BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang muncul dalam
penerapan developmental care pada bayi berat badan lahir rendah (BBLR) antara
teori dan kenyataan dilapangan mulai dari tahap pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
A. Pengkajian
Data yang didapat mempunyai persamaan dengan teori yang ada salah satunya
menurut Mitayani (2009), bahwa bayi yang lahir dengan berat badan rendah
memiliki tanda gejala berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan
kurang dari 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari
33cm, pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur,
lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna, nilai apgar sore kurang 7. Apgar score adalah suatu metode
sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah
kelahiran. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia
atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart Rate), usaha nafas
(Respitratory effort), tonus otot (Muscle tone), warna kulit (Colour), dan
reaksi terhadap rangsang (Respon to stimuli), yaitu dengan memasukkan
kateter kelubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan.
sayur dan buah-buahan diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, sehingga akan melahirkan bayi dengan berat badan
lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada
masa hamil sering melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
B. Diagnosa keperawatan
dalam pengkajian suhu tubuh bayi 36.2c, akral teraba hangat, bayi berada
dalam inkubator dengan pengaturan suhu inkubator 32.5C.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu infeksi berhubungan dengan
penurunan daya tahan tubuh menurut NANDA (2009-2011), adalah
peningkatan resiko invasif oleh organisme pathogen (bakteri ataupun virus),
dengan faktor resiko prosedur invasif, trauma, kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan lingkungan, ruptur membran amnion, malnutrisi,
peningkatan paparan lingkungan pathogen, ketidakadekuatan sistem imun,
penyakit kronik, tidakadekuat pertahanan tubuh primer ( kulit tidak utuh,
trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi
pH, perubahan peristaltik), dan ketidakadekuatan pertahanan tubuh skunder
(penurunan Hb, leucopenia, penekanan respon inflamasi). Diagnosa ini
ditegakkan oleh penulis karena didalam pengkajian di temukan data jumlah
lekosit 43.400 mm, kondisi kesehatan bayi yang belum stabil, terpasang infus
D10% 5tpm di tangan kanan pasien.
fisik seperti berat badan jauh tertinggal dari tinggi badan sebanyak dua standar
devisiasi (tinggi badan dan berat badan menunjukkan pola penurunan),
ketidakmampuan melakukan perawatan diri atau aktivitas kontrol diri sesuai usia,
afek datar, penurunan respons, kesulitan makan, latergi, peka rangsang, dan
gangguan pola tidur. Diagnosa ini ditegakkan oleh penulis karena pada bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau preterm, rentan sekali mengalami
resiko atau gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pada saat
pengkajian ditemukan data berat badan bayi 1500 gram, reflek menghisap lemah,
aktivitas bayi banyak tertidur, panjang badan 45 cm, lingkar kepala 29 cm, lingkar
dada 26 cm, nilai apgar score 7, 8, 9, terpasang OGT dan terpasang oksigen kanul
1 liter/menit.
C. Intervensi
D. Implementasi keperawatan
Setelah itu penulis memberikan ASI, karena reflek menghisap bayi masih lemah,
ASI diberiakan melalui OGT siringpump, ASI yang diberikan sebanyak 30cc,
tidak lupa juga penulis tetap menjaga kebersihan sekitar inkubator hal ini karena
untuk menjaga kebersihan sekitar inkubator, tidak hanya inkubator kebersihan
tubuh bayi juga harus diperhatikan seperti mengganti popok bayi. Setelah itu
tindakan yang dilakukan adalah memeriksa suhu tubuh bayi dengan menempelkan
thermometer di daerah ketiak (axilla), dari hasil pengukuran suhu tubuh
ditemukan hasil suhu tubuh bayi yaitu 36.2c. Selang beberapa waktu, penulis
melanjutkan tindakan keperawatan selanjutnya yaitu pemberian posisi telungkup
(pronasi). Menurut Wong
68
(2008), pemberian posisi pronasi ini dapat menghasilkan oksigen yang baik,
lebih menoleransi makanan dan pola tidur istirahatnya lebih teratur, oleh
karena itu untuk dapat meningkatkan kesehatan bayi, penulis memberikan
metode ini.
Selanjutnya penulis melakukan tindakan keperawatan yaitu menganjurkan
Ny.S untuk melakukan perawatan metode kanguru. Hasil tindakan yang
dilakukan ternyata Ny.S belum mengetahui tentang perawatan bayi BBLR
dirumah, belum tahu cara dan manfaat dari metode kanguru ini, maka dari itu
penulis menganjurkan Ny.S untuk setiap hari melakukan perawatan metode
kanguru agar dapat meningkankan berat badan bayi dan mencegah bayi dari
hipotermi ataupun hipertermi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Priya
(2004), yang meneliti perawatan metode kanguru pada bayi BBLR
menjelaskan bahwa pada bayi prematur atau bayi berat lahir rendah secara
umum mempunyai kematangan dalam sistem pertahanan tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan. Bayi prematur dan bayi berat badan lahir
rendah cenderung mengalami hipotermi. Hal ini disebabkan karena tipisnya
lemak subkutan pada bayi sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh suhu
lingkungan, oleh karena itu bayi prematur dan bayi berat badan lahir rendah
harus dirawat dalam inkubator. Penelitian ini meyebutkan perawatan pada bayi
prematur dan bayi BBLR tidak hanya dengan menggunakan inkubator, tetapi
dapat juga menerapkan perawatan metode kanguru sebagai pengganti
inkubator.
69
E. Evaluasi