoplasma pneumoniae
Orang yang terinfeksi Mikoplasma pneumoniae biasanya dimulai dengan gejala
infeksi pada saluran nafas atas, selanjutnya diikuti dengan gejala infeksi saluran nafas
bawah, suara serak merupakan gejala yang pertama kali pada banyak kasus yang dialami
dalam beberapa hari, batuk tidak produktif, dan semakin berat pada malam hari , sakit
kepala dan demam umumnya dijumpai namun tidaklah terlalu berat (12,14).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Gejala lain dapat disertai dengan myalgia ataupun athralgia walaupun
Mycoplasma umumnya menimbulkan gejala klinis yang ringan sampai sedang, namun
pada keadaan komplikated dapat menjadi berat, beberapa keadaan infeksi campuran
dapat memperberat keadaannya, dilaporkan koinfeksi dapat terjadi dengan virus saluran
nafas ( virus influenza, adenovirus ) dan juga dengan Legionella pneumophilla.
Beberapa organ lain juga dapat terlibat oleh infeksi Mycoplasma ini sehingga
dapat memperberat keadaannya, beberapa manifestasi ekstra pulmonal tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini (14).

Gejala ekstra pulmonal pada infeksi Mycoplasma pneumoniae

Hematologi Autoimun hemolitik anemia, trombositopenia, DIC


Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, pancreatitis
Muskuloskeletal Arthralgia, myalgia, poliartritis
Dermatologik Erytema nodosum, Steven Johnson Syndrome
Cadiac Pericarditis, myocarditis, pericardial effusion
Neurologic Meningitis, Menibgoenchepalitis, myelitis, neuropathy
Miscellanous Lymphadenopati, splenomegali, glomerulonefritis

ii. Legionella pneumophilla


Gejala klinis yang ditimbulkannya sangat beragam, bisanya dimulai dengan
demam, malaise dan batuk berdahak yang tak terlalu banyak, yang muncul setelah
beberapa hari setelah munculnya gejala awal lainnya. Pada 20-50% kasus dijumpai gejala
diare, juga dapat mual dan muntah (8,14).

iii. Chlamydia pneumoniae


Biasanya dimulai dengan suara serak, batuk biasanya muncul setelah 1 minggu
(8,14)
dari gejala awal lainnya . Penyakitnya sering bipasik yaitu pertama kali dijumpai
faringitis kemudian sembuh dan setelah 1-3 minggu kemudian kambuh kembali dengan
pneumonia.

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
iv. Influenza virus tipe A dan B
Munculnya gejala awal biasanya sangat cepat yakni 1-3 hari, dengan demam
tinggi, sakit kepala, nyeri otot. Gejala infeksi saluran nafas atas umumnya dijumpai yakni
batuk kering, pilek, tenggorokan kering. Komplikasi yang paling berbahaya dari infeksi
virus influenza ini adalah penyebarannya ke paru-paru dimana biasanya terjadi infeksi
campuran.Bila telah terjadi penyebaran ke paru-paru maka tampak gejala berupa sesak
nafas, sianosis dan demam tinggi (15).

DIAGNOSIS
i. Mycoplasma pneumoniae
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan keberadaan Mycoplasma
pneumoniae adalah kultur, serologi dan PCR, namun pada pemeriksaan kultur
membutuhkan waktu beberapa hari sampai mingguan, bahan yang diambil dapat dari
swab, cairan ataupun jaringan. Media untuk kultur ini adalah media khusus yakni
Enriched SP-4 (Mycotrim RS Biphasic System/SP4 broth agar lyophilized) dimana tidak
semua laboraturium memilikinya (6,12).
IgG dan IgM meningkat pada penderita dengan infeksi Mycoplasma pneumoniae
namun peningkatan ini prosesnya lambat, dimana antibodi IgM akan terdeteksi 1 minggu
sesudah infeksi (6).
Berbagai reaksi non spesifik dapat terlihat. Hemaglutinin dingin untuk eritrosit
manusia golongan O terdapat pada sekitar 50% penderita yang tidak diobati, dengan titer
yang meningkat , dan mencapai titik maksimal pada minggu ketiga dan keempat setelah
permulan penyakit. Titer 1:6 atau lebih menyokong diagnosis infeksi Mycoplasma
pneumoniae (5).
Pemeriksaan serologis lainnya yang merupakan standart untuk diagnosis infeksi
Mycoplasma pneumoniae adalah Complement fixation test, walaupun sensitivitasnya
rendah yakni 50%, dianggap positif bila didapatkan peningkatan titer 4 kali lipat dari titer
fase akut dibandingkan titer fase konvalesen, dimana antibodi respon mulai tampak 7-10
hari setelah timbulnya gejala dan mencapai puncaknya pada 3 minggu (5,6,12)
Pemeriksaan PCR masih memiliki beberapa kendala dalam hal sampel dan
tekniknya sehingga sampai saat ini belum mendapat rekomendasi FDA (6,12).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Spesimen untuk pemeriksaan PCR dapat diperoleh dari swab tenggorokan atau bahan
klinik lainnya yang dapat didiagnostik (5).
Pada pemeriksaan radiologis foto dada tampak gambaran non spesifik, yang
paling sering adalah gambaran infiltrat uni lateral, tapi sepertiga pasien didapati
gambaran infiltrat yang bilateral (12).
IDSA akhirnya merekomendasikan untuk memberikan pengobatan secara empiris
pada infeksi Mycoplasma pneumoniae ini karena belum ada alat diagnosis yang dengan
cepat dapat mendeteksi infeksi Mycoplasma pneumoniae ini (12).

