Anda di halaman 1dari 31

Laporan Praktikum

Laboratorium Teknik Material 2


Modul A Proses Pembentukan Logam(Metal Forming)

Oleh:

Nama : Herdi Ardiyana


NIM : 13714048
Kelompok :3
Anggota (NIM) : Fadhil Wiriawan (13714007)
Ahmad Miftahul Anwar (13713009)
Lidya (13713036)
Fairuz Surya Annabil (13713042)

Tanggal Praktikum : 1November 2016


Tanggal Penyerahan Laporan : 8 November 2016
Nama Asisten (NIM) : Hafizh Bayhaqi (13712002)

Laboratorium Metalurgi dan Teknik Material


Program Studi Teknik Material
Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
Tahun 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia manufacturing, ingot yang dihasilkan dari proses blast
furnance diubah bentuk sesuai requirement yang diinginkan. Konfigurasi
metalurgi penting untuk diperhatikan dalam proses pembentukan. Deformasi
plastis pada proses ini sangat diinginkan untuk memperoleh perubahan bentuk.
Namun cacat-cacat mungkin akan terjadi pada proses ini. Maka dari itu diperlukan
kepahaman akan parameter-parameter yang mendukung proses forming ini
Pada kali ini penulis sangat perlu untuk mempelajari parameter-parameter
forming dari salah satu teknik pembentukan. Parameter-parameter ini berguna
untuk mengetahui efisiensi dari proses forming ini. Dengan pahamnya parameter-
parameter yang akan dipelajari pada saat praktikum ini akan membawa kepada
kepahaman untuk meminimalisir cacat-cacat yang akan terjadi pada saat proses
forming.

B. TUJUAN
Tujuan dilakukannya proses pembentukan logam (metal forming, rolling)
ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan hubungan reduksi ketebalan setelah dilakukan rolling
terhadap kekerasan tembaga
2. Menentukan nilai n dan K tembaga
3. Menentukan daya terhitung dan daya terukur
BAB II
TEORI DASAR

2.1 Teknik pembentukan

Teknik pembentukan logam yakni proses perubahan bentuk


material/logam. Teknik pembentukan logam dikelompokkan menjadi dua, yakni:
a. Metal forming yakni perubahan bentuk logam dengan menggunakan prinsip
deformasi plastis dan tidak mengurangi volum dan massa logam.
contoh proses metal forming yakni forging,rolling, extrussion
b. Metal machining yakni proses perubahan bentuk logamdengan disertai
perubahan volume logam.
contoh : proses bubut
Pada proses pembentukan, metal forming dan metal machining memiliki
beberapa perbedaan, yakni :

Tabel 2.1.1 tabel perbedaan metal forming dengan metal machining


Metal Forming Metal Machining
Menghasilkan bentuk yang homogen Menghasilkan bentuk yang kompleks
Tidak disertai perubahan volume Terjadi perubahan volume material
Memanfaatkan deformasi plastis Tidak memerlukan defomasi plastis
Toleransi dimensi besar Toleransi dimensi kecil

Berdasarkan gaya yang diberikan untuk mengubah bentuk benda kerja,


proses pembentukan dengan deformasi plastis dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
direct-compression-type processes dan indirect-compression. Pada direct-
compression-type processs, gaya yang diberikan berupa gaya tekan dan yang
mengakibatkan deformasi plastis adalah gaya tekan itu langsung. Contohnya pada
proses penempaan (forging) dan pengerolan (rolling). Untuk indirect-
compression processes, gaya primer yang diberikan berupa gaya tarik tetapi yang
menyebabkan deformasi plastis adalah gaya tekan yang muncul karena kontak
benda kerja dan dies. Contohnya pada proses penarikan kawat (wire drawing) dan
ekstrusi ( extrusion).

2.2 Pengerolan (rolling)


Proses pengerolan adalah proses yang memberikan beban pada material
dari roll ke material untuk mendeformasi plastis material sehingga bentuk material
berubah menjadi pelat dan lain-lain. Karena material berubah bentuk maka
struktur mikro material juga berubah . Namun proses pengerolan ini hanya
merubah bentuk benda kerja saja dengan massa dan volume tetap. Gambar
dibawah yakni gaya-gaya yang terjadi pada proses pengerolan.

