02 - BAB I - VII + DAPUS MEI Revisi Ujian Seminar Hasil
02 - BAB I - VII + DAPUS MEI Revisi Ujian Seminar Hasil
PENDAHULUAN
menjaga fungsi tubuh tetap optimal. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh para
manusia.
Salah satu cara untuk mencegah penuaan ialah dengan menjalankan pola
kematian disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat (Sharkey, 2011). Perilaku
merokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat yang hingga saat ini
masih merupakan perilaku yang umum dapat diamati baik pada orang dewasa
yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Pada tahun 2007, prevalensi
merokok usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 34,2% yakni lebih dari 50 juta
orang dewasa, meningkat dari 31,5 % pada tahun 2001. Pada tahun 2002,
1
2
perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia
2008). Asap rokok ini mengandung lebih dari 1017 radikal bebas per gram dan
lebih dari 1015 radikal bebas di setiap hisapannya (Valavanidis dkk., 2009).
Radikal bebas yang terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida,
peroxida, radikal peroksil, dan radikal lain dengan kandungan karbon dalam fase
gas (Arief, 2007). Selain itu rokok juga mengandung bahan-bahan yang bersifat
oksigen membentuk gas-gas beracun seperti NOx, CO dan SOx (Bindar, 2000).
bebas merusak sel-sel tubuh manusia (Goldman dan Klatz, 2007). Radikal bebas
adalah senyawa atau atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbit
luarnya sehingga bersifat amat reaktif terhadap sel atau komponen sel sekitarnya.
konsekuensi dari reaksi enzimatik dan non enzimatik (Droge, 2002). Selain itu
radikal bebas dapat pula berasal dari luar tubuh seperti sinar UVB, asap kendaraan
dan asap rokok. Bila produk radikal bebas melebihi kemampuan adaptasi dari
enzim antioksidan, maka terjadi suatu keadaan yang dikenal dengan stres oksidatif
(oxidative stress).
Dengan menghirup asap rokok yang merupakan sumber radikal bebas,
(Winarsi, 2007). Reaksi peroksidasi lipid yang dipicu oleh radikal bebas dapat
kondisi patologis (Woolf dkk., 2005). Akibat akhir dari reaksi peroksidasi lipid
tersebut yaitu terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang
bersifat toksik terhadap sel, antara lain berbagai aldehida seperti malondialdehid
Salah satu radikal bebas dalam asap rokok adalah Reactive Oxygen
Species (ROS). ROS merupakan salah satu radikal bebas yang paling umum
ditemukan dalam tubuh manusia. ROS sebagian berbentuk radikal seperti radikal
hidroksil ( OH), radikal peroksil ( OOH) dan ion superoksida (O2-). Di antara
senyawa radikal yang paling reaktif adalah senyawa hidroksil, sehingga paling
lipoprotein, serta unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga target tersebut,
yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh
(Lobo dkk., 2010). Sebuah radikal bebas mengambil elektron dari membran lipid
sel, memulai serangan radikal bebas pada sel yang dikenal sebagai peroksidasi
lipid. Peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang diinisiasi oleh serangan
radikal bebas pada fosfolipid dan polyunsaturated fatty acid. Serangan ini dimulai
dari membran sel yang menghasilkan aldehid, keton dan hasil polimerasi yang
bereaksi dan merusak biomolekul, enzim dan asam nukleat yang dapat
4
(Gawel dkk., 2004). MDA juga ditemukan pada manusia sehat, yang
peningkatan risiko untuk penyakit arteri serebral dan koroner. Hal ini karena pada
perokok kronis terjadi stress oksidatif yang diakibatkan oleh superoksida dan
sejumlah besar spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) yang berujung pada
akumulasi kerusakan oksidatif pada berbagai macam sel dalam tubuh salah
satunya adalah sel endotel (Tsuchiya dkk., 2002). Telah banyak diketahui
hubungan antara merokok dan penyakit pembuluh darah, dan telah diketahui
secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel endotel vaskular. Integritas
endotel sangat penting untuk fungsi homeostatis pembuluh darah dan untuk
munculnya trombosis. Disamping itu, pada arteri hewan yang terpapar asap rokok
ini terjadi peningkatan dari endotelin dan vasoconstructing growth factors yang
diproduksi oleh sel endotel, antara lain Angiotensin II. Sebaliknya faktor
penting dalam tubuh mamalia. NO telah dikenal sebagai biomessenger yang ada
otot polos. NO adalah salah satu faktor relaksasi tergantung endotel yang berperan
diakibatkan oleh disfungsi endotel pada pembuluh darah (Tousoulis dkk., 2012).
menunjukkan bahwa NO memiliki peran yang penting dalam proses fisiologis dan
tumor, koordinasi irama jantung, dan pengaturan aktivitas respirasi seluler (Grove
menyebabkan relaksasi otot polos, sehingga berfungsi sebagai regulator aliran dan
tekanan darah dan mencegah agregasi dan adhesi platelet. NO juga membantu
oxide (NO) dari L-arginin oleh enzim endogen, NO synthase, untuk meregulasi
pembuluh darah, aliran darah lokal, dan perfusi jaringan. Konsentrasi NO yang
rendah dalam plasma merupakan gejala terjadinya disfungsi endotel dan sangat
terkait dengan kebiasaan merokok jangka panjang (Tsuchiya dkk., 2002). Kondisi
6
arteri (Van Hove dkk., 2009). Penelitian melaporkan bahwa sekresi NO pada vena
saphena pada manusia yang tidak merokok secara signifikan lebih tinggi daripada
yang dari vena perokok berat (Rahman dan Laher, 2007). Dengan menggunakan
dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri femoral dan
karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang
NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo
dkk., 2006).
Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis
(Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada
kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain
ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk., 2006). Telah
dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti
7
nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara
langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk., 2006; Arief,
2007).
dan oksigen dengan katalisis enzim NOS. Konsentrasi fisiologis L-Arginine pada
orang sehat yang cukup untuk membentuk endotel NOS, yaitu sekitar 3 mol/L.
