Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

SKENARIO SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN

4.1 Daerah Pelayanan

Daerah pelayanan merupakan daerah yang akan dilayani pada perencanaan penyaluran air
buangan. Cakupan wilayah/daerah pelayanan sistem penyaluran air buangan Kota Padang
meliputi beberapa bagian/blok daerah pelayanan yang terdiri dari kawasan domestik seperti
perumahan dan kawasan non domestik seperti industri, institusi, dan sebagainya.

Sebelum menentukan blok daerah pelayanan, terlebih dahulu harus ditentukan luas daerah dan
ekivalensi penduduk yang akan dilayani oleh sistem penyaluran air buangan ini. Dalam
menentukan ekivalensi penduduk dibutuhkan data jumlah penduduk dan persen pelayanan
pada akhir periode desain yakni tahun 2029. Untuk persentase blok daerah pelayanan tiap
tahap diasumsikan sama, yang membedakan adalah jumlah penduduk yang terlayani tiap
tahapnya. Persentase daerah pelayanan untuk tahap I sebesar 70%, tahap II 75% dan tahap III
80%.

4.2 Tingkat Pelayanan

Berdasarkan Millennium Development Goals (MDGs) tingkat pelayanan akan sanitasi yang
baik target MDGs untuk tahun 2015 yaitu sebesar 65%. Namun, sampai tahun 2006 baru
tercapai sebesar 57,2% artinya Indonesia butuh bekerja lebih giat lagi untuk mencapai target
MDGs untuk tingkat pelayanan sanitasi yang baik.

Sehingga dalam perencanaan penyediaan air minum dan penyaluran air buangan pada tahun
awal yaitu 2014 sebesar 65% dari total penduduk kota Padang, sedangkan pada tahun 2015-
2019 dinaikkan menjadi 70%. Pada tahap II yaitu tahun 2020-2024 tingkat pelayanan sebesar
75%, sedangkan tahap terakhir yaitu tahap ke III, tingkat pelayannnya sebesar 80%.

4.3 Sistem Penyaluran Air Buangan Tahap I

Perencanaan sistem penyaluran air buangan (SPAB) kota Padang ini direncanakan
menggunakan dua sistem yaitu sistem offsite dan sistem onsite. Pada tahap I jumlah penduduk
masih relatif sedikit dan penyebarannya tidak merata, pada tahap ini sistem offsite berjumlah
40% dari total penduduk sedangkan sisanya yaitu 60% menggunakan sistem on site. Pada
sistem onsite terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu individual dan komunal dimana pengguna
sistem individual yaitu 70% sedangkan komunal 30%.
4.4 Sistem Penyaluran Air Buangan Tahap II

Pada tahap II sistem onsite dibagi menjadi dua yaitu sisten onsite individual dan sistem onsite
komunal. Pada Tahap II ini jumlah penduduk sudah mulai bertambah sehingga sistem
penyaluran air buangannya sudah sedikit berubah disbanding tahap I, pada tahap ini sistem
offsite berjumlah 50% dari total penduduk sedangkan sisanya yaitu 50% menggunakan sistem
onsite. Pada sistem onsite terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu individual dan komunal
dimana pengguna sistem individual yaitu 60% sedangkan komunal 40%.

4.5 Sistem Penyaluran Air Buangan Tahap III

Perencanaan sistem penyaluran air buangan (SPAB) kota Padang ini direncanakan
menggunakan dua sistem yaitu sistem offsite dan sistem onsite. Sistem offsite digunakan pada
daerah yang memiliki jumlah penduduk yang padat sedangkan sistem onsite digunakan pada
daerah yang memiliki jumlah penduduk yang tidak padat.Sistem onsite dibagi menjadi dua
yaitu sisten onsite individual dan sistem onsite komunal. Pada tahap III jumlah penduduk
semakin meningkat, pada tahap ini sistem offsite berjumlah 60% dari total penduduk
sedangkan sisanya yaitu 40% menggunakan sistem onsite. Pada sistem onsite terbagi lagi
menjadi dua bagian, yaitu individual dan komunal dimana pengguna sistem individual yaitu
50% sedangkan komunal 50%.

4.6 Alternatif Sistem Penyaluran Air Buangan

4.6.1 Konsep Penyaluran grey water dan black water

Kota Padang yang pada umumnya memiliki pengangkutan air buangan dalam skala kecil dan
adanya blok-blok rumah, sehingga sistem yang tepat dipakai adalah shallow sewerage atau
disebut juga simplified sewerage atau condominial sewerage. Shallow sewer sangat
tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut buangan padat jika dibandingkan
dengan cara konvensional yang mengandalkan self clensing. Sedangkan untuk pembuangan
grey water dialirkan ke IPAL dan untuk black water dialirkan ke IPLT. Untuk black water
sendiri, bisa dilakukan pengolahan dengan cara biofilter / filter tanaman.

