Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang
mempelajari lautan dengan segaJa aspeknya. Ilmu ini semata-mata merupakan
perpaduan dari bennacam-macam ilmu-ilmu dasar yang lain. ilmu dasar lain yang
termasuk di dalamnya iaIah ilmu tanah (geology). ilrnu bumi (geography), ilmu
fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat (biology) dan ilmu iklim
(meteorology) (Hutabarat, 2001).
Pada abad ke-4 sebelum Masehi seorang sarjana terkemuka bangsa Junani,
Aristoteles, telah melakukan suatu penelitian yang mendetail mengenai hewan-
hewan dan tumbuh-tumbuhan laut. Akhimya pada abad I sebelum Masehi,
hubungan antara gerakan pasang dan letak dari bulan telah dimengerti oleh manusia
untuk pertama kali (Tim Oseanografi, 2012).
Pelayaran-pelayaran besar juga sarna pentingnya dalam memetakan garis
pantai dan lautan-lautan dunia dalam perkembangan sejarah berikutnya. Sebagai
contoh., seorang bangsawan Portugis, Ferdinand Magellan telah mengadakan suatu
pelayaran mengelilingi dunia pada abad ke-4 belas Masehi. Dia telah
rnernbuktikafi, bahwa burni ini berbentuk bulat tidal datar seperti yang diperkirakan
oleh banyak orang pada waktu sebelumnya (Hutabarat, 2001).
Hidrodinamika berasal dari kata Hidrolika yang merupakan bahasa Yunani
hyidraulikos yang bila dipecah persuku kata menjadi hydro yang berarti air dan
aulos berarti pipa. Secara sederhana hidrolika adalah salah satu topik dalam cabang
ilmu yang berurusan dengan sifat fisis fluida yang mempelajari aliran air secara
mikro dan secara makro. Hidrodinamika akan meletakkan dasar-dasar teori
hidrolika yang difokuskan pada rekayasa sifat-sifat fluida (seperti densitas,
viskositas, dll) serta perilaku fluida (Cahyana, 2016).
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang dikelilingi sebagian besar oleh
laut.banyak para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada laut yaitu bekerja
sebagai nelayan pencari ikan hias atau pun ikan yang dikonsumsi. Dengan banyak
dikelilingi oleh lautan Indonesia, secara otomatis banyak terdapat ikan dilautan dan
akan membuat para nelayan hidup makmur.laut memilki sirkulasi tersendiri.para
ahli berpendapat akibat penggunaan bahan bakar yang mengeluarkan CO2 dan
penggunaan plastik yang berlebihan menyebabkan pemanasan global dan
mempengaruhi terhadap sirkulasi laut. Laut dan daratan adalah fluida yang berbeda
dalam hal kapasitas menyimpan panas
(Tim Oseanografi, 2012).
Laut memiliki peranan penting dalam mengontrol iklim di Bumi dengan
memindahkan panas dari daerah ekuator menuju ke kutub. Tanpa peranan laut,
maka hampir keseluruhan planet Bumi akan menjadi terlalu dingin bagi manusia
untuk hidup. Laut juga merupakan sumber makanan, energi (baik yang terbarukan
maupun yang tak terbarukan), dan obat-obatan. Daerah pantai juga merupakan
daerah yang sangat besar peranannya bagi kehidupan manusia. Hampir 60%
penduduk Bumi tinggal di daerah sekitar pantai (Cahyana, 2016).
Sebagian besar air (97,3%) yang terdapat di permukaan bumi berasal dari
lautan di seluruh dunia. Sisanya yang berjumlah 2,7% berasa1 dari daerah daratan,
bernpa gunung~ung es di daerah kutub, ~ air yang berada di ba wah pennukaan
tanah yang berasa1 dari danau dan sungal. Sedan~ yang berasa1 dari atrnosfer yang
berbentuk sebagai uap air berjum1ah sangat kecil yaitu kira-kira sebesar 0,01% dari
seluruh air yang terdapat di bumi (Hutabarat, 2001).
Diperkirakan jum1ah total air dipennukaan lautan yang hilang setiap tahun
kira-kira seteba1 97,3 cm. Dari jumlah tsb 89,7 cm diganti dari curah hujan yang
langsung jatuh ke permukaan lautan. Sedangkan sisanya yang 7,6 cm dicurahkan
ke permukaan daratan, kemudian mengalir kernba1i ke lautan melalui sungai-
sungai kecil dan besar (Cahyana, 2016).