ii. Legionella pneumophilla


Pemeriksaan yang dilakukan adalah kultur, serologis, DFA (Direct Fluoresence
Antibody), staining sputum, urin antigen assay dan PCR. Test yang direkomendasikan
oleh IDSA (Infectious Diseases Society of America) adalah urin antigen assay, dengan
nilai sensitivitas 70% dan dapat mendeteksi dengan cepat (3 jam) (6,12).
Kultur sputum membutuhkan waktu 3-7 hari dengan media khusus yaitu BCYE
(Buffered Charcoal Yeast Extract) (5,6).

iii. Chlamydia pneumoniae


Metode deteksi yang digunakan kurang lebih sama dengan yang digunakan untuk
mendeteksi Mycoplasma pneumoniae(6,12).
Kriteria diagnostik yang digunakan RS Persahabatan Bagian Pulmonologi Jakarta
yakni : infeksi akut bila IgM (+) atau titer IgG 512, dan infeksi lama atau paparan bila
IgM (-) dan IgG 512 (6).

iv. Influenza virus tipe A dan B


Deteksi antigen dengan menggunakan Enzym Immunosorbent Assay (EIA) dapat
mendeteksi dengan cepat, sedangkan isolat virus dan PCR jarang dilakukan, dapat juga
dilakukan DFA staining (Direct Fluoresence Antibody) namun membutuhkan
pengetahuan dan pengalaman tenaga ahli untuk membacanya (6,12).

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
PREVALENSI
Pada era sebelum tahun 1995 selalu dilaporkan bahwa penyebab terbanyak dari
pneumonia komuniti adalah streptococcus pneumoniae dimana mencapai angka 75% dari
jumlah kasus pneumoni komuniti, selanjutnya menyusul Haemophillus influenza,
Moraxella catarhalis dan Staphylococcus aureus, namun belakangan ini terlihat
prevalensi dari Staphilococcus aureus sudah menurun. Sebaliknya kuman penyebab
atipikal semakin meningkat, hal ini terjadi kemungkinan karena semakin ditemukannya
bahan/alat-alat untuk mendeteksi keberadaan kuman atipik ini serta semakin tingginya
perhatian kita terhadap kemungkinan adanya kuman atipik ini.
Prevalensi kuman penyebab pmeumonia komuniti ini sangat bervariasi dari satu
peneliti dengan peneliti lainnya tergantung pada lokasi geografi serta sensitifiti dan
spesifisiti dari bahan/alat yang digunakan untuk mendiagnosisnya.
Pada suatu penelitian di Canada pada tahun pada tahun 1996 terhadap pasien
berobat jalan yang menderita pneumonia komuniti, didapati bahwa setengah dari jumlah
penderita yang diteliti disebabkan oleh kuman atipik, dengan perincian Mycoplasma
pneumoniae 22,8%, Chlamydia pneumoniae 10,7%, Coxiella burnetti 2,7% , dan lain-lain
7,4% (16).
Pneumonia atipik kadang kala sering muncul dalam bentuk infeksi campuran,
pada suatu penelitian didapati dari 258 pasien ternyata 133 karena kuman atipik
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia atau Leginella sp, sedangkan 93 infeksi campuran
dan 30 pesien karena virus, dimana 1/3 dari jumlah kasus menunjukkan koinfeksi dengan
Streptococcus pneumoniae (17).

