Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi akustik merupakan salah satu metode yang sangat efektif dan berguna untuk
eksplorasi dasar laut. Pengambilan data dasar perairan seringkali memiliki kendala,
misalnya dengan metode grab, yang hanya dapat digunakan pada wilayah kedalaman yang
terbatas dengan waktu yang tidak singkat. Dengan menggunakan metode hidroakustik,
pengambilan data atau informasi tentang dasar perairan menjadi lebih mudah. Dengan
metode ini kita dapat mengetahui tipe dasar dari suatu perairan dengan menggunakan nilai
Backscattering volume dasar perairan/substrat (Nasrullah,2001).

Metode akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di suatu
medium dalam hal ini mediumnya adalah air. Akustik kelautan yang merupakan proses
pembentukan gelombang (pulsa) suara dan sifat-sifat perambatannya serta proses-proses
selanjutnya yang dibatasi oleh air laut sebagai mediumnya (Arum,2006).

Instrumen akustik perikanan yang disebut echosounder merupakan instrumen yang


memancarkan dan membangkitkan gelombang suara pada frekuensi tertentu ke kolom
perairan. Gelombang suara tersebut melintasi air hingga membentur obyek baik di kolom
air maupun dasar laut kemudian gelombang suara tersebut dipantulkan kembali untuk
diterima oleh echosounder (Marzuki,2010).

Pendugaan survei akustik terhadap sekelompok ikan, biasanya didasarkan pada asumsi
mengenai intensitas nilai total echo dari sekelompok target sama ke perhitungan aritmatik
pada kontribusi echo dari ikan tunggal. Metode akustik yang digunakan untuk memperoleh
data kelimpahan ikan dapat menggunakan metode dasar berupa echocounting dan echo
integration. Echo counting dapat menghitung densitas ikan pada saat volume yang
disampling rendah, dimana nilai echo dari ikan tunggal dapat dengan mudah dipisahkan
dan dihitung satu persatu (Puntodewo,2003).
Metode echocounting jarang digunakan dalam menduga kelimpahan ikan yang
bergerombol. Hal ini disebabkan karena densitas ikan tidak homogen dan pada umumnya
tinggi, sehingga akan menyebabkan terjadinya overlap dari echo ikan. Echo dari ikan yang
berada di dasar perairan memiliki sinyal yang lebih kuat dibandingkan dengan ikan yang
berada di seabed (Marzuki,2010).
Pada metode echo integrator, dapat diketahui jumlah kumpulan ikan dan volume
sampel yang relevan dengan ikan. Kelimpahan total dapat diperkirakan dari densitas rata
-rata dikalikan dengan volume air di daerah tertentu. Masing masing individu target
merupakan sumber dari reflected sound wave, jadi output dari integrasi akan proporsional
dengan kuantitas ikan dalam kelompok. Kelimpahan ikan yang bergerombol dapat dihitung
dengan menggunakan echo integrator, dimana total biomassa dari ikan tunggal dan ganda
dapat dipisahkan, sehingga kemungkinan terjadinya overlap akan semakin rendah. Pada
dasarnya echo integrator berguna untuk mengubah energi total dari echo ikan menjadi
densitas ikan dalam ikan/m3 atau kg/m3 (Arum,2006).

Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan


mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara, factor lingkungan,
dan kondisi target. Kelebihan dari metode akustik ini, yaitu berkecepatan tinggi, estimasi
daari stok ikan secara langsung, dan pemprosesan datanya secara real time,tepat dan sangat
akurat. Maka dari itu, penggunaan akustik kelautan banyak digunakan dalam berbagai hal
penting di berbagai bidang (Nasrullah,2001).

1.2 Tujuan
a. Mengetahui berbagai ruang lingkup dan keunggulan dan metode akustik
b. Mengenal komponen komponen utama echosounder
c. Mengetahui bagaimana prinsip dasar kerja dari echosounder

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Akustik kelautan merupakan teori yang membahas tentang gelombang suara dan
perambatannya dalam suatu medium air laut. Akustik kelautan merupakan satu bidang kelautan
yang mendeteksi target di kolom perairan dan dasar perairan dengan menggunakan suara
sebagai mediannya. Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam akustik kelautan ini yaitu,
kecepatan gelombang suara, waktu (pada saat gelombang dipancarkan hingga gelombang
dipantulkan kembali), dan kedalaman perairan. Hal-hal yang mendasari kita mempelajari
akustik kelautan adalah laut yang begitu luas dan dalam (dinamis), manusia sudah pernah ke
planet terjauh tetapi belum pernah ke laut terdalam, sehingga dibutuhkannya alat dan metode
untuk melakukan pendeskripsian kolom dan dasar laut, dan saat ini metode yang paling baik
adalah dengan menggunakan akustik (Arum,2006).

Akustik adalah sebuah sistem pelacak yang dirancang untuk memungkinkan para
ilmuan dan nelayan untuk mengikuti ikan seperti lumba-lumba dan paus dalam proses
penelitian tanpa mengganggu atau menghambat pergerakan mereka. Sistem ini dipasang di
bagian bawah kapal. Sinyal akustik yang menuju ke elemen piezo-listrik hydrophone
ditransmisikan ke perangkat display-receiver yang akan menentukan dan menampilkan
hasil dari sinyal yang dipancarkan dari kapal. Perangkat display-receiver dilengkapi dengan
mikroprosesor digital yang digunakan untuk menentukan perbedaan waktu kedatangan
sinyal dari sinyal yang masuk pada hydrophone, mikroprosesor digital dapat
membandingkan tingkat tekanan suara yang diterima dari sinyal yang masuk dan
menampilkan nya pada indikator elektronik (Puntodewo,2003).