1.2 Tujuan
 Mahasiswa dapat membuat peta batimeti dari peta analog
 Mahasiswa dapat membandingkan tingkat akurasi antara hasil pengukuran
langsung di lapangan dan hasil satelit

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum tentang batimetri ini adalah mahasiswa mampu
mendapatkan data batimetri dan mengolah data untuk penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan salah satu kawasan beriklim tropis yang unik, dimana
atmosfernya dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, angina monsual, iklim
maritime dan pengaruh berbagai kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia
diduga memiliki karakteristik khusus yang hingga kini mekanisme proses
pembentukannya belum diketahui (Wisha et al. 2016).
Perairan merupakan daerah peralihan antara wilayah daratan dan laut lepas,
sehingga ada interaksi diantaranya. Faktor-faktor yang mempenagruhi suhu
permukaan air laut dan suhu udara ialah keseimbangnan kalor dan keseimbangan
masa air di lapisan permukaan laut. Faktor meteorologi yang mengatur
keseimbangan ialah curah hujan, penguapan, kelembaban, suhu udara, kecepatan
angin, penyinaran matahari dan suhu permukaan laut itu sendiri
(Hutabarat, 2001).
Kondisi iklim mempunyai peran utama terhadap permukaan air laut,
sehingga di Indonesia mempunya empat musim. Faktor-faktor yang mempengaruhi
distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas (heat flux),
curah hujan (presipitation), aliran sungai (flux) dan pola sirkulasi arus. Perubahan
pada suhu dan salinitas akan menaikan atau mengurangi densitas air laut di lapisan
permukaan sehingga memicu terjadinya konveksi ke lapisan bawah (Cahyana,
2016).
Laut mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan masa
depan bangsa Indonesia, di dalamnya terkandung berbagai macam sumberdaya
yang merupakan sumber devisa bagi negara namun hingga saat ini pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya tersebut belum sepenuhnya ditangani sehingga masih
perlu untuk ditingkatkan lagi. Dengan semakin beragamnya kegiatan yang
berhubungan dengan laut seperti pembangunan pelabuhan, pemasangan maupun
pemeliharaan pipa bawah laut, kabel bawah laut, eksplorasi minyak dan gas, maka
diperlukan pemetaan batimetri dengan wilayah cakupan yang semakin luas (Hamid
et al. 2014).
Pemahaman mengenai kondisi perairan sangat penting dilakukan sebagai
analisis untuk mengurangi dampak-dampak negatif yang terjadi dalam
merencanakan pengembangan wilayah pesisir dan laut. Arus merupakan salah satu
komponen oseanografi, pengukuran arus adalah salah satu langkah awal monitoring
kondisi perairan, Pola pergerakan arus dalam lingkup studi yang luas adalah dengan
melakukan pengambilan data lapangan dan menggunakan pendekatan matematik.
Permodelan keadaan alam, merupakan alternatif lain yang lebih murah dan mudah
dalam memperoleh gambaran sebaran yang terjadi dimasa sekarang maupun
prediksinya di masa yang akan datang (Wisha et al. 2015).
Laut di dalam suatu Negara mempunyai arti dan peranan penting, terlebih
bagi Negara yang memiliki keadaan geografis berbentuk kepulauan seperti
Indonesia. Laut Indonesia selain memiliki sumberdaya hayati, juga merupakan jalur
lalu lintas pelayaran nasional maupun internasional. Hal ini menjelaskan perlunya
pemetaan wilayah lautan di Indonesia. Pemetaan lautan terkait dengan kebijakan
nasional yang mengatur pengelolaan wilayah laut. Lautan disini merupakan satu
kesatuan dari permukaan, kolom air sampai kedasar dan bawah dasar laut (Effendi
et al. 2012).
Perairan laut Indonesia merupakan perairan laut tropis yang kaya akan
sumberdaya hayati dan non – hayati. Salah satu sumber daya kelautan non – hayati
adalah pasir laut yang memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Fungsi ekologisnya
sebagai substrat bagi organisme bentik, terumbu karang, padang lamun dan
mangrove. Fungsi ekonomi sebagai sumber pendapatan daerah untuk diambil
mineralnya atau sebagai bahan baku untuk mereklamasi pantai
(Sofiyani et al. 2012).
Istilah batimetri berasal dari bahasa Yunani yaitu Bathy- yang berarti
kedalaman dan -metry yang berarti ilmu ukur, sehingga batimetri didefinisikan
sebagai pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut. Batimetri merupakan
ukuran tinggi rendahnya dasar laut dimana peta batimetri memberikan infomasi
mengenai dasar laut. Pemanfaatan peta batimetri dalam bidang kelautan misalnya
dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, pembangunan
jaringan pipa bawah laut (Surbakti, 2018).
Istilah batimetri merujuk pada kedalaman laut relative terhadap permukaan
laut. Informasi kedalaman perairan dangkal di wilayah pesisir merupakan salah satu
informasi utama untuk navigasi. Informasi batimetri ini juga sangat penting untuk
mengelola sarana dan fasilitas pelabuhan , mendukung operasi pengerukan dan
memprediksi sedimen yang berasal dari sungai yang bermuara ke laut. Disamping
itu kegunaan lain dari peta batimetri adalah sebagai informasi dasar untuk
mempelajari ekosistem dasar perairan seperti pemetaan kondisi habitat karang. Dan
juga sebagai informasi dasar potensi wisata laut dan budidaya perairan (Arief et al.
2013).
Data dan peta batimetri merupakan data penting serta dibutuhkan untuk
pengelolaan lautan dan pengembangan wilayah pesisir secara terpadu. Informasi
batimetri sangat penting bagi aktivitas kelautan, pengembangan pesisir dan
penelitian kelautan. Batimetri mempelajari pengukuran kedalaman lautan, laut atau
tubuh perairan lainnya dan peta batimetri merupakan peta yang menggambarkan
perairan beserta kedalamannya (Effendi et al. 2012).
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan
bumi serta proses-proses yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak bumi
terbentuk sampai sekarang. Mempelajari asal (terbentuknya) topografi sebagai
akibat dari pengikisan (erosi) elemen-elemen utama, serta terbentuknya material -
material hasil erosi, pengklasifikasian relief bumi. Van Zuidam (1983) membagi
morfologi menjadi enam (6) berdasarkan beda tinggi dan persentase sudut lereng,
yaitu: datar, landai, bergelombang, curam, sangat curam, dan terjal
(Catherina et al. 2015).
Pasir laut dapat dieksploitasi dengan menambangnya menggunakan kapal
keruk (dredger) yang sekaligus menyedot pasir karena dilengkapi dengan alat
penyedot pasir. Eksploitasi ini menyebabkan dampak negatif bagi ekosistem,
dimana salah satunya terhambatnya pertumbuhan karang, hilangnya sebagian besar
padang lamun, rusaknya perairan tangkap dan perikanan budidaya akibat
pengerukan yang dilakukan (Sofiyani et al. 2012).
Semakin ke atas gerakan arus mulai di pengaruhi oleh faktor lain, yaitu
angin dan pasang surut, sehingga gerakan arus menjadi semakin cepat di permukaan
dan sudah tidak ada lagi hambatan seperti gesekan dasar dan densitas air laut, Hal
ini sesuai pengerakan arus secara vertikal dan horizontal dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti, angin, pasang surut, densitas dan tahanan dasar. Kondisi tersebut
menyebabkan tingginya kecepatan arus permukaan dan arahnya yang lebih tidak
teratur, dinamika arus permukaan ini berpengaruh kepada distribusi zat-zat terlarut
di perairan (Wisha et al. 2015).
Untuk dapat mengetahui kedalaman laut dan menganalisa morfologi maka
dibutuhkan informasi atau mengetahui kedalaman laut (batimetri) sehingga
dilakukan survei batimetri. Survei batimetri adalah proses penggambaran dasar
perairan, dimulai dari pengukuran, pengolahan, hingga visualisasi dasar perairan.
Multibeam Echosounder memiliki prinsip yang sama dengan single beam, namun
jumlah beam yang dipancarkan lebih dari satu pancaran. Pola pancarannya melebar
dan melintang terhadap badan kapal. Jika kapal bergerak maju, hasil sapuan
multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan permukaan
dasar laut. Data batimetri tersebut kemudian akan diklasifikasikan berdasarkan
keadaan morfologi lautnya (Catherina et al. 2015).
Data kedalaman atau batimetri perairan dapat ditentukan dan diolah salah
satunya adalah dengan menggunakan singlebeam echosounder Odom CV-100.
Karena alat ini biasa digunakan untuk mengukur kedalaman suatu perairan dengan
menggunakan pancaran tunggal sebagai pemancar dan penerima sinyal dari
gelombang bunyi yang kemudian dilakukan beberapa koreksi untuk mendapatkan
nilai kedalaman yang sebenarnya (Effendi et al. 2012).
Gerakan secara vertikal pada setiap kedalaman yang mewakili kondisi
pasang dan surut Secara vertikal arus bergerak dipengaruhi oleh banyak faktor,
pada kolom air dekat dasar pergerakan arus tidak terlalu signifikan hal ini
disebabkan oleh adanya gesekan dasar dan juga pengaruh densitas, di dasar gerakan
arus akan di hambat oleh adanya partikel dasar perairan, sehingga kecepatan dan
energi menjadi lemah. Densitas di dasar perairan yang lebih tinggi membuat
gerakan arus menjadi terhambat, arus dekat dasar memiliki kecepatan yang lemah
dan lebih teratur (Wisha et al. 2015).
Pengukuran kedalaman perairan secara konvensional dilakukan dengan
menggunakan metode batu duga, namun metode ini memiliki kelemahan terutama
hasil yang kurang akurat. Kemajuan teknologi yang semakin pesat membuat
metode ini sudah mulai ditinggalkan dan beralih ke metode pengukuran kedalaman
yang mnenggunaka prinsip perambatan gelombang bunyi. Alat yang biasa
digunakan adalah Echosounder dimana alat ini merekam waktu bolak balik yang
ditempuh oleh pulsa suara dari permukaan hingga dasar perairan. Dengan
mengetahui cepat rambat gelombang bunyi di dalam air (V) dan waktu tempuh
untuk menangkap kembali gelombang bunyi yang dilepaskan (t), maka diperoleh
kedalaman perairan (s) (Surbakti, 2018).
Keakuratan data batimetri dikaitkan dengan data posisi dan juga data
kedalaman yang teramati dan disebut titik fiks. Dari beberapa titik fiks itu maka
dibuatlah peta batimetri yang menggambarkan kodisi topografi dari permukaan
dasar laut dan memerlukan data pasang surut sebagai data referensi kedalaman.
Data yang diperoleh pada saat pemeruman akan disimpan kedalam memory dalam
format .txt. Setelah didapatkan kedalaman hasil pemeruman, selanjutnya koreksi
kedalaman dengan data pasang surut menggunakan MS Excel, dengan nilai
kedalaman dari echosounder dikoreksi dengan nilai dari reduksi yang sesuai dengan
kedudukan permukaan laut saat dilakukan pengukuran
(Effendi et al. 2012).
Pemetaan batimetri menggunakan kapal menggunakan echosounder
memberikan hasil yang cukup akurat untuk titik pengukuran tertentu. Namun cara
ini mempunyai keterbatasan antara lain: cakupan wilayah yang terbatas dan sangat
sulit diterapkan pada perairan pesisir dangkal serta membutuhkan biaya operasi
yang tinggi. Pemetaan batimetri menggunakan penginderaan jauh sudah dimulai
sejak perang dunia kedua ketika Teknik fotogramtik yang menggunakan foto udara
untuk mengukur kedalaman dekat pantai di Pasifik. Anjuran penggunaan Teknik
penginderaan jauh optik untuk digunakan dalam pemetaan batimetri serta
menawarkan metode yang lebih fleksibel, efisien, dan hemat biaya serta cakupan
yang luas (Arief et al. 2013).
Penambangan pasir laut ini dianggap sangat mempengaruhi dan dapat
merubah geomorfologi dasar laut karena menurut laporan laporan P3GL (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan), morfologi dasar laut yang
seharusnya membentuk pola kontur kedalaman yang sejajar dengan garis pantai
kini polanya membulat dan membentuk lubang – lubang yang terjal. Berdasarkan
laporan tersebut penyediaan informasi tentang kondisi geomorfologi dan besarnya
volume pasir yang ditambang sangat diperlukan dalam kaitannya untuk menjaga
dan mengelola sumberdaya yang ada di pesisir dan laut (Sofiyani et al. 2012).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan pratikum ini berlangsung pada hari selasa, tanggal 13
Februari 2018 pada pukul 13:00 WIB sampai dengan selesai. Bertempat di
Laboratorium Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Kelautan.
Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sriwijaya.

3.2 Alat dan Bahan


No Nama Fungsi
1 Komputer/ Laptop Sebagai media praktikum
2 Surfer Sebagai software yang digunakan
3 Global mapper Sebagai software yang digunakan

3.3 Cara Kerja


3.3.1. Peta Batimetri Dengan Surfer

Buka program global mapper

Pilih menu Open Your Own data File, lalu klik peta batimetri yang akan di digit.
Kemudian klik YES lalu klik OK.

Kemudian Untuk Meng-zoom peta, klik kiri pada entire image dan seret
mouse pada lokasi yang diinginkan. Mulai masukkan keempat koordinat pada
ujung peta dengan mengklik kiri pada daerah zoom view

Setelah itu Masukkan koordinat dalam bentuk decimal degree pada bok
X/East/long untuk bujur dan Y/North/Lat untuk lintang. Untuk lintang berikan
tanda minus (-) jika berada di lintang selatan dan ulangi sampai 4 point.
Kemudian APPLY dan OK.

Selanjunya kita mengeluarkan peta yang sudah terkoordinat untuk menjadi


inputan surfer dengan memilih menu file -> Export Raster and elevation data
-> Export GeoTIFF -> OK dan save dengan nama file yang kita inginkan.

Kemudian tutup global Mapper setelah proses export data selesai

Kemudian buka software surfer.

Sekarang kita masukkan peta yang sudah kita registrasi ke dalam surfer
dengan mengambil menu file -> Import dan pilih datapeta yang sudah
diregistrasi. Lalu tekan open

Selanjutnya kita membuat bingkai pada peta dengan cara membuat worksheet
baru

Selanjutnya balik lagi ke peta dengan mengklik plot 1 dan Klik kanan pada
peta lalu ambil properties sehingga akan muncul koordinat peta hasil registrasi
peta.

Data di image properties kemudian di copy ke worksheet dengan format 5


(menujukkan jumlah baris/data) dan 1 (menunjukan data string/angka). Copy
data pada baris kedua ke baris keenam sehingga nantinya bingkai kita
terbentuk dengan pola polygon.

Save data worksheet dalam format .bln dengan nama bingkai


Kembali lagi ke plot 1. Masukkan bingkai yang sudah kita buat ke dalam peta
dengan cara mengklik Basemap.

Untuk memulai mendigit peta, klik map terlebih dahulu (lihat persegi panjang
pada gambar di atas), kemudian pada menu toolbar ambil Map -> Digitized

Klik kiri pada titik yang ada kedalamannya (contoh di atas pada kotak), lalu
masukkan nilai kedalaman pada books digitized Coordinate – digit.bln seperti
contoh di bawah. Jangan lupa memisahkan nilai dengan tanda “,”

Lakukan hal yang sama untuk darat, namun jangan lupa terlebih dahulu
menutup digitized Coordinate untuk laut agar digitasi darat dengan laut
terpisah. Nilai digitasi darat diberikan angka 0.

Setelah itu buka file hasil digitan pada worksheet.. untuk data laut.bln semua
hasil digitian dikasi minus “-“ yang menunjukkan kedalaman perairan. Untuk
lebih memudahkan, kita bisa menggunakan program excel. Lalu save file
laut.bln yang sudah diberi minus

Untuk menplot hasil pendigitan, maka data laut dan darat harus digabung
terlebih dahulu dalam format .bln dengan nama file “Laut,Pulau&darat

Untuk membuat file Breaklines, susun data pulau dan darat dalam satu buah
file .bln dengan nama “pulau&darat”
Selanjutnya buat plot baru untuk membuat peta digital hasil pendigitan.

Setelah itu untuk memberikan efek kosong pada peta daratan kita melakukan
proses Blank

membuat peta kontur kedalaman yang sudah kita digit tadi.

Klik countour map atau cari pada toolbar

Untuk menampilkan pulau Lombok, maka masukkan file pulau&darat.bln ke

dalam base map dengan mengklik icon basemap

Untuk mengedit tampilan kontur, klik 2x pada counturs seperti tahap pada
pembuatan peta salinitas dan suhu.

.Untuk menampilkan peta dalam bentuk 3 dimensi klik icon dan masukkan
data Lombok Barat Final Grid.grd

3.3.2 Peta Batimetri Dengan Global Mapper

Buka program Global Mapper

Setelah itu klik Open Your Own Data Files. Buka data Indonesia.gmp
Untuk melihat data dalam format tiga dimensi kita bisa mengunakan icon 3D

Kemduain gambar peta batimetri dari data SRTM. Buka file Indonesia.gmp.
Klik File -> Generate Contours. Pada Box Contour Generation Option kita
bisa mengatur interval kontur yang kita inginkan,

Selanjutnya kita exsport data di atas ke dalam format .bln dengan cara seperti
gambar kanan atas. Kemudian klik seperti gambar di bawah -> OK -> Pilih
lokasi penyimpanan data
3.4 Analisa Data
3.4.1 Global Mapper
1. Buka Aplikasi Global Mapper

2. Klik open your own data files, dan pilih file batimetri yang akan didigit.

3. Setelah itu akan muncul tampilan seperti berikut

4. Setelah itu lakukan pendigitan sesuai dengan koordinatnya.


5. Setelah melakukan pendigitan koordinat hingga selesai, klik OK dan akan
muncul tampilan seperti ini.

6. Kemudian export hasil digitasi dari global mapper dengan menggunakan export
raster.

7. Kemudian pilih format GeoTIFF


8. Kemudian pilih tempat penyimpanan.

3.4.2. ArcGIS
1. Buka aplikasi ArcGIS

2. Buka file yang telah dissave dari global mapper


3. Kemdian akan muncul tampilan seperti ini.

4. Buat shapefile untuk melakukan digitasi

5. Buat digitasi untuk kedalaman, titik pantai Kalimantan, dan titik pantai Sulawesi
6. Lakukan digitasi titik pantai Kalimantan terlebih dahulu.

7. Kemudian buka Attribute Table

8. Kemudian add file dan masukkan LON dan LAT


9. Setelah itu lakukan digitasi garis pantai pada pulau Sulawesi dan masukkan juga
LON dan LAT nya.

10. Kemduian lakukan digitasi pada kedalaman.

11. Tentukan LON dan LAT nya.


12. Kemudian lakukan digitasi untuk kedalaman

13. Setelah itu save hasil digitasi tersebut.


3.4.3 Surfer
1. Buka Software Surfer

2. Buka Map -> New -> 3D Surface

3. Buka file yang akan dilihat visualisasinya.


4. Kemudian buka map -> new -> 3D Wireframe
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Global Mapper

4.1.2 ArcGIS

4.1.3 Surfer
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dibahas tentang batimetri perairan. Istilah batimetri
merujuk pada kedalaman laut relative terhadap permukaan laut. Informasi
kedalaman perairan dangkal di wilayah pesisir merupakan salah satu informasi
utama untuk navigasi. Informasi batimetri ini juga sangat penting untuk mengelola
sarana dan fasilitas pelabuhan , mendukung operasi pengerukan dan memprediksi
sedimen yang berasal dari sungai yang bermuara ke laut. Disamping itu kegunaan
lain dari peta batimetri adalah sebagai informasi dasar untuk mempelajari ekosistem
dasar perairan seperti pemetaan kondisi habitat karang. Dan juga sebagai informasi
dasar potensi wisata laut dan budidaya perairan.
Data dan peta batimetri merupakan data penting serta dibutuhkan untuk
pengelolaan lautan dan pengembangan wilayah pesisir secara terpadu. Informasi
batimetri sangat penting bagi aktivitas kelautan, pengembangan pesisir dan
penelitian kelautan. Batimetri mempelajari pengukuran kedalaman lautan, laut atau
tubuh perairan lainnya dan peta batimetri merupakan peta yang menggambarkan
perairan beserta kedalamannya.
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan
bumi serta proses-proses yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak bumi
terbentuk sampai sekarang. Mempelajari asal (terbentuknya) topografi sebagai
akibat dari pengikisan (erosi) elemen-elemen utama, serta terbentuknya material -
material hasil erosi, pengklasifikasian relief bumi. Van Zuidam (1983) membagi
morfologi menjadi enam (6) berdasarkan beda tinggi dan persentase sudut lereng,
yaitu: datar, landai, bergelombang, curam, sangat curam, dan terjal.
Pada praktikum kali ini digunakan software Global mapper, ArcGIS, dan
juga Surfer. Software global mapper digunakan untuk melakukan proses registrasi
koordinat pada peta. Kemudian ada ArcGIS digunakan untuk mendigitasi peta itu
sendiri. Pada praktikum kali ini dilakukan pendigitan 100 titik garis pantai di
wilayah Kalimatan, 100 titik di wilayah Sulawesi dan juga 100 titik kedalaman
diantara pulau Sulawesi dan Kalimantan. Kemudian software software surfer yang
digunakan untuk melihat ataupun memvisualisasi data yang telah diregistrasi dan
didigitasi. Pada hasil visualisasi didapat gambar 3D dan mempunyai kedalaman
ataupun bentuk geomorfologi yang beragam.
BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat pada praktikum kali ini adalah
1. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan
bumi serta proses-proses yang berlangsung terhadap permukaan.
2. Batimetri merupakan informasi mengenai kedalaman laut.
3. Peta batimetri merupakan data penting serta dibutuhkan untuk pengelolaan
lautan dan pengembangan wilayah pesisir secara terpadu.
4. Software yang digunakan untuk mengolah data batimetri pada praktikum
kali ini adalah Global Mapper, ArcGIS dan Surfer.
5. Peta Batimetri yang didapat bentuknya datar, landai, bergelombang, curam,
sangat curam, dan terjal.
DAFTAR PUSTAKA

Arief M, Maryani H, Wikanti A, Ety P, Syarif B. 2013. Pengembangan metode


pendugaan kedalaman perairan dangkal menggunakan Data Satelit Spot-4
Studi Kasus : Teluk Ratai, Kabupaten Pesawaran. Jurnal Penginderaan Jauh.
Volume 10 (1) : 1 – 14.

Cahyana C. 2012. Model Sebaran Panas Air Kanal Pendingin Instalasi Pembangkit
Listrik Ke Badan Air Laut. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Pengelolaan Limbah IX ; Serang, 24 April 2012. Serang : Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.

Catherinna M, Petrus S, Alfi S. 2015. Pemetaan batimetri Perairan Anyer, Banten


menggunakan Multibeam Echosounder System. Jurnal Oseanografi. Volume
4 (1) : 253 – 261.

Effendi K, Risandi DP, Arief P. 2012. Pemetaan batimetri perairan Pantai Pejem
Pulau Bangka. Jurnal Kelautan. Volume 1 (1) : 1 – 9.

Hamid W, Frangky EK, Heffry VD. 2014. Bathimetri di perairan pantai depan
Sungai Bahu, Kecamatan Malalayang, Manado. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Perikanan Tangkap. Volume 2 (1) : 39 – 43.

Hutabarat S. 2001. Pengaruh Kondisi Oseanografi Terhadap Perubahan Iklim,


Produktivitas dan Distribusi Biota Laut (Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu
Oseanografi). Semarang : Universitas Diponegoro

Sofiyani I, Ankiq T, Noir PP, Salahuddin. 2012. Analisis perubahan geomorfologi


dasar laut akibat penambangan pasir laut di Perairan Timur Pulau Karimun
Besar Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. Volume 3 (4)
: 328 – 336.

Surbakti. 2018. Penuntun Praktikum Oseanografi Fisika. Indralaya : Universitas


Sriwijaya.

Tim Oseanografi. 2012. Petunjuk Praktikum Oseanografi. Lampung : Universitas


Lampung.

Wisha dkk. 2015. Hidrodinamika Perairan Teluk Banten Pada Musim Peralihan
(Agustus–September). Jurnal Ilmu Kelautan. Volume 20(2) : 101 – 112.

Anda mungkin juga menyukai