DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Pembuat Dokumen
Authorized Person
iii
I. LATAR BELAKANG
Petugas pelayanan kesehatan setiap hari dihadapkan kepada tugas yang berat untuk bekerja
dengan aman dalam lingkungan yang membahayakan. Kini, resiko pekerjaan yang umum
dihadapi oleh petugas pelayanan kesehatan adalah kontak dengan darah dan duh tubuh sewaktu
perawatan rutin pasien. Pemaparan terhadap patogen ini meningkatkan resiko mereka terhadap
infeksi yang serius dan kemungkinan kematian. Petugas kesehatan yang bekerja di kamar bedah
dan kamar bersalin dihadapkan kepada resiko pemaparan terhadap patogen yang lebih tinggi
daripada bagian-bagian lainnya ( Gershon dan Vlavov 1992 ). Karena resiko yang tinggi ini,
panduan dan praktik perlindungan infeksi yang lebih baik diperlukan untuk melindungi staf yang
bekerja di area ini. Lagi pula, anggota staf yang tahu cara melindungi diri mereka dari pemaparan
darah dan duh tubuh dan secara konsisten menggunakan tindakan-tindakan ini akan membantu
melindungi pasien-pasiennya juga.
Sementara kesadaran terhadap keseriusan AIDS dan Hepatitis C meningkat, dan
bagaimana mereka dapat tertular di tempat kerja, banyak petugas kesehatan tidak merasakan diri
mereka dalam resiko. Terlebih lagi, mereka yang beresiko tidak secara teratur menggunakan
perlengkapan pelindung, seperti sarung tangan, atau paraktik-praktik lain ( cuci tangan ) yang
disediakan untuk mereka.
1/95
Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker/ respirator, pelindung mata
( perisai muka, kacamata ), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di banyak Negara kap, masker,
gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, terbuat dari kain yang
diolah atau bahan sintetis yang dapat menahan air atau caran lain ( darah atau duh tubuh ) untuk
menembusnya. Bahanbahan tahan cairan ini, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak
Negara, kain katun yang enteng ( dengan hitungan benang 140/ inci ) adalah bahan yang sering
dipakai untuk pakaian bedah ( masker, kap dan gaun ) dan duk. Sayangnya, katun enteng itu
tidak memberikan tahanan efektif, karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang
membuat kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya, terlalu rapat untuk
ditembus uap ( tidak dapat disterilkan ), sangat sukar di cuci dan makan waktu untuk
dikeringkan. Kalau dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi
dapat terlihat.
Kap, masker, dan tirai yang terbuat dari kertas tidak boleh dipakai ulang karena tidak ada
cara untuk membersihkannya. Kalau Anda tidak dapat mencucinya, jangan dipakai
ulang !
2/95
c. SARUNG TANGAN
Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk
mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien
lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus
dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan eksresi ( kecuali keringat ), alat atau
permukaan yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
INGAT ! Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan
atau pemakaian antiseptik yang digosokkan pada tangan.
Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas
infeksi ( Garner dan Favero 1986 ). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung
tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu
digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga
keamanan pasien dan petugas.
3/95
sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat
melepas sarung tangan ( Bagg. Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001 )
INGATLAH UNTUK : Mencuci tangan atau menggunakan antiseptik cair yang digosokkan
di tangan sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan.
Tergantung keadaan, sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan
oleh semua petugas ketika :
Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membran
mukosa atau kulit yang terlepas
Melakukan prosedur medis yang bersifat invasive misalnya menusukkan sesuatu ke
dalam pembuluh darah, seperti memasang infus
Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar
Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan Melalui Kontak ( yang
diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau
dicurigai ), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus
melepas sarung tangan tersebut sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci
tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub berbasis alkohol.
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk setiap pasien, sebagai upaya
menghindari kontaminasi silang ( CDC 1987 ). Pemakaian sepasang sarung tangan
yang sama atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari
satu pasien ke pasien yang lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang
kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek
yang aman. Doebbeling dan Colleagues ( 1988 ) menemukan bakteri dalam jumlah
bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih
memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu
pasien ke pasien lainnya.
4/95
petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta petugas yang menangani dan membuang
limbah medis.
HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN PADA PEMAKAIAN SARUNG TANGAN
Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan
bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu
keterampilan dan mudah robek.
Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek.
Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika anda memakainya ) untuk melindungi
pergelangan tangan.
Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk mencegah
kulit tangan kering/ berkerut.
Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan
bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada kulit.
Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya
ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.
REAKSI ALERGI TERHADAP SARUNG TANGAN
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai petugas
di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter gigi.
Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks ( nitril ) atau sarung tangan lateks rendah
allergen harus digunakan, jika dicurigai terjadi alergi ( reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi,
tetapi lebih jarang ). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan.
Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada
sarung tangan membawa partikel leteks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan,
pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu
mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah
sensitisasi pada membran mukosa mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC 1996 ).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit,
hidung berair dan gatal-gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya
menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul
dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian
yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun, bahkan sampai 15 tahun ( Baumann 1992 ), meskipun pada
orang yang rentan. Belum ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-
satunya pilihan adalah menghindari kontak.
4. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila
masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk
mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kassa, kertas dan
bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang di buat dari katun atau
5/95
kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang
dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar
( > 5m ) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat pasien ( kurang
dari 1 meter ). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar-benar
menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah ) sehingga mencegah kebocoran
udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring
udara yang dihisap ( Chen dan Welleke 1992) dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan
tersebut.