PROGNOSIS
Dahulu orang menganggap bahwa pneumonia atipik hanya memberikan gejala
berupa penyakit yang ringan dan sedang saja, walaupun pada kasus wabah Legionella
pneumophilla banyak menimbulkan korban kematian. Namun saat ini diyakini bahwa
pneumonia atipik ini memiliki angka kematian yang tinggi yakni sampai 25% terutama
dalam keadaan infeksi campuran, sedangkan pada infeksi tidak campuran angka
kematiannya adalah : Legionella pneumophilla 14,7%, Chlamydia pneumoniae 9,8%,
sedangkan oleh Mycoplasma pneumoniae angka kematiannya sangat rendah. Oleh karena

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
tingginya angka kematian pada kasus-kasus pneumonia atipik dengan infeksi campuran
ini maka perlu dipertimbangkan pemberian antibiotik secara empiris yang baik (19).
Gambaran klinis yang nampak pada penderita dengan pneumonia atipik campuran
ini telah dilaporkan oleh kaupinnen dan kawan-kawan dari Finlandia, dimana pasien
dengan pneumococcal infeksi yang bercampur dengan infeksi Chlamydia pneumonia
memberikan gambaran klinis yang sangat berat bila dibandingkan dengan infeksi sendiri-
sendiri dimana hal ini terjadi karena kuman patogen yang satu akan secara sinergis
membantu penetrasi kuman yang lain (18).

PENGOBATAN
Pada praktek sehari-hari pemberian anti mikroba bagi pengobatan pneumonia
komuniti adalah secara empiris, dimana pemberian anti mikroba dilakukan sebelum
kuman penyebabnya ditemukan, hal ini terjadi karena butuh waktu untuk pemeriksaan
diagnosis pasti, sementara itu pengobatan sudah mendesak untuk diberikan. Berdasarkan
angka prevalensi dimana dijumpainya infeksi yang campuran maka perlu
dipertimbangkan anti mikroba baik untuk kuman atipikmaupun tipikal dengan sebaik-
baiknya.
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae tidak mempunyai dinding
sel peptidoglycan, oleh karena itu pemberian obat laktam tidaklah efektif karena
laktam bekerja menghancurkan protein dinding sel kuman. Chlamydia pneumoniae dan
Legionella pneumophilla membelah diri intraseluler, sehingga dibutuhkan anti mikroba
yang mampu bekerja intraseluler. Pilihan obat yang tepat adalah golongan Makrolid atau
Fluroquinolon.
Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa pemberian antimikroba yang sesuai
akan mempengaruhi angka kematian serta lamanya pasien perlu dirawat di rumah sakit.
Pemberian antimikroba kombinasiuntuk atipik dan tipik pada penderita yang dirawat di
rumah sakit secara empiris memperlihatkan angka kematian yang menurun.
Di bawah ini diperlihatkan anjuran pengobatan secara empirik bagi pasien
penderita pneumonia komuniti oleh Infectious Diseases Society of America (IDSA) dan
Communicable Diseases Center (CDC) (12,20) .

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
Pengobatan Community Atipical Pneumonia pada pasien berobat jalan
Menurut IDSA (12)
IDSA merekomendasikan pemberian makrolid (eritromisin, clarithromisin atau
azithromisin), fluoroquinolon (levofloxacin, gatifloxacin, motifloxacin) atau doxycycline.
Menurut CDC (20)
Sama halnya dengan IDSA hanya ditambahkan pemberian laktam (cefuroxime,
amoksisilin, atau amoksisilin klavulanat), dan membatasi penggunaan fluoroquinolon,
dimana fluoroquinolon disiapkan untuk penderita yang leih tua dimana sudah tidak
respon lagi dengan pengobatan sebelumnya atau pada penderita alergi dengan obat lain,
serta terbukti resisten dengan obat lain.

Pengobatan Community Atipical Pneumonia pada pasien rawat inap


Menurut IDSA (12)
IDSA merekomendasikan pemberian parenteral laktam (cefuroxime,
ceftriaxone, ampicillin-sulbactam, atau piperacillin-tazobactam) ditambah makrolid
(eritromisin, clarithromisin, atau azithromisin), pilihan lain adalah fluoroquinolon
(levofloxacin, gatifloxacin, motifloxacin) yang dapat diberiakn sendirian.
Menurut CDC (20)
CDC menganjurkan pemberian perenteral laktam (cefuroxime, ceftriaxone,
ampicillin-sulbactam, atau piperacillin-tazobactam) ditambah makrolid (eritromisin,
clarithromisin, atau azithromisin), pilihan lain adalah fluoroquinolon (levofloxacin atau
sparfloxacin) diberikan sendirian.

