Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.

DENGAN SNAKE BITE DI IGD RSUD WONOSARI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas PKK Stase Gawat Darurat dan Manajemen
Bencana

DISUSUN OLEH :

ANIS SUSANTI (2520142478)

3B

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Ny. S dengan Snake Bite di IGD RSUD Wonosari,
disusun untuk memenuhi tugas PKK stase Gawat Darutar dan Manajemen
Bencana, pada :

Hari :
Tanggal :
Tempat :

Mahasiswa

Anis Susanti

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik (CI)

( ) ( SUCIPTO, SSiT )
KONSEP DASAR SNAKE BITE

A. PENGERTIAN
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai
efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem
multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler sistem pernapasan.
(Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat
yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang
berbeda pada manusia. Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap
suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ.
Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis
yang dapat meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi
racun tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun
mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya, sering
kali mengandung faktor letal. Racun ekor bersifat defensive dan bertujuan
mengusir predator, racun bersifat kurang toksik dan merusak lebih sedikit
jaringan. (Retno Aldo. 2010)
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk
melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan
diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan
oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu
modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi
tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang
memiliki aktivitas enzimatik. (Ifan. 2010)

B. ETIOLOGI

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae,


dan Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti
edema dan pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal,
tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan
beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8
jam .
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan
jalan menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah),
sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar
menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya
perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan,
dan lain-lain.
b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan
sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel
saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak
kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan peracunan
selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung.
Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal
dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya
berakibat terganggunya kardiovaskuler.
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di
jaringan pada tempat gigitan.
g. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
(Deddyrin. 2009.
Intoxicasi).

Tabel 2.1 Klasifikasi ular berbisa, lokasi, dan sifat bisa


Famili Lokasi Sifat Bisa
Elapidae Seluruh dunia, Neurotoksik dan
kecuali Eropa nekrosis (ular
cobra)
Hydrophidae Pantai perairan
Myotoksik
Asia- Pasifik
Viperidae:
Viperonae Seluruh dunia
kecuali Amerika
Vaskulotoksik
dan Asia- Pasifik
Crotalidae Asia dan
Amerika

(Dona. 2009)

C. PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin.
Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat
mengganggu berbagai system. Seperti, sistem neurogist, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai
saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat
mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem
pernapasan dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi
koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.

D. PATHWAYS

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang umum ditemukan pada pasien bekas gigitan ular
adalah :
1. Tanda-tanda bekas taring, laserasi
2. Bengkak dan kemerahan, kadang-kadang bulae atau vasikular
3. Sakit kepala, mual, muntah
4. Rasa sakit pada otot-otot, dinding perut
5. Demam
6. Keringat dingin

F. DERAJAT GIGITAN ULAR


1. Derajat 0
a. Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
b. minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
a. Bekas gigitan 2 taring
b. Bengkak dengan diameter 1 5 cm
c. Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
a. Sama dengan derajat I
b. Petechie, echimosis
c. Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
a. Sama dengan derajat I dan II
b. Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
a. Sangat cepat memburuk

G. KOMPLIKASI
a. Syok hipovolemik
b. Edema paru
c. Kematian
d. Gagal napas

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung
sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu
protrombin, waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis,
penentuan kadar gula darah, BUN dan elektrolit. Untuk gigitan yang
hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu
pembekuan dan waktu retraksi bekuan. (Retno Aldo. 2010. Askep Gigitan
Ular)

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi
wajah/postur tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan
tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
2) Kaji karakteristik nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.

2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme,


penyakit, dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada regulasi temperatur, proses infeksi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:


Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari
kedinginan.
Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai
untuk mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai
indikasi.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
5) Berikan selimut pendingin.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.

3. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di


rumah sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman
kematian atau kecacatan.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:


Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang
sehat, mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat
ditangani, menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan
penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi:
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur
perawatan.
2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien
bila prosedur bebas dari nyeri.
3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk
bertanya dan berikan jawaban terbuka/jujur.

4. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi


endotoksin.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:


Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang
normal, bebas dispnea/sianosis.
Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
3) Auskultasi bunyi napas.
4) Sering ubah posisi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.

DAFTAR PUSTAKA
Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Arif Mansyoer, Dkk. 2006. Kapita Selecta Kedokteran. Ed 3, Jakarta : Media


Aesculapius

Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and


Critical Care, University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.

Anda mungkin juga menyukai