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker merupakan
bagian yang paling banyak terkontaminasi ( Rothrock, Mc. Ewen dan Smith 2003 )
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai
membran mukosa dari petugas kesehatan.
6/95
Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah
atau adanya gagang kacamata.
Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan
bagian wajah masker.
Apabila klip hidung dari logam dipencet, dijepit, karena akan menyebabkan
kebocoran. Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah anda memasang masker,
menggunakan kedua telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas
masker.
Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker
efisiensi tinggi.
KEWASPADAAN
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang
alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan
mengepaskan masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.
5. ALAT PELINDUNG MATA
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi
Mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kaca mata pengaman,
pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat
digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan
harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas
yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah wajah. Bila tidak
tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau
kacamata biasa serta masker.
Ada beberapa jenis alat pelindung mata diantaranya :
1. Kaca Mata Biasa ( Spectacle Gogles )
Kaca mata terutama pelindung mata dapat dengan mudah atau tanpa pelindung
samping.
Kaca mata dengan pelindung samping lebih banyak memberikan perlindungan.
2. Gogles
Mirip kacamata, tetapi lebih protektif dan lebih kuat terikat karena memakai ikat kepala.
Dipakai untuk pekerjaan yang amat membahayakan bagi mata.
6. ALAT PELINDUNG PERNAFASAN.
Ada 3 jenis alat pelindung pernafasan :
Respirator yang sifatnya memurnikan udara
a. Respirator yang mengandung bahan kimia
b. Topeng gas dengan kamister
c. Respirator dengan cartridge
Respirator dengan filter mekanik
a. Bentuk hampir sama dengan respirator cartridge kimia, tapi udara berupa saringan /
filter
b. Biasanya di gunakan pada pencegahan debu
Respirator yang mempunyai filter mekanik dan bahan kimia
Respirator yang dihubungkan dengan supply udara bersih.
Supply udara berasal dari :
7/95
a. Saluran udara bersih atau kompresor
b. Alat pernafasan yang mengandung udara ( SCBA )
c. Biasanya berupa tabung gas yang berisi :
Udara yang dimampatkan
Oksigen yang dimampatkan
Oksigen yang dicairkan
Respirator dengan supply oksigen
Biasanya berupa Self .. Breathing . Yang harus diperhatikan pada
respirator jenis tersebut di atas :
Pemilihan yang tepat sesuai dengan jenis bahaya
Pemakaian yang tepat
Pemeliharaan dan pencegahan terhadap penularan penyakit
7. TOPI
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut
tidak masuk ke dalam luka selam pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup
semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien,
tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh
yang terpercik atau menyemprot.
8. GAUN PELINDUNG
Gaun pelindung digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam
lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui droplet/ airbone. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi
baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang
diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus
mengenakan gaun pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada
kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal
sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum
meninggalkan area pasien.
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang
potensial tercemar, lalu cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organisme.
Gaun pelindung harus dianggap sebagai alat pelindung diri. Gaun pelindung khusus untuk
pekerjaan dengan sumber sumber bahaya tertentu seperti :
Terhadap Radiasi Panas
Gaun pelindung untuk radiasi panas, radiasi harus dilapisi bahan yang bisa
merefleksikan panas, biasanya Alumunium dan berkilau. Bahan bahan pakaian lain
yang bersifat isolasi terhadap panas adalah : 1000 C, katun, asbes ( kalau sampai 500
C ).
Terhadap Radiasi Mengion
Gaun pelindung harus dilapisi dengan timbal biasanya berupa apron. Pakaian ini sering
digunakan di bagian radiologi.
Terhadap cairan dan bahan bahan kimia. Biasanya terbuat dari bahan plastic atau karet
9. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus mengenakan apron
8/95
di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan
pasien, atau melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi.
Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air.
10.PELINDUNG KAKI
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal.
sandal jepit aau sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain ) tidak boleh dikenakan. Sepatu
boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan., tetapi harus
dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup
sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap
air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari
kain atau kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes
melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas tanpa
sarung tangan sehingga terjadi pencemaran. ( Summers et.al. 1992 )
PERANAN DUK
Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai ukuran.
Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan, membungkus instrumen
dan barang barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di ruang operasi dan membuat
hangat pasien selama prosedur bedah (OR Manager 1990a\). Jenis utama duk ialah :
DUK KECIL/ LAP
Dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi empat ( untuk ini
diperlukan beberapa duk kecil ), dan membungkus instrumen kecil serta semprit. Biasanya
dibuat dari kain katun lebih tebal dari pada linen lainnya, yang menjadikannya lebih tahan air.
DUK SEPRAI
Dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja, maupun untuk
membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan hanya memberikan
sedikit perlindungan.
DUK BOLONG
Mempunyai lobang yang bundar di tengahnya yang ditempatkan pada medan operasi
yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur-prosedur bedah minor
( sayatan kecil ).
DUK PEMBUNGKUS
Duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu bungkus instrumen dibuka. Duk
penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu di buka, dan
dapat menutupi seluruh permukaan meja.
PEMAKAIAN DUK UNTUK PROSEDUR BEDAH
Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan bedah
yang ditempatkan di sekeliling sayatan bedah yang dipersiapkan, untuk menciptakan suatu area
kerja. Walaupun area ini sering disebut medan steril , sesungguhnya tidak steril.
