PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi masalah di Indonesia. Padahal berbagai
upaya penanganan, baik secara medik maupun upaya perubahan tingkah laku dengan
melakukan pendidikan kesehatan terus dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum
memberikan hasil yang menggembirakan. Setiap tahun penyakit ini masih menduduki
peringkat atas, khususnya di daerah-daerah miskin.
Uniknya, jumlah penderita diare yang datang ke Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) jauh lebih sedikit dibanding jumlah penderita sebenarnya. Mereka yang
memeriksakan diri ke Puskemas didata hanya 25 dari per 1.000 penduduk. Namun
berdasarkan survei yang dilakukan Depkes (Departemen Kesehatan) melalui survei
kesehatan rumah tangga, ternyata penderita diare berjumlah 300 per 1.000 penduduk
(Sinar Harapan, 2003).
Diare menyerang siapa saja tanpa kenal usia. Diare yang disertai gejala buang air
terus-menerus, muntah dan kejang perut kerap dianggap bisa sembuh dengan
sendirinya, tanpa perlu pertolongan medis. Memang diare jarang sekali yang berakibat
kematian, tapi bukan berarti bisa dianggap remeh. Penyakit yang juga populer dengan
nama muntah berak alias muntaber ini bisa dikatakan sebagai penyakit endemis di
Indonesia, artinya terjadi secara terus-menerus di semua daerah, baik di perkotaan
maupun di pedesaan, khususnya di daerah-daerah miskin. Di kawasan miskin tersebut
umumnya penyakit diare dipahami bukan sebagai penyakit klinis, sehingga cara
penyembuhannya tidak melalui pengobatan medik (Sunoto, 1987). Kesenjangan
pemahaman semacam ini merupakan salah satu penyebab penting yang berakibat
pada lambatnya penurunan angka kematian akibat diare (Surya Candra et al, 1990).
Kesenjangan pemahaman akan keadaan tubuh, dikarenakan bahwa masyarakat
mengembangkan pengertian sendiri tentang sehat dan sakit sesuai dengan
pengalaman hidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan oleh generasi sebelumnya
(Wolinsky, 1988). Artinya, masyarakat lapisan bawah seringkali mendefinisikan dirinya
sakit tergantung pada persepsi dirinya akan penyakit tersebut. Mungkin, mereka
mempersepsikan bahwa diare merupakan penyakit yang serius bila penyakit tersebut
telah mengganggu aktivitasnya dalam mengerjakan pekerjaan pokoknya.
Pemukiman kumuh merupakan kawasan yang menjadi tempat berkembangnya diare.
Padahal di perkotaan seperti Jakarta, kawasan kumuh terus berkembang, karena
semakin mahal dan terbatasnya lahan yang tersedia untuk pemukiman. Kerapatan,
bangunannya sangat tinggi (walaupun bangunannya permanen), tidak teratur, kondisi
ventilasinya buruk, dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik merupakan ciri
pemukiman kumuh.
Lingkungan yang buruk disertai rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk
berperilaku sehat menjadikan kawasan kumuh sebagai kawasan yang rawan akan
penyebaran penyakit. Lingkungan yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya
berbagai virus penyakit menular. Karena itu berbagai infeksi penyakit sering terjadi
pada para penghuni kawasan kumuh. Penyakit menular yang sering dijumpai adalah
diare, diikuti dengan penyakit infeksi lainnya seperti thypoid, ispa, penyakit kulit,
campak, leptospirosis, demam berdarah dengue (DBD) (Astuti MSA, 2002). Kelangkaan
air bersih menjadi sebab utama pemicu penyakit ini. Gaya hidup yang jorok, tidak
memperhatikan sanitasi menyebabkan usus rentan terhadap serangan virus diare.
Namun, seperti yang telah dijelaskan di atas, berkembangnya perilaku pencegahan ini
sangat tergantung pada kondisi pribadi masing-masing individu, termasuk persepsi
individu bersangkutan dalam memandang diare. Dengan kata lain jika seseorang
mempersepsikan diare adalah penyakit yang membahayakan maka yang bersangkutan
dapat diproyeksikan akan semakin berusaha keras untuk melakukan pencegahan agar
tidak terserang diare. Sebab, upaya pencegahan penyakit ini bersumber pada seluruh
aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya preventif (Aswitha Budiarso, 1987).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis gunakan meliputi :
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan di atas penulisan makalah ini bertujuan
untuk :
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Diare
Diare didefenisikan sebagai suatu kondisi di mana terjadi perubahan dalam kepadatan
dan karakter tinja dan tinja air di keluarkan tiga kali atau lebih per hari (Ramaiah,
2007:13).
Diare tejadi akibat pencernaan bakteri E.COLI terhadap makanan. Bakteri ini sangat
senang berada dalam tinja manusia, air kotor, dan makanan basi. Untuk mencegah
terjadinya diare, makanan yang diberikan kepada anak harus hygenis. Jangan lupa
juga untuk selalu mencuci tangan dengan bersih (Widjaja. 2005:26).
Sedangkan menurut Suriadi (2006:80) menyatakan bahwa diare adalah kehilanangn
cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuiensi satu kali atau
lebih buang air bentuk tinja encer atau cair.
Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana
terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Enteritis adalah infeksi yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus intestinal
(misalnya kholera, disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang menyertai
masa ketegangan saraf / stress.
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses
(tinja) lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi
lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari
14 hari. Seperti diketahui, pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali
atau dua kali dalam sehari dengan konsistensi feses padat atau keras.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih
dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa
disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada
lambung atau usus.
B. Etiologi Diare
Menurut Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi
enam golongan:
3. Alergi.
6. Penyebab lain.
C. Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,
seperti:
1. 1. Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari
oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
3. 3. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan
air yang benar.
4. 4. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.
3. Faktor makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampudiserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus yangmengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yangkemudian menyebabkan
Gastroenteritis.
D. Manifestasi Klinik
5. Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri amuba)
6. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
7. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
8. Kram abdominal
9. Demam
10. Mual dan muntah
11. Anoreksia
12. Lemah
13. Pucat
2. Kultur tinja
F. Pencegahan Diare
Penyakit diare dapat dicegah melalui
1. Menggunakan air bersih
Tanda-tanda air bersih :
Tidak berwarna
Tidak berbau
Tidak berasa
2. Memasak air sampai mendidih sebolum diminum untuk mematikan sebagian besar
kuman penyakit.
3. Membuang tinja bayi dan anak-anak dengan benar.
5. Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat.
Kalau bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
7. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti
air bersih dan jamban/WC yang memadai.
G. Penatalaksanaan Diare
Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi
pasien diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral
rehidration solution (ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera
apabila gejala diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di
rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah
gejala dehidrasi nampak.
Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata
lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan
untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya,
kesulitan dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah sakit, dan
lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time untuk mengatasi
masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi pasien kearah
yang fatal.
Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila
kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat
diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia,
Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik
yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik,
maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk
menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif
didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi
sudah membaik.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Banyak minum
2. Rehidrasi perinfus
6. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau
lendir dalam tinja akibat imflamasi mukosa lambung atau usus sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
Sebagai akibat dari berkurangnya absorpsi cairan dan elektrolit di usus besar, maka
muncul beberapa masalah keperawatan dari diare ini, diantaranya adalah adanya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang daru kebutuhan dan nausea.
Dari masalah tersebut, dipilih beberapa tindakan penatalaksanaan, diantaranya :
6. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain), misal
carboadsorben
8. Cegah komplikasi
B. Saran
1. Biasakanlah untuk selalu hidup sehat agar kita tidak terkena diare.
DAFTAR PUSTAKA
Ramaiah, safitri, 2007. All You Wanted To Know About Diare. Jakarta: Bhuana Ilmu
Popular.
Suryadi, dkk. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:percetakan penebar
swadaya.
Widjaja. 2007. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Widoyono, 2005. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasan. Jakarta: Erlangga.
Share on : Facebook Twitter Google+ Lintasme