Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kualitas suatu perairan dapat diketahui dengan mengukur parameter fisika,
kimia dan biologi perairan tersebut. Parameter fisika antara lain seperti suhu,
konduktivitas, kecerahan, padatan tersuspensi dan sebagainya, parameter kimia
antara lain seperti salinitas, derajat keasaman atau pH, oksigen terlarut, zat hara
atau nutrien, sedangkan parameter biologi diantaranya kelimpahan plankton. Zat
hara atau nutrien utama yang digunakan untuk mengetahui kualitas perairan yaitu
nitrogen (N) dan fosfat (P) (Daulat, 2014).
Di laut, nitrogen terdapat dalam bentuk nitrogen molekular sebagai garam
inorganik (nitrat, nitrit dan ammonia), sementara fosfat terdapat dalam bentuk
ortofosfat. Senyawa-senyawa tersebut adalah bentuk nutrien yang siap digunakan
oleh fitoplankton berkhlorofil untuk melakukan fotosintesis, sehingga biasanya
menjadi faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton di laut. Silikat juga
merupakan senyawa yang penting bagi produktivitas primer, terutama untuk
pembentukan struktur ekstraselular diatom (Gaol, 2007).
Iklim di laut Jawa mengikuti pola musim dimana musim kering berlangsung
pada bulan Juni hingga September, sedangkan musim hujan pada bulan November
hingga Maret. Pada perairan yang secara musiman dipengaruhi oleh curah hujan,
salinitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam perubahan sebaran dan
kelimpahan fauna (ikan). Di sepanjang perairan utara Jawa-Madura merupakan
wilayah lintasan poros utama Angin Muson sehingga kondisi hidrooseanografi
dan klimatologinya sangat terkait dengan pola muson dan sirkulasi massa air di
sekitarnya (Kusumaningtyas, 2014).
Perairan Sangihe Talaud merupakan gerbang sekaligus percabangan Arus
Lintas Indonesia (Arlindo) yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia. Massa air Samudera Pasifik masuk ke perairan Indonesia melalui dua
jalur. Jalur utama Arlindo melalui jalur Barat yang dimulai dari Selat Mindanao di
perairan Filipina, bergerak ke Laut Sulawesi lalu ke Selat Makassar, Laut Flores,
dan Laut Banda. Jalur lain Arlindo (jalur Timur) masuk ke Laut Maluku dan Laut
Halmahera. Karena itu daerah ini merupakan daerah penelitian yang menarik
untuk dipahami bagaimana perjalanan dan percampuran massa air dari Pasifik di
perairan Indonesia (Musrifin, 2011).
Distribusi dan kelimpahan sumber daya hayati di suatu perairan tidak terlepas
dari kondisi dan variasi parameter-parameter oseanografi. Oleh karena itu,
informasi yang lengkap dan akurat tentang karakter oseanografi suatu perairan
sangat diperlukan untuk tujuan pengelolaan sumber daya perairan secara
berkelanjutan. Penelitian oseanografi di Laut Jawa telah dilakukan 90 tahun yang
lewat, hal ini terlihat dari posisi-posisi stasiun pengukuran suhu dan salinitas di
Laut Jawa yang terdapat dalam basis data word ocean data-2001 telah mensintesis
dan menggabungkan hasil-hasil survei hidrografi selama tahun 1950 sampai
dengan 1970 dan juga dari pengamatan terbaru saat ini. Beberapa studi
oseanografi yang lain juga telah dilakukan di Laut Jawa (Radjawane, 2014)
Pesisir merupakan wilayah yang memiliki multifungsi, seperti : pusat
pemerintahan, pemukiman, industry, pelabuhan, pertambakan, pertanian dan
pariwisata. Multifungsi wilayah pesisir tersebut mengakibatkan peningkatan
kebutuhan lahan dan prasarana lainnya, sehingga akan timbul masalah-masalah
baru di wilayah pesisir. Masalah-masalah tersebut seperti perubahan morfologi
pantai seperti terjadinya abrasi dan akresi. Penelitian ini membahas tentang
kerentanan pesisir di Kabupaten Takalar terkait dengan kerusakan-kerusakan yang
diakibatkan oleh aktivitas laut. Parameter yang digunakan adalah data
geomorfologi pantai, tinggi gelombang signifikan, tren kenaikan muka air laut
(Kusumaningtyas, 2014).