Oleh karena itu, L-Arginin disebut sebagai asam amino semi esensial karena tubuh
bisa memproduksi asam amino ini dalam jumlah yang mencukupi (Appleton,
Proses penuaan dapat disebabkan oleh Pola hidup yang tidak sehat salah
satunya merokok, asap rokok dan berbagai zat kimia radikal bebas yang
penuruna jumlah endotel pembuluh darah, penurunan kadar nitric oxide dan
banyak diketahui (Alvares dkk., 2011). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
kadar NO serum dan jumlah endotel pada tikus yang diberi paparan asap rokok.
Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar
endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang
yang diinduksi paparan asap rokok dimana hal tersebut dapat menimbulkan
penurunan kadar Nitric Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan
penurunan jumlah endotel aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur
pembuluh darah dan pengobatan yang diakibatkan oleh paparan asap rokok
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penuaan
Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan
fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan berjalan
10
dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini atau lebih lambat
adalah kelemahan dan kegagalan fisik dan mental yang berhubungdanengan aging
yang normal disebabkan karena disfungsi fisiologik, dalam banyak kasus dapat
diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat (Goldman dan Klatz, 2003).
proses penuaan tetapi pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu teori wear dan tear dan teori program. Teori wear dan tear
Menurut Goldman dan Klatz 2003 ada 4 teori pokok dari aging, yaitu:
disalahgunakan (overuse dan abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal,
kulit, dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan
lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol, dan nikotin, karena
sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak
2. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh.
Teori ini fokus pada genetik memprogram DNA, dimana kita dilahirkan
dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental
tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi
akumulasi kerusakan radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas
sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan.
elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal bebas oleh
karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal
bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut
sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.
Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA,
metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada
kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin,
12
suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis.
Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada
daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam
akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman and Klatz, 2003).
bahan polutan dan kimia sebagai hasil pembakaran pabrik, otomotif, dan
b. Faktor diet / makanan. Jumlah nutrisi yang tidak optimal, jenis, dan
tetapi faktor genetik ternyata dapat berubah karena infeksi virus, radiasi,
dan zat racun dalam makanan / minuman / kulit yang diserap oleh tubuh.
d. Faktor psikis berupa stres ternyata mampu memacu proses apoptosis di
(Pangkahila, 2007).
berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan
gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu:
1. Tanda fisik, seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut,
Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung
Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun,
radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA, mulai mempengaruhi tubuh.
Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang
merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Bahkan
pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal.
Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Massa otot
berkurang sebanyak satu kilogram setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan
kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini
darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan
kulit menurun, dorongan dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang
mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas
dan diabetes.
Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi
estrogen, dan juga hormon tiroid. Kemampuan penyerapan bahan makanan juga
otot berkurang sekitar satu kilogram setiap tiga tahun sehingga mengakibatkan
ketidak mampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan.
Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami
Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu
harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Hal ini menunjukkan bahwa orang
yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses
penuaan. Lebih jauh lagi, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi
proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata
(Pangkahila, 20011).
Yang dimaksud dengan radikal bebas adalah suatu senyawa atau molekul
yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital
luarnya. Secara biokimia, proses pelepasan elektron dari suatu senyawa disebut
(Winarsi, 2007). Sifat radikal bebas yang mirip dengan oksidan adalah
digolongkan dalam oksidan. Namun tidak setiap oksidan adalah radikal bebas
bertemu molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga
akan terjadi reaksi berantai (chain reaction). Bila elektron yang berikatan dengan
radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya
yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar seperti lipid, protein
3. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau
Pengalihan ini tidak dapat sekaligus tetapi dalam empat tahapan, yang setiap
oksigen hanya dapat menerima satu elektron setiap tahap menyebabkan terjadinya
hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil terjadi karena pengalihan elektron yang
bebas (Saxena and Lal, 2006). Senyawa oksigen reaktif diproduksi terus menerus
di dalam organisme aerobik sebagai hasil dari metabolisme energi normal. Target
utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta
18
unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga hal di atas yang paling rentan
adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas dalam tubuh dapat merusak
asam tak jenuh ganda pada membran sel, yang mengakibatnya sel menjadi rapuh
(Pasupathi, 2009).
Berbagai kemungkinan bisa diakibatkan oleh kerja radikal bebas.radikal
bebas memiliki reaktivitas tinggi, sangat tidak stabil dan berumur singkat,
maupun DNA). Senyawa radikal bebas dapat merusak asam lemak tak jenuh
ganda pada membran sel, sehingga mengakibatkan dinding sel menjadi rapuh.
Senyawa ini juga berpotensi merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem
informasi genetika dan berlanjut pada pembentukan sel kanker, yang berkibat
bebas akan mengakibatkan kerusakan stres oksidatif (Arief, 2010). Pada keadaan
inilah perusakan tubuh terjadi oleh radikal bebas. Senyawa radikal mengoksidasi
dan menyerang komponen lipid membran, senyawa ini merusak tiga jenis
senyawa yang penting untuk mempertahankan integritas sel seperti asam lemak
tak jenuh yang menyusun membran sel (fosfolipid), DNA (perangkat genetik) dan
dan kanker. Jika yang teroksidasi protein baik berupa enzim yang terinaktivasi
(Pangkahila,2007).