Gambar 2.2.1 gaya-gaya yang


terjadi pada pengerolan (Sumber:
G. E. Dieter, Mechanical
Metallurgy, SI Metric Edition,
McGraw Hill, New York, 1986,
Hal. 594)

Keterangan :
N : titik normal
A : titik kontak antara permukaan rol dengan permukaan benda kerja
Pr : gaya radial
F : Gaya gesek tangensial
Lp : panjang kontak spesimen dan rol
vo : kecepatan awal spesimen
vf : kecepatan akhir spesimen
R : jari-jari rol
h0 : tebal mula pelat
hf : tebal akhir pelat

Pada gambar 2.1, pada proses pengerolan terdapat 2 macam gaya, yakni
gaya vertikal Pr yang disebut gaya rol dan gaya gesek tangensial (F). Gaya rol
yakni gaya yang terjadi akibat tekanan rol (p) terhadap beban kerja. Tekanan rol
adalah gaya kontak dibagi dengan luas area kontak. Dengan luas area kontak
antara rol dengan benda kerja dengan b yakni lebar pelat dan Lp adalah panjang
kontak antara rol dengan beban kerja, sehingga:
2 1

( ( ho h f )
)
1
2
L p= R ( ho hf ) [ R ( hoh f ) ]2
4

didapatkan persamaan gaya rol:


'
P= pb L p= o b R R

dengan p adalah tekanan rol rata-rata, P adalah gaya rol dan o adalah tegangan
yield pelat. Dengan keadaan regangan pelat akibat gesekan pada rol, tekanan rata
deformasi didapat dengan:
p 1 Q
= ( e 1 )
'o Q

sehingga didapatkan gaya pengerolan total

P=
3 o Q [
2 ' 1 Q
( e 1 ) b R h ]
faktor 2/ 3 akibat situasi plane-strain

Distribusi gaya pengerolan total sepanjang kontak berbentuk friction hill


akibat terdapat koefisien gesek. Bentuk kurva friction hill tersebut dipengaruhi
oleh nilai koefisien gesek dan rasio panjang per tebal benda kerja. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah.

Gambar 2.2.2 kurva distribusi


tekanan rol terhadap panjangkontak.

(sumber : G. E. Dieter, Mechanical


Metallurgy, SI Metric Edition,
McGraw Hill, New York, 1986, Hal.
595)
Gaya pengerolan total
diasumsikan terkonsentrasi pada satu
titik dengan jarak dari sumbu rol.
Besarnya dapat ditentukan dengan:
a= L p

dimana = 0,5 untuk hot rolling dan =0,45 untuk cold rolling. Torsi pengerolan
diasumsikan bekerja pada titik a tersebut, sehingga torsi pengerolan total adalah:
Mt=2 Pa

dalam satu putaran rol, resultan gaya pengerolan menempuh jarak 2 a

sehingga kerja akibat pengerolan adalah :


E=2 P ( 2 a )

Jika frekuensi pengerolan adalah n, maka daya pengerolannya adalah

Daya= ( 460.000
aPn
)kW

2.3 Hot Rolling dan Cold Rolling

Hot rolling adalah pengerolan yang dilakukan pada temperatur yang


lebih tinggi daripada temperatur rekristalisasi. Pada hot rolling, deformasi tidak
menyebabkan penguatan logam (strain hardening). Tegangan alir logam akan
semakin kecil dengan semakin tingginya temperatur. Energi yang dibutuhkan
menjadi lebih kecil sehingga prosed deformasi dapat dilakukan pada benda atau
logam yang ukurannya relatif lebih besar dengan total deformasi lebih besar.
Cold rolling adalah proses pengerolan yang dilakukan pada temperatur
kamar atau dibawah temperatur rekristalisasi. Cold rolling menyebabkan
terjadinya penguatan bahan akibat deformasi (strain hardening) diikuti dengan
penurunan keuletan.
Dibawah ini perbedaan antara Hot Rolling dan Cold Rolling

Tabel 2.3.1 Tabel perbedaan hot rolling dengan cold rolling


Hot Rolling Cold Rolling
Permukaan tidak rata akibat Permukaan halus
perubahan fasa
Reduksi lebih besar akibat temperatur Reduksi lebih kecil
yang lebih besar daripada temperatur
rekristalisasi
Tidak terjadi strain hardening akibat Terjadi strain hardening
dari rekistralisasi
Toleransi dimensi rendah Toleransi dimensi tinggi

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi dan asumsi pada cold working

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi pengerolan dingin (cold


working)
Diametel rol
Diameter roll akan berpengaruh pada area kontak antara material dan rol .
Sehinggasemakin besar diameter roll maka semakin besar pula area kontak
antara material dan roll maka ini aka memengaruhi juga pada semakin besar
pula beban pengerolan yang diberikan pada material. Semakin kecil diameter
rol maka reduksi yang dihasilkan semakin besar. Dengan semakin kecilnya
diameter diperlukan diameter yang lebih besar sebagai penahan di
belakangnya karena diameter rol yang lebih besar relative lebih kaku dan
kuat.