Sebaran massa air di lautan dapat diketahui dengan mempelajari parameter-
parameter oseanografi, antara lain adalah suhu, salinitas, densitas, kedalaman
dinamik, kecepatan dan arah arus geostropik, serta karakter lain yang digunakan
untuk mengenali dan melacak gerakannya yang terjadi pada perairan tertentu.
Perairan selatan Jawa merupakan perairan laut yang berhadapan langsung dengan
Samudera Hindia sehingga perairan ini sangat dipengaruhi oleh bertiupnya angin
muson (Radjawane, 2014)
Polanya akan berlawanan dan berganti arah secara berlawanan setiap
setengah tahun akibat perputaran bumi pada porosnya. Di wilayah Indonesia, pada
bulan Desember-Maret berkembang angin muson timur laut di utara dan muson
barat laut di selatan katulistiwa, sedangkan selama bulan Juni-Agustus,
berkembang angin muson barat daya. Pada bulan April-September, bertiup angin
muson tenggara sebagai angin lepas pantai dari pantai Barat Laut Australia
(Kusumaningtyas, 2014).
Aktivitas manusia saat ini, pembakaran hutan, kendaraan bermotor,
pemanfaatan lahan hutan, dan berbagai aktivitas di bidang industri, menyebabkan
meningkatnya konsentrasi CO2 di atmosfer, dimana hal ini menyebabkan
peningkatan tekanan parsialnya. Semenjak dimulainya revolusi industri, tekanan
parsial CO2 di atmosfer telah meningkat dari 280 menjadi 387 ppm. Apabila
tekanan parsial CO2 di atmosfer lebih besar daripada di permukaan air laut, maka
akan terjadi penyerapan CO2 oleh permukaan laut (Daulat, 2014).
Laut Jawa adalah dangkalan benua dengan luas permukaan sekitar 7 % dari
total luas perairan Indonesai. Kedalaman Laut Jawa rata-rata sekitar 40 meter
terletak dibagian tenggara paparan sunda dimana perairan tersebut terutama
dipengaruhi oleh siklus monsoon (muson), angin dan arus dari arah timur pada
muson baratdaya (muson barat) dan angin dan arus dari arah barat pada musim
muson tenggara (muson timur) (Musrifin, 2011).
Analisis parameter-parameter oseanografi seperti suhu, salinitas, dan
konsentrasi klorofil-a menguatkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa variabilitas parameter-parameter oseanografi di Laut Jawa
secara kuat dipengaruhi pergerakkan angin muson. Pada periode musim angin
muson tenggara, suhu permukaan laut di Laut Jawa lebih rendah, namun salinitas
meningkat dan sebaliknya terjadi pada saat musim muson barat laut (Gaol, 2007).

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa dapat menyususn data sesuai dengan format data yang
dibutuhkan perangkat lunak Ocean Data View (ODV)
2. Mahasiswa dapat memasukkan data pada perangkat lunak ODV
3. Mahasiswa dapat mengoperasikan perangkat lunak Ocean Data View
(ODV)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ocean data View adalah suatu program komputer perangkat lunak yang
dibuat oleh R. Schlitzer berfungsi untuk menampilkan hasil eksplorasi dari
oseanografi dan tampilan geo-referensi, juga urutan data (grid data) secara
interaktif. ODV dapat dijalankan pada sistem operasi Window (9X/NT/2000/XP),
LINUX,UNIX, dan Mac OS X (Gaol, 2007).

Kumpulan data ODV dan konfigurasi file ditampilan secara independent,


maksudnya data pada ODV dapat dibentuk dan diubah antar sistem yang saling
mendukung. ODV dapat menampilkan secara Interaktif stasiun data untuk
cakupan wilayah yang luas. kita dapat menghasilkan peta stasiun yang berkualitas
tinggi dengan menggunakan ODV. fasilitas general property plot pada satu atau
lebih stasiun, tampilan menyebar dari stasiun yang dipilih, properti track dari
stasiun, properti distribusi general iso-surfaces. ODV juga mendukung tampilan
data skalar dan vektor dalam bentuk: titik berwarna,nilai data numeric,dan arah.
(Kusumaningtyas, 2014).