2.3 Endotelium
Lapisan terdalam dari tunika intima, terdiri dari selapis sel yang disebut sel
endotel. Sel ini berbentuk pipih, poligonal dengan ukuran sekitar 10 x 50 m dan
tebalnya 1-3 m, dengan sumbu panjang sel sejajar dengan aliran darah (Sandoo
et al., 2010). Sel ini berada disemua struktur pembuluh darah mulai dari jantung
sampai dengan kepiler dan berhubungan langsung dengan aliran darah (Guyton
aktivitas metabolik dan sekretori. Usia biologik endotel dalam keadaan normal
sekitar 30 tahun dan setelah usia tersebut sel endotel akan terlepas dan
Sel endotel berfungsi untuk mengatur aliran darah yang dipompa oleh
jantung menuju ke seluruh tubuh, begitu juga sebaliknya (Sandoo dkk., 2010),
20
memiliki kemampuan yang luar biasa dalam mengadaptasikan dirinya, baik secara
(Pugsley dan Tabrizchi, 2000). Disamping itu sel ini, bilamana rusak akan mudah
diganti oleh adanya Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), hanya saja
diperlukan waktu untuk proses regenerasi tersebut (Arsic dkk., 2004). Kelebihan
(Sandoo dkk, 2010). Secara umum sel endotel memiliki 3 (tiga) fungsi dasar,
terhadap hampir semua elemen asing yang mencoba invasi ke dalam suatu organ;
senyawa tertentu; dan ketiga, sel ini berfungsi sebagai tempat sintesis berbagai
(Pugsley dan Tabrizchi, 2000), yaitu antara lain sintesis berbagai mediator
lainnya (Guyton, 2012; Libby dkk., 2002 Najjar dkk., 2005; Sandoo dkk., 2010).
Fungsi di atas disebabkan karena peran utama sel endotel adalah mengendalikan
dalam proses protrombotik dan antitrombotik. Sel endotel utuh mempunyai tugas
protrombotik adalah vWF dan PAF, sedangkan zat yang berperan dalam proses
(2003) mengemukakan bahwa berbagai sitokin yang beredar dalam aliran darah
termasuk TNF-, IL-1, dan IL-6 merupakan zat yang dapat menyebabkan stres
pada sel endotel pembuluh darah. Respon sel yang mengalami stres berlangsung
dalam beberapa fase yaitu fase alarm, adaptation, dan exhaustion. Apabila fase
Namun, jika sel endotel tidak mampu beradaptasi, maka proses akan berlanjut
menuju fase exhaustion yang bermuara pada kematian sel (Halstead, 2003).
mengatur fungsi seluler, tetapi juga merupakan mediator kerusakan seluler dalam
berbagai kondisi. Nitric Oxide terlibat dalam jalur anti dan apoptotik bergantung
dari kondisi dan tipe sel. Dalam konsentrasi tinggi NO menginduk sikematian sel
dalam bentuk peroksinitrit (ONOO-) yang dihasilkan dari reaksi difusi antara NO
Citrulline dan NO. Tiga isoform mayor NOS yaitu neuronal NOS (nNOS),
endothelial NOS (eNOS), dan inducible NOS (iNOS). Endothelial NOS dan
nNOS berperan penting pada kondisi normal. Kedua isoform ini terdapat didalam
sel dan secara cepat diaktivasi oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan
L-arginine oleh enzim endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dengan kofaktor
serta nitrat dan nitrit sebagai metabolit antara (R&D Systems, 2000; Lundberg dan
dikatalisis oleh enzim xanthine oxidase (XO) (Lundberg dan Weitzberg, 2005).
pada relaksasi otot polos pembuluh darah. Inducible NOS tidak diekspresikan
pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh sitokin dan atau endotoksin selama
23
Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis Nitric oxide (NO) (Dash, 2015)
Dalam serum, waktu paruh NO sangat singkat karena cepat dipakai oleh
sel endotel pembuluh darah sebagai vasodilator. Waktu paruh nitrit lebih pendek
daripada nitrat karena nitrat dapat direduksi menjadi nitrit kemudian cepat
direduksi menjadi NO pada keadaan hipoksia. Kadar nitrat, nitrit dan NO dalam
serum berbanding lurus dengan waktu paruhnya. NO yang disekresi oleh sel
hemoglobin membentuk nitrat. Kadar nitrat dan nitrit relatif stabil di dalam darah,
sehingga total kadar nitrit dan nitrat serum (NOx) dipakai sebagai indikator
Tabel 2.1
senyawa NO berupa gas, bersifat polar, dan memiliki waktu paruh yang sangat
singkat. Senyawa nitrat dan nitrit merupakan metabolit antara NO yang memiliki
waktu paruh yang lebih lama sehingga relatif stabil. Beberapa metoda
Selama beberapa dekade , telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak hanya
homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses imunologik. Nitrat oksida
citrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). Saat ini beberapa isoform dari NOS
telah berhasil dipurifikasi dan diklon sebagai : NOS-type I (yang diisolasi dari
otak/neuronal NOS) dan NOS-type III (yang diisolasi dari sel endotel/endothelial
25
NOS) yang disebut juga constitutive-NOS (cNOS). Kedua isoform ini diatur oleh
(NOS type I) berperan penting dalam proses transmisi syaraf, kontrol homeostasis
Oksida yang dihasilkan oleh NOS type III didalam endotel akan berdifusi
kedalam otot polos pembuluh darah yang akan mengaktifkan enzim guanylate
cyclase. Bersamaan dengan peningkatan cyclic GMP, akan terjadi relaksasi dari
otot polos pembuluh darah. Jadi hasil akhir dari peningkatan Nitrat Oksida akan
2012).
26
Sel endotel memproduksi nitrat oksida (NO) yang akan berdiffusi kedalam
sel-sel otot polos pembulah darah dan mengaktivasi enzim soluble guanylate
cyclase (sGC) yang memproduksi cyclic GMP dari prekursornya GTP. Cyclic
GMP akan merangsang relaksasi otot sehingga akan terjadi vasodilatasi. NOS
type III juga berperan dalam pencegahan aggregasi platelet yang abnormal. NOS
type II dan IV (yang diisolasi dari makrofag) bersifat independen terhadap Ca ++-
pada saat makrofag menimbulkan efek sitotoksik sebagai respons terhadap sitokin
dkk., 2012).