IV-2
4.6.2 Perencanaan Jalur Sistem Penyaluran Air Buangan

4.1 Tabel Karakterisitik Jalur Sistem Penyaluran Air Buangan


Kebutuhan
Slope daya ideal,
Biaya
minimum manhole
Konstruksi
Tipe Topografi Potensi atau Kebutuhan dan
di tanah
Saluran Ideal sulfida kecepatan O/M fasilitas
berbatu, air
yang lain yang
tanah tinggi
diperlukan dibutuhka
n
Rendah-
SDG Menurun Sedang Tinggi Tidak Tidak ada
Sedang
Sedang-
STEP Menanjak Rendah Tinggi Tidak Rendah
Tinggi
Sedang- Sedang-
GP Menanjak Rendah Ya Sedang
Tinggi Tinggi
Vaucum Datar Rendah Rendah Ya Tinggi Tinggi
Conventio
Menurun Tinggi Sedang Ya Sedang Tidak ada
nal
SDG- Rendah-
Tidak Datar Tinggi Tidak Sedang Rendah
STEP Sedang
Sedang- Rendah-
Conv-GP Tidak Datar Sedang-Tinggi Sedang Ya
Tinggi Sedang
Rendah- Sedang-
Conv-Vac Tidak Datar Sedang-Tinggi Ya Tinggi
Sedang Tinggi
Sumber: WEF, 1986

Perencanaan jalur sistem penyaluran air buangan menggunakan tipe SDG. Alasan memilih
dengan tipe SDG karena letak BPAB dari peta jalur sistem penyaluran air buangan berada
pada ketinggian 50 m dari atas permukaan air laut, dengan kata lain letak BPAB pada kontur
yang paling rendah di Kota Padang. Hal ini dikarenakan agar sistem penyalurannya secara
gravitasi tanpa menggunakan tambahan pompa dengan menimbang biaya tidak terlalu mahal
atau sedang. Dengan topografi yang menurun, maka untuk potensi sulfidanya tinggi dan tidak
ada slope minimumnya.

4.6.3 Penentuan Jenis dan Bentuk Saluran

Bentuk saluran yang digunakan adalah bulat lingkaran karena debit air buangan yang
dialirkan cenderung konstan dan menggunakan saluran tertutup. Selain itu, bentuk saluran
bulat lingkaran dapat menghambat terjadinya pengendapan pada saluran tersebut, sehingga
penyaluran air buangan berjalan lancar tanpa hambatan. Untuk bentuk saluran bulat lingkaran
ini daya tahannya lebih kuat, gaya yang terjadi lebih merata, dan bentuk saluran bulat
lingkaran mudah didapatkan dipasaran.

4.6.4 Penentuan Pola penyaluran Air Buangan

IV-3
Sistem pengaliran yang direncanakan pada umumnya secara gravitasi dan pola saluran yang
digunakan adalah pola radial. Pada pola radial, pengumpulan aliran dilakukan ke segala arah,
ke arah luar dimulai dari daerah tinggi, jalur yang ditempuh pendek-pendek sehingga
diperlukan banyak BPAB. Sehingga sistem jaringan penyaluran air buangan radial ini tepat
digunakan untuk daerah yang memiliki topografi yang beraturan seperti halnya dalam
penyaluran air buangan di Kota Padang ini.

4.7 Sistem Penyaluran Air Buangan Terpilih

Sistem penyaluran air buangan terpilih dalam penyaluran air buangan Kota Padang yaitu
sistem ini dikenal dengan full sewerage, dimana air buangan domestik dan air hujan dialirkan
secara terpisah melalui saluran yang berbeda. Sistem penyaluran terpisah ini akan
menyalurkan air buangan tersendiri dalam jaringan riol tertutup. Sedangkan limpasan air
hujan disalurkan tersendiri dalam saluran drainase khusus. Kelebihan sistem ini adalah
masing-masing sistem saluran mempunyai dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan
dalam konstruksi serta operasi dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah
memerlukan tempat luas untuk jaringan masing-masing sistem saluran. Saluran pada sistem
riol kecil (small bore sewer) merupakan saluran yang hanya untuk menerima bagian-bagian
cair dari air buangan kamar mandi, cuci, dapur, dan limpahan air dari tangki septik, sehingga
salurannya harus bebas zat padat. Bentuk saluran yang akan digunakan pada sistem
penyaluran air buangan ini adalah berbentuk bulat dengan pola radial yang didapat
berdasarkan bentuk kontur dari Kota Padang itu sendiri.

IV-4

Anda mungkin juga menyukai