ODV di desain agar fleksible dan mudah untuk dipergunakan. ia selalu


menampilkan peta dengan sarana stasiun pada layar yang dilengkapi dengan
fasilitas bagi pengguna yaitu pilihan stasiun, section dan iso-surface. ODV juga
memiliki fasilitas kualitas Kontrol data yang baik, juga sangat berguna untuk
pembelajaran dan pelatihan (Daulat, 2014).

Ocean Data View (ODV) merupakan suatu program yang digunakan


dalam pengolahan maupun visualisasi data oseanografi, khususnya data yang
dihasilkan oleh CTD (Conductivity Temperature Depth). Perangkat lunak ini
dikembangkan oleh Reiner Schlitzer dari Alfred Wegener Institute,
Columbusstrasse, 27568 Bremerhaven, Jerman dan dapat diunduh secara gratis
(Kusumaningtyas, 2014).
ODV dapat beroperasi pada sistem Windows (9x/NT/2000/XP/Vista),
Linux, dan UNIX dan untuk versi 3.0.1 ini hanya berkapasitas sekitar 25 MB
untuk program utamanya dan 130 MB untuk program utama beserta tambahan
berupa topografi dan batimetri global maupun regional. Visualisasi dengan ODV
berupa sebaran menegak (scatter), melintang (section) berdasarkan jarak dan
koordinat (longitude dan latitude), permukaan (surface), stasiun (station) maupun
histogram distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Selain itu ODV juga
dapat melakukan perhitungan statistik dan visualisasi serta perhitungan beberapa
variabel (derived variables) berdasarkan variabel utama, mis: penentuan suhu
potensial berdasarkan suhu dan tekanan (depth) (Daulat, 2014).
ODV (Ocean Data View) adalah software yang diciptakan oleh Reiner
Schlitzer dari Alfred Wegener Institute, Jerman. Software ini mempunyai
kemampuan untuk memvisualisasikan data oseanografi khususnya data hasil
perekaman dari CTD (Conductivity Temperature Depth). ODV merupakan
freeware atau program gratis dan dapat diunduh dari www.awi-
bremerhaven.de/GEO/ODV. Visualisasi dengan ODV berupa sebaran menegak
(scatter), melintang (section) berdasarkan jarak dan koordinat (longitude dan
latitude), permukaan (surface), stasiun (station). Versi ODV yang digunakan pada
praktikum ini adalah versi 4 (Kusumaningtyas, 2014).
Ocean data View adalah suatu program komputer perangkat lunak yang
dibuat oleh R. Schlitzer berfungsi untuk menampilkan hasil eksplorasi dari
oseanografi dan tampilan geo-referensi, juga urutan data (grid data) secara
interaktif. ODV dapat dijalankan pada sistem operasi Window (9X/NT/2000/XP),
LINUX,UNIX, dan Mac OS X.Kumpulan data ODV dan konfigurasi file
ditampilan secara independent, maksudnya data pada ODV dapat dibentuk dan
diubah antar sistem yang saling mendukung (Radjawane, 2014).
ODV dapat menampilkan secara Interaktif stasiun data untuk cakupan
wilayah yang luas. kita dapat menghasilkan peta stasiun yang berkualitas tinggi
dengan menggunakan ODV. fasilitas general property plot pada satu atau lebih
stasiun, tampilan menyebar dari stasiun yang dipilih, properti track dari stasiun,
properti distribusi general iso-surfaces. ODV juga mendukung tampilan data
skalar dan vektor dalam bentuk: titik berwarna,nilai data numeric,dan arah
(Kusumaningtyas, 2014).
Ocean Data View adalah analisis grafis multi-variabel dan paket tampilan
untukstasiun oseanografi data (stasiun metadata, suhu, salinitas, nutrisi, dan lain-
lain),Ocean Data View kompatibel dengan beberapa format data kelautan
internasional yang umum digunakan ditinjau. Standard berasal variabel atau yang
didasarkan pada formula-pengguna disediakan dapat ditampilkan di Grafik
Station, profil stasiun data, multi-variabel plats pencar, profil bagian, danplot
permukaan (satu variabel diplot pada nilai tertentu dari variabel lain) dapatdibuat
dengan mudah dalam tata letak fisik yang ditentukan pengguna frame Cartesian.
Data diplot adalah mudah grid (Daulat, 2014).