(CC) penis. Sarah ini disebut "nitrergic" atau "nitroxidergic". Meskipun sel
peran dalam ereksi penis. NO dari saraf dan mungkin endotel memainkan peran
penis, dan ereksi penis yang bergantung pada GMP siklik disintesis dengan
corpus cavernosum berakibat pada meningkatnya aliran darah dan fungsi ereksi
Weitzberg, 2005).
Aktivitas eNOS tergantung dari protein kinase Akt pada residu serin 1177 dan
tidak tersedia arginin atau BH4, eNOS dapat menjadi uncoupled dan
2004).
dengan penurunan kadar NO. Endotel mempunyai banyak fungsi penting antara
dkk., 2001).
menyebabkan kerusakan sel endotel serta kerusakan pada sel otot polos pembuluh
29
2.5 Rokok
bahan lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica
dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran antara 70-120 mm dengan diameter
sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah (Martin, 2008).
Rokok terdiri dari gabungan bahan kimia yang sangat kompleks yaitu
bahan kimia non-spesifik dari pembakaran bahan-bahan organik dan bahan kimia
yang spesifik dari pembakaran tembakau (Fowles dan Bates, 2000). Rokok
dibentuk dari unsur karbon (C), hydrogen (H), Oksigen (O), nitrogen(N) dan
sulfur (S), sehingga jika diformulasikan secara kimia rokok yaitu sebagai
Asap rokok yang diisap oleh perokok mengandung asap utama dan asap
sampingan yaitu asap yang keluar dari ujung rokok yang terbakar dan diisap oleh
orang yang ada disekitar perokok (Anonim, 2000). Asap rokok utama
(mainstream cigarette smoke) terdiri dari 8% fase tar dan 92% fase gas. Asap
30
rokok fase tar ini mengandung nikotin, tar dan lebih dari 1017 radikal bebas di
dalamnya. Di dalam ruangan lingkungan perokok, udara terdiri dari 85% asap
radikal bebas adalah atom molekul (kumpulan atom) yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan atau unpaired electron. Sifat radikal bebas yang mirip dengan
radikal bebas digolongkan dalam oksidan. Namun tidak setiap oksidan adalah
fisiologis, proses peradangan, dan yang berasal dari luar tubuh seperti polutan,
obat-obatan, dan asap rokok. Yang dimaksud dengan radikal bebas adalah suatu
senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak
dengan senyawa oksidan non radikal. Radikal bebas memiliki dua sifat utama,
31
molekul lain akan terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga akan
terjadi reaksi berantai (chain reaction). Bila elektron yang berikatan dengan
radikal bebas berasal dari senyawa yang berikatan kovalen akan sangat berbahaya
yang memiliki ikatan kovalen adalah molekul-molekul besar seperti lipid, protein
(Pangkahila, 2007).
kurang dari yang diperlukan untuk meredam efek buruk radikal bebas yang dapat
merusak membran sel, protein dan DNA yang berakibat fatal bagi kelangsungan
hidup sel/ jaringan. Bila terjadi dalam waktu yang berkepanjangan akan terjadi
aerobik normal, namun dapat juga diproduksi dalam jumlah banyak pada keadaan
patofisiologis.
Rokok mengandung oksidan atau radikal bebas yang sangat tinggi. Asap
rokok ini mengandung lebih dari 1017 radikal bebas per gram dan lebih dari 1015
radikal bebas setiap hisapannya (Valavanidis dkk., 2009). Radikal bebas yang
terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida, peroxida, nitrit
oksida, radikal peroksil, dan radikal yang mengandung karbon ada dalam fase gas
dari asap rokok dengan menggunakan electron spin resonance Leybold Heracus
didapatkan hasil rokok jenis kretek mengandung radikal oksigen, oksigen singlet,
bahan-bahan padat lainnya. Rokok yang terbuat dari daun tembakau kering, kertas
dan zat perasa, dapat dibentuk dari unsur Carbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),
Nitrogen (N) dan Sulfur (S) serta unsur-unsur lain yang berjumlah kecil. Rokok
Dua reaksi yang mungkin terjadi dalam proses merokok adalah: Pertama,
NOx, SOx, dan CO. Reaksi ini disebut reaksi pembakaran yang terjadi pada
temperatur tinggi yaitu diatas 800C. Reaksi ini terjadi pada bagian ujung atau
33
permukaan rokok yang kontak dengan udara. Skema reaksi kimia yang terjadi
Reaksi yang kedua adalah reaksi pemecahan struktur kimia rokok menjadi
senyawa kimia lainnya. Reaksi ini terjadi akibat pemanasan dan ketiadaan
oksigen. Reaksi ini lebih dikenal dengan pirolisa. Pirolisa berlangsung pada
temperatur yang lebih rendah dari 800C. Sehingga rentang terjadinya pirolisa
pada bagian dalam rokok berada pada area temperatur 400-800C. Ciri khas reaksi
ini adalah menghasilkan ribuan senyawa kimia yang strukturnya komplek. Bagan
banyak senyawa yang dihasilkan tergolong pada senyawa kimia yang beracun
lagi bahwa titik bahaya merokok ada pada pirolisa rokok. Sebenarnya produk
pirolisa ini bisa terbakar bila produk melewati temperatur yang tinggi dan cukup
akan Oksigen. Hal ini tidak terjadi dalam proses merokok karena proses hirup dan
gas produk pada area temperatur 400- 800C langsung mengalir ke arah mulut
Selain reaksi kimia, juga terjadi proses penguapan uap air dan nikotin yang
daerah temperatur di atas tidak dapat kesempatan untuk melalui temperatur tinggi
dan tidak melalui proses pembakaran. Terkondensasinya uap nikotin dalam gas
tergantung pada temperatur, konsentrasi uap nikotin dalam gas dan geometri
mulut sehingga nantinya gas yang masuk dalam paru-paru masih mengandung
oleh sel-sel saluran alveolar dan merangsang aktivasi sel radang akut seperti
lipid dan degradasi protein matrik ekstraseluler (Vaart dkk., 2004). Radikal dalam
fase tar dapat mengikat molekul DNA dan mengakibatkan mutasi yang berujung
Asap rokok banyak mengandung radikal bebas baik pada komponen tar
maupun komponen gas. Selain itu, komponen tar juga mengandung ion besi yang
(Valavanidis dkk., 2009). Semiquinon dan hidroquinon pada tar juga dapat
melepaskan ion besi dan protein feritin sehingga lebih banyak ion besi yang bebas
(Ghio dkk., 2008). Radikal bebas yang berasal dan asap rokok masuk ke dalam
35
paru melalui saluran nafas, kemudian dibawa oleh aliran darah menuju ke jantung
dan diedarkan ke seluruh tubuh (Ghio dkk., 2008; Valavanidis dkk., 2009).