Tegangan alir
Tegangan alir suatu material dapat dapat menggambarkan berapa besarnya
beban yang diberikan pada material untuk mendeformasi suatu material
sampai pada suatu ukuran tertentu . Namun tegangan alir suatu material
dipengaruhi juga oleh temperatur dimana makin tinggi temperatur yang
dialami oleh material maka semakin kecil beban yang dibutuhkan untuk
mendofrmasi suatu material.
Gesekan antara material dan roll
Gaya gesek dari material dan roll sangat memengaruhi dapat atau tidaknya
suatu material diberikan proses pengerolan . Karena beban yang diberikan
dari roll dan koefisien gesek antara material roll memiliki hubungan tan
agar suatu material dapat dirol.

front tension dan back tension


Front tension adalah tegangan yang dihasilkan pada bidang masuk sampai
neutral point dan back tension adalah adalah tegangan yang dihasilkan pada
neutral point sampai bidang keluar . Jika back tension yang diaplikasikan
terlalu tinggi maka neutral point akan berpindah mendekati bidang keluar
maka kecepatan roll akan lebih tinggi dari kecepatan material dan dapat
terjadi slip pada permukaan material dan roll . Namun jika front tension yang
diaplikasikan tinggi maka yang terjadi sebaliknya.

Asumsi pada cold working:


Deformasi plastis homogen
Kecepatan rol konstan
Busur tidak mengalami deformasi elastis
Ketebalan benda kerja seragam

2.5 Cacat pada proses cold working


Akibat lebih kerasnya material atau logam yang akan di rol dibanding
mesin rolnya menyebabkan roll flattening dan roll bending namun cacat pada roll
berpengaruh pada material yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya ditunjukkan
pada gambar-gambar dibawah.
Gambar 2.5.1 macam cacat pada produk pengerolan
(sumber:http://teknikmesinmanufaktur.blogspot.co.id/2015/10/cacat-pada-plat-
dan-sheet-produk.html)
Wavy edge
Wavy edge atau edge wrinkling terjadi karena rol yang melengkung. Rol
yang melengkung menyebabkan plat menjadi lebih tipis pada bagian tepinya.
Bagian tepi plat yang lebih tipis akan bertambah panjang, sedangkan bagian
tengah plat yang masih tebal tidak akan bertambah panjang. Konsekuensinya
bagian yang tipis pada plat akan melengkung akibat keinginannya bertambah
panjang terhalang oleh bagian tebal yang tidak bertambah panjang
Retak pada bagian tepi
Sobek atau retak pada bagian tepi terjadi karena sifat ductile dari
material yang digunakan buruk. Sobek pada tepi plat atau sheet bisa
berdampak buruk pada proses pembentukan (forming) selanjutnya. Untuk
mencegah hal tersebut, biasanya tepian yang sobek dipotong terlebih dahulu.
Sobek pada bagian tepi plat juga bisa terjadi karena desain dari rol yang
kurang tepat. Selisih antara diameter bagian tengah rol dengan diameter
bagian tepi rol yang terlalu besar menyebabkan terjadinya sobekan atau
retakan di bagian tepi plat.
Sobek bagian tengah
Sobek atau retak pada bagian tengah terjadi karena sifat ductile dari
material yang digunakan buruk. Cacat ini juga bisa terjadi karena desain rol
yang kurang tepat. Selisih antara diameter bagian tengah rol dengan diameter
bagian tepi rol yang terlalu kecil menyebabkan terjadinya sobekan atau
retakan di bagian tengah plat.
Aligatoring
Alligatoring merupakan fenomena kompleks dan biasanya disebabkan
oleh perubahan bentuk yang tidak seragam pada billet selama
proses rolling. Alligatoring juga bisa disebabkan oleh kualitas material tuang
(bahan baku) yang buruk. Cacat ini bentuknya menyerupai buaya yang
sedang membuka mulutnya. Oleh karena itu cacat ini diberi
istilahalligatoring.
Warping
Warping disebabkan karena diameter bagian tengah rol kurang besar.
Bagian tengah rol pada flat rolling harus memiliki diameter yang r.lebih besar
daripada bagian tepi rol. Sehingga apabila selisih diameter bagian tengah rol
dengan diameter bagian tepi rol tidak cukup besar, maka bisa terjadi warping.
Tegangan sisa tepi tekan tengah tarik
Tegangan sisa di mana bagian tepi mengalami tekan dan bagian tengah
mengalami tarik terjadi karena desain rol yang kurang tepat. Ketidaktepatan
desain rol tersebut berupa selisih antara diameter bagian tengah rol dengan
diameter bagian tepi rol yang kurang besar.
Tegangan sisa tepi tarik tengah tekan
Tegangan sisa di mana bagian tepi mengalami tarik dan bagian tengah
mengalami tekan disebabkan karena selisih antara diameter bagian tengah rol
dengan diameter bagian tepi rol terlalu besar.
Wrinkling ditengah
Bagian tengah rol pada flat rolling harus memiliki diameter yang lebih
besar daripada bagian tepi rol. Namun apabila diameter bagian tengah rol
terlalu besar (atau selisih antara diameter bagian tengah dengan diameter
bagian tepi terlalu besar), hal itu bisa menyebabkan wrinkling di bagian
tengah.
Splitting
Splitting terjadi karena selisih antara diameter bagian tengah rol dengan
diameter bagian tepi rol terlalu besar.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Mulai