Perairan Indonesia yang relatif cukup hangat hingga saat ini masih belum
banyak dikaji variasi nilai pH air lautnya. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pola umum distribusi pH di perairan Indonesia, dengan menggunakan
pendekatan yang diberikan melalui software ODV. ODV adalah software yang
dapat digunakan untuk menganalisis dan memvisualisasi data oseanografi, profil
atmosfer dan data lainnya, dalam bentuk gambar atau grafik secara time series.
ODV juga dapat melakukan perhitungan statistik dan visualisasi beberapa variabel
berdasarkan variabel utama (Gaol, 2007).
Dengan memanfaatkan data Karbon Total (TCO2) dan Alkalinitas Total
(TA) serta data suhu, salinitas, fosfat, dan silikat telah dihitung variasi pH air laut
di perairan Indonesia dengan menggunakan software Ocean Data View (ODV).
Hal ini dilakukan untuk mengetahui pola umum distribusi pH di perairan
Indonesia. Dari hasil analisis didapatkan bahwa pola monsunal berperan cukup
signifikan pada variasi pH air laut di perairan Indonesia. Di perairan Indonesia
bagian barat, pH air laut di musim barat lebih rendah daripada di musim timur,
dan sebaliknya pH air laut di perairan Indonesia bagian timur pada saat musim
barat lebih tinggi daripada musim timur (Kusumaningtyas, 2014).
Kecepatan arus geostropik semakin kecil dengan pertambahan kedalaman.
Kedalaman 1500 meter dianggap sebagai level of no motion, dimana pada
kedalaman 1500 tidak ada gradieen tekanan horisontal dan tidak ada kecepatan
arus geostropik. Sebaran vertikal arus goestropik mirip dengan sebaran suhu di
lautan. Pola vertikal arus geostropik yang dihasilkan dengan menggunakan Excel
dan ODV. Berdasarkan pola tersebut, terlihat bahwa kecepatan yang dihasilkan
baik dengan menggunakan Excel maupun ODV menunjukan nilai yang sama.
(Radjawane, 2014)
Nilai dari Indeks kererntanan pesisir dipengaruhi oleh enam parameter yaitu
geomorfologi, kenaikan muka laut relative, rata-rata selang pasut, rata-rata tinggi
gelombang, kemiringan pantai dan perubahan garis pantai. Parameter-parameter
tersebut memiliki nilai perubahan yang konstan dan dinamis terhadap waktu.
Parameter yang memiliki nilai perubahan konstan adalah geomorfologi, kenaikan
muka laut relative dan elevasi. Sedangkan parameter yang memiliki nilai dinamis
yaitu rata-rata selang pasut, rata-rata tinggi gelombang dan perubahan garis pantai
(Kusumaningtyas, 2014).
Proses geomorfologi adalah merupakan proses alami yang berlangsung di
permukaan bumi sehingga terjadi perubahan bentuk lahan di permukaan bumi.
Perubahan bentuk lahan tersebut, menghasilkan bentukan pada permukaan bumi
yang berbeda satu dengan yang lainnya, dengan demikian akan mempunyai
susunan dan julat karakteristik fisik dan visual yang berbeda pula. Perbedaan
tersebut dapat diidentifikasi secara jelas melalui karakteristik relief/morfologi,
struktur/litologi, dan proses-proses geomorfologi (Daulat, 2014).
Perubahan garis pantai ini banyak dilakukan oleh aktivitas manusia seperti
pembukaan lahan, eksploitasi bahan galian di daratan pesisir yang dapat merubah
keseimbangan garis pantai melalui suplai muatan yang berlebihan. Curah hujan
dengan intensitas tinggi juga dapat mempengaruhi perubahan garis pantai. Di
sepanjang kawasan pantai terdapat segmen-segmen pantai yang mengalami erosi,
disamping ada bagian-bagian yang mengalami akresi/sedimentasi dan segmen
yang stabil. Perubahan garis pantai merupakan salah satu parameter dari
kerentanan pantai dimana garis pantai dapat dijadikan indikator sebagai bagian
dari peningkatan permukaan air laut (Kusumaningtyas, 2014).
Hasil analisis kecepatan dan arah tiupan angin kemudian ditampilkan dalam
bentuk gambar sebaran angin dengan bantuan perangkat lunak Ocean Data View
(ODV). Pola sebaran SSS setiap bulan dikaji secara spasial dan temporal dengan
cara melakukan perataan data SSS untuk setiap titik pengamatan pada bulan-bulan
yang sama. Hasil analisis tersebut selanjutnya ditampilkan dalam bentuk gambar
sebaran SSS bulanan rata-rata dan tahunan rata-rata (1994-2010) dengan bantuan
perangkat lunak Ocean Data View (ODV) dan FERRET ver. 6 (Gaol, 2007).