lipid dan komponen protein. Komponen lipid akan mengalami peroksidasi dengan
cara menarik atom H+ dari rantai samping PUFA, menghasilkan radikal karbon.
Kemudian radikal karbon akan bereaksi dengan oksigen menjadi radikal peroksil,
inilah yang menyerang ulang rantai samping PUFA menghasilkan radikal karbon
baru dan peroksida lipid (Ayala dkk., 2014). Reaksi ini akan berlangsung terus
secara berantai dan berakhir bila bertemu dengan radikal bebas lain atau dengan
antioksidan. Komponen protein yang berfungsi sebagai kanal ion, pompa ion,
depolimerisasi protein, dan sifat protein menjadi kaku dan mudah putus, sehingga
menyebabkan kanal ion terbuka, maka diduga kuat Ca2+ ekstra seluler yang
mempunyai konsentrasi lebih tinggi dari sitosol akan masuk ke dalam sel,
sehingga Ca2+ di dalam sitosol akan meningkat (Burlando dkk., 2001; Selvam,
terutama ATPase yang tersusun dari rangkaian asam amino yang mengandung
36
Ca2+ maka akan terjadi peningkatan Ca2+ di dalam sitosol (Kaplan dkk., 2003;
adalah nekrosis. Pada pemaparan asap rokok kapasitas proteksi antioksidan juga
tertekan. Senyawa aldehid dalam asap rokok dapat menekan SOD yang berfungsi
sebagai antioksidan enzimatik. Selain itu, pada perokok terdapat penurunan kadar
vitamin C. Hal ini akan semakin memperparah nekrosis sel hepar akibat radikal
peningkatan risiko untuk penyakit arteri serebral dan koroner. Hal ini karena pada
perokok kronis terjadi stress oksidatif yang diakibatkan oleh superoksida dan
sejumlah besar spesies oksigen reaktif lainnya (ROS) yang berujung pada
akumulasi kerusakan oksidatif pada berbagai macam sel dalam tubuh salah
satunya adalah sel endotel (Benjamin, 2011; Selim dkk., 2013). Sel-sel endotel
merupakan sel yang secara konstitutif mensintesis nitrit oxide (NO) dari l-arginin
darah lokal, dan perfusi jaringan. Konsentrasi NO yang rendah dalam plasma
merupakan gejala terjadinya disfungsi endotel dan sangat terkait dengan kebiasaan
37
merokok jangka panjang (Tsuchiya et al., 2002). Kondisi ini bisa mempercepat
(sGC) pada otot polos pembuluh darah, yang menghasilkan pembentukan cyclic
NADPH oksidase (Nox1 dan Nox2) akan menghasilkan superoksida (O2-) dan
dapat berpartisipasi dalam jalur sinyal, tetapi juga dapat menyebabkan cedera
H2O2 dapat bereaksi dengan logam berat untuk membentuk senyawa hidroksil
yang sangat reaktif dan bersifat radikal (OH-) (De Silva dan Faraci, 2013).
Cigarette
38
Gambar 2.4 Modifikasi Interaksi antara Reactive Oxygen Species (ROS) dan
Nitric Oxide (De Silva dan Faraci, 2013)
darah, dan telah diketahui secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel
dinding arteri (Van Hove dkk., 2009). Rahman dan Laher (2007) melaporkan
bahwa sekresi NO pada vena saphena pada manusia yang tidak merokok secara
signifikan lebih tinggi daripada yang dari vena perokok berat. Dengan
(Vleeming dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri
femoral dan karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang
NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo
dkk., 2006).
Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis
(Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada
kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain
ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk, 2006). Telah
dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti
nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara
langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk., 2006; Arief,
2007).
2.6 L-Arginine
bersama histidine dan lisin secara biokimiawi. Arginine merupakan asam amino
semi-esensial yang artinya tubuh dapat memproduksi asam amino ini dalam
jumlah kecil, sehingga asupan dari luar masih diperlukan (Garrett dan Grisham,
2012).
dasar yang terdapat dalam cairan fisiologis tubuh (Wu dkk., 2009). L-Arginine
daging, konsentrat proteinasi, dan isolaso protein kedelai, namun rendah dalam
susu yang berasal dari mamalia. Survei menunjukkan bahwa konsumsi harian
orang dewasa di America (US) sebesar 4,4 gram/hari dan sebanyak 25% dari
Gambar 2.6
Metabolisme L-Arginine (Ricciardolo dkk., 2004)
41
amino acid transport (CAT) dan dapat dimetabolisme oleh dua kelompok enzim.
