Anda di halaman 1dari 8

Artikel Penelitun

Efikasi Pemberian Kombinasi Inhalasi


Salmeterol dan Flutikason Propionat
Melalui Alat Diskus pada Penyakit
Paru Obstruktif Kronik

Ademalla K. Nungtjik, Hadiarto Mangunnegoro, Faisal Yunus

Departemen Pulmonologi dan llmu Kedoheran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta

Abstrak: Perlu dilakukan penilaian efektivitas pemberian kombinasi selmeterol (50 1.tg) dan
flutikason propionat (500 1tg) dalam satu alat (diskus) dibandingkan dengan plasebo pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) derajat sedang sampai sangat berat.
Enam puluh dua pasien PPOK dewasa dengan rerata nilqi volume ekspirasi paksa detik pertama
(TEP ) 43'% disertakan dalam penelitian dan dilakuknn randomisasi tersamar ganda dengan
kontrol plasebo. Setiap subjek mendapatkan kombinasi salmeterol/flutikason propionat inhalasi
dua kqli sehari atau plasebo selama 12 minggu. Selamq pemberian obat, peneliti mencatat
penggunaan bronkodilator pasien, kejadian eksaserbqsi, penilaian kualitas hidup dengan
menggunakan kuesioner respirasi St.George (SGRQ), menilai perubahan nilai VEP, menilai
skala Modijied Medical Resesrch Councilfor Dyspnoea (MMRC), uji jalan 6 menit (6MWD),
serta mencatat kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi. Lima puluh tujuh pasien berhasil
menyelesaikan masa pengamatan/terapi 3 bulan, terdiri dari 29 pasien yang mendapatkan
kombinasi Salmeterol-Flutikasion propionat dan 28 pasien yang mendapatkan plasebo.
Kombinasi salmeterolffIutikason propionat dalam satu alat hisap (diskui menurunkan rerata
kejadian eltsaserbasi berat l2 minggu sebesar 28,750% pada setiap pasien dibanding kelompok
kontrol. Nilai VEP, kelompok perlakuan meningkat sebesar 5,36% serta didapatkan perbaikan
nilai MMRC, uji jalan 6 menit, dan SGRQ dibanding plasebo. Hasil ini menunjukknn peran
pemberian kombinasi salmeterol/flutikason propionat pada manajemen jangka panjang pasien
dengan PPOK derajat sedang sampai sangat berat.
Katu kunci: PPOK, salmeterol/flutikason propionat, kualitas hidup.

s46 Maj Kedokt Indono Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010
Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada Penyakit paru

Efficacy of combination of salmeterol and tr'luticasone propionate in a


Single rnhaler (discus) on chronic obstructive purmonary Disease

Ademalla K. Nungtjik, Hadiarto Mangunnegoro, Faisal yunus

Qepartment of Pulmonology and Respiratory Medicine Faculty of Medicine Unirersity of Indonesia,


Persahabatan Hospital Jakarta

Abstract: The fficacy of combinationof salmeterol (50 trtg) andfluticasonepropionate (500


1tg) in
a single inhaler (discus) compared with placebo were evaluated in patients with moderate to very
severe chronic obstructive pulmonary disease (COPD). In l2 weeks, randomized, double-blind,
placebo-controlled, paralled-group study in 62 adults (mean age 67 years, mean Forced Expira-
tory Volume in one second (FEV ) 43% predicted normal), patients receivetl inhalation twice daily
ofeither salmeterol/fluticasone propionate or placebo. Daily bronchodilator use, exacerbations,
quality of life using st. George Respiratory Questionnaire (sGRq, change of FEV,, Modified
Medical Research councilfor Dyspnoea (MMRC), Six Minute walking Distance (6MWD), ad-
verse event were recorded. Fifty seven patients completed the 3-month treatment period: 29
patients received combination salmeterol/fluticasone propionate and 28 patients received pla-
cebo. Combination ofsalmeterol/Jluticasone propionate in a single inhaler (discus) reduced the
mean number of severe exacerbations per patient within 12 weeks by 28.57% versus placebo.
Forced Expiratory Volume in one second increased by 5.36% versus placebo and improved
MMRC scale, 6MWD, sGRQ in therapy group versus placebo. These results suggest a rolefor
combination of salmeterol(luticasone propionate in the longierm management of moderate to
very severe chronic obstructive pulmonary disease.
Key words: COPD, salmeterol/fluticasone propionate, quatity oflife.