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
DAFTAR PUSTAKA

1. Zhong NS, Zeng GQ, Our Strategies for fighting severe respiratory syndrome
(SARS) In : Am J ed. Respiratory Critical Care Medicine, , 2003.p.168-9.
2. Grassi C, Bacterial Infection in Pulmonary Diseases, Mc Graw Hill, London
1999; p. 129-43
3. George A, Sarosi MD, Atipical Pneumonia, Why this term may be better left
unsaid, Postgraduate Medicine 1999; 15;4
Available from http://www.postgradmed.com/issues/1999/04 99/sarosi.htm
4. Janoff EN, Rubins JB. Clinical approach to community-acquired pneumonia:
diagnosis and etiology. Alliance for Prudent Use of Antibiotics
Available from http://www.tufts.edu/med/apua/Newsletter/14 3aa.html
5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Carroll KC, Mycoplasma & Cell Wall-
Defective Bacteria : Mycoplasma Pneumoniae & Atypical Pneumonias In:
Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology, Lange Medical Book
/McGraw-Hill. Inc; USA, 2007, 24TH Edition, p.346-47
6. Benyamin M, Tantangan diagnostic pada terapi pneumonia atipik, Konas IX
PDPI, Medan 2002.
7. Davies SF, Pneumococcal Pneumonia In Niederman M, Sarosi GA, Glassroth J
eds. Respiratory Infections, W.B Saunders Company; Philadelphia 1994, p.
307-11
8. Greenberg SB, Atmar RL, Atipik Pneumonia. In Niederman M, Sarosi GA,
Glassroth J eds., Respiratory Infections, eds. W.B Saunders Company,
Philadelphia, 1994, p.331-43.
9. Muray JF, Nadel JA, Textbook of Respiratory Medicine, W.B Saunders
Company, Philadelphia,1 994, p.1073-8.
10. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Carroll KC, Legionellae, Bartonella &
Unusual Bacterial Pathogens : Legionellae Pneumophila & Other Legionellae
In: Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology, Lange Medical Book
/McGraw-Hill. Inc; USA, 2007, 24th edition, p.313-15

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008
11. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Carroll KC, Chlamydiae : Chlamydophila
Pneumoniae & Respiratory Infection In: Jawetz, Melnick, & Adelbergs
Medical Microbiology.: Lange Medical Book /McGraw-Hill. Inc; USA, 2007,
24th edition, p.363-4
12. Barlett JF, Dowell SF, Mandel LA, File TM, Musher DM, Fine MJ, Practice
guidelines for the management of community-acquired pneumonia in adults.
Clin Infect Dis 2003; 31:347-82
13. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, Carroll KC, Orthomyxoviruses ( Influenza
Viruses ) In: Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology, Lange
Medical Book /McGraw-Hill. Inc; USA , 2007, 24th edition.: p.533-40
14. Nash TW, Murray HW, The Atipical Pneumonias In Fishman AP, Pulmonary
diseases and disorders, Mc Graw Hill Book Company, USA, 1988;1613-28
15. Netter FH, The Ciba Collection of Medical Illustrations, Respiratory
System.CIBA.1980;179-80
16. Marrie TJ, Peeling RW, Fine MJ, Singer DE, Coley CM, Kapoor N, Ambulatory
patients with community-acquired pneumonia: the frequency of atypical
agents a and clinical course. Am J Med. 1996; 508-15 (Abstract)
17. The Nordic Atypical Pneumonia Study Group. Atypical Pneumonia in the
Nordic countries: aetiology and clinical result of a trial comparing fleroxacin
and doxycycline. J Antimicrob Chemother 1997;39:499-508
18. Kaupinnen MT, Saikku P, Kujala P, Herva E, Syrjala P, Clinical picture of
community-acquired Chlamydia pneumoniae, pneumonia requiring hospital
treatment: a comparison between chlamydial and pneumococcal pneumonia.
Thorax 1996;51:185-9
19. Lim WS, Macfarlane JT, Boswel TCJ, Harisson TG, et al. Study of community
acquired pneumonia aetiology (SCAPA) in adults admitted to hospital:
implication for management guidelines. Thorax, 2001;56:296-301.
20. Heffelfinger JD, Dowell SF, Jorgensen JH, et al. Management of community-
acquired pneumonia in the era of pneumococcal resistance. Arch Intern Med
2000;160:1399-408.

Dr. Dian Dwi Wahyuni : Pneumonia Atipik, 2009


USU Repository 2008

Anda mungkin juga menyukai