Nitric oxide synthase (NOS) mengkonversi L-arginine menjadi Nitric Oxide (NO)
modulasi sistem imun, penyembuhan luka, sekresi hormone, tonus vaskuler, dan
fungsi endotel. Arginine juga merupakan precursor dari prolin, sehingga kadar
sistem kekebalan tubuh, dan merangsang kesembuhan luka baik pada individu
Oxide (NO), produksi antibodi dan perkembangan sel B, ekspresi reseptor sel T
sinyal terhadap setiap jenis sel yang meregulasi jalur metabolisme, sehingga perlu
akan menyebabkan gangguan sistesis NO pada mamalia (Wu dkk., 2009; Lewis
cepat berkembang biak, mudah ditangani, memiliki gen homolog dengan manusia,
karakter anatomi dan fisiologi telah diketahui secara baik (Hubrecht dan
Kirkwood, 2010). Klasifikasi ilmiah tikus (Rattus norvegicus) galur Wistar adalah
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
43
Genus : Rattus
jenis ini mudah dipelihara dan cocok untuk berbagai mecam penelitian. Tikus
jenis ini panjangnya dapat mencapai 40 cm, berat antara 140-500 gram, dan dapat
hidup hingga usia 4 tahun (Kusumawati, 2004). Ciri khas tikus galur Wistar yaitu
mencit karena ukurannya yang lebih besar, serta tikus jantan lebih jarang
berkelahi daripada mencit jantan. Sifat khas dari hewan percobaan tikus yaitu
tidak mempunyai kantung empedu dan tidak mudah muntah. Secara umum, berat
tikus laboratorium lebih ringan daripada tikus liar. Saat berumur 4 minggu rata-
rata memiliki berat 35-40 gram, dan saat dewasa 200-250 gram (Rat Behaviour
Tabel 2.2
Tikus sebagai hewan coba harus diperhatikan pada saat penggunaan, yaitu
kandang tikus harus kuat, tidak mudah rusak, mudah dibersihkan, mudah dipasang
lagi, tahan terhadap gigitan tikus, sehingga hewan tidak mudah lepas. Selain itu,
mudah dibersihkan dan hewan tampak jelas dari luar. Alas tempat tidur
pertukaran udara di dalam kandang harus baik (Ngatidjan, 2006). Setiap hari
kandang dibersihkan dan alas tidur diganti, tangan perawat harus selalu bersih
ketika merawat tikus, memperhatikan bila muncul gejala sakit seperti berat badan
Perilaku merokok merupakan salah satu pola hidup yang tidak sehat
yang hingga saat ini masih merupakan perilaku yang umum dapat diamati
baik pada orang dewasa maupun remaja. Asap rokok mengandung berbagai
jenis bahan kimia, sebagian besar diantaranya bersifat toksik seperti nikotin,
karbonmonoksida dan tar. Asap rokok ini mengandung lebih dari 10 17 radikal
bebas per gram dan lebih dari 1015 radikal bebas setiap hisapannya. Radikal
bebas yang terkandung dalam asap rokok antara lain aldehida, epoxida,
peroxida, nitrit oksida, radikal peroksil, dan radikal lain dengan kandungan
faktor yang berperan dalam relaksasi sel otot polos pembuluh darah.
uncoupling pada eNOS (endothelial Nitrit Oxide Syntase). Selain itu stress
oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas pada asap rokok dapat secara
45
46
langsung merusak sel endotel yang secara konstitutif mensintesis nitrit oxide
(NO).
L-Arginine
Kadar NO
Keterangan skema
Diteliti
48
3.3 Hipotesis
Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang
aorta pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang dipapar
asap rokok
BAB IV
METODE PENELITIAN
completely randomized post test only control group design (Federer, 2008). Pada
paparan asap rokok + placebo (P0) dan kelompok lainnya adalah kelompok
al., 2014).
P0 0
1
R RA
P
S P1
02
Keterangan:
P = Populasi
S = Sampel
R = Randomisasi
49
50
perlakuan
9 mmol/kgBB)
1. Lokasi penelitian
2.Waktu penelitian
bulan
berikut:
7 hari adaptasi
rokok
endotel aorta
4.3.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian eksperimental ini adalah seluruh tikus strain
Wistar jantan. Populasi terjangkau adalah tikus yang berumur 2,5-3 bulan dengan
Pada penelitian ini diambil sampel dari tikus yang memenuhi kriteria inklusi,
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus
( n 1 ) ( t 1 ) > 15
Keterangan :
52
n = jumlah sampel
( n 1 ) ( 2 1 ) > 15
( n 1 ) 1 > 15
n > 15 + 1
n = 16
terjadinya drop out pada sampel, maka dalam penelitian jumlah sampel ditambah
tikus.
4.4 Variabel
VARIABEL TERGANTUNG
VARIABEL BEBAS
Tikus Wistar
L-Arginine Kadar Nitric Oxide (NO)
Jumlah endotel aorta
VARIABEL KENDALI
Jenis/strain tikus
Jenis kelamin, umur, berat badan
Suhu, kelembaban, nutrisi, kandang,
paparan asap rokok /zat kimia
sebanyak 1 batang rokok kretek (rokok Djisamsoe) tanpa filter dalam waktu
pada penelitian ini adalah L-arginine dari perusahaan GMC yang sudah di
satu kali sehari dengan dosis 9 mmol/kg berat badan tikus yang dilarutkan
Pemberian obat oral pada tikus kelompok perlakuan (P1) secara oral dengan
menggunakan sonde dilakukan satu jam sebelum tikus diberi paparan asap
rokok. .
3. Nitric oxide adalah endothelial derived relaxing factor (EDRF) yang
disintesa dan dilepaskan oleh sel endotel, merupakan vasodilator kuat, dimana
Griess I dan II (Assay Design) Total Nitric Oxide Assay Kit. dan satuan NO
terdiri dari selapis sel, sel ini berbentuk pipih, poligonal dengan sumbu
panjang sel sejajar dengan aliran darah. Pada penelitian ini aorta yangdi ambil
55
dari tikus dibuat sediaan untuk melihat endotel dengan pembesaran 400x.
Udayana.
Ketamin
Sarung tangan
Masker
Kapas
Aquabidest
Dalam penelitian ini digunakan tikus Wistar yang berunur 2,5 - 3 bulan yang
diperkirakan mencapai usia dewasa, berat badan antara 200-250 gram. Tikus
ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari tempat (kotak) berbahan plastik
Smoking Pump
Tabung EDTA
Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan yang
rusakKandang yang digunakan adalah kandang yang mudah terlihat dari luar serta
tahan gigitan, sehingga hewan tidak mudah lepas. Makanan yang diberikan adalah
perlakuan (posttest).