Pendahuluan ekspresi reseptor cr-agonis sehingga meningkatkan aktivitas


Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan antiinflamasi dan mencegah toleransi B, agonis kerja lama
masalah kesehatan di seluruh dunia. Prevalensi, morbiditas, pada pemakaianjangka panjang.l'6-10 Penelitian Toward a revo-
dan mortalitas PPOK mulai meningkat di seluruh dunia dan lution in Chronic obstructive pulmonary disease Health
diperkirakan merupakan masalah kesehatan yang membu- (TORCH) merekomendasikan penggunaan kombinasi inhalasi
tuhkan perhatian khusus dalam penatalaksanaan dan salmeterol/flutikason propionat 500 pg pada pasien-pasien
pencegahan terhadap penumnan progesivitas fungsi paru.l PPOK deralat sedang-berat dengan VEp, (volume ekspirasi
Keterbatasan jalan napas telah lama diidentifikasi sebagai paksa detik p ertama) <60Yoprediksi.
"
faktor penting pada penyakit ini. Bronkodilator golongan
B,
agonis dan antikolinergik telah menjadi terapi standar tetapi Metode
banyak pasien tetap memiliki keluhan walaupun penggunaan Penelitian ini merupakan suatuuji klinis tersamar ganda
bronkodilator telah optimal.tr Adanya inflamasi jalan napas dengan randomisasi. Penelitian dilakukan di poliklinik Asma
dan sistemik menunjang rasionalisasi penggunaan inhalasi RS Persahabatan Jakarta pada bulan Oktober 2008 sampai
kortikosteroid (ICS) sebagai terapi antiinflamasi pada September 2009. Populasi penelitian adalah pasien ppOK
PPOK.3'a Terapi kombinasi inhalasi
F, agonis ke{ alama darr stabil derajat II-IV (sedang-sangat berat) sesuai kriteria G/o-
kortikosteroid lebih baik dibandingkan penggunaan masing- bal Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD)
masingkomponen.Inhalasi F, agonis kef a lamamemperbaiki 2008. Pasien yang dipilih sebagai subjek adalah yang berobat
fungsi paru dan status kesehatan, ICS mengurangi frekuensi jalan di Poliklinik Asma RS Persahabatan dan memenuhi
eksaserbasi dan memperlambat kemunduran status kese- kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Besar
hatan.s Pada tingkat molekuler, kombinasi p, agonis kerja sampel dihitung berdasarkan uji hipotesis terhadap rerata2
lama dengan kortikosteroid memiliki efek aditif dan sinergis, populasi untuk 2 kelompok independen. Hasil perhitungan
Br-agonis meningkatkan translokasi reseptor glukokortikoid besar sampel didapat sejumlah 62 pasien dengan besar sampel
(GR) sedangkan kortikosteroid meningkatkan transkripsi dan minimal adalah 57.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010


Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada Penyakit Paru

Pasien yang dimasukkan sebagai subjek penelitian kontrol dengan kete-rangan: 1 pasien meninggal dunia pada
adalah lakilaki atauperempuanusia 40-80 tahun, merupakan minggu ke-4 penelitian dengan penyebab kematian
PPOK stabil sesuai kriteria GOLD, memiliki nilai VEP, <60% dipertimbangkan tidak ber-hubungan dengan obat penelitian
prediksi, serta bersedia mengikuti penelitian dan menanda- serta2 pasien lainnya menolak melanjutkan penelitian pada
tangani formulk informed cons ent. Kriteia penolakan subjek minggu ke-3 dan ke-4 dengan alasan obat penelitian yang
penelitian meliputi pasien PPOK ketergantungan steroid atau diterima tidak mem-berikan efek sama sekali. Meskipun besar
membutuhkan steroid jangka par4ang, terakhir minum sampel berkurangtetapisudah memenuhi besar sampel yang
antibiotik, tambahan steroid oral, injeksi atau inhalasi kurang diperbolehkan secara perhitungan statistik yaitu 57 pasien.
dari 4 minggu sebelum penelitian, membutuhkan terapi
oksigen tenggatlama (LTOT), memiliki penyakit paru lain: KaruHeristik Sabjek Penelitian
tuberkulosis (TB), pneumonia, ataupun tumor paru, memiliki Karakteristik subjek penelitian unhrk kedua kelompok
riwayat penyakit obstruktif sebab lain seperti sindrom dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor (tabel 1) yaitu jenis
obstruksi pascatuberkulosis (SOPT), dan bronkiektasis, kelamin, usia, tinggi badan, berat badan, IMI status merokok
pasien asma dan uji fungsi paru menunjukkan reversibilitas dan deraj at PPOK tetapi secara statistik masing-masing faktor
VEP,t->15% atau>200 cc, memiliki alergi terhadap salah satu menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna.
komponen obat, hamil ataupun menyusui.
Pasienyang memenuhi kriteria seleksi dibagi menjadi 2 KuruMeristik Nilui Dusar Penelitiun
kelompok yaitu kelompok salmeterol/flutikason propionat/ Variabel yang dinilai padapenelitian ini adalahuji firngsi
seretide diskus (kelompok perlakuan) dan kelompok plasebo/ paru, skala MMRC, uji jalan 6 menit, kualitas hidup meng-
plasebo diskus (kelompok kontrol). Kedua diskus dibuat gunakan kuesioner SGRQ, frekuensi eksaserbasi, pemakaian
identik sehingga peneliti maupun pasien tidak dapat obat bronkodilator baik oral maupun IDT serta kejadian yang
membedakannya. Pembagian pasien menjadi dua kelompok
secara acak dengan prosedur penelitian sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Menurut Jenis Kela-
periode skrining yaitu anamnesis (riwayat PPOK, obat yang min, Usia, Berat Badan, Tinggi Badano Status Mero-
digunakan, serangan eksaserbasi selama I tahun terakhir), kok, Indeks Brinkman dan Derajat PPOK
pemeriksaan fisis, uji fungsi paru, foto toraks untuk me-
Kelom- Perla- Kelom- Kontrol
nyingkirkan penyakit paru lain dan jantung, jika dibutuhkan pok kuan pok
dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi untuk menying-
kirkan penyakitjantung. Periode pengobatan (12 minggu) Jumlah subjek 29 s0,88% 28 49,120h
yaitu semua pasien diberikan diskus, kelompok perlakuan Jenis kelamin
Laki-laki 28 96,55% 27 96,43%
mendapat seretide@ diskus 500 pg,2 kali sehari sedangkan Perempuan 1 3,45% 1 3,57%
kelompok kontrol mendapat plasebo diskus 2 kali sehari, Usia (th)
masing-masing pasien tetap diperbolehkan menggunakan Mean 65,17 7,50 68,43 6,23
bronkodilator baik inhalasi dosis terukur (IDT) maupun oral Median 66,00 68,50

bila sesak. Semua pasien melakukan pengisian lembar


Kisaran 48,00 79,00 52,00 80,00
Berat badan (kg)
kuesioner St George's Respiratory Questionnaire (SGRQ) Mean 55,45 10,72 54,21 8,70
yang telah diterangkan sebelumnya, uji fungsi paru, skala Median 57,00 54,00
Modified Medical Research Council for Dyspnoea (MMRC) Kisaran 3 8,00 84,00 36,00 74,00
Tinggi badan (cm)
dan uji jalan 6 menit. Setiap pasien diberi buku harian untuk
Mean 159,72 4,64 t60,25 6,26
mencatat gejala sesak, batuk, produksi maupun purulensi Median 160,00 I 61 ,50
sputum, penggunaan obat pelega oral atau inhalasi/IDT serta Kisaran 151,00 170,00 141,00 170,00
kejadian yang tidak diharapkan. Evaluasi buku harian Indeks Massa Tubuh/
IMT (kg/cm'?)
dilakukan pada akhir minggu ke-4, ke-8 dan akhir minggu ke- Mean 2l,7 0 3,9r 2t,06 2,74
12. Akhirperiode pengobatan (akhir minggu ke- 12) dilakukaa Median 2l,83 21,13
kembali pengisian lembar kuesioner SGRQ, uji fungsi paru, Kisaran 14,48 31 ,62 15 ,24 26,22
skala MMRC danujijalan 6 menit. Penelitian dilakukan setelah Status merokok
keluarnya uji etik dari komite etik FKUI. Analisis data
Perokok 4 13,79% 8 28,57%
Bekas perokok 24 82,76% 20 71,43%
dilatcukan pad a 57 dai62 subjek. Bukan perokok 1 3,45% 0 0
Indeks Brinkman
Hasil Sedang,20l-600 15 5t,72% 10 35,7lo/o
Berat, >600 14 48,28% 18 64,29Vo
Terdapat 5 subjek dari 62 subjek yang dikeluarkan dari Derajat PPOK
penelitian yaitr 2 pasien dari kelompok perlakuan karena Sedang I0 34,480 1 I 39,29%
tidak datang saat kunjunganke-2 dengan alasan pulang Berat 14 48,28Yo 15 53,57%
kampung dan 3 pasien lainnya dikeluarkan dari kelompok Sangat berat 5 17,240 2 7,14%

548 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010
Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Metalui Alat Diskus pada Penyakit paru

tidak diharapkan. Nilai VEP, pada kelompok perlakuan dasar, sebaliknya pada kelompok kontrol terjadi rerata
berkisar antara 400,00-2 280,00 mL dengan renta957,24r penunrnan nilai VEP, sebesar 3,76+4,33yo. Pengamatan
435 ,32 ml sedangkan pada kelompok kontrol berkisa.r antara peneliti terhadap skor MMRC pada kelompok perlakuan
490,00-2 080,00 mL dengan rerata nilai 951,43+399,3 mL. tet'adi penunrnan skor dengan rerata sebesar 0,4I+0,57oA
Berdasarkan uji statistik tidak menunjukkan perbedaan dibanding peningkatan skor MMRC pada kelompok kontrol
bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok dengan rerata 0,43+0,57 (tabel 2).
kontrol (p:0,96). Persentase VEP, pada kelompok perlakuan Pada penelitian ini juga didapatkan terdapat penurunan
berkisar antara 20,62-59,23yo dengan rerata 42,03+1 1,990 skor total SGRQ kelompok perlakuan secara bermakna
sedangkan pada kelompok kontrol berkisar antaru 21,46- dibanding kelompok kontrol (tabel2) dengan rerata penu-
57 ,89Yo denganrcrata 43,66+9,72yo. Berdasarkan uji statistik runan sebesar 6,06+2,7 4 satuan (p:0,00 1). Perubahan terbesar
menunjukkan perbedaan tidak bermakna antata kedua skor SGRQ terjadi pada skor aktivitas SGRQ dengan rerata
kelompok 0:0,58). Rerata skala MMRC untuk kelompok penunrnan sebesar I l,12+10,34 satuan, diikuti berlurut-turut
perlakuan 1,59+0,68 dengan kisaran 0,00-3,00 sedangkan skor gej ala SGRQ (8, 95+ I 4, 0 8) dan damp ak (2,3 4+5,00 ).
untuk kelompok kontrol 1,39+0,92 dengan kisaran 0,00-4,00
keduanya menunjukkan tingkat sesak sedang pada awal uji Tabel 2. Perubahan Nilai Penelitian
klinis. Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat perbedaan
bermakna antara kedua kelompok (p:0,37). Variabel Kelompok Kelompok Nilai p*
Jarak jalan dengan uji jalan 6 menit pada kelompok Perlakuan Kontrol
x+/-sB x+/-sB
perlakuan berkisar antara 120,78-472,65 m dengan rerata
350,62+65,32 m dan pada kelompok kontrol berkisar antara A Faal paru
220,51-472,65 m dengan rerata360,22+51,88 m. Hasil uji vEPl 39'33+156,73 -66,0'7+213,10 0,035
statistik pada uji jalan 6 menit untuk kedua kelompok %vEP 5,36+3,23 -3,76+4,33 0,000
menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p:0,54). Peneliti A MMRC
mendapatkan peningkatan j arak j alan 6 menit pada kelompok Skala -0,41+ 9,57 0,43+0,57 0,000
perlakuan dengan rerata sebesar 42,53+50,33 m dibanding
A Jarak jarak jalan 6 menit
penurunan jarak jalan 6 menit pada kelompok kontrol dengan Jarak jalan 42,53+50,33 -4t,40+57 ,69 0,000
rerata sebesar 41,40+57,69 m.
Nilai SGRQ gejala padakelompok perlakuan berkisar A Nilai SGRQ
antara 23,19 -90,l lo/o dengan terata 57p}+l 5,'7 Zo sedangkan
Gejala -8,95+i4,08 11,55+11,36 0,000
pada kelompok kontrol berkisar antara 13,00-i S,BTohdengan Aktivitas -11,12+10,34 1,90+7,73 0,000
rerata 55,7 5+16,500 . Hasil uji statistik pada kedua kelompok
menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p:0,77). Nilai SGRe
Dampak -2,34+5,00 5,62 +5,41 0,000
aktivitas pada kelompok perlakuan berkisar antara 12,17- Total -6,06+2,74 5,33 +2,68
86,37yo dengan rerata 64,02+I9,16oh dan pada kelompok
*t-test
kontrol berkisar antara 7,7 l-100,00oh dengan rerata
61,09+17,650/o, secara uji statistik menunjukkan perbedaan
tidak bermakna (p{,56). Nilai SGRQ dampakpada kelompok Perubshun Jurak Julan 6 Menit
perlakuan berkisar antara 12,17-86,3'7yo dengan rerata Setelah 12 minggu penelitian dilakukan kembali pengu-
36,51+17 ,630A dan pada kelompok kontrol berkisar antara3,20- kuran jarak jalan 6 menit. Peneliti mendapatkan penin gkatan
83,l5yo dengan rerata 38,88+18,850/0, secara uji statistik jarak jalan 6 menit pada kelompok perlakuan dengan rerata
menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p:0,63). Nilai SGRe sebesar 42,53+50,33 m dibanding pemrunan jaruk jalan 6
total kelompok perlakuan berkisar antara 23,78-j6,90oh menit pada kelompok kontrol dengan rerata sebesar 41,40+
dengan rerata 48j3+13,60oh dan pada kelompok kontrol 57,69m.
berkisar antara 20,51-83,41o dengan rerata 48,30+14,600 .
Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna Frekuensi Eksaserbasi
(p{,97). Dalam 12 minggu penelitian, kelompok perlakuan mem-
berikan efek pengurangan frekuensi eksaserbasi sebesar
Perubahan Nilai Penelitiannya 28,570h.
Perbaikan fungsi paru pada penelitian ini dinyatakan
sebagai perubahan nilai VEP, yang berbeda bermakna antara Penggunaan Bronkodilator Oral
kelompok perlakuan dan kontrol setelah 12 minggu penelitian Penggunaan obat bronkodilator oral pada penelitian ini
(tabel 2). Kelompok perlakuan yang mendapat kombinasi dilihat dai catalan buku harian saat pasien kontrol ulang
inhalasi salmeterol/flutikason propionat menunjukkan rerata dan dihitunguntukpemakaian selama I minggu. Penggunaan
perbaikannilaiVEP,sebesar5,36+3,23Yodlbandtngkannilai obat bronkodilator oral pada minggu pertama kelompok

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010 549
Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada Penyakit Paru

kosteroid jangka panjang memberikan keuntungan tetapi


tidak terdapat kejadian yang tidak diharapkan seperti pneu-
400 monia. Pada penelitian ini kejadian pneumonia tidak dapat
350 ditentukan karena singkatnya waktu penelitian dan ter-
^E 300 batasnya besar sampel.
!i
6
zso
Diskusi
G 200

* 150 Pada penelitian ini didapatkan perbaikan fungsi paru


?6 100 pada kelompok perlakuan dibanding kontrol. Perbaikan fungsi
50 paru ini disebabkan oleh interaksi sinergis antara ICS dengan
pr-agonis kerja lama. Kombinasi inhalasi salmeteroli
flutikason propionat memberikan keuntungan lebih besar
dalam memperbaiki fungsi paru kerena efek penekanan
inflamasi jalan napas. Perbaikan efek antiinflamasi gluko-
Gambar 1. Perubahan Jarak Jalan 6 Menit kortikoid akibat meningkatnya retensi dan translokasi
reseptor glukokortikoid oleh Fr-agonis kerja 1ama. Korti-
perlakuan sebesar I7,2 kapsul dan pada akhir penelitian kosteroid meningkatkan transkripsi dan ekspresi reseptor pr-
berkurang menjadi 3,4 kapsul per minggu dengan rerata agonis dan Br-agonis meningkatkan translokasi reseptor
10,72+4,59. Pada kelompok kontrol, penggunaan obat glukokor-tikoid.l'6-10 Kortikosteroid juga menurunkan
bronkodilator oral pada minggu pertama penelitian sebesar ekspresi reseptor muskarinik pada otot polos jalan napas
I 5,4 kap sul dan meningkat menj adi 1 9,6 kapsul per minggu
yang memungkinkan relaksasi otot lebih mudah oleh pr-
pada akhir penelitian dengan rerata 18,7 4+1,73 kapsul. Secara agonis.r2
statistik terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok
Penelitian serupa melibatkan 60 pasien PPOK setelah
12 minggupemberiankombinasi ICS dan Br-agonis ke{alama
@<0,001). Gambar 3 menjelaskan rerata penggunaan obat
bronkodilator oral untuk kedua kelompok selama 12 minggu menunjukkan perbaikan nilai VEP, dibanding kelompok
penelitian. plasebo.l3 Calverley et al.s juga menunjukkan bahwa pem-
berian kombinasi inhalasi salmeteroVflutikason propionat (50/
Penggunaan Bronkodilator ID T 500 pg) memperbaiki nilai VEP,, perbaikan status kesehatan,
Penggunaan bronkodilator IDT diamati menggunakan
pengurangan gejala harian dan pengurangan eksaserbasi
buku harian dan dihitung untuk pemakaian selama 1 minggu.
dibanding plasebo atau terapi dengan salah satu komponen
Pemakaian obat bronkodilator IDT kelompok perlakuan pada obat saja. Perbaikan fungsi paru pasien PPOK menggunakan
awal penelitian sebesar 430 semprotan/minggu dan berkurang
kombinasi inhalasi salmeterol/flutikason propionat juga
menj adi 1 80 semprotan/minggu pada akhir penelitian dengan
ditemukan pada sejumlah penelitian lain yang dilakukan oleh
rerata penggunaan IDT sebesar 281 ,'79+86,27 semprotan/ Hanania et al.6 danKardos et al.ta.
minggu. Pemakaian bronkodilator IDT kelompok kontrol pada Inhalasi kortikosteroid dapat mencegah j umTah homolo-
awal penelitian sebesar 425 semprotan/minggu dan bertambah
gous down regulation Fr-agonis dan menyebabkan
meniadi 490 semprotan/minggu dengan rerata penggunaan peningkatan kecepatan sintesis reseptor melalui proses
IDT sebesar 4 51,67 +51,98 semprotan/minggu. Secara statistik transkripsi gen reseptor Br-agonis.l2 Pengaruh ini memberikan
terdapat perbedaan bermakna dalampenggunaan IDT untuk dampak klinis tidak hanya mencegah pengembangan toleransi
kedua kelompok (p<0,001). Bronkodilator IDT digunakan lrpadapasien yang mendapatkan terapi bronkodilator Br-
hanya dalamkeadaan sesak. Pada penelitian ini, penggunaan agonis tetapi juga meningkatkan respons F, sehingga
bronkodilator IDT pada kelompok perlakuan berkurang kombinasi salmeterol/flutikason propionat memungkinkan
mencapai 58,l4yo sedangkan pada kelompok kontrol perbaikan fungsi paru. Hasil penelitian ini bersesuaian
meningkat seb esar I 5,29oh.
dengan sejumlah penelitian lain seperti }l4.ake et al.l
menjelaskan bahwa kombinasi salmeterol/flutikason
Kejadian yung Tidak Diharapkan propionat efektif memperbaiki fungsi paru mulai minggu
pertama sampai minggu ke-S, perbaikan sesak, perbaikan
Kejadian yang tidak diharapkan pada kelompok per-
lakuan selama I 2 minggu penelitian sangat j arang dan ringan.
keluhan seperti terbangun malam dan pengurangan
penggunaan bronkodilator sebagai pelega sehari-hari dan di
Dua pasien mengalami iritasi tenggorokan masing-masing
wakhrmalam.
pada hari ke-43 dan hari ke-5 I setelah pemberian salmeteroV
Sesak merupakan penyebab utama pengurangan
flutikason propionat dan 1 pasien mengeluh suara serak pada
hari ke-62 penelitian. Seluruh terapi aktif ditoleransi dengan
aktivitas harian, kecemasan dan alasan utama mencari
pengobatan sehingga skor sesak juga digunakan sebagai
baik dan tidak terdapat bukti efek samping ke jantung serta
salah satu variabel yang dinilai pada penelitian ini.a Terdapat
masalah lain yang bermakna. Penggunaan inhalasi korti-

550 Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010
Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada Penyakit Parul

banyak skala untuk menilai sesak seperti transient dyspnea 5, I 0%


untuk seluruh kasus dan risiko kematian karena respirasi
index (TDI), baseline dyspnea index (BDI), skala sesak Borg meningkat sebesar 12,9o/o. Kuesioner SGRQ terdiri atas gejala,
tetapi pada penelitian ini menggunakan skala sesak Modi- aktivitas, dampak dan skor total dari masing-masing kelompok.
fied Medical Research Council for Dyspnoea (MMRC) Penilaian kualitas hidup meningkat apabila diperoleh
sebagai parameter sesak dengan alasan skor MMRC dapat penurunannilai SGRQ. Penurunan4 satuan skortotal SGRQ
memperkirakan kemungkinan ketahanan hidup di antara berhubungan dengan perbaikan keluhan secara subjektif dan
pasien-pasien PPOK dan mempunyai korelasi yang baik objektif seperti kemampuan berjalan lebih jauh dan ber-
dengan skala lainnya serta skor status kesehatan.ls Skala kurangnya keluhan sesak sebelum dan sesudah latihan.s
MMRC menunjukkan persepsi pasien terhadap keluhan Hasil penelitian ini menunjukkan penurunan skor SGRQ pada
sesak dengan kisaran nilai antara 0 (nilai terendah) dan 4 kelompok perlakuan yang bermakna secara statistik, seperti
(nilai tertinggi). Pengamatan peneliti terhadap skor MMRC yang diperlihatkan pada Gamb ar 2, selinggamengindikasikan
pada kelompok perlakuan terjadi penurunan skor dibanding peran pemberian salmeterol/flutikason propionat pada
peningkatan skor MMRC pada kelompok kontrol (tabel2). manajemen PPOK derajat sedang sampai sangat berat.
Pengurangan kapasitas latihan dan keterbatasan Gambar 2 memrnjukkanperubahan skor total SGRQ. Penelitian
aktivitas umumnya dialami oleh pasien PPOK, lebih dari 60% yang dilakukan Cazzola et al .12 dan Calverley et al.5
pasien dilaporkan mengalami keterbatasan latihan dan menunjukkan bahwapasien yang diterapi dengan kombinasi
aktivitas. Keterbatasan latihan merupakan penentu utama ICS dan Br-agonis kerja lama memrnjukkan perbaikankualitas
kegagalan kualitas hidup pasien PPOK.'5 Uji jalan 6 menit hidup yang diukur menggunakan skor SGRQ.
telah distandarisasi dan mudah dilakukan, merupakan
prediktor yang baik untuk menilai risiko mortalitas pasien
PPOK.l8 Uji jalan 6 menit menggambarkan konsekuensi
sistemik.5,l5-r8 Kelompok perlakuan dalam penelitian ini
mengalami peningkatan jarak jalan 6 menit sedangkan pada
kelompok kontrol mengalami penurunan jarak. Meskipun
o
rerata peningkatanjarak jalan 6 menit yang dicapai kelompok
6oo
at
perlakuan tidak mencapai nilai standar yang direkomen- Eso
o
daslkan American Thoracic Society (ATS) yaitu sebesar 54
m tetapi secara statistik hasil pengukuran ulangj arakjalan 6 bzo
J
at,
menit setelah I 2 minggu penelitian diantara ke-2 kelompok 10
menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,001). Gambar 1
menunjukkan perubahan jarak jalan 6 menit saat awal dan
akhir penelitian pada kedua kelompok. Perbaikan fungsi paru
menyebabkan perbaikan toleransi latihan dan mengurangi
beratnya eksaserbasi. Kedua faktor tersebut merupakan
faktor penting menentukan status kesehatan.22 Gambar 2. Perubahan Skor Total SGRQ
Kualitas hidup merupakan tingkat keadaan individu
dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat Frekuensi Eksaserbasi
psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang Eksaserbasi merupakan komponen integral mortalitas
diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran dan dihubungkan dengan percepatan kemunduran baik
tersebut. Kualitas hidup pada pasien PPOK merupakan hal fungsi paru maupun kualitas hidup.6 Dalam 12 minggu
yang sangat penting karena erat hubungannya dengan penelitian, kelompok pasien yang mendapatkan kombinasi
kondisi sesak. Keluhan sesak akan menyulitkan pasien inhalasi salmeterol/flutikason propionat memberikan efek
melakukan aktivitas harian (status fungsional).16 Saat ini pengurangan frekuensi eksaserbasi sebesar 28,57 o/o. Hasll
terdapat banyak kuesioner yang tersedia untuk menilai ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang
kualitashiduppasienPPOK,diantaranyaadalahsGRQyang menunjukkan bahwa pemberian kombinasi inhalasi salmeteroV
menggambarkan 4 domain atau komponen penting yaitu flutikason propionat memberikan dampak pada pengurangan
sensasi somatik, fungsi fisik, status emosi atau psikososial frekuensi eksaserbasi.5,2O Penelitian Inhqled STeroids ANd
dan interaksi sosial.rs long-acting Fr-agonist (TRISTAN) mengkombinasikan
Domingo et al.te meny atakan bahwa SGRQ merupakan salmeteroVflutikasonpropionat (50/500 pg) selama 52 minggu
kuesioner spesifik untuk mengevaluasi kesehatan yang menunjukkan perbaikan bermakna nilai VEP, dibanding
dihubungkan dengan kualitas hidup pasien PPOK, secara kelompok plasebo, jumlah eksaserbasi pertahun berkurang
independen dihubungkan dengan kematian karena seluruh sebanyak 25o/o padakelompok terapi kombinasi sedangkan
kasus dan karena kasus respirasi. Setiap peningkatan 4 pada kelompok Salmeterol saja dan kelompok Flutikason
satuan skor total SGRQ, risiko kematian meningkat sebesar propionat saja jumlah eksaserbasi pertahun berkurang

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 120 Desember 2010


Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada Penyakit Paru

masing-masing sebanyak 20% dibanding kelompok plasebo. pelega pada kelompok kombinasi inhalasi. Hal tersebut sejalan
Metaanalisis yang dilakukan Sin et al.2t mengusulkan efek dengan hasil penelitian ini yang mendapatkan penurunan
aditif ICS dan Br-agonis kerja lama pada eksaserbasi PPOK, penggunaan bronkodilator IDT secara bermakna pada
dibanding kelompok placebo, terapi kombinasi mengurangi kelompok yang mendapat inhalasi salmetero/flutikason
eksaserbasi sebesar 48%o.5 propionat dibandingkan kelompok kontrol.
Eksaserbasi pada PPOK berhubungan dengan
peningkatan respons inflamasi yang didominasi neutrofil Kejudian yang Tidak Diharupkun
pada jalan napas meskipun pada beberapa eksaserbasi Penelitian ini tidakmendapat kejadian tidak diharapkan
inflamasi jalan napas diperankan eosinofil. Inhalasi korti- yang berr.nakna.
kosteroid mengurangi jumlah eosinofil jalan napas yang
berhubungan dengan pengurangan eksaserbasi PPOK. Kesimpulan
Kombinasi inhalasi F, agonis kerja lama dengan korti- Pemberian kombinasi inhalasi salmeterol/flutikason
kosteroid memiliki efek aditif dan sinergis, Br-agonis propionat selama 3 bulan meningkatkan VEP, menurunkan
meningkatkan translokasi GR sedangkan kortikosteroid frekuensi eksaserbasi, menurunkan keluhan sesak, mening-
meningkatkan transkripsi dan ekspresi reseptor pr-agonis katkan jarakjalan 6 menit dengan serta mampu memperbaiki
dengan demikian meningkatkan aktivitas antiinflamasi dan kualitas hidup. Kejadian tidak diharapkan berupa faringitis
mencegah toleransi F, agonis kerja lama pada pemakaian dan suara serak pada pemberian kombinasi inhalasi sa1-
jangka panjang.l'6"10 Efek ini menyebabkan dampak klinis tidak meteroVflutikason propionat jarang dan tidak berat sehingga
hanya mengurangi frekuensi eksaserbasi tetapi juga per- pemberian kornbinasi inhalasi salmeteroVflutikason propionat
baikan fungsi paru yang berdampak pada peningkatan sta- selama 3 bulan cukup aman.
tus kesehatan.22
DaftarPustaka
Penggunaan Bronkodilator Oral 1 . Make B, Hanania NA, Zttwallack R, Kalberg C, Emmett A, Brown
C, et al. The efficacy and safety of inhaled fluticasone propi-
Penggunaan bronkodilator oral menggambarkan epi-
onate/salmeterol and ipratropium/albuterol for the treatment of
sode sesak yang dialami pasien. Pada kelompok yang chronic obstructive pulmonary disease: an eight-week, multi-
mendapatkan inhalasi salmeterol/flutikason propionat terjadi center, randomized, double-blind, double-dummy, parallel-group
penurunan penggunaan bronkodilator oral sedangkan pada study. Clin Ther. 2005;21 :531-42.
kelompok kontrol terjadi sebalilceya. Terjadinya pengurangan 2. Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Pathogenesis, pathology and pathophysioiogy. In: Globai strat-
penggunaan kapsul sesak merupakan akibat berkurangnya egy for diagnosis, management and prevention of chronic ob-
keluhan harian dan perbaikan fungsi paru. Pengurangan structive lung disease. Washington D.C. NHLBI Publication: Up-
sesak terjadi sebagai konsekuensi efek relaksasi otot polos dated. 2008.p.24-41.
dan perbaikan pengosongan paru selama pernapasan tidal.6 3. Mahler DA, Wire P, Horstman D, Chang CN, Yates J, Fischer !
et al. Effectiveness of Fluticasone Propionate and Salmeterol
Combination Delivered via the Diskus Device in the Treatment
Penggunaan B ro n ko dilator ID T of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J Respir Crit
Penelitian yang dilakukan oleh Mahler et al.3 melibatkan Care Med. 2002:166:1084-91.
691 pasien PPOK selama 6 bulan terapi selain menunjukkan
4. Jenkins C. Inhaled corticosteroids in chronic obstructive pulmo-
nary disease. In: Gibson PG, Abramson M, Wood-Baker R, Volmink
perbaikan nilai VEP, pre-bronkodilator dan VEP, 2 jam post- J, Hensley M, Costabel U. eds. Evidence-based Respiratory Medi-
bronkodilator dan perbaikan skala sesakjuga terjadi pengu- cine. l"t ed. London: Blackwell Publishing Ltd; 2005.p.257-66.
rangan penggunaan inhalasi Br-agonis kerja singkat sebagai 5. Calverley P, Pauwels R, Vestbo J, Jones P, Pride N, Gulsvik A, e/
a/. Combined salmeterol and fluticasone in the treatment of
chronic obstructive pulmonary disease: a randomised controlled
trial. Lancet. 2003;361:449-56.
6. Hanania NA. The impact of inhaled corticosteroid and long-
20 acting p-agonist combination therapy on outcomes in COPD.
Pulm Pharmacol Ther. 2008;12:1-11.
= 7. Sin DD, Man SFP. Pharmacotherapy for mortality reduction in
e
6 15
chronic obstructive pulmonary disease. Proc Am Thorac Soc.
s 2006;3:624-9.
fto 8. Suissa S, McGhan R, Niewoehner D, Make B. Inhaled corticoster-
oids in chronic obstmctive pulmonary disease. Proc Am Thorac
Soc.2007;4:535-42.
9. Jones PW. Combination of inhaled corticosteroids and long-
acting Br-agonists in chronic obstructive pulmonary disease. In:
Gibson PG, Abramson M, Wood-Baker R, Volmink J, Hensley M,
123456789101112 Costabel U. eds. Evidence-based Respiratory Medicine. 1"' ed.
London: Blackwell Publishing Ltd; 2005.p.267 -'7 6.
Minggu
10. Oltmanns U, Walters M, Sukkar M, Xie S, Issa R, Mitcheil J, el a/.
Gambar 3. Rerata Pemakaian Obat Bronkodilator Oral Fluticasone, but not salmeterol, reduces cigarette smoke-induced

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010


Pemberian Kombinasi Inhalasi Salmeterol dan Flutikason Propionat Melalui Alat Diskus pada Penyakit Paru

production of interleukin-8 in human airway smooth muscle. t7. Stockley RA, Whitehead PJ, Williams MK. Improved outcomes
Pulm Pharmacol Ther. 2008;21:292-7. in patients with COPD treated with salmeterol compared with
1l The TORCH Study Group. The TORCH (Towards a Revolution placebo/usual therapy: results of meta-analysis. Resp Research.
in COPD Health) survival study Protocol. Eur Respir J. 2006;7:147-57.
2004;24:206-10. 18. Shah M, Hasselblad V, Gheorgiadis M. Prognostic usefulness of
12. CazzolaM, Ando F, Santus P, Ruggeri P, Marco FD, Sanduzzi A, et the six-minute walk in patients with advanced congestive heart
a/. A pilot study to assess the effects of combining fluticasone failure secondary to ischemic and nonischemic cardiomyopathy.
propionate/salmeterol and tiotropium on the airflow obstruction Am J Cardiol. 2001;88:987-93.
of patients with severe-to-very severe COPD. Pulm Pharmacol 19 Domingo-Salvany A, Lamarca R, Ferrer M, Garcia-Aymerich J,
Ther. 2007;20:556-61. Alonso J, F6lez M, et al. Health-related quality of life and mor-
13. Bourbeau J, Christodoulopoulos B Maltais F, Yamauchi Y, tality in male patients with chronic obstructive pulmonary dis-
Olivenstein R, Hamid Q. Effect of salmeterol/fluticasone propi- ease. Am J Respir Crit Care Med. 2002;166:680-5.
onate on airway inflammation in COPD: a randomised con- 20 Reardon JZ, Lareau SC, ZuWallack R. Functional status and qual-
trolled tria1. Thorax. 2007 ;62:938-43. ity of life in chronic obstructive puimonary disease. Am J Med.
14. Kardos P, Wencker M, Glaab T, Vogeimeier C. Impact of 2006; 1 19(Suppl 1):S2-7.
Salmeterol/Fluticasone Propionate ve$us Salmeterol on Exacer- 21 Sin DD, McAlister FA, Man SF, Anhonisen NR. Contemporary
bations in Severe Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Am J management of chronic obstructive pulmonary disease: scien-
Respir Crit Care Med. 2007;775:144-9. tific review. J,\MA.2003;290:2301-12.
15 Celli BR, Cote CG, Marin JM, Casanova C, de Oca MM, Mendez 22. Caramori G, Ito K, Papi A, Adcock IM. Interactions between
RA, et al. The Body-Mass Index, Airflow Obstruction, Dyspnea, long-acting pr-agonists and glucocorticoids. Drug discov today.
and Exercise Capacity Index in Chronic Obstructive Pulmonary 2006:'3:261-8.
Disease. N Engl J Med. 2004;350:1005-12.
t6 Agusti AGN. COPD, a rnulticomponent disease: implications for tFs
management. Resp Med. 2005;99:670-82.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010 5s3

Anda mungkin juga menyukai