Sebagaimana dipertunjukkan pada gambar, duk kain membiarkan kebasahan merembes dan
membantu menyebarkan organisme dari kulit ke dalam sayatan walau setelah pembersihan
area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik tangan yang bersarung tangan ( steril atau didisinfeksi
tingkat tinggi ) maupun instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi dan barang
barang lainnya hanya menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya. Karena duk kain
tidak efektif sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat digunakan jika duk
kecil steril tidak tersedia.
9/95
Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis
tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk menghindari
pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :
Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan dipreparasi
secara luas.
Kalau dipakai duk yang steril, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi harus
dipakai sewaktu menempatkan duk di tempatnya, ( hati-hati jangan sampai menyentuh
tubuh pasien dengan tangan yang bersarung tangan )
Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali-sekali digosok atau dilipat.
Selalu memegang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk itu kalau jatuh
ke bawah.
PROSEDUR BEDAH MINOR ( INSERSI IMPLAN NORPLANT ATAU
PENGANGKATANNYA ATAU LAPAROTOMI MINI )
Pakailah duk bolong sehingga sekurang kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling
sayatan. ( Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan kering dapat
dipakai )
Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan pindahkan duk
steril, setelah menyentuh kulit. Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau
DTT setelah menempatkan duk pada pasien untuk menghindari sarung tangan
terkontaminasi.
PROSEDUR BEDAH MAYOR ( LAPAROTOMI ATAU SEKSIO SESAREA )
Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan untuk
membuat tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat tempat insisi
( Belkin 1992 ). Tapi harus bersih dan kering.
Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil untuk
mempersegikan tempat insisi ( biarkan sekurang-kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di
sekeliling sayatan ).
Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk mengurangi
kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain menyentuh kulit
abdomen kira-kira 5 cm di luar tempat sayatan. Perlahan-lahan letakkan sisa duk pada
abdomen. Setelah terletak pada tempatnya, jangan sekali-kali memindahkannya
mendeteksi insisi. Boleh, kalau ditarik menjauhi insisi.
Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat.
Pakai duk klip untuk menguatkan sudut-sudut duk kecil
SEWAKTU MELAKUKAN PROSEDUR
Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk menempatkan instrumen.
Menempatkan instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas duk, sekalipun
semula steril, akan terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen di atas duk, akan sukar
ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi kalau pasien
bergerak. Kalau meja instrumen ( Mayo ) tidak ada, baki plastik atau metal yang steril atau
didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas duk yang menutupi pasien dan
digunakan untuk menempatkan instrumen selama prosedur/ tindakan.
10/95
Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur/ tindakan, harus ditutup dengan duk yang
baru. Jangan, menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara ini tidak terbukti
efektif untuk menciptakan pembatas ( OR Manager 1990b )
Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan duk pengganti yang
memiliki benang yang rapat.
11/95
2. Apron, gaun pelindung dan topi
3. Masker
4. Kacamata atau pelindung wajah
5. Sarung tangan
GAUN PELINDUNG
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
MASKER
Eratkan tali atau karet elastic pada bagian tengah kepala dan leher
Pastikan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
Pastikan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik
Periksa ulang pengepasan masker
KACAMATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas
SARUNG TANGAN
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi
CARA MELEPAS APD
Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan setelah
meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.
URUTAN MELEPASKAN APD
1. Sarung tangan
2. Kacamata atau pelindung wajah
3. Apron, gaun pelindung dan topi
4. Masker
5. Pelindung kaki
SARUNG TANGAN
Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi
Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan
yang belum di lepas di pergelangan tangan
Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
KACA MATA ATAU PELINDUNG WAJAH
Ingatlah bahwa bagian luar kaca mata atau pelindung wajah telah terkontaminasi
Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kaca mata
12/95
Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat
sampah infeksius
GAUN PELINDUNG
Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi
Lepas tali
Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja
Balik gaun pelindung
Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses
ulang atau buang di tempat sampah infeksius
MASKER
Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi !JANGAN SENTUH !
Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
Buang ke tempat sampah infeksius
Semua alat pelindung diri harus di rawat sedemikian rupa sehingga alat itu tetap
memberikan perlindungan yang berhasil guna. Terhadap factor-faktor yang berbahaya
bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini berarti bahwa prosedur yang cocok untuk
melaporkan kerusakan pemeriksaan rutin, pembangunan perbaikan dan pembersihan harus
dilaksanakan. Alat pelindung diri harus di lokasi dimana alat-alat itu kemungkinan besok
akan di pakai dan di simpan baik-baik supaya tidak memburuk dan rusak. Perawatan dan
kontrol terhadap alat pelindung diri penting agar fungsi alat pelindung diri tetap baik. Alat
pelindung diri harus tetap dipelihara agar selalu dalam kondisi yang baik, tetap bersih dan
terawat. Pada saat tidak dipakai harus di simpan baik untuk mencegah kerusakan dan
hilang. Penggunaan Alat Pelindung Diri merupakan usaha untuk mengurangi resiko secara
maksimal, namun apabila pemakaian tidak tepat dapat membahayakan atau menyebabkan
kecelakaan kerja. Perawatan Alat Pelindung Diri ( APD ) dilakukan dengan maksud agar
semua pelindung diri tetap memberikan perlindungan yang efektif terhadap factor-faktor
yang berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk mencegah kerusakan dan
hilang, sarana pelindung diri harus di simpan dengan baik sesuai dengan ketentuan.