5. Selama penelitian, hewan coba diberikan makanan dan minuman secara
dalam vacutainer, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, dan
menggunakan Elisa reader. Sampel darah akan diberikan label sesuai dengan
oleh petugas laboratorium, kemudian sampel darah yang telah berisi plasma
dimasukkan ke dalam kotak styrofoam yang berisi es kering (dry ice) untuk segera
diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang (lindungi dari cahaya). Selanjutnya
water) sebanyak 50 ul dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Kemudian
larutan nitrite (0,1 M sodium nitrite dalam air) dan perhitungan konsentrasi NO
punggung tikus sampai terlihat aorta, kemudian aorta di potong dan ditampung
dalam wadah urin 10cc yang telah berisi formalin buffer fosfat 10%, sediaan ini di
fiksasi, dehidrasi, clearing dan embeding. Tahap fiksasi artinya aorta hasil biopsi
direndam dalam formalin bufer fospat 10% selama 24 jam kemudian dilakukan
50%, 70%, 90%, 96% dan 100% masing masing 2 kali selama 2 jam. Selanjutnya
(Histoplast) cair (suhu 60o C) kemudian jaringan ditanam ke dalam parafin cair
dan dibiarkan membentuk blok yang memakan waktu selama satu hari agar
tebal 5 mikro meter untuk selanjutnya dilakukan penempelan pada gelas obyek,
lalu diinkubasi pada suhu 60o C selama 2 jam. Khusus untuk slide yang dicat
selama 2 menit, etanol 96% 2 x 2 menit, etanol 70% selama 2 menit dan aquadest
menit. Tahap selanjutnya dilakukan perendaman dengan air kran selama 5 menit.
direndam dalam Aquabidest selama 15 detik. Dehidrasi dalam etanol 70% selama
10 detik, etanol 96% 2x 10 detik, etanol 100% selama 10 detik dan xylene 2 x 2
menit, keringkan selama 2 jam dalam suhu ruang, lalu mounting pada medium
dengan kamera Optilab Pro (Miconos, Indonesia). Masing masing preparat difoto
p
62
SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung normal tidak
nya distribusi.
2. Uji Normalitas
Digunakan uji dengan Shapiro-wilk Test, data berdistribusi normal dengan
p>0,05.
3. Uji homogenitas
p>0,05.
4. Uji komparasi
BAB V
HASIL PENELITIAN
63
64
completely randomized post test only control group design yang menggunakan 36
ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan, dewasa (berumur 2,5-3 bulan) sebagai
ekor tikus, yaitu kelompok kontrol P0 (paparan asap rokok + aquabides) dan
deskriptif, normalitas data, homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek
perlakuan.
Hasil analisis deskriptif kadar Nitric Oxide berupa rerata, simpangan baku,
Tabel 5.1
Hasil Analisis Deskriptif Data Nitric Oxide
Hasil analisis deskriptif jumlah sel endotel berupa rerata, simpangan baku,
Tabel 5.2
65
Tabel 5.3
Hasil Uji Normalitas Data Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok
Tabel 5.4
Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Endotel Antar Kelompok
66
Kadar Nitric Oxide dan jumlah sel endotel pada masing-masing kelompok
bahwa varian data homogen (p>0,05), data disajikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Hasil Uji Homogenitas Variabel Penelitian Antar Kelompok
paparan asap rokok + aquabides (P0) dan paparan asap rokok + L-Arginine dosis
9 mmol/kgBB (P1) selama 14 hari. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji
Tabel 5.6
Rerata Kadar Nitric Oxide antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Rerata Kadar
Kelompok Subjek n SB t P
Nitric Oxide (M)
Kelompok P0 18 822,4639 119,47448
-9,947 0,000
Kelompok P1 18 1233,0322 128,01963
n = jumlah sampel; SB = Simpangan Baku; t = distribusi t hitung; p = signifikansi
Tabel 5.6 menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide kelompok yang diberi
memiliki rerata kadar Nitric Oxide yang lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan
Gambar 5.1
jumlah sel endotel antar kelompok perlakuan sesudah diberikan perlakuan berupa
paparan asap rokok + aquabides (P0) dan paparan asap rokok + L-Arginine dosis
9 mmol/kgBB (P1) selama 14 hari. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji
Tabel 5.7
Rerata Kadar Nitric Oxide antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Tabel 5.7 menunjukkan rerata jumlah sel endotel kelompok yang diberi L-
memiliki rerata jumlah sel endotel ya lebih tinggi (p<0,01) dibandingkan dengan
Gambar 5.2
Gambar 5.1
Gambar 5.1
PEMBAHASAN
Untuk menguji efek pemberian L-Arginin terhadap kadar Nitric Oxide dan
jumlah sel endotel setelah paparan asap rokok, maka dilakukan penelitian
group design, menggunaka tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dan sehat,
penelitian ini menggunakan tikus karena fisiologi pembuluh darah tikus wistar
hormonal karena bisa mempengaruhi hasil penelitian. Usia tikus dipilih tikus
dewasa 2,5 3 bulan sebab memiliki persamaan dengan manusia dewasa muda
Nitric oxide dan jumlah sel endotel aorta setelah paparan asap rokok .