Pengukuran parameter fisik dengan menggunakan CTD telah dilakukan
melalui ekspedisi laut dalam INDEX-SATAL 2010 (Indonesian Expedition
Sangihe-Talaud) pada bulan Juli-Agustus 2010. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik massa air di sekitar perairan Sangihe Talaud dimana
terdapat percabangan Arus Lintas Indonesia (Arlindo) pada jalur utama (jalur
Barat) yang melewati Laut Sulawesi dan Selat Makassar serta jalur sekunder
(jalur Timur) yang melewati Laut Halmahera (Musrifin, 2011).
Analisis dilakukan dengan metode core layer yang diolah dengan perangkat
lunak Ocean Data View (ODV). Hasil penelitian memperlihatkan di perairan
Sangihe Talaud terdapat pertemuan massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan.
Karakteristik massa air pada jalur utama Arlindo di Laut Sulawesi didominasi
oleh massa air permukaan dan intermediate Pasifik Utara yang dibawa oleh Arus
Mindanao. Sedangkan massa air yang berasal dari Laut Halmahera didominasi
oleh massa air permukaan dan intermediate Pasifik Selatan yang dibawa oleh New
Guinea Coastal Current yang bergerak menyusur pantai Utara Papua New Guinea
dan Papua masuk ke perairan Laut Halmahera (Radjawane, 2014)
Kedalaman yang dapat di jangkau oleh CTD berkisar 400-1100 bergantung
pada kedalaman perairan.Pengolahan data dengan metode core layer dengan
bantuan perangkat lunak Ocean Data View (ODV) yang dikembangkan oleh
Schlitzer (2012). Data penunjang lainnya didapatkan dari hasil kegiatan Arlindo
Mixing pada bulan Agustus tahun 1993 yang dapat diakses dari situs Lemont-
Doherty Earth Observa- tory, Universitas Columbia. Pengambilan data secara
konvensional dengan menggunakan Conductivity, Temperature Depth (CTD)
dengan cara menurunkan sensor ke perairan lalu mengangkatnya kembali ke
permukaan menghasilkan profil menegak suhu, salinitas, dan kedalaman
(Kusumaningtyas, 2014).
Perairan Indonesia merupakan daerah perairan tropis yang selalu mendapat
pengaruh dari angin monsun. Angin monsun digerakkan oleh perubahan tekanan
secara bergantian di Benua Asia dan Benua Australia akibat perbedaan posisi
matahari sepanjang tahun. Angin monsun ini merupakan salah satu pembangkit
arus dominan yang mampu menggerakkan massa air yang terjadi di permukaan
perairan Indonesia. Elevasi daerah pesisir mengacu kepada ukuran ketinggian
pada daerah tertentu yang berada di atas permukaan laut rata-rata. Kajian
Mengenai Elevasi Pesisir Sangat Penting Untuk Dipelajari Secara Mendalam
(Radjawane, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Daulat, dkk. 2014. Sebaran kandungan CO2 terlarut di perairan pesisir selatan
Kepulauan Natuna. Jurnal Depik, 3(2): 166-177 ISSN 2089-7790
Gaol, L. Dan Bambang S. 2007. Karakteristik Dan Variabilitas Parameter
Parameter Oseanografi Laut Jawa Hubungannya Dengan Distribusi Hasil
Tangkapan Ikan. Jurnal Lit. Perikan. Ind. Vol.13 No.3
Kusumaningtyas, dkk. 2014. Kualitas perairan Natuna pada musim transisi.
Jurnal Depik, 3(1):10-20 ISSN 2089-7790
Musrifin. 2011. Analisis Pasang Surut Perairan Muara Sungai Mesjid
Dumai.Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume 16, Nomor 1 : (48-55)
Radjawane, M. Dan Paundra P. 2014. Karakteristik Massa Air Di Percabangan
Arus Lintas Indonesia Perairan Sangihe Talaud Menggunakan Data Index Satal
2010. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 6, No. 2, Hlm.525-536

Anda mungkin juga menyukai