13/95
Lampiran 1 :
MANFAAT ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
14/95
BAB II
INFEKSI NOSOKOMIAL
15/95
Letak infeksi : Saluran kemih simptomatik
Kode : UTI-SUTI
Definisi : ISK simptomatik harus memenuhi paling sedikit satu kriteria berikut ini
Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala- gejala berikut tanpa
ada penyebab lainnya :
Kriteria 1 :
- Demam (>38C)
- Nikuria (anyang-anyangan)
- Polakisuria
- Disuria
- Atau nyeri suprapubik
- Atau biakan urin porsi tengah (midstream) > 105 kuman per ml urin
dengan jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.
Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala- gejala berikut tanpa
adanya penyebab lain :
Salah satu dari hal-hal berikut:
- supra pubik demam (>38C)
- nikuria (anyang-anyangan)
- polakuria
- disuria
- atau nyeri supra pubik
16/95
Pada pasien berumur 1 tahun ditemukan paling sedikit
satu
dari tandatanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
lainnya :
demam (>38 C)
hipotermia (< 37 C)
apnea
bradikardia < 100 X/menit
letargi
muntah-muntah
17/95
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa
diterima untuk ISK
Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean cath atau
kateterisasi.
Pada anak kecil biakan urine harus diambil dengan kateterisasi buli-buli atau aspirasi
suprapubik; biakan kuman positif dari spesimen dari kantung urine tidak dapat
diandalkan dan harus dipastikan dengan spesimen yang diambil secara aseptik dengan
kateterisasi atau aspirasi suprapubik
18/95
Infeksi saluran kemih/bakteriuria asimptomatik
Kriteria 1 : ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan
jenis kuman maksimal 2 spesies
tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu (>38C),
nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan nyeri
suprapubik
Pasien tanpa kateter urin menetap dalam 7 hari sebelum biakan
pertama positif.
Kriteria 2 :
biakan kuman 2 kali berturut-turut ditemukan tidak lebih dari 2
jenis kuman yamg sama dengan jumlah <105 per ml
Tidak terdapat gejala-gejala Ditemukan paling sedikit dua dari
tanda-tanda dan gejala-gejala atau keluhan demam, suhu (>38C),
nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan nyeri
suprapubik
Catatan :
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa
diterima untuk ISK
Biakan kuman urin harus diambil dengan teknik yang sesuai, seperti koleksi clean catch
atau kateterisasi
19/95
ISK lain
Letak infeksi : ISK lain (ginjal, ureter, kandung kemih, uretra, jaringan
sekitar
retro- retro-peritoneal atau rongga perinefrik)
Kode : UTI-OUTI (UTI- Other infections of the Urinary Tract)
Definisi : ISK yang lain harus memenuhi paling sedikit satu kriteria
berikut ini
Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin
Kriteria 1 :
atau jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi
Adanya abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, baik
secara pemeriksaan langsung, selama pembedahan atau melalui
Kriteria 2 : pemeriksaan histopatologis.
Kriteria 3 : Terdapat dua dari tanda berikut : demam (>38C), nyeri local,
nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi
Paling sedikit satu dari berikut ini :
1. keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai
terinfeksi
2. Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan
tempat yang dicurigai
3. Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan, MRI,
radiolabel scan (gallioum, technetium) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi.
4. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat
20/95
paling sedikit satu dari berikut :
Kriteria 4 : 1. keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai
terinfeksi
2. Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan
tempat yang dicurigai
3. Pemeriksaan radiologi, mis ultrasound, CT scan, MRI,
radiolabel scan (gallioum, technetium) abnormal,
memperlihatkan gambaran infeksi.
4. Didiagnosa infeksi oleh dokter yang merawat
5. Dokter yang merawat memberikan pengobatan antimikroba
yang sesuai.
21/95
2. INFEKSI LUKA OPERASI (ILO)
a. Superficial incisional
Letak infeksi : Infeksi luka operasi superfisial
Kode : SSI-(SKIN) Surgical Site Infection Superficial Incisional
Site
Definisi : Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling
sedikit satu kriteria berikut ini :
Kriteria 1 :
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari
paska bedah
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas
fascia
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang
dipasang diatas fascia
2. Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari
luka atau jaringan yang diambil secara aseptik
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda
peradangan kecuali jika hasil biakan negatif (paling
sedikit terdapat satu dari tanda-tanda infeksi
berikut : nyeri, bengkak lokal, kemerahan dan
hangat lokal)
4. Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
22/95
b. Operasi profunda/ Deep incisional
Letak infeksi : Infeksi luka operasi profunda
Kode : SSI-(ST)
23/95
c. Organ / rongga
Letak infeksi : Infeksi luka operasi organ/rongga
24/95
3. PNEUMONIA
Letak infeksi : pneumonia
Kode : PNEU-PNEU
25/95
Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah (ISPB)
26/95
Kriteria 3 : paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1. Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
3. Isolasi kuman positif pada biakan darah
4. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
6. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur 1 tahun
menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi atau
efusi pleura, paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
1. Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
3. Isolasi kuman positif pada biakan darah
4. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi
saluran nafas
6. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
Catatan :
Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis pneumonia tetapi mungkin
membantu mengidentifikasi kuman etiologik dan memberikan data seseptabilitas
antimikrobial.
Penemuan dari pemeriksaan sinar x dada serial mungkin lebih membantu dari pada
pemeriksaan tunggal.
27/95
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)
Letak infeksi : Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI)
BSI LCBI
Kode :
Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul
Definisi : tanpa ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber
infeksi.
Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih
biakan darah
28/95
dan gejala-gejala sebagai berikut :
Kriteria 3 : - demam (> 38 C)
- hipotermi (< 37 C)
- apnea
- atau bradicardi
1. Kontaminasi kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp.,
porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau
micrococci) ditemukan dari dua kali lebih biakan darah
yang diambil dari waktu yang berbeda
2. Kontaminan kulit biasa (mis. Diptheroids, Bacillus sp.,
porionibacterium sp., coagulase negative staphylococci atau
micrococci) ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah
dari pasien dengan saluran intravaskuler, dan dokter
memberikan terapi antimikrobial yang sesuai.
3. Tes antigen positif pada darah (mis. H. Influenza, S.
Pneumoniae, N. Meningiditis atau group B Streptococcus)
tanda-tanda, gejala-gejala dan hasil laboratorium yang
positif tidak berhubungan dengan satu infeksi di tempat
lain.
29/95
5. SEPSIS KLINIS (CLINICAL SEPSIS)
Letak infeksi : Sepsis klinis
Kode : BSI-CSEP
Definisi : Sepsis klinis harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
berikut :
30/95
6. INFEKSI ARTERIAL ATAU VENOUS
31/95
Kriteria 4 : Pasien berumur 1 tahun menderita paling sedikit satu
Letak infeksi : Arterial
dari atau venous
tanda-tanda dan gejala-gejala berikut tanpa ada penyebab
Kode : lainnya :
CVS-VASC
- demam (>38 C)
Definisi : - Hipotermia
Infeksi arterial atau(<37 C) harus memenuhi paling sedikit
venous
satu- kriteria
Apnea berikut:
- Atau bradikardia < 100 X/menit
Kriteria 1 : Terdapat kuman yang dibiakkan dari arteri atau vena yang
- Letargi
diambil padanyeri
- Atau waktupada
pembedahan
daerah vaskuler yang terkena
biakan darah
dari 15tidak dilakukan atau dibiakkan
tidak didapatkan kuman
Kriteria 5 : darilebih koloni kuman yang dari ujung kanula
biakan darah.
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
Terbukti adanya infeksi arteri atau vena yang terlihat pada
semikuantitatif
waktu pembedahan
biakan darah tidakataudilakukan
pemeriksaan
atauhistopatologis.
tidak didapatkan kuman
Pasien menderita
dari biakan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan
darah.
gejala- gejala berikut tanpa ada penyebab lainnya :
- demam (>38 C)
- nyeri
- eritema
- atau hangat pada daerah yang terkena
Kriteria 2 : lebih dari 15 koloni kuman yang dibiakkan dari ujung kanula
intravaskuler dengan menggunakan metode pembiakan
semikuantitatif
32/95
7. GASTROENTRITIS
33/95
8. EPI
Letak infeksi : Gastroentritis SIO
TO
Kode : GI-GE MI
Letak infeksi : Episiotomi
Kode
Definisi :: REPR-EPIS harus memenuhi paling sedikit satu dari kriteria
Gastroentritis
berikut :
Definisi :Infeksi episiotomi harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
Kriteria 1 : Pasien mendapat serangan akut diare (berak cair selama lebih
dari 12 jam) dengan atau tanpa muntah atau demam (>38 C)
dan paska
Kriteria 1 : Pasien tampaknya
partus penyebab
per vaginam bukan noninfeksius
mengalami drainase (mis. Tes
purulen
diagnostik,
dari episiotomiregimen terapeutik, eksaserbasi akut dari keadaan
kronis,paska
Pasien atau stres psikologis).
partus per vaginam mengalami abses pada
Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala
episiotomi
berikut tanpa ada penyebab yang lainnya :
- nausea (mual)
- muntah
- nyeri perut
9. VA
- atau sakit kepala
GI
NA
Kriteria 2 : paling sedikit satu dari berikut : L
1. Terdapat kuman patogenik enterik pada biakan kotoran
(stool) atau hapusan rektum
2. Kuman patogen enterik diketemukan pada mikroskop
rutin atau elektron
3. Kuman patogen enterik dideteksi dengan nassay
antigen atau antibodi dari darah atau feses.
4. Terdapat bukti adanya kuman enterik patogen yang
dideteksi dari perubahan sitopatik pada biakan
jaringan (toxin assay)
5. Kenaikan titer diagnostik single antibody (IgM0
sebanyak empat kali pada paired sera (IgG) untuk
kuman patogen
Untuk neonatus
Dikatakan menderita gastroentritis apabila :
1. Hipertermi suhu > 38 C, rektal atau hipotermi suhu <
37 , rektal
2. Kembung
3. Bising usus meningkat atau menurun
4. Muntah
5. Pemeriksaan tinja mikroskopis ditemukan > 5
perlapang pandang, eritrosit > 2 per lapang pandang
besar.
CUFF
34/95
Letak infeksi : Vaginal cuff
Kode : REPR-VCUF
Definisi : Infeksi vaginal cuff harus memenuhi paling sedikit satu dari
kriteria berikut :
Pasien paska hysterectomy mengalami drainase purulen dari
vaginal cuff
Kriteria 1 :
Pasien paska histerektomi mengalami abses pada episiotomi
Kriteria 3 :
35/95
10. ULCUS DECUBITUS
Letak infeksi : Decubitus ulcer, termasuk superfisial dan profunda (dalam)
Kode : DECU
Kode : SST-BURN
36/95
paling sedikit satu dari berikut ini :
1. Terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat
infeksi lain.
2. Dapat diisolasi virus herples simplex, identifikasi
histologis dari inclusions dengan cara mikroskopi
cahaya (light microscopy) atau tempat partikel-
partikel virus dengan mikroskop elektron dari biopsi
kerokan lesi.