6.2 Pengaruh Paparan Asap Rokok terhadap Kadar Nitric Oxide dan Jumlah
Sel Endotel
stress oksidatif yang berujung pada akumulasi kerusakan pada berbagai macam
sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel (Benjamin, 2011; Selim dkk.,
71
72
2013). Bukti yang menunjukkan kerusakan awal vaskular dan disfungsi endotel
yang diinduksi perilaku merokok berasal dari berbagai studi klinis dengan
Beberapa studi telah mengidentifikasi penanda spesifik dan terukur dari disfungsi
endotel, termasuk soluble adhesion molecules, von Willebrand factor (vWF) dan
darah, dan telah diketahui secara umum pula bahwa rokok akan merusak sel-sel
dinding arteri (Van Hove dkk, 2009). Rahman dan Laher (2007) melaporkan
bahwa sekresi NO pada vena saphena pada manusia yang tidak merokok secara
signifikan lebih tinggi daripada yang dari vena perokok berat. Dengan
(Vleeming dkk., 2002). Dalam penelitian lain, pengukuran nitrit dari arteri
femoral dan karotis setelah paparan asap rokok jangka pendek dan jangka panjang
NO kembali normal setelah 3 minggu pasca penghentian paparan asap rokok (Guo
dkk., 2006).
Asap rokok telah terbukti menghambat kerja eNOS pada arteri pulmonalis
(Wagner dkk., 2007) dan pada penelitian lain menekan eNOS sebesar 52% pada
kultur sel endotel (Wang dkk., 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian lain
ekspresi eNOS menjadi normal setelah 16 minggu (Guo dkk., 2006). Telah
dilaporkan bahwa asap rokok mengandung banyak sekali radikal bebas seperti
nitrogen oksida, hidrogen peroksida, hidrogen sianida, dan akrolein yang secara
langsung mempengaruhi ekspresi eNOS (Bindar, 2000; Guo dkk, 2006; Arief,
2007).
6.3 Pengaruh L-Arginin Terhadap Kadar Nitric Oxide dan Jumlah Sel
Endotel
Pada penelitian ini ditemukan sel endotel pada kelompok kontrol lebih
kontrol, tetapi dalam penelitian ini tidak mampu menjelaskan apakah perbedaan
jumlah endotel ini adalah karena tergangunya disfungsi endotel ataw tidak.
Secara teoritis asap rokok yang mengandung radikal bebas yang dapat
menyebabkan stress oksidatif yang berujung pada akumulasi kerusakan sel pada
74
berbagai macam sel dalam tubuh salah satunya adalah sel endotel
juga dapat menyebabkan cedera selular (De Silva dan Faraci, 2013).
secara oral selama 14 hari pada tikus wistar yang diberi paparan asap rokok dapat
mencegah penurunan Nitric oxide dan penurunan jumlah sel endotel, hal ini
yang dilakukan oleh nitrit oksida sintase (Nitric Oxide Synthase/ NOS). Dengan
NO akan meningkat. Selain itu penurunan jumlah endotel pembuluh darah akibat
gangguan sistesis NO pada mamalia (Wu dkk., 2009; Lewis dan Langkamp-
Henken, 2000).
menyatakan bahwa pemberian singkat L-Arginin oral dengan dosis 1.5 g/10 kg
BB/hari selama 1 minggu pada pasien dengan hipertensi pulmonum primer dapat
konsentrasi BH4 dan produksi NO pada sel-sel endotel baik pada tikus sehat dan
tikus yang diinduksi diabetes dan nondiabetes (p<0,01) (Kohli dkk., 2004)
terdapat beberapa faktor lain seperti tingginya konsumsi garam dan obat-obat
golongan katekolamin, tingginya intake asam folat dan vitamin B12, dan
7.1 Simpulan
Oxide (NO) pada tikus (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar yang
7.2 Saran
76
DAFTAR PUSTAKA
77
78
Bhandary, B., Marahatta, A., Kim, H.R., Chae, H.J. 2013. An Involvement of
Oxidative Stress in Endoplasmic Reticulum Stress and Its Associated
Diseases. International Journal of Molecular Sciences. 14(1):434-456.
Bindar, Y. 2000. Ekonomi, Rokok dan Konsekuensinya. Available from:
http://www.angelfire.com/il/Nalapralaya/rokok.htm. Accessed August 28,
2015.
Bode-Bger, S.M., Scalera, F., Ignarro, L.J. 2007. The L-arginine paradox:
importance of the L-arginine/asymmetrical dimethylarginine ratio.
PharmacolTher. 114(3):295306.
Burlando, B., Panfoli, I., Viarengo, A., Marchi, B. 2001. Free radical-dependent
Ca2+ signaling: role of Ca2+-induced Ca2+ release. Antioxid Redox Signal.
3(3):525-30.
Burnett, A.L. 2004. Novel nitric oxide signaling mechanisms regulate the erectile
response. International Journal of Impotence Research 16, S15S19.
Cartledge, J., Minhas, S., Eardley, I. 2001. The role of nitric oxide in penile
erection. Expert Opin Pharmacother. 2(1):95-107.
Catharina. 2001. Pathogenesis of Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Syok
Syndrome. In: Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia: The Role of
Cytokines in Plasma Leakage, Coagulation, and Fibrinolysis. Nijmegen
University Press. Dinsdag. 15-23.
Cerielo, A. 2008. Possible Role of Oxidative Stress in The Pathogenesis of
Hypertension. Diabetes Care. 31(2): S181-S184.
Constans, J., Conri, C. 2006. Circulating markers of endothelial function in
cardiovascular disease. Clin Chim Acta, 368: 3347
Dash, P. 2015. Synthesis of Nitric Oxide. Avilable from:
http://www.reading.ac.uk/nitricoxide/intro/no/synthesis.htm. Accessed Oct
23, 2015
De Silva, T.M., Faraci, F.M. 2013. Effects of angiotensin II on the cerebral
circulation: role of oxidative stress.Front Physiol. 3:484.
Deanfield, J.E., Halcox, J.P., dan Rabelink, T.J. 2007. Endothelial Fuction and
Dysfunction : Testing and Clinical Relevance. Circulation. 115: 1285-95.
Droge, W. 2002. Free Radicals in the Physiological Control of Cell Function.
Physiol Rev 82: 47-95.
Erdman, J.W., Balentine, D., Arab, L., Beecher, G., Dwyer, J.T., Folts, J., Harnly,
J., Hollman, P., Keen, C.L., Mazza, G., Messina, M., Scalbert, A., Vita, J.,
79