Anda di halaman 1dari 15

Usulan Teknis

URAIAN PENDEKATAN,
BAB
METODELOGI DAN PROGRAM KERJA
V

5.
5 PENDEKATAN
Dalam penyusunan Rencana Induk Pengembangan Kehutanan
Pembangunan dengan menggunakan pendekatan :
a. Pendekatan keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas
(top down and botton up planning). Pendekatan ini menggunakan
dua sisi yaitu penyerapan aspirasi dan kebutuhan masyarakat
luas sebagai langkah awal dan penyesuaian dengan kemampuan
pembiayaan pemerintah sebagai pengayom masyarakat.
b. Pendekatan Intersektoral Holistik atau disebut juga sebagai
perencana komprehensif yaitu pendekatan perencanaan yang
dimulai dengan diagnosis secara umum diwilayah perencanaan
melalui pengamatan potensi dan masalah bidang kehutanan
masing-masing kawasan. Dalam rangka pembangunan
kehutanan harus juga memperhatikan untuk pengembangan
ekonomi masyarakat dan lingkup wilayah, ketersediaan dan
kemampuan/kualitas sumberdaya manusia, kebutuhan sarana
dan prasarana, kemampuan pemerintah dan pengadaan
program-program pembagunan/pengembangan.
c. Pendekatan perencanaan yang berkelanjutan, digunakan dengan
prinsip yaitu agar didalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengembangan/pengendalian program menjadi lebih terpadu
dan berkesinambungan (Sustainability of tourism development)
yang berpijak kepada :
Kesinambungan antara aspek kelestarian dan
pengembangan berorientasi pada jangka menengah dan
jangka panjang
Penekanan pada nilai manfaat pelayanan bagi masyarakat
guna mewujudkan kesejahteraan
Prinsip pengelolaan sumberdaya yang tidak merusak tetapi
berkelanjutan bagi budaya, sosial dan ekonomi
Memperhatikan isu-isu strategis, khususnya berkaitan
dengan global warming

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-1
Usulan Teknis

Keselarasan antara penataan ruang, aktivitas, lingkungan


dan masyarakat.
d. Pendekatan masyarakat sebagai community approach yaitu :
Pendekatan terhadap masyarakat tersebut dimulai dengan
menggunakan bahasa dialog maupun dengan penyebaran
kuisioner antara perencana dengan pelaku pembangunan (Stake
Holder).

Wilayah Kabupaten Trenggalek memiliki kawasan hutan yang


tersebar pada kawasan perbukitan dan lereng lereng pegunungan,
terdiri atas hutan produksi dan hutan rakyat. Secara keseluruhan hutan di
Kabupaten Trenggalek seluas 23.416,23 Ha atau 18,82 % dari luas
kabupaten Trenggalek dimana luas hutan terbesar terdapat di Kecamatan
Watulimo seluas 7.854 Ha atau 33,48% dan yang terkecil terdapat di
Kecamatan Karangan seluas 222 Ha atau 0,10 % yang ada dikabupaten
Trenggalek. Hasil produksi sektor kehutanan di kabupaten Trenggalek
adalah Getah Pinus dan Sengon laut ( albalias ) sebagai bahan bubur
kertas atau pulp. Adapun untuk arahan pengembangan hutan produksi di
orientasikan di kecamatan Panggul, Kecamatan Munjungan, kecamatan
Watulimo, kecamatan kampak, kecamatan Dongko, Kecamatan Pule,
kecamatan Trenggalek dan Kecamatan Bendungan.
Tabel 5.1 Kawasan Peruntukkan Hutan di Kabupaten Trenggalek
Tahun 2011

N
Kecamatan Luas (M2) %
o

42,541,971.5
1 Kecamatan Bendungan 18.13
1
2 Kecamatan Dongko 1,426,956.64 0.61
3 Kecamatan Durenan 4,696,388.25 2.00
4 Kecamatan Gandusari 4,898,131.44 2.09
33,589,431.5
5 Kecamatan Kampak 14.32
4
6 Kecamatan Karangan 911,443.70 0.39
25,233,171.9
7 Kecamatan Munjungan 10.76
4
14,517,652.6
8 Kecamatan Panggul 6.19
3
9 Kecamatan Pogalan 8,751,058.16 3.73
10 Kecamatan Pule 222,912.30 0.10
11 Kecamatan Suruh 2,278,063.23 0.97
13,143,366.2
12 Kecamatan Trenggalek 5.60
9
13 Kecamatan Tugu 3,861,133.66 1.65
78,540,626.1
14 Kecamatan Watulimo 33.48
2

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-2
Usulan Teknis

N
Kecamatan Luas (M2) %
o

234,612,307. 100.0
Total 41 0
Sumber : Bakosurtanal 2006, updating 2009

A. Kawasan Hutan Produksi


Kawasan peruntukan hutan produksi merupakan kawasan yang
diperuntukkan bagi hutan produksi. Di wilayah Kabupaten Trenggalek,
kawasan hutan produksi yang ada meliputi kawasan hutan produksi
terbatas, yaitu kawasan yang diperuntukkan sebagai hutan produksi
dimana eksploitasinya hanya dapat dilakukan dengan tebang pilih atau
tebang habis dan tanam. Kawasan ini sebagian besar menyebar di
Kecamatan Watulimo, Dongko, Tugu, Suruh, Pule, Panggul, Munjungan,
Gandusari, Bendungan dan Trenggalek. Sebagian besar kawasan ini
menempati lereng 25-40%, jenis tanah kambisol, mediteran, dan
podsolik. Batuan permukaan sedang dan bahaya erosi sedang. Jenis
tanaman kayu hutan yang dikembangkan berupa jati dan pinus.
Wilayah Kabupaten Trenggalek memiliki kawasan hutan yang tersebar
pada kawasan perbukitan dan lereng lereng pegunungan. Secara
keseluruhan hutan produksi di Kabupaten Trenggalek 43.332,42 ha.
Hasil produksi sektor kehutanan di Kabupaten Trenggalek adalah Getah
Pinus dan Sengon laut ( albalias ) sebagai bahan bubur kertas atau
pulp.
B. Kawasan hutan rakyat
Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani
hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimum 0,25 ha,
penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari
50% (Lampiran I Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03/Menhut-
V/2004, tanggal 22 Juli 2004).
Kawasan hutan rakyat di Kabupaten Trenggalek dengan total luasan
4.516,34 ha berada di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Trenggalek.
Adapun rencana pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Trenggalek
sebagai berikut :
Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan,
manfaat sosial budaya dan manfaat ekonomi, pemerintah perlu
untuk menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan
hutan rakyat dengan sebaran yang proporsional baik ditinjau dari
sebaran fungsi hutan maupun fungsi lokasi
Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten
Trenggalek V-3
Usulan Teknis

Menjaga keberlangsungan fungsi pokok hutan rakyat dan kondisi


hutan dengan upaya rehabilitasi hutan yang bertujuan
mengembalikan kualitas hutan
Pengolahan hasil hutan rakyat sehingga memiliki nilai ekonomi
lebih tinggi dan memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak
Pengelolaan hutan rakyat yang berorientasi pada seluruh potensi
sumberdaya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan
masyarakat melalui program pengelolaan hutan bersama
masyarakat dengan skim pengembangan hutan rakyat
Melakukan sosialisasi tentang model-model hutan rakyat, peranan
hutan rakyat dilihat dari aspek produksi, sosial, ekonomi dan
lingkungan
Melakukan kerjasama dengan dinas/instansi terkait serta
masyarakat dalam melakukan rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah dengan model pengembangan hutan rakyat terutama pada
lahan-lahan kritis.
Pengelolaan hutan rakyat diatur sedemikian rupa dengan mengacu
pada kepentingan utama yaitu pelestarian lingkungan seperti
pengaturan tebang tanam dalam rentang waktu yang seimbang
dengan tetap mempertimbangkan aspek pemenuhan kebutuhan
masyarakat secara sadar lingkungan melalui usaha diversifikasi
misalnya budidaya hutan dan usaha ternak, jamur, kerajinan.

6 Metode Pengumpulan Data


Untuk keperluan pengenalan karakteristik wilayah hutan di
Kabupaten Trenggalek, dilakukan pengumpulan data primer dan data
sekunder. Data ini dapat berupa data yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif, yang diperoleh dengan menggunakan dua metoda
pengumpulan data berikut ini:
1. Survei Primer
Survei primer merupakan metoda pengumpulan data dengan cara
pengamatan langsung/ observasi lapangan, wawancara, serta
fotomapping di lokasi kegiatan studi. Survei primer bertujuan untuk
mendapatkan gambaran kondisi riil wilayah perencanaan. Pengumpulan
data primer setingkat kelurahan dilakukan melalui:
a. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui
penyebaran angket, temu wicara, wawancara orang perorang, dan lain
sebagainya; dan/atau

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-4
Usulan Teknis

b. Pengenalan kondisi fisik hutan dan sosial budaya masyarakat secara


langsung melalui observasi dan pengamatan ke wilayah hutan yang
akan dilakukan perencanaan di Kabupaten Trenggalek .
Inventarisasi data hutan, yang meliputi:
Data Potensi hutan produksi,
Data Potensi hutan lindung,
Data Potensi hutan konservasi,
Data Potensi hutan kota,
Data Potensi hutan rakyat,
Data Potensi hutan kemasyarakatan,
Data Potensi hutan pelestarian
Data Kelembagaan masyarakat hutan
Peta dasar rupa bumi dan peta tematik yang dibutuhkan,
penguasaan lahan, penggunaan lahan, peta peruntukan ruang,
pada skala atau tingkat ketelitian minimal peta 1:50.000.
Hutan yang direncanakan pada Rencana induk Pengembangan
Kehutanan adalah hutan yang dikelola oleh masyarakat dan Pemda.
Sedangkan hutan yang dikelola Perum Perhutani direncanakan lebih
pada partisipasi masyarakat dan kelambagaannya. Hal ini dikarenakan
hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani sudah direncanakan
pengembangannya oleh perusahaan
7 Metodologi Analisa
Analisis data dalam penyusunan Rencana induk Pengembangan
Kehutanan ini memuat analisis implikasi kebijakan tata ruang terhadap
pembangunan dan pengembangan kehutanan, analisis daya dukung dan
daya tampung wilayah, Analisis kelembagaan, analisis partisipatif,
proyeksi kebutuhan pembangunan dan pengembangan kehutanan serta
perumusan persoalan dan tantangan pengembangan dan pembangunan
1. Analisis implikasi kebijakan tata ruang terhadap
pembangunan dan pengembangan kehutanan.
Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan
menjelaskan Kawasan peruntukan hutan produksi adalah kawasan
yang diperuntukkan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan. Kawasan hutan produksi meliputi
hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, hutan produksi yang
dikonversi dan hutan rakyat. Ketentuan lebih rinci untuk masing-
masing jenis peruntukan diatur dalam bagian ketentuan teknis.
A. Fungsi Utama :

Kawasan peruntukan hutan produksi memiliki fungsi antara lain:

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-5
Usulan Teknis

Penghasil kayu dan bukan kayu;

Sebagai daerah resapan air hujan untuk kawasan sekitarnya;

Membantu penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat;

Sumber pemasukan dana bagi Pemerintah Daerah (dana bagi hasil)

B. Kriteria umum dan kaidah perencanaan:

Tidak mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi;

Penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk


kepentingan

pertambangan dilakukan melalui pemberian ijin pinjam pakai oleh


Menteri terkait dengan memperhatikan batasan luas dan jangka
waktu tertentu serta kelestarian hutan/lingkungan;

Penggunaan kawasan peruntukan hutan produksi untuk


kepentingan pertambangan terbuka harus dilakukan dengan
ketentuan khusus dan secara selektif.

Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi


mencakup tentang kegiatan pemanfaatan kawasan, kegiatan
pemanfaatan jasa lingkungan, kegiatan pemanfaatan hasil kayu
dan atau bukan kayu, dan kegiatan pemungutan hasil kayu dan
atau bukan kayu;

Kegiatan di kawasan peruntukan hutan produksi harus diupayakan


untuk tetap mempertahankan bentuk tebing sungai dan mencegah
sedimentasi ke aliran sungai akibat erosi dan longsor;

Kegiatan pemanfaatan kawasan peruntukan hutan produksi harus


diupayakan untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja yang
berasal dari masyarakat lokal;

Pemanfaatan ruang beserta sumber daya hasil hutan di kawasan


peruntukan hutan produksi harus diperuntukan untuk sebesar-
besarnya bagi kepentingan negara dan kemakmuran rakyat,
dengan tetap memelihara sumber daya tersebut sebagai cadangan
pembangunan yang berkelanjutan dan tetap menjaga kelestarian
fungsi hutan sebagai daerah resapan air hujan serta
memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian fungsi lingkungan hidup.

2. Analisis daya dukung wilayah.


Analisis daya dukung wilayah dilakukan untuk memperoleh
gambaran tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-6
Usulan Teknis

kawasan hutan, sebagai acuan bagi arahan-arahan\ kesesuaian lahan


pada tahap analisis berikutnya.
Sasaran
1. Mendapatkan klasifikasi kemampuan lahan untuk dikembangkan
sesuai fungsi kawasan.
2. Memperoleh gambaran potensi dan kendala masing-masing kelas
kemampuan lahan.
3. Sebagai dasar penentuan: arahan-arahan kesesuaian lahan pada
tahap analisis berikutnya dan rekomendasi akhir kesesuaian lahan
untuk pengembangan kawasan.
Masukan data
Semua data yang dimintakan pada tahap pengumpulan data,
kecuali data kebijaksanaan yang sudah ada.
Keluaran
1) Peta klasifikasi kemampuan lahan untuk pengembangan
kawasan.
2) Kelas-kelas atau tingkatan kemampuan lahan untuk
dikembangkan sesuai dengan fungsi kawasan.
3) Uraian potensi dan kendala fisik masing-masing kelas
kemampuan lahan.
Langkah-langkah
1) Melakukan analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk
memperoleh gambaran tingkat kemampuan pada masing-masing
satuan kemampuan lahan.
2) Tentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing
satuan kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai
tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai terendah.
3) Kalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing
satuan kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh
pengaruh satuan kemampuan lahan tersebut pada pengembangan
kawasan. Bobot yang digunakan hingga saat ini adalah seperti
terlihat pada Tabel E.1
4) Superimpose-kan semua satuan-satuan kemampuan lahan
tersebut, dengan cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot
dari seluruh satuan-satuan kemampuan lahan dalam satu peta,
sehingga diperoleh kisaran nilai yang menunjukkan nilai
kemampuan lahan di wilayah dan/ atau kawasan perencanaan.

Tabel 5.2 Pembobotan satuan kemampuan lahan

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-7
Usulan Teknis

5) Tentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi


kelas-kelas kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona
kemampuan lahan dengan nilai - yang menunjukkan
tingkatan kemampuan lahan di wilayah ini, dan digambarkan dalam
satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan tata
ruang.

Pembuatan peta nilai kemampuan lahan ini yang merupakan


penjumlahan nilai dikalikan bobot ini ada dua cara, yakni:
a. Men-superimpose-kan setiap satuan kemampuan lahan yang
telah diperoleh hasil pengalian nilai dengan bobotnya secara satu
persatu, sehingga kemudian diperoleh peta jumlah nilai dikalikan
bobot seluruh satuan secara kumulatif.
b. Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam
sistem grid, kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot masing-
masing satuan kemampuan lahan ke dalam grid tersebut.
Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara keseluruhan adalah tetap
dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil nilai
dikalikan bobot seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid
yang sama.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1) Penentuan klasifikasi kemampuan lahan tidak mutlak
berdasarkan selang
nilai, tetapi memperhatikan juga nilai terendah = 1 dari beberapa
satuan kemampuan lahan, yang merupakan nilai penentu apakah
selang nilai tersebut berlaku atau tidak. Dengan demikian apabila
ada daerah atau zona tertentu yang mempunyai selang nilai cukup
tinggi, tetapi karena mempunyai nilai terendah dan menentukan,
maka mungkin saja kelas kemampuan lahannya tidak sama dengan
daerah lain yang memiliki nilai kemampuan lahan yang sama.
Sebagai contoh, daerah yang secara kumulatif nilainya cukup tinggi
atau sedang, namun berada pada daerah rawan longsor, tentunya
kelas kemampuan lahannya tidak sama dengan daerah lain yang
Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten
Trenggalek V-8
Usulan Teknis

relatif aman, walaupun nilai kemampuan lahannya sama. Hal ini


mungkin saja terjadi mengingat penjumlahan secara matematis
akan menyebabkan ada faktor-faktor yang mengakibatkan jumlah
akhir menjadi tinggi.
2) Klasifikasi kemampuan lahan yang dihasilkan di sini adalah
hanya berdasarkan kondisi fisik apa adanya, belum
mempertimbangan hal-hal yang bersifat non-fisik.

3. Analisa Daya Tampung Wilayah


Lingkup pekerjaan
Melakukan analisis untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk
yang bisa ditampung di wilayah dan/atau kawasan, dengan pengertian
masih dalam batas kemampuan lahan.
Sasaran
1. Memperoleh gambaran daya tampung lahan di wilayah dan/atau
kawasan.
2. Memperoleh gambaran distribusi penduduk berdasarkan daya
tampungnya.
3. Memperoleh persyaratan pengembangan penduduk untuk daerah
yang melampaui daya tampung.
Langkah-langkah
1. Menghitung daya tampung berdasarkan ketersediaan air, kapasitas
air yang bisa dimanfaatkan, dengan kebutuhan air per orang
perharinya disesuaikan dengan jumlah penduduk yang ada saat ini,
atau misalnya rata-rata 100 liter/jiwa/hari (tergantung standard
yang digunakan).
2. Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan
dengan asumsi masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi
maksimum, dan dengan anggapan luas lahan yang digunakan
untuk permukiman hanya 50% dari luas lahan yang boleh tertutup
(30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta utilitas
lainnya). Kemudian dengan asumsi 1KK yang terdiri dari 5 orang
memerlukan lahan seluas 100 m2. Maka dapat diperoleh daya
tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan ini sebagai
berikut:

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-9
Usulan Teknis

3. Membandingkan daya tampung ini dengan jumlah penduduk yang


ada saat ini dan proyeksinya untuk waktu perencanaan. Untuk
daerah yang melampaui daya tampung berikan persyaratan
pengembangannya
Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Daya tampung ideal adalah dengan mengambil batasan minimal
dari masing-masing perkiraan di atas.
2. Dalam kasus daya tampung ini dilampaui, maka arahan
pengembangan disesuaikan dengan batasan daya tampung
masing-masing seperti: perlunya tambahan air untuk keperluan
penduduk pada daerah yang melampaui daya tampung
berdasarkan ketersediaan air, dan pengembangan
vertikal/bertingkat untuk daerah yang daya tampung berdasarkan
rasio tutupan lahannya dilampaui.
3. Daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan didasarkan
pada asumsi bahwa lahan permukiman adalah 50% dari daerah
yang boleh ditutup. Bila ada angka yang lebih pasti tentunya
persentase ini bisa diubah

4. Analisis Kelembagaan
Di dalam setiap masyarakat, pasti terdapat berbagai lembaga, baik
lembaga-lembaga adat/tradisional yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat itu sendiri, maupun lembaga dari luar seperti
lembaga-lembaga pemerintah atau swasta. Ada lembaga yang bersifat
perkumpulan dan kelompok ada pula lembaga-lembaga yang ijinnya
jelas (pemerintahan desa).
Salah satu hal penting dipertimbangkan dalam usaha
pengembangan masyarakat adalah pemanfaatan potensi lembaga-
lembaga tersebut. Karenanya, keberadaan dan tingkat penerimaan
masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut perlu untuk
diperhitungkan dalam setiap usaha pengembangan masyarakat.
Kegiatan analisis kelembagaan bisa dilakukan pada saat melakukan
survey lapangan dengan melakukan diskusi dengan masyarakat.
Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaan analisis kelembagaan :
- Jelaskan maksud, tujuan, dan proses kajian kelembagaan
desa.
- Diskusikan mengenai jenis-jenis lembaga yang berhubungan
dengan desa langsung, baik itu berada di dalam maupun di
luar desa (biasanya di tingkat kecamatan).
- Mintalah masyarakat untuk membuat daftar nama-nama
Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten
Trenggalek V-10
Usulan Teknis

lembaga tersebut di atas kertas besar.


- Fasilitasi masyarakat untuk mendiskusikan kegiatan atau
program yang telah dikembangkan oleh masing-masing
lembaga, juga mengenai anggota dan pengirimnya.
- Pemandu kemudian menjelaskan cara membuat bagan.
Fasilitasi masyarakat agar mengemukakan saran dan tentang
cara membuat bagan yang lebih mudah bagi mereka.
Sepakati mengenai:
- Simbol-simbol yang akan dipergunakan (biasanya
simbol yang digunakan adalah besar-kecilnya lingkaran)
- Pengertian dan kriteria penting atau bermanfaatnya
suatu lembaga
- Pengertian dan kriteria kedekatan lembaga.
- Pemandu selanjutnya meminta salah seorang peserta diskusi
untuk memilih besamya lingkaran sebagai simbol lembaga
tertentu yang telah didiskusikan dan dinilai manfaat
kegiatannya bagi masyarakat. Fasilitasi msyarakat agar
penilaian mereka berdasarkan persetujuan bersama, bukan
pendapat perorangan.
- Setelah ukur-ukuran lingkaran lembaga semua disepakati,
langkah selanjutnya adalah menentukan jarak penempatan
lingkaran-lingkaran lembaga tadi dari lingkaran masyarakat.
Cara penempatan lingkaran jangan permanen dahulu (bisa
dengan selotip kecil), agar masih bisa dipindahkan apabila
terjadi koreksi.
- Setelah seluruh simbol telah dipilih dan ditempatkan,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan kembali ketepatan
informasi dari hasil yang diperoleh. Setelah dianggap baik,
barulah lingkaran-lingkaran tersebut dilekatkan secara
permanen (dilem).
- Diskusikan dan bahas lebih lanjut bagan tersebut, terutama
tentang masalah dan potensi kelembagaan, serta kegiatan
dan pola hubungan yang diharapkan masyarakat.
- Catatlah proses, pendapat, penilaian dan seluruh jnformasi
selama kegiatan pembuatan Bagan Hubungan Kelembagaan
ini (oleh tim PRA yang bertugas sebagai pencatat).
- Cantumkan nama-nama atau jumah peserta, nama pemandu,
tanggal dan tempat pelaksanaan kegiatan.

5. Analisis Partisipatif

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-11
Usulan Teknis

Analisis ini digunakan untuk mengetahui dan mengidentifikasi


pelaku pelaku yang berbeda beserta kepentingannya terhadap suatu
rencana, program, rencana atau proyek. Hasil yang diharapkan dari
analisis partisipatif adalah :

a) Memperoleh gambaran mengenai semua lembaga dan


kelompok yang berperan di daerah tersebut.
b) Analisis terhadap kelmpok kelompok tersebut apakah
mereka terdiri dari sub sub unit yang homogen dengan masalah
atau memiliki kepentingan yang khas.
c) Menyelidiki kepentingan atau prioritas pihak pihak
tersebut.
d) Meneliti kekhawatiran dan konflik antara kelompok
yang berbeda serta memberikan wawasan terhadap potensi dan
kelemahan yang dimiliki setiap kelompok.
e) Menelaah konsekuensi dan implikasi yang perlu di
pertimbangkan dalam perencanaan.

Berikut ini contoh matriks partisipatif dalam bentuk tabel berupa


Format Matriks Analisis Partisipatif yang dibuat dalam bentuk tabel,
berikut:

Tabel 5.3 Matriks Partisipatif


No Kelompo Kepenting Kekhawatir Konfli Poten Kelemaha Implika
. k an an k si n si
1
.
.
n
Sumber: Perencanaan Pembangunan Daerah, 2003: 194
Dari tabel diatas pengertian dari masing masing kolom dapat
dijelaskan sebagai berikut :

a) Kelompok, yaitu semua yang mempengaruhi dan


dipengaruhi oleh pembangunan, sesuai dengan usaha atau bidang
mata pencahariaan, minat dan fungsi
b) Kepentingan, yaitu keinginan atau harapan kelompok
tersebut yang berhubungan dengan bidang usaha mereka yang
perlu diperhatikan oleh perencana.
c) Konflik, untuk menampung kepentingan yang
bertentangan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lainnya

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-12
Usulan Teknis

d) Potensi, yaitu potensi yang dimiliki oleh masing


masing kelompok
e) Kelemahan, yaitu hal hal yang sangat penting bagi
keberhasilan kelompok tertentu namun hal tersebut berada di luar
kemampuan/ kontrol kelompok tersebut.
f) Implikasi, diperlukan untuk mengisi implikasi dan atau
konsekuensi bagi perencana untuk menampung dan merencanakan
program, menangulangi kelemahan dan merealisir potensi yang
ada dalam kelompok tersebut.

6. Matriks Kerjasama dengan Pihak Lain (MAKSAPIL)


Matriks Kerjasama dengan Pihak Lain (MAKSAPIL) merupakan
matrik yang menunjukkan hubungan kerjasama dalam suatu pelaksanaan
proyek antara pihak pelaksanan proyek dengan pihak-pihak lain diluar
proyek. Hubungan kerjasama tersebut diuraikan berdasarkan bidang
kerjasama/koordinasi dan mekanisme kerjasama antar masing-masing
pihak.
Berikut merupakan contoh Matriks Kerjasama dengan Pihak Lain
(MAKSAPIL) Proyek Optimalisasi Pengolahan dan Pemasaran Gamping.
Tabel 5.4. Contoh MAKSAPIL
Unit-unit Bidang Mekanisme
Unit-unit diluar
dalam kerjasama/koordi kerjasama/koord
proyek
proyek nasi inasi
Pimpro Pemerintah Daerah Pengesahan Proposal
rencana proyek kegiatan
dan alokasi dana Rapat
koordinasi
Dinas Pertambangan Perjanjian Kontrak
dan Teknologi kerjasama kerjasama
Mineral Pertukaran Rapat
Dinas Perindustrian informasi dan koordinasi
dan Perdagangan teknologi
Kelompok Usaha
Penambang
Gamping
Koperasi Penggalangan dana Kontrak
Swasta bantuan dana
Laporan
tahapan kegiatan
Unit Dinas Perindustrian Pelatihan Pertemuan
Penyuluh dan Perdagangan peningkatan rutin/Rapat
an Perguruan Tinggi pengetahuan dan koordinasi
Negeri dan Swasta

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-13
Usulan Teknis

Unit-unit Bidang Mekanisme


Unit-unit diluar
dalam kerjasama/koordi kerjasama/koord
proyek
proyek nasi inasi
Bimas kemampuan Pelatihan
penyuluhan dan Seminar
Transfer
informasi dan
teknologi
pengolahan kapur
Bantuan
tenaga penyuluh
Unit Dinas Perindustrian Bantuan teknologi
Sarana dan Perdagangan tepat guna
dan Perguruan Tinggi
Prasaran Negeri dan Swasta
a Kelompok Usaha Koordinasi Pertemuan
Penambang penggunaan koordinasi
Gamping (briefing)
Perusahaan Jual beli alat Perjanjian jual beli
Manufaktur
Koperaasi Kerjasama bantuan Perjanjian bantuan
Bank kredit kerjasama
Unit Dinas Perindustrian Kerjasama Penawaran
Pemasar dan Perdagangan informasi produk
an Pihak swasta distribusi / Penyebaran
sebagai target pemasaran brosur
pemasaran Kerjasama
Koperasi promosi

7. Proyeksi kebutuhan pembangunan dan pengembangan


kehutanan
Analisis Ketersediaan Lahan
Analisis ketersediaan lahan dilakukan untuk mengetahui potensi
lahan yang masih dapat dikembangkan untuk pertanian, di luar lahan
yang tidak dapat digarap (peruntukan kawasan lindung). Analisis
ketersediaan lahan mencakup penggunaan lahan di Kabupaten Trenggalek
yang meliputi kawasan persawahan, kawasan lahan kering/tegal, kawasan
perkebunan, dan kawasan hutan. Ketersediaan lahan dalam
pengembangan kawasan hutan utamanya dilakukan untuk menghitung
lahan potensial yang masih bisa dikembangkan untuk kegiatan
pengembangan ekonomi dalam sektor kehutanan.

8. Perumusan persoalan dan tantangan pengembangan dan


pembangunan
Analisis SWOT
Untuk kegiatan analisis permasalahan dan tantangan
pengembangan kehutanan digunakan metode SWOT. Analisis SWOT
merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan dalam

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-14
Usulan Teknis

menginterpretasikan wilayah perencanaan, khususnya pada kondisi yang


sangat komplek dimana faktor internal dan eksternal memegang peranan
yang sama pentingnya. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui potensi
dan masalah yang ada di suatu wilayah perencanaan dan bagaimana
masalah-masalah tersebut dapat terselesaikan dengan potensi yang ada.
Selain menganalisa atau mereview masa lampau, analisis ini juga
mempertimbangkan pula antisipasi dimasa depan. Analisis SWOT
menggunakan matrik sebagai berikut.
Tabel 5.5 Matriks Analisis SWOT
Internal Factor
Strength Weakness
Threaten yOpportunit
External Factor

SO WO

ST WT

Sumber: Modul Studio Perencanaan Desa, 2001: VI-4

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui strategi dasar pemecahan


masalah yang dapat diterapkan secara kualitatif. Adapun cara yang
dilakukan adalah menggabungkan/melakukan kombinasi dua komponen
SWOT sebagai berikut:
1. SO: strategi/alternatif pemecahan masalah dengan
memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk meraih
peluang (O)
2. ST: strategi/alternatif pemecahan masalah dengan
memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi
ancaman (T) dan berusaha menjadikan maksimal menjadi peluang
(O)
3. WO: strategi/alternatif pemecahan masalah dengan
meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O)
4. WT: strategi/alternatif pemecahan masalah dengan
meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih baik
dari ancaman (T)

Rencana Induk Pengembangan Kehutanan di Kabupaten


Trenggalek V-15

Anda mungkin juga menyukai