Persiapan alat dan bahan, serta pengukuran dimensi awal bahan (ingot tembaga)

Pengujian keras (HRE) pada ingot tembaga

Pengerolan ingot tembaga serta pencatatan ketebalan


tereduksi dan voltase kerja alat roll
Belum
Reduksi ketebalan sudah mencapai 25%
?
Ya

Pemotongan sebagian kecil strip

n keras (HRE) potongan kecil Pengerolan


strip tembaga yang
strip ketebalannya
tembaga tereduksiketebalan
serta pencatatan 25% tereduksi dan vo

Reduksi ketebalan sudah


mencapai 50% ?

Belum

Ya

Pemotongan sebagian kecil strip


tembaga
Ya

Pengerolan strip tembaga


Pengujian keras (HRE) potongan serta pencatatan ketebalan
kecil strip tembaga yang tereduksi dan voltase kerja
ketebalannya tereduksi 50% alat roll

Reduksi ketebalan sudah mencapai


75% ?
belum

Belum
Ya

Pengujian keras (HRE) potongan kecil strip tembaga yang


ketebalannya tereduksi 75%, pencatatan dimensi akhir strip tembaga,
dan pencatatan regangan dan tegangan dari konversi kurva yang
diberikan oleh asisten

End

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Rolling pada Ingot Tembaga

BAB IV
DATA PENGAMATAN

4.1 Data pengamatan


= 0,45 (cold working)
n = 4 Hz
R = 0,04m
= 0,1
Tabel 4.1.1Data awal spesimen
Perhitungan Panjang Tinggi (mm) Lebar (mm) Kekerasan
ke - (mm) (HRE)
1 100,92 17,66 10,26 51
2 101,08 17,66 10,26 52
3 101,08 17,60 10,20 47
Rata-rata 101,03 17,64 10,24 50

Tabel 4.1.2 Data tebal pelat dan tegangan terbesar saat pengerolan
Reduksi Tahapan ke- Tebal Akhir Tegangan (V)
(mm)
1 9,55 1,12
2 8,85 1,43
25%
3 8,15 1,52
4 7,50 1,79
1 6,90 1,99
2 6,25 1,97
50%
3 5,70 1,83
4 5,00 1,98
1 4,40 2,38
2 3,70 2,45
75%
3 3,10 2,04
4 2,50 2,54

4.2 Pengolahan data

4..2.1 Uji tarik material Cu


Untuk mengetahui nilai K dan n, diperlukan data dari kurva uji tarik Cu
bahan roll. Dari kurva tersebut, didapatkan data sebagai berikut:
dengan luas area penampang diketahui sebesar 64,05 mm2 dan panjang mula
143,549 mm.