Terdapat paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala-gejala
berikut tanpa diketahui ada penyebab lainnya:
- demam (>38 C)
- Hipotermia (<36 C)
- Hipotensi
- Oliguria (< 20 ml /jam)
- Hiperglikemia dengan diet karbohidrat pada level yang
sebelumnya dapat ditolerir dengan mental confusion
paling sedikit satu dari berikut ini :
1. terdapat kuman dari biakan darah dan tidak terdapat
infeksi lain
2. kuman dari biakan darah
3. dapat diisolasi virus herpes simplex, identifikasi
histologis dari inclusions dengan cara mikroskopi
cahaya (light microscopy) atau tempat partikel-
partikel virus dengan mikroskop elektron dari biopsi
kerokan lesi.
Referensi :
DepKes RI DirJen Pelayanan medik, 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial.
Jakarta
37/95
B. SURVEILANS
I. PENDAHULUAN
Kegiatan surveilans merupakan komponen penunjang penting dalam program
pengendalian infeksi nosokomial. Hasil dari surveilans dapat menjadi dasar dalam
membuat perencanaan dan merupakan tolak ukur keefektifan program pengendalian
infeksi nosokomial.
Kegiatan surveilans akan dilaksanakan oleh Tim Pengendalian Infeksi Nosokomial
untuk mengukur insiden infeksi nosokomial dan melakukan tindakan untuk
mengurangi angka insiden tersebut jika memungkinkan.
Pengumpulan data akan dilakukan oleh seorang IPCN ( surveyor ) yang telah
ditunjuk untuk melakukan pengamatan terhadap kejadian infeksi nosokomial pada
periode-periode tertentu. Adapun kegiatan surveylans yang akan dilakukan adalah
1. Infeksi Luka Operasi
2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis
3. Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine
4. Pneumonia akibat pemasangan ventilator
5. Pola Kuman
II. TUJUAN
1. Memperoleh data dasar yaitu tingkat endemisitas infeksi nosokomial
2. Sebagai system kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa (KLB)
3. Memenuhi standar mutu asuhan keperawatan dan pelayanan medis yang dapat
dipakai sebagai sarana meningkatkan mutu pelayanan
4. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian infeksi nosokomial
III. DEFINISI OPERASIONAL
1. Infeksi luka operasi superficial incisional (ILO Superficial incisional) untuk operasi
Definisi : Infeksi luka operasi superfisial harus memenuhi paling sedikit satu
kriteria berikut ini :
Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
Kriteria 1 : bedah
hanya meliputi kulit, subkutan atau jaringan lain diatas fascia
terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas
fascia
2. Biakan kuman positif dari cairan yang keluar dari luka atau
jaringan yang diambil secara aseptik
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda peradangan
kecuali jika hasil biakan negatif (paling sedikit terdapat satu
dari tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak lokal,
kemerahan dan hangat lokal)
Dokter yang merawat menyatakan terjadi infeksi.
bersih
38/95
2. Infeksi Luka Infus atau phlebitis
Kolonisasi pada kateter intra venous:
Ditemukan 15 koloni (semikuantitatif kultur) atau 10.000 (kuantitatif kultur) dari
proximal atau distal kateter, dengan tidak ditemukan gejala-gejala klinik.
Infeksi tempat penusukan infus:
Eritema, bengkak, keras, atau pus diantara 2 cm dari lokasi penusukan.
Infeksi berkantong :
Eritema dan nekrosis kulit sepanjang cateter (vasofix) atau ada exudates purulen dari
subkutan.
Infeksi tunnel :
Eritema, keras dan bengkak diatas kateter dan > 2 cm dari lokasi penusukan
Kriteria 1 : Pasien pernah memakai kateter urin dalam waktu 7 hari sebelum biakan
urin
Ditemukan bakteri dari pemeriksaan Urine Lengkap (Sebelum bias
dilakukan kultur)
ditemukan dalam biakan urin > 105 kuman per ml urin dengan
jenis kuman maksimal 2 spesies
tidak terdapat gejala-gejala atau keluhan demam, suhu (>38C),
nikuria (anyang-anyangan), polakisuria, disuria, dan nyeri
suprapubik
39/95
2. Pneumonia akibat pemasangan ventilator
Kriteria 1 : Pada pemeriksaan fisik terdapat ronkhi basah atau pekak (dullness)
pada perkusi,
salah satu diantara keadaan berikut :
1. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
3. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
Foto thorax menunjukkan adanya infiltrat, konsolidasi, kavitas,
efusi pleura baru atau progresif.
