Anda di halaman 1dari 12

PERCOBAAN II

PENGARUH SURFAKTAN TERHADAP KELARUTAN

A. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengaruh penambahan surfaktan terhadap
kelarutan suatu zat.
2. Mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi misel kritik
(KMK) suatu surfaktan dengan metode kelarutan.
B. Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibuatlah larutan Tween 80, masing-masing dengan konsentrasi 1%, 2%,
3%, 4%, dan 5% dalam 20 mL aquades.
3. Dimasukkan ke dalam gelas kimiauntuk masing-masing konsentrasi
larutan Tween 80-aquades dan diberi label.
4. Diaduk sampai homogen untuk masing-masing larutan tersebut.
5. Dilarutkan asam benzoat sedikit demi sedikit dalam masing-masing
campuran pelarut di dapat larutan yang jenuh.
6. Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan
yang larut selama pengocokan, ditambahkan asam benzoat lagi sampai
didapatkan larutan yang jenuh kembali.
7. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
8. Dititrasi dengan NaOH 0,1 M setelah didapatkan hasil filtrasi. Sebelum
dititrasi terlebih dahulu ditetesi indikator yaitu fenolftalein sampai timbul
kekeruhan yang stabil.
9. Dibuat grafik antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80
yang digunakan.
10. Ditentukan nilai konsentrasi misil kritik Tween 80.

C. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
No Konsentra Volum Volume Titran Indikator Perubaha
. si Tween e Titrat (mL) n Warna
80 Dalam
V1 V2 VR
Air (%)
Ungu
Fenolftalei
1. 1 5mL 2 2 2 Lembayu
n
ng
Ungu
Fenolftalei
2. 2 5mL 3 3 3 Lembayu
n
ng
Ungu
Fenolftalei
3. 3 5mL 4,5 4,5 4,5 Lembayu
n
ng
Ungu
Fenolftalei
4. 4 5mL 7 7 7 Lembayu
n
ng
Ungu
12, 12, 12, Fenolftalei
5. 5 5mL Lembayu
5 5 5 n
ng

2. Perhitungan
a. Perhitungan Konsentrasi Tween dalam Air
1) Konsentrasi Tween 80 1% dalam 20 mL air
1g
20 mL = 0,2 g 200 mg
100 mL

2) Konsentrasi Tween 80 2% dalam 20 mL air


2g
20 mL = 0,4 g 400 mg
100 mL

3) Konsentrasi Tween 80 3% dalam 20 mL air


3g
20 mL = 0,6 g 600 mg
100 mL

4) Konsentrasi Tween 80 4% dalam 20 mL air


4g
20 mL = 0,8 g 800 mg
100 mL

5) Konsentrasi Tween 80 5% dalam 20 mL air


5g
20 mL = 1 g 1000 mg
100 mL

b. Perhitungan Kadar Asam Benzoat


1) Konsentrasi Tween 80 1%
Volume NaOH= 2 mL
n NaOH = n Asam Benzoat
Massa (mg)
M.V =
Mr Asam Benzoat

Maka:
Massa (mg)
0, 1 M . 2 mL =
122,12 g / mol

Massa = 24,424 mg 0,0244 g

0,0244 g
Kadar % = 100%
5 mL
= 0,488%
2) Konsentrasi Tween 80 2%
Volume NaOH= 3 mL
Massa (mg)
0, 1 M . 3 mL =
122,12 g / mol

Massa = 36,636 mg 0,0366 g

0,0366 g
Kadar % = 100%
5 mL
= 0,732%
3) Konsentrasi Tween 80 3%
Volume NaOH= 4,5 mL
Massa (mg)
0, 1 M . 4,5 mL =
122,12 g / mol

Massa = 54,954 mg 0,0549 g

0,0549 g
Kadar % = 100%
5 mL
= 1,099%
4) Konsentrasi Tween 80 4%
Volume NaOH= 7 mL
Massa (mg)
0, 1 M . 7 mL =
122,12 g / mol

Massa = 85,484 mg 0,0854 g

0,0 854 g
Kadar % = 100%
5 mL
= 1,709%
5) Konsentrasi Tween 80 5%
Volume NaOH= 12,5 mL
Massa (mg)
0, 1 M . 12,5 mL =
122,12 g / mol

Massa = 152,65 mg 0,152 g

0,152 g
Kadar % = 100%
5 mL
= 3,052%
3. Grafik Hasil Percobaan

Pengaruh Penambahan Surfaktan


3.5 3.05
3
2.5
2 1.71
Konsentrasi Asam Benzoat (%) 1.5 1.1
1 0.73
0.49
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6

Konsentrasi Tween-80 (%)


D. Pembahasan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda
dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air
(hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik).
Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral.
Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar
muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal
dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara,
dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak.
Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang
panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus
hidroksil (Jatmika, 1998).
Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat
golongan yaitu surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoter. Surfaktan
anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion.
Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat
asam lemak rantai panjang. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian
alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium,
garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.
Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa
asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono
alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida. Surfaktan amfoter yaitu
surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif.
Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain
(Holmberg, 2004).
Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa
dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah
bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus
harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan,
maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air
dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi
lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian
pula sebaliknya, bila gugus non polarnya lebih dominan, maka
molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak
dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi
lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya
tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan
permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila
surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi
membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle
Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC
tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang
menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang
berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990).
Percobaan yang dilakukan kali ini membahas mengenai pengaruh
surfaktan terhadap kelarutan obat yang bertujuan untuk memahami dan
mengetahui pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat serta
mengetahui dan memahami cara menentukan konsentrasi misel kritik suatu
surfaktan dengan metode kelarutan.
Surfaktan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Tween 80, dengan
pemerian berupa cairan kental, transparan, tidak berwarna hampir tidak
mempunyai rasa. yang mana mempunyai kelarutan mudah larut dalam air,
dalam etanol (95%) P, dalam etil asetat P dan dalam metanol P, sukar larut
dalam parafin cair P (Ditjen POM, 1979).
Tween 80 dapat menurunkan tegangan antar muka antara obat dan medium
sekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel
larut ke dalam medium. HLB merupakan suatu parameter untuk
mengkorelasikan secara kuantitatif struktur surfaktan dengan aktifitas
permukaannya. Secara formal, harga HLB diberikan dalam kisaran skala 0-20.
Pada Tween 80 memiliki HLB 15 dimana semakin tinggi nilai HLB
menunjukkan surfaktan makin bersifat hidrofilik sehingga lebih mudah larut
dalam air. Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul
membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan
kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan
diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya
dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena
surfaktan dan membran mengandung komponen penyusun yang sama (Martin,
1993).
Percobaan ini digunakan konsentrasi surfaktan yang berbeda-beda yaitu
1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Setelah konsentrasi yang berbeda beda telah dibuat,
dilarutkan sampel yaitu asam benzoat kedalam larutan tersebut sedikit demi
sedikit hingga larutan menjadi jenuh ditandai dengan terbentuknya endapan
yang tidak larut. asam benzoat memiliki pemerian hablur bentuk jarum, atau
sisik, putih, sedikit berbau, agak menguap pada suhu hangat. Kelarutannya
sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam
eter. Agar sampel lebih mudah larut, diaduk campuran larutan dengan sampel
secara konstan dengan menggunakan mixer. Fungsi pengadukan secara
konstan ini bertujuan agar asam benzoat dapat tercampur secara homogen.
Kemudian di saring menggunakan kertas saring yang berfungsi memisahkan
residu dari asam benzoat dan kemudian di titrasi dengan NaOH. Dalam
menetapkan kadar asam benzoat digunakan metode titrasi asam basa. Pada
titrasi ini NaOH digunakan (basa kuat) sebagai titran, karena yang akan
dianalisis adalah asam lemah yaitu asam benzoat. Pada titrasi terjadi reaksi
netralisasi yang terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion
hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral dan garam.
Analit yang bersifat asam, pH mula-mula rendah, penambahan basa
menyebabkan pH naik secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan
mencapai titik ekuivalen. Pada saat reaksi ini mencapai kesetimbangan dan
membentuk garam. Maka, garam ini akan bereaksi dengan indikator dan
warna larutan berubah menjadi ungu lembayung. Karena pada titrasi ini garam
yang terbentuk bersifat basa maka indikator yang digunakan adalah indikator
fenoftalein (PP) yang bekerja pada range pH 8,3-10,0 dan menghasilkan
warna ungu lembayung saat berada pada titik akhir titrasi (TAT). Perubahan
warna ini tentunya disebabkan oleh perubahan struktur fenolftalein dalam
kondisi penambahan basa yang berlebih.
(Ditjen POM, 1995)
Hasil yang diperoleh untuk kosentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% kadar
asam benzoat berturut-turut adalah 0,488%, 0,732%, 1,099%, 1,709% dan
3,052%. Dari data hasil percobaan didapat bahwa semakin besar konsentrasi
surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan asam benzoat maka semakin
besar pula volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin besar konsentrasi surfaktan maka akan semakin tinggi pula kelarutan
asam benzoat di dalam air. Hal ini terjadi karena surfaktan merupakan molekul
ampifilik yaitu memiliki gugus hidrofilik (suka air, bersifat polar) dan gugus
lipofilik (suka minyak, bersifat non-polar), sehingga surfaktan memiliki
aftinitas dengan pelarut polar (air) ataupun nonpolar (minyak).
Berdasarkan grafik hasil percobaan, menunjukkan bahwa kadar asam
benzoat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi
surfaktan. Grafik setelah naik akan memperlihatkan garis lurus yang berarti
konsentrasinya menjadi konstan. Hal ini menunjukan surfaktan tersebut telah
menurunkan tegangan permukaan pada larutan asam benzoat sampai pada
titik Critical Micelle Concentration (CMC). Pada titik Critical Micelle
Concentration (CMC) ini surfaktan menjadi jenuh dan surfaktan yang berlebih
akan membentuk misel. Misel sendiri adalah suatu agregat yang mengandung
monomer-monomer surfaktan. Pada konsentrasi setelah CMC, surfaktan akan
meningkatkan kelarutan zat yang tidak larut air karena zat tersebut dapat
tersembunyi di dalam misel. Misel ini berperan dalam proses solubilisasi
miselar. Solubilisasi miselar adalah suatu pelarutan spontan yang terjadi pada
molekul zat yang sukar larut dalam air melalui interaksi yang reversibel dengan
misel dari surfaktan larutan sehingga terbentuk suatu larutan yang stabil secara
termodinamika. Peran surfaktan dalam bidang farmasi adalah untuk
meningkatan kelarutan suatu zat dalam pelarutnya serta menaikkan tegangan
permukaan larutan sehingga mempengaruhi penyerapan obat pada bahan
pembantu padat pada sediaan obat, penetrasi molekul melalui membrane
biologis, dan pembentukan dan kestabilan emulsi dan dispersi partikel tidak
larut dalam media cair untuk membentuk sediaan suspensi.
E. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kadar asam benzoat pada konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% yaitu
berturut-turut sebesar 0,488%, 0,732%, 1,099%, 1,709%, dan 3,052%.
2. Kadar asam benzoat pada konsentrasi 3%, 4%, dan 5% akan membentuk
misel yang disebabkan oleh surfaktan yang mengalami konsentrasi CMC
(Critical Micelle Concentration).
3. Semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan ke dalam larutan
asam benzoat maka semakin besar pula volume NaOH yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia: Jakarta

Genaro, R. A. 1990. Rhemingtons Pharmaceutical Science. 18th ed. Mack


Printing Company: Easton, Pennsylvania, USA.

Holmberg, Krister. 2004. Surfactants and Polymers in Aqueous Solution. Willey:


England.

Jatmika, A. 1998. Aplikasi Enzim Lipase dalam Pengolahan Minyak Sawit dan
Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan. Warta Pusat Penelitian Kelapa
Sawit 6 (1) : 31 - 37.

Martin, A. Bustamante, P. & Chun, A. H. C. 1993 Physical Pharmacy, 4th Ed.


(324-361) Lea and Febiger: Philadelphia, London.

Anda mungkin juga menyukai