Tabel 4.2.1.1Data engineering stress dan engineering strain uji tarik material Cu
Load(kg) Load (N) (MPa) L (mm) e
0 0 0 0 0
200 1960 30,60109 0,4 0,002767
400 3920 61,20219 0,8 0,005496
600 5880 91,80328 1,2 0,008188
800 7840 122,4044 1,5 0,010166
1000 9800 153,0055 1,7 0,011444
1200 11760 183,6066 1,9 0,012705
1400 13720 214,2077 2,1 0,013949
1586,426 15546,97 242,7318 2,75 0,018146
1642,48 16096,3 251,3084 3,8 0,02491
1600 15680 244,8087 6,9 0,044937
1400 13720 214,2077 8,9 0,057587
1200 11760 183,6066 9,6 0,061717
1000 9800 153,0055 10,1 0,064517

Sehingga didapat kurva engineering stress-strain sebagai berikut


kurva engineering stres-strain
300

250

200

eng stress (MPa) 150


100

50

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07

eng strain (mm/mm)

Gambar 4.2.1.1Kurva engineering stress-strain tembaga hasil pengerolan

kemudian dibuat kurva true stress-strain dengan


t = (e+1) = ln (e+1)
= 30,60109 * (1+0,002767) = ln(0,002767+1)
= 30,68577 Mpa = 0,002676

Tabel 4.2.1.1Data true stress dan true strain uji tarik material Cu
True Stress(MPa) True Strain
0 0
30,68577 0,002763
61,53858 0,005481
92,555 0,008155
123,6487 0,010115
154,7565 0,011379
185,9393 0,012625
217,1956 0,013853
247,1364 0,017983
257,5685 0,024605
255,8097 0,043956
226,5432 0,05599
194,9382 0,059887
162,8768 0,062521

didapatkan kurva true stres-strainyakni


kurva true stress-strain
300

250

200

true stress (MPa) 150


100

50

0
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07

True strain (mm/mm)

Gambar 4.2.1.2 kurva True stres True strain tembaga hasil pengerolan

Kemudian data dilogaritmakan untuk mendapatkan nilai K dan n.


Didapatkan kurva sebagai berikut.
Log true stress
log (30,68577) = 1,486937
Log true strain
log (0,002763 = -2,55856

Tabel 4.2.1.1Data logtrue stress dan log true strain uji tarik material Cu
Log True Stress Log True Strain
1,486937 -2,55856
1,789147 -2,26111
1,9664 -2,08857
2,09219 -1,99504
2,189649 -1,94389
2,269371 -1,89877
2,336851 -1,85847
2,392937 -1,74513
2,410893 -1,60898
2,407917 -1,35698
2,355151 -1,25189
2,289897 -1,22267
2,211859 -1,20398
1,486937 -2,55856

sehingga didapat kurva log true stress-strain

kurva log true stress-strain


3

2.5
f(x) = 0.51x + 3.08
R = 0.62 2

1.5
log ture stress
1

0.5

0
-2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1

log true strain

Gambar 4.2.1.2 kurva log True stres True strain tembaga hasil pengerolan
Dari gambar kurva log true stress-strain didapat persamaan:
y=0,5127x+3,0759 dengan,
n = 0,5127 dan
log k = 3,0759sehingga nilai K= 1190,967

4..2.2 Kekerasan mikro


Tabel 4.2.2.1 tabel kekerasan ketika sebelum rolling dan sesudah rolling
HRE Rata-Rata
Sebelum rolling 51 52 47 50
Reduksi 25% 60 59,5 57,75 59,083
Reduksi 50% 60 57 65 60,667
Reduksi 75% 64 69 69 67,333

dari data diatas dapat dibuat kurva kekerasan terhadap reduksi


kruva kekerasan terhadap reduksi
80
70
60
50

kekerasan (HRE) 40
30
20
10
0
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

besar reduksi (%)

Grafik 4.2.2.1grafik kekerasan terhadap reduksi hasil pengerolan

4..2.3 Pengerolan pelat


Dari data 4.1.2 didapatkan data gaya dan daya yang dialami saat pengerolan
dengan persamaan daya pengerolan total yakni:
4 aPn
N=
60.000

4( 0,455,25357 )27004
contoh : N=
60.000

N= 10,69927 kW
Tabel 4.2.3.1 Daya yang diukur saat pengerolan
Reduksi Tahapan Tegangan Beban Daya (kW)
(Volt) (N)
1 1,12 2700 10,69927
2 1,43 4000 15,96522
25%
3 1,52 4300 17,16261
4 1,79 5300 20,38442
1 1,99 6200 22,91043
2 1,97 6100 23,46132
50%
3 1,83 5500 19,45852
4 1,98 6150 24,54652
75% 1 2,38 8100 29,93136
2 2,45 8450 33,72653
3 2,04 6400 23,64947
4 2,54 8800 32,51803

Setelah mendapat nilai K dan n pada analisis uji tarik, daya dapat dihitung
dengan rumus berikut

hm = (h0 + hf)/2

h = h0 hf

0 = ln (h0awal/h0i)

f = ln (h0awal/hfi)

i = ln (h0i/hfi)

m = (f + i)/2

sehingga didapat berikut

Tabel 4.2.3.2Data ketebalan hasil pengerolan


h0 hf hm h
Tah
(m (m (m (m o f i m
ap
m) m) m) m)
1 10,2 9,89 0,6 0,0697 0,0697 0,0348
9,55
4 5 9 0 6 6 8
2 0,0697 0,1458 0,0761 0,1078
9,55 8,85
9,2 0,7 6 84 24 22
3 0,1458 0,2282 0,1870
8,85 8,15
8,5 0,7 84 84 0,0824 84
4 7,82 0,6 0,2282 0,3113 0,0831 0,2698
8,15 7,5
5 5 84 99 15 41
1 0,3113 0,3947 0,0833 0,3530
7,5 6,9
7,2 0,6 99 8 82 89
2 6,57 0,6 0,3947 0,4937 0,0989 0,4442
6,9 6,25
5 5 8 2 4 5
3 5,97 0,5 0,4937 0,5858 0,0921 0,5397
6,25 5,7
5 5 2 35 15 78
4 5,7 5 5,35 0,7 0,5858 0,7168 0,1310 0,6513
35 64 28 5
1 0,7168 0,8446 0,1278 0,7807
5 4,4
4,7 0,6 64 97 33 8
2 0,8446 1,0179 0,1732 0,9313
4,4 3,7
4,05 0,7 97 69 72 33
3 1,0179 0,1769 1,1064
3,7 3,1
3,4 0,6 69 1,1949 31 34
4 1,4100 0,2151 1,3024
3,1 2,5
2,8 0,6 1,1949 11 11 55

Berdasarkan Tabel 4.2.3.2 dan nilai n dan K yang didapat, maka daya dapat
dihitung (stack)
n = 0,5127 dan
K= 1190,967
dan menggunakan rumus

2 1 Q
P=
3
' b Lp
Q(( e 1 ) )
b adalah lebar pelat sebesar 17,64 mm
e adalah 2,71828
dengan
f
1
'= d
f o o

dengan
=K n

Tabel 4.2.3.3Data daya perhitungan hasil pengerolan


Lp Q (MPa) P (kN) N (kW)
22093,6 43,7751
5,25357 0,053093 201,0319 4 5
41951,9 83,7214
5,291503 0,057516 378,1427 1 3
55965,8
5,291503 0,062253 503,255 3 111,6884
5,09902 0,065163 607,854 65234,9 125,450
6 7
133,165
4,898979 0,068041 697,9889 72074,3 6
84804,3 163,083
5,09902 0,077552 785,262 2 7
86260,5 152,591
4,690416 0,078501 867,9116 6 2
108258, 216,045
5,291503 0,098907 955,5644 3 9
203,795
4,898979 0,104234 1048,767 110301,9 4
132169, 263,764
5,291503 0,130654 1147,9 4 2
134599, 248,687
4,898979 0,144088 1254,024 3 7
154891, 274,693
4,898979 0,174964 1420,389 4 1

jika dibandingkan daya hasil pengukuran dengan hasil perhitungan dapat di


tunjukkan kurva sebagai berikut

Daya pengukuran vs daya perhitungan


300

250

200
daya hitung
Daya (kW) 150
daya ukur
100

50

0
2 4 6 8 10 12 14

Reduksi

Gambar 4.2.3.1Perbandingan daya rolling tembaga hasil pengukuran dan


perhitungan
BAB V

ANALISIS DATA

Proses pengerolan dilakukan pada plat tembaga secara bertahap dengan


reduksi 25%, 50%, dan 75% ketebalan. Dari hasil percobaan didapatkan nilai
kekerasan yang meningkat seiring berkurangnya reduksi ketebalan plat. Hal ini
sesuai dengan literatur karena terjadi pengerasan regangan akibat deformasi
plastis sehingga terjadi penumpukan dislokasi. Penumpukan dislokasi ini akan
mengimplikasikan dengan meningkatnya kekerasan material dan meningkatnya
sifat getasnya.

Bentuk cacat fisik yang didapat hasil rol yang bending. Hasil pengerolan
yang melengkung disebabkan karena posisi rol yang tidak paralel dan plat logam
yang tidak tegak lurus terhadap rol. Sehingga distribusi tegangannya tidak
homogeny yang mengakibatkan terjadi dari daerah tarik tekan antara kedua sisi
pelat yang diroll. Cacatcacat ini juga dipengaruhi oleh reduksi ketebalan yang
dilakukan secara bertahap, untuk mendapatkan reduksi ketebalan 75% yang
seragam sebaiknya dilakukan langsung mengingat rol yang digunakan juga besar
(two high mills).

Daya pengerolan yang didapatkan dari pengukuran voltmeter lebih rendah


dari perhitungan mengindikasikan pengerolan berjalan efisien. Daya yang
diberikan system terhadap benda kerja digunakan secara optimum dalam proses
pengeloran.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan proses pengerolan plat tembaga didapatkan


kesimpulan sebagai berikut :

1. Hubungan antara reduksi ketebalan plat logam saat dilakukan proses


pengerolan sebanding dengan bertambahnya kekerasan. Saat sebelum
direduksi kekerasannya 50 HRE, setelah direduksi sampai 75%
ketebalan logam (2.50 mm) kekerasannya meningkat sampai 67,33
HRE
2. Nilai konstanta strengthening K tembaga yang didapatkan sebesar
1190,967 MPa dan n = 0,5127, berbeda dari data literatur untuk
tembaga annealed nilai K sebesar 530 MPa dan n = 0.44
3. Daya terhitung dan terukur ditunjukkan oleh tabel 4.2.3.1 dan 4.2.3.3
pada Bab IV Pengolahan data. Daya terukur secara keseluruhan untuk
setiap tahap pengerolan lebih kecil dibandingkan dengan daya
terhitung

B. SARAN

Untuk mendapatkan meminimalkan cacat bending pada rolling, sebaiknya


lakukan rolling dengan roll yang tegak lurus terhadap bidang kerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

Callister Jr, William D. dan David G. Rethwisch. 2009. Material Science and
Engineering : An Introduction 8th Edition. New York : John Wiley &
Sons Pre htd.

Dieter, George E. 1988. Mechanical Metallurgy. London : McGraw-Hill.


LAMPIRAN

TUGAS SETELAH PRAKTIKUM

1. Pada cold rolling ini, deformasi yang diukur adalah deformasi plastis, sedangkan
gaya yang teukur menunjukkan gaya pengerolan yang dibutuhkan untuk
deformasi total. Jelaskan mengapa demikian dan dengan menggunakan kurva -
buatlah hubungan antara f dan i lalu berikan analisanya!
34
33
32
31 RR==0.29
0.82
30
29
28
27
26
25
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

0.3

0.2
ei 0.1

0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
ef

2. Buatlah kurva antara daya (baik perhitungan maupun pengukuran) terhadap tahap
reduksi. Analisalah hasilya dan kaitkan dengan pengertian steady state pada
proses cold rolling!
Pengertian steady state pada proses pengerolan dingin adalah suatu kondisi
dimana daya atau energi yang digunakan saat pengerolan tidak berubah
terhadap waktu. Dari grafik steady state terjadi tidak lama, ditunjukkan
dari kurva yang naik turun terhadap tahap reduksi ketebalan.
20
18
16
14
12
10
Daya Pengerolan (kW)
8 Daya Terukur
6 Daya Terhitung
4
2
0
0 5 10 15

Tahap Reduksi Ketebalan Plat Tembaga

3. Gambarkan kurva kekerasan mikro terhadap regangan. Diskusikanlah hasilnya!

Berdasarkan kurva kekerasan terhadap regangan yang telah dibuat, nilai


kekerasan naik sebanding dengan nilai reduksi ketebalan plat logam. Hal
ini terjadi disebabkan akibat peristiwa strain hardening. Penumpukkan
dislokasi membuat dislokasi semakin sulit digerakkan, oleh karena itu
deformasi sulit atau kekerasan tembaga meningkat.
80
70
f(x) = 75.27 x^0.21
60 R = 0.9
50
40
Nilai Kekerasan Rockwell
30
20
10
0
20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

% Reduksi Ketebalan Plat

4. Dari perhitungan dan pengukuran terhadap gaya dan daya, apaibila terjadi
perbedaan di antara keduanya, tunjukkan kesalahan kesalahan yang mungkin
terjadi dan berikan saran saudara!
Perbedaan gaya dan daya terjadi, hal ini didasarkan dari asumsi
perhitungan pengerolan dingin yang mengabaikan deformasi plastis arah
lateral an distribusi tegangan yang tidak merata. Energi rol yang digunakan
sebenarnya lebih besar karena ada kerja inhomogen untuk mengatasi
gesekan antara plat dan logam, koefisien gesek tidak sama untuk luas
kontak sepanjang plat. Selain itu pada saat pengerolan seharusnya rol
benar benar paralel terhadap plat logam. Plat logam yang digunakan
seharusnya di gerinda terlebih dahulu agar plat logam masuk dengan arah
tegak lurus terhadap rol (Praktikan lupa menggerinda plat logam dengan
tonjolan di bagian pinggir).

5. Tunjukkan dan jelaskan perbedaan struktur mikro dan sifat mekanik antara plat
asal, plat yang telah mengalami cold rolling, dan plat yang telah mengalami
proses annealing!

Plat logam yang mengalami pengerolan dingin akan memiliki butir pipih
atau columnar atau elongated dan terjadi pengerasan regangan, setelah
dilakukan proses annealing butir akan akan pulih dan tumbuh dengan
bentuk equiaxial. Oleh karena itu, annealing digunakan untuk
mengembalikan sifat mekanik plat logam setelah dilakukan proses
pengerolan walaupun kekuatan dan kekerasannya menurun.

1. Mengapa menggunakan criteria von misses?


2. Sebutkan macam2 roll mill dan jelaskan!
Jawab
1.
2. Macam2 roll mill:
1. Two high pullover
Adalah mesin rolling dengan dua roll yang arah rolling satu
arah
2. Two high reversing
Adalah mesin rolling dengan dua roll yang arah rolling bolak
balik
3. Three high
Adalah mesin rolling dengan tiga roll yang arah rolling satu
arah
4. Four high
Adalah mesin rolling dengan 4 roll yang roll, yang mana roll
kecil langsung bersentuhan dengan bidang kerja, sedangkan
roll besar menjadi penumpu roll kecil
5. Cluster
Adalah mesin rolling dengan roll yang bertingkat, yang mana
roll terkecil langsung bersentuhan dengan bidang kerja,
sedangkan roll yang lebih besar menjadi menumpu dengan
tingkatan penumpu sesuai dengan kenaikan diameter roll.

Rangkuman

Teknik pembentukan memiliki dua jenis yaitu : metal forming dan metal
machining
Teknik pengeloran merupakan salah satu dari metal forming
Jarak dari sumbu rol untuk proses hot rolling dan cold rolling berbeda
tergantung dari nilai nya
Factor-faktor yang mempengaruhi pada cold working adalah diameter
roll, tegangan alir, gesekan antara material dan roll, dan front tension and
back tension
Asumsi pada cold working:
o Deformasi plastis homogen
o Kecepatan rol konstan
o Busur tidak mengalami deformasi elastis
o Ketebalan benda kerja seragam
Cacat yang terjadi pada rolling
o Wavy edge
o Retak pada bagian tepi
o Sobek bagian tengah
o Aligatoring
o Warping
o Tegangan sisa tepi tarik tengah tekan
o Wrinkling ditengah
o Splitting
Melakukan praktikum pengujian sesuai dengan metodologi yang telah
ditentukan
Hubungan antara reduksi ketebalan plat logam saat dilakukan proses
pengerolan sebanding dengan bertambahnya kekerasan. Saat sebelum
direduksi kekerasannya 50 HRE, setelah direduksi sampai 75% ketebalan
logam (2.50 mm) kekerasannya meningkat sampai 67,33 HRE
Nilai konstanta strengthening K tembaga yang didapatkan sebesar
1190,967 MPa dan n = 0,5127, berbeda dari data literatur untuk tembaga
annealed nilai K sebesar 530 MPa dan n = 0.44
Daya terhitung dan terukur ditunjukkan oleh tabel 4.2.3.1 dan 4.2.3.3 pada
Bab IV Pengolahan data. Daya terukur secara keseluruhan untuk setiap
tahap pengerolan lebih kecil dibandingkan dengan daya terhitung

Anda mungkin juga menyukai