Fish finder adalah sebuah instrument elektronika yang berfungsi untuk membantu
pendeteksian letak ikan secara pasti di perairan yang dalam seperti laut maupun perairan
perairan lainya. Informasi yang diberikan dari penggunaan alat instrument fish finder ini
ialah informasi mengenai letak/posisi ikan terletak pada kedalaman berapa di dalam
perairan. Fish finder menggunakan system kerja sonar (sound navigation system). System
yang mendukung system sonar adalah transducer, transmitter, receiver, dan display
(Marzuki, 2010).

GPS singkatan Global Positioning System (Sistem Pencari Posisi Global) adalah suatu
jaringan satelit yang terus-menerus memancarkan sinyal radio dengan frekuensi yang
sangat rendah . Alat penerima GPS secara pasif menerima sinyal ini dengan syarat bahwa
pandangan ke langit tidak boleh terhalang,Jika terhalang maka sinyal dari GPS ini akan
sedikit terganggu, dikarenakan alat ini sangat efektif pada ruang terbuka sehingga biasanya
alat ini bekerja pada ruang terbuka. Satelit GPS bekerja pada referensi waktu yang sangat
teliti dan memancarkan data yang menunjukkan lokasi dan waktu pada saat itu
(Puntodewo,2003).
Sistem ini di desain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta
informasi mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu dan
cuaca, bagi banyak orang secara simultan. GPS terdiri atas 3 segmen utama yaitu segmen
sistem kontrol ,segmen satelit dan segmen pengguna. Segmen kontrol bertugas mengatur
semua satelit gps yang ada agar berfungsi sebagaimana mestinya. Segmen satelit dilengkapi
antena-antena yang berfungsi mengirim dan menerima gelombang. Segmen pengguna
adalah para pengguna satelit gps dalam hgal ini receiver GPS berguna untuk menerima dan
memperoses sinyal yang dipancarkan oleh satelit GPS (Pramono, 2011).
SONAR adalah singkatan dari Sound Navigation and Ranging. SONAR merupakan
sebuah teknik/komponen yang mendasarkan kepada sifat-sifat perambatan suara di air yang
kebanyakan digunakan di lautan. Sonar memiliki peralatan penting yaitu wet end dan dry
end. Wet end merupakan komponen dari system sonar yang dipasang di
perairan. Sedangkan dry end merupakan komponen dari system sonar yang dipasang pada
platform. Ada dua jenis sonar yaitu sonar aktif dan sonar pasif. Sonar aktif dapat
mengirimkan sinyal listrik dan mengembalikannya dalam bentuk echo dan mengidentifikasi
apa saja yang akan diteliti. Sedangkan sonar pasif adalah sonar yang hanya bisa
mengirimkan sinyal listrik. Sonar aktif memiliki wet end yg didalamnya terdapat transducer
yang mengubah sinyal listrik menjadi suara dan sebaliknya (Nasrullah,2001).
Echosounder adalah suatu alat navigasi elektronik dengan menggunakan system gema
yang dipasang pada dasar kapal yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan,
mengetahui bentuk dasar suatu perairan dan untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian
bawah kapal secara vertical, saat time base memicu transmitter untuk memancarkan sinyal
listrik ke transducer, maka segeralah transmitter bekerja. Kemudian transducer mengubah
sinyal listrik menjadi gelombang suara dan dipancarkan ke dalam air. Echo dari target
segera diterima bagian receiver transducer dan diubah kembali menjadi sinyal listrik.
Diterjemahkan ke dalam bentuk echogram untuk dianalisa lebih lanjut. Jenis sistem akustik
dibedakan dari beam yang dipancarkan transducer. Sistem akustik diantarany adalah sistem
single beam, dual beam, split beam, dan quasi ideal beam (Pramono,2011)

Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan


pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara. Komponen
dari single-beam terdiri dari transciever (transducer atau receiver) terpasang pada lambung
kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan.
Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam
beam (gelombang suara) menyusuri bagian bawah kolom air. Energi akustik memantulkan
sampai dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari
sebuah transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa
yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang diberikan
(Nasrullah,2001).
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan
cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar
pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu
energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad), beberapa pancaran suara
(beam) secara elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga
diketahui sudut beam. Multi beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan
resolusi tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan kurang dari 1 m akurasi horizontalnya)
(Marzuki,2010).
BAB III

METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilakukan pada tanggal 20 September 2016 pada pukul 10.00 WIB, di
Laboratorium Eksplorasi Sumberdaya Akustik Kelautan, Program Studi Ilmu Kelautan,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya
Daftar Pustaka

Arum D. 2006. Studi Tingkah Laku Beberapa Jenis Ikan Badut (Amphiprion) Terhadap
Beberapa Jenis Anemon Laut (Entacmaeaquadriclor dan Macrodactyla
cf.doreensis) dalam SkalaLaboratorium. Bogor:Fakultas Perikanan dan
IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor. 88 hal.
Marzuki.2010. Aplikasi Echosounder Hi-Target Hd 370 Untuk Pemeruman Di Perairan
Dangkal. Jurnal Geodesi Undip. Vol.2 (4). Universitas Diponegoro:
Semarang
Nasrullah.2001. Identifikasi Material Dasar Perairan Menggunakan Perangkat Fish Finder
Berdasarkan Nilai Target Strength. Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Depok
Pramono.2011.Pembacaan Posisi Koordinatdengan GPS Sebagai Pengendali
Otomatis Untuk Penambahan Aplikasi Modul Praktik Mikrokontroler. Jurnal
pendidikan teknologi dan kejuruan. 20 (2): 181-188.
Puntodewo.2003. Identifikasi Nilai Amplitudo Sedimen Dasar Laut pada Perairan
Dangkal Menggunakan Multibeam Echosounder. Universitas Diponegoro:
Semarang.
.

Anda mungkin juga menyukai