salah satu diantara keadaan berikut:
1. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau
terjadi perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
3. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
4. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas,
5. Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 X lipat dalam 2
kali pemeriksaan
6. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
(Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia
berdasarkan perub sputum, foto thorax dan tanda klinis infeksi)
40/95
Kriteria 3 : paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
4. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/ cucian bronkhus atau biopsi
5. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologis
Gambaran radiologi torak serial pada penderita umur 1 tahun
menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konolidasi, kavitasi
atau efusi pleura,
paling sedikit satu diantara keadaan berikut :
Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat,
2. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi
perubahan sifat sputum
Isolasi kuman positif pada biakan darah
4. Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakes,
sikatan/cucian bronkhus atau biopsi
5. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam
sekresi saluran nafas
6. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan
histopatologi
( Sebelum bisa dilakukan kultur diagnosis pneumonia
berdasarkan perub sputum, foto thorax dan tanda klinis
7. infeksi )
Pola kuman & resistensinya dan Antibiotik
8. Rekapitulasi pemeriksaan hasil kultur positif dari
laboratorium
41/95
IV. METODE
Metode surveilans yang akan dilaksanakan adalah surveilans infeksi nosokomial
periodic dan surveilans komprehensif. Surveilans Infeksi Luka Operasi, Infeksi Luka
Infus atau phlebitis, Infeksi Saluran Kencing akibat pemasangan kateter urine dan
Pneumonia akibat pemasangan ventilator merupakan surveilans terbatas & periodic
sedangkan surveilans, pola kuman & resistensinya dan antibiotik merupakan surveilans
komprehensif. Surveilans periodik & komperhensif akan dilaksanakan setiap bulan
selama 1 tahun
C. CUCI TANGAN
42/95
Cuci tangan merupakan prosedur yang paling penting dalam pengendalian infeksi
nosokomial. Setiap petugas kesehatan Rumah Sakit wajib mencuci tangan sesuai dengan
kebijakan pengendalian infeksi nosokomial yang berlaku dan petunjuk dibawah ini untuk
mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan petugas
.
PERHATIAN
1) Frekuensi dan metode cuci tangan yang digunakan sangat bervariasi sesuai dengan
unit kerja dan tugas-tugas yang dilakukan.
2) Sabun non antimikroba atau sabun dengan antimikroba kosentrasi kecil cukup untuk
cuci tangan biasa.
3) Sabun antiseptik diperlukan untuk cuci tangan sebelum melakukan prosedur
invasive, ketika tangan terkontaminasi dan selama terjadi kejadian luar biasa.
4) Cincin, jam tangan harus dilepas ketika akan cuci tangan
5) Kedua tangan harus dibilas dan dikeringkan setelah dicuci.
6) Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tersedia diseluruh ruangan dan dapat
digunakan sebagai pengganti cuci tangan. Tekan pompa dispenser satu kali (2-3ml)
Alcohol hand gel atau alcohol hand rub dan gosokkan merata keseluruh bagian
tangan. Alcohol hand gel atau alcohol hand rub tidak dapat digunakan jika
tangan terlihat kotor.
7) Dispenser sabun cair yang telah kosong tidak diperbolehkan langsung ditambahkan
sabun cair kedalamnya tanpa dicuci bersih dispenser tersebut.
8) Kutek dan kuku imitasi tidak diijinkan untuk dipergunakan.
43/95
JENIS-JENIS CUCI TANGAN
1) CUCI TANGAN BIASA (15 DETIK )
a. Cuci tangan dengan menggunakan sabun non antimikroba atau mengandung
antimikroba dengan kosentrasi sangat rendah.
b. Cuci tangan biasa dilakukan jika : tangan terlihat kotor atau terkontaminasi
cairan tubuh, sebelum makan dan setelah dari kamar mandi/toilet, terpapar
bacillus anthracis ( suspect maupun confirm )
c. Cara mencuci tangan biasa dapat dilihat pada SOP cuci tangan biasa.
2) CUCI TANGAN ANTISEPTIK
Sabun antiseptik atau alcohol hand rub dapat digunakan untuk mencuci tangan pada
kondisi kondisi dibawah ini :
a. Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien
b. Sebelum menggunakan sarung tangan steril untuk melakukan pemasangan CVC
( Central Venus Catheter )
c. Sebelum melakukan pemasangan kateter urine, kanulasi intravena ( pasang infus
), atau tindakan invasive lainnya yang tidak memerlukan tindakan bedah.
d. Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh seperti mengukur tekanan darah,
nadi, suhu, membantu pasien mobilisasi, membantu memiringkan pasien.
e. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau ekskresi, membran mukosa, kulit tak
utuh ( luka ), perawatan luka.
f. Jika akan pindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang
bersih.
g. Setelah kontak dengan peralatan yang dipergunakan pasien.
h. Setelah melepas sarung tangan.
i. Sebelum makan dan setelah dari toilet
Referensi :
CDC- MMWR, October 25th 2002. Guidelines for Hand Hygiene in Health Care Setting.
Washington
44/95
PENCEGAHAN INFEKSI
PADA INTRAVENA KATETER PERIFER
I. LATAR BELAKANG
Intravaskular kateter merupakan tindakan pengobatan yang tidak dapat
dipisahkan dalam praktek kedokteran di jaman modern ini, khususnya di ruangan
Intensive Care Unit ( ICU ). Meskipun banyak kateter telah dibuat khusus untuk akses
vaskuler, tetapi pasien- pasien yang menggunakannya tetap mempunyai resiko terkena
infeksi baik lokal maupun sistemik. Kondisi ini disebabkan oleh telah rusaknya barier
atau pertahanan tubuh akibat pemasangan kateter intravena tersebut sehingga mudah
sekali mikroorganisme masuk kedalam tubuh.
Di Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan, > 90 % pasien/ hari menggunakan
kateter intravena, dan masih ditemukan ILI pada pasien yang terpasang kateter IV
Perifer.
II. PENCEGAHAN
1. Petugas
Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan invasive yang merusak pertahanan
tubuh manusia sehingga pemasangan infus ini dapat menjadi salah satu pintu masuknya
kuman dan pasien beresiko terkena infeksi nosokomial. Oleh karena itu setiap petugas
kesehatan yang akan memasang infus mempunyai tanggung jawab melaksanakan
kebijakan-kebijakan dibawah ini untuk mencegah infeksi luka infuse dan petugas harus
terlatih/ sudah mengikuti pelatihan pemasangan intravena kateter.
2. Survey
1. Daerah penusukan harus dimonitor baik visual maupun palpasi secara rutin dengan
form ( PIVAS/ perifer intravenous Assessment Score ) setiap shift.
2. Setiap pemasangan kanul intravena dengan skor PIVAS 2 atau lebih harus
didokumentasikan atau di dicatat pada catatan klinik pasien :
a. Formulir Lembar Pengumpul Data Pemakaian alat Kesehatan pada bagian
Pemakian Intravena Kateter Perifer
b. Tindakan yang dilakukan seperti melepas dan mengganti lokasi,
menginformasikan ke dokter, melakukan treatment.
3. Beri tanggal dan waktu pemasangan pada penutup ( cover ) daerah insersi.
4. Infection Prevention Control Link Nurse ( IPCLN ) dan penanggung jawab pasien
yang bersangkutan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan audit PIVAS pasien
tiap shift
5. Tidak perlu dilakukan kultur kanul dari intravena secara rutin
6. Survey angka infeksi luka infus harus dilakukan untuk menentukan rata-rata infeksi
memonitor angka standar dan untuk membantu mengidentifikasi penyebab dari
infeksi ini
45/95
3. Cuci tangan
Cuci tangan sebelum dan setelah : melakukan penusukan, palpasi daerah penusukan,
memperbaiki posisi, mengganti balutan atau penutup.
4. Teknik aseptik
1. Aseptik teknik harus digunakan saat memasang atau merawat infus
2. Tidak diperkenankan melakukan palpasi daerah penusukkan setelah didesinfeksi
3. Gunakan sarung tangan bersih saat memasang infus pada vena perifer atau mengganti
balutan atau penutup insersi.
5. Lokasi penusukan
Antiseptik kulit
1. Desinfeksi kulit atau lokasi penusukan dengan alcohol swab 70% atau betadine solution
10 % sebelum melakukan penusukan. Penusukkan dilakukan jika alcohol sudah
mengering dengan sendirinya
2. Jika menggunakan betadin maka penusukkan dilakukan setelah 2 menit
Penutup/ fiksasi kateter intravena
1. Penutup yang digunakan harus steril, transparan dan semipermeabble
2. Jika pasien diaporesis, atau daerah penusukan terjadi perdarahan maka kasa steril dapat
dipergunakan sebelum penutup transparan.
3. Jika penutup tampak kotor, basah atau terdapat rembesan cairan tubuh atau darah maka
penutup harus diganti baik kasa ( jika digunakan ) maupun transparan tip.
4. Tidak diperkenankan menggunakan salep antibotik topical atau salep antiseptik pada
daerah penusukan karena dapat mendorong timbulnya jamur dan resistensi antibiotik.
5. Daerah penusukan tidak boleh kena air. Mandi di shower diperbolehkan jika yakin
bahwa penutup yang dipakai dapat melindungi dari masuknya air kedaerah penusukan.
Penggantian dan pemilihan lokasi
1. Pada orang dewasa, gunakan extremitas atas dari pada ekstremitas bawah. Ekstremitas
bawah merupakan pilihan yang terakhir
2. Pada bayi : punggung tangan, bagian dorsal kaki, atau scalp.
3. Gunakan vena besar pada pemasangan infus dengan cairan Hypertonik ( Hypertonic
memiliki osmilaritas diatas 375 Osm/ liter ).
4. Pada penggunaan cairan infus Hypertonis yang lama sebaiknya di berikan melalui
Central lines.
5. Gunakan Ukuran nomer IV kateter perifer yang lebih kecil dari ukuran lumen vena.
6. Tidak diperkenankan melakukan pemasangan vena kanulasi jika sudah 2 X tak berhasil.
7. Cabut infus secepat mungkin setelah tidak digunakan lagi atau jika score PIVAS 2.
8. Bagi pasien dewasa, kanul intravena harus diganti maksimal 48 jam dan pada anak-
anak setiap 72 jam setelah insersi untuk mencegah phlebitis tetapi jika akses vena sulit
& terbatas ( seperti pada bayi & anak-anak atau lansia) penggantian lokasi tidak perlu
dilakukan. Namun harus dimonitor PIVAS secara ketat dan jika score 2 harus dicabut
segera.
46/95
9. Pada kondisi emergency, dimana kemungkinan teknik aseptic tidak diterapkan
dengan baik maka kanul intravena harus diganti secepat mungkin setelah kondisi
pasien stabil dan tidak lebih dari 48 jam.
10. Tidak dianjurkan untuk mengganti kanul intravena secara rutin pada pasien-pasien
dengan bakterimia atau fungemic jika yakin bahwa infeksi bukan berasal dari
kanul.
6. Infus set dan cairan parenteral
1. Set infus, three way atau peralatan disposible lainnya harus diganti tiap 3 hari
sekali,atau bila dicurigai terinfeksi.
2. Blood set, dan infus set untuk pemberian lipid ( yang dikombinasikan dengan asam
amino dan glucose atau terpisah ) harus diganti setiap 24 jam dari awal pemakaian.
3. Usahakan pemberian lipid ( parenteral nutrisi ) maksimal habis dalam 24 jam/
plabot/ botol
4. Usahakan pemberian darah atau produk darah maksimal habis dalam 4 jam/kantong.
5. Pertahankan sistem tertutup,tidak melakukan tindakan melepas dