I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan % berat tembaga dalam sampel dengan cara elektrolisis
2. Membandingkan hasil berat tembaga dalam sampel dengan cara titrasi kompleksiometri
Pada percobaan ini yang dianalisis adalah ion Cu2+ yang diendapkan pada elektroda
menurut reaksi : Cu2+ + 2e- Cu. Elektron yang terlibat pada reaksi tersebut berasal dari arus
listrik. Arus listrik diberikan sampai seluruh ion Cu 2+ yang terdapat dalam larutan mengendap
secara kuantitatif sebagai logam tembaga pada elektroda kerja. Selisih berat elektroda kerja yang
konstan sebelum dan setelah proses elektrolisis adalah berat tembaga yang terdapat dalam
sampel. Potensial elektroda kerja selama proses elektrolisis harus dijaga pada nilai tertentu untuk
mencegah senyawa elektroaktif lain dalam larutan ikut mengendap pada elektroda kerja.
B. Elektrolisis
1. Penyiapan Elektroda Kerja
Elektroda kasa tembaga dicuci dengan asam nitrat 1:1. Dibilas segera dengan aqua DM.
Elektroda dibilas dengan alkohol lalu dengan aseton. Elektroda ditempatkan diatas kaca arloji.
Dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah sekitar 15 menit, elektroda dikeluarkan.
Elektroda didinginkan dalam desikator. Berat elektroda dihitung dengan neraca. Diulangi proses
pengeringan sampai berat elektroda konstan.
2. Elektrolisis
Larutan sampel tembaga dipipet 25mL ke gelas piala 100mL. Larutan pekat asam sulfat
ditambahkan 2mL dan 1mL asam nitrat. Air bebas mineral ditambahkan sampai elektroda
terendam secukupnya. Elektrolisis dijalankan dengan potensi antara 3-4 V arus 2-4 Ampere
hingga warna larutan menjadi bening. Katoda dari dalam larutan dikeluarkan. Katoda dibilas
dengan aqua DM lalu dicuci dengan alkohol dan aseton. Katoda dikeringkan dan ditimbang
sampai berat konstan. Selisih antara berat elektroda setelah dan sebelum hidrolisis menunjukkan
berat tembaga yang terdapat dalam sampel. Persen berat tembaga dalam sampel dihitung.
C. Titrasi Kompleksiometri
1. Pembakuan Larutan EDTA
Larutan induk EDTA 0,05 M diencerkan lima kali dalam gelas kimia 250mL untuk
menghasilkan larutan baku 0,01M. 0,24 gram magnesium sulfat heptahidrat ditimbang.
Dilarutkan dengan air secukupnya dalam gelas piala 100mL. Larutan dipindahkan secara
kuantitatif dalam labu takar 100mL. Diencerkan sampai tanda batas. Larutan EDTA 0,01 M
dibakukan dengan larutan baku magnesium sulfat dengan indikator EBT/NaCl dan buffer pH 10.
Lakukan titrasi duplo.
V. Data Pengamatan
1. Pembakuan EDTA
Massa MgSO4 = 0,2410 gram
Titrasi Volume
1 22,95
2 23,00
Volume rata-rata = 22,975
3. Elektrogravimetri
Massa Cu = 1,5081 gram
Massa awal elektroda kasa Cu = 13, 4655 gram
Massa akhir elektroda kasa Cu = 13,4875 gram
Mol
[EDTA] = V EDTA
= 0,0106 M
2. Penentuan Kadar Tembaga secara Titrasi
Cu2+ + Y4- CuY2-
Mol Cu2+ = mol EDTA
V Titran 100 mL 25 mL
[ EDTA ]
Mol Cu2+ 1000 mL /L 25 mL 10 mL
= 25,46 %
= 5,835 %
VII. Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan dua buah metode untuk mengukur kadar tembaga dalam
sampel yaitu metode elektrogravimetri dan sebagai pembandingnya dilakukan metode titrasi
kompleksometri. Pada metode elektrogravimetri digunakan dua buah elektroda yaitu elektroda
kerja dan elektroda pembanding. Pada prinsipnya dilakukan elektolisis untuk mengendapkan
tembaga pada elektroda kerja. Elektroda kerja yang digunakan pada percobaan ini adalah
elektroda kasa tembaga dan elektroda platina sebagai elektroda pembanding. Elektroda platinan
bertindak sebagai anoda dan elektroda kasa tembaga bertindak sebagai katoda.
Ketika ada arus yang dialirkan, pada katoda akan terjadi reaksi reduksi yaitu pembentukan
Cus. Pada anoda tejadi reaksi oksidasi yang ditandai dengan adanya gelembung gas. Reaksinya
sebagai berikut :
Katoda : Cu2+ + e- Cu(s)
Anoda : 2H2O O2 + 4H- + 4e-
Pada awalnya larutan ini berwarna biru, kemudian aliiran listrik dihentikan maka warnanya
berubah menjadi bening. Hal itu menandakan bahwa seluruuh ion Cu2+ mengndap pas elektroda
kasa tembaga. Sebelum elektroda kasa tembaga ini digunakan maka terlebih dahulu dibilas
dengan larutan asam nitrat 1:1. Fungsi asam nitrat 1:1 adalah untuk menghilangkan sisa-sisa
endapan yang kemungkinan masih menempel di elektroda. Dan untuk memaksimalkan
pembersihan dari reagen reagen lain maka di bilas demgam aqua dm, alkohol serta alkohol.
Elektroda ini kemudian dikeringkan di dalam oven, tujuannya agar elektroda benar-benar kering
sehingga siap untuk digunakan. Pengukuran masssa elektroda yang akan digunakan harus lebih
teliti , sehingga proses pengeringannya lebih dari satu kali hingga massanya konstan. Elektroda
akhir ditimbang hingga konstan dan selisih antara massa elektroda awal dan elektroda akhir
maka di dapatkan massa tembaga sebesar 0,022 gram dan kandungannya tembaga dalam sampel
hanya sekitar 5,835 %. Hal ini menunjukkan terdapat kesalahan dalam prosedur yang kami
lakukan. Bisa disebabkan pencucian elektroda yang kurang bersih sehingga masih ada reagen
pengotor di dalamnnya, kesalahan dalam proses penimbangan, dan elektroda belum benar-benar
konstan namun pengukuran sudah dihentikan serta elektroda tidak langsung digunakan setelah
dipersiapkan sehingga partikel-partikel dalam udara akan menempel dalam elektroda. Hal-hal
tersebutlah yang mempengaruhi nilai massa yang dihasilkan.
Untuk membandingkan nilai kadar tembaga dalam sampel maka dilakukan juga titrasi
kompleksiometri dengan EDTA. Dalam percobaannya ini EDTA merupakan larutan baku
sekunder, dimana konsentrasinya tidak dapat ditentukan secara tepat hanya dengan penimbangan
dan pelarutan sehingga perlu dilakukan pembakuan terlebih dahulu. EDTA dibakukan dengan
larutan baku primer MgSO4.7H2O.
Saat pembakuan terjadi reaksi pembentukan kompleks antara Mg2+ dengan MgSO4.7H2O
yang dilambangkan dengan Y4-. Reaksi yang terjadi adalah Mg2+ + Y4- MgY2-. Untuk
mengoptimalkan proses reaksi sehingga ditambahkan larutan buffer pH 10. Indikator yang
digunakan dalam proses pembakuan ini dengan EBT/NaCl. Indikator tersebut dipilih karena
paling tepat untuk mengindikasikan larutan sampai titik akhir titrasi.
Penentuan kadar tembaga dalam sampel ini, dilakukan titrasi antara sampel dengan larutan
EDTA yang sudah dibakukan. Pada reaksi ini terjadi reaksi pembentukan kompleks antara EDTA
dengan tembaga. Reaksi yang terjadi adalah Cu2+ + Y4- CuY2-+. Pada larutan sampel tersebut
ditambahkan basa ammonia. Tujuan penambahannya agar larutan berada pada suasana basa.
Kemudian digunakan indikator yang sesuai dengan titik akhir titrasi yaitu dengan murexide. Titik
akhir titrasi tercapai ketika larutan berubah menjadi biru ungu.
Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh massa tembaga yang ada dalm sampel 0,3622 gram
dengan % kadarnya sebesar 24,02%. Sehingga berdasarkan percobaan proses titrasi ini paling
mendekati dalam menentukan kadar tembaga dalam sampel karena disebabkan beberapa alasan
seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dalam indutstri, banyak menggunakan proses elektrolisis. Diantaranya ialah sintesis dan
pemurnian logam serta proses penyepuhan logam. Pembuatan logam natrium dilakukan dengan
mengelektrolisis lelehan NaCl yang dicampur dengan CaCl 2 . Proses penyepuhan logam biasanya
dilakukan untuk menimalisasi terjadinya korosi. Misalnya dilakukan pelapisan logam besi oleh
logam perak. Pada silelektrolisis ini, logam besi bertindak sebagai katoda dan logam perak
sebagai anoda. Di anoda , logam perak akan mengalami oksidasi, Ag (s) Ag 2+ + e- dan
selanjutnya akan tereduksi kembali menjadi logam Ag pada elektroda.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari percobaan yang dilakukan, didapatkan kadar tembaga dalam sampel
secara elektrolisis adalah 5,835 %. Serta kadar tembaga dalam sampel melalui titrasi
kompleksiometri sebesar 24,02 %.
Skoog, A.;West, D.M; Holler, F.J. Analytical Chemistry: An Introduction. 6Ed. Saunders
College Publishing, Philadelphia.1994. p.328-356.
Kennedy,J.H. Analytical Chemistry: Principles.2Ed. Saunders College Publishing, New
York.1990.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. The McGraw-Hill Companies : USA.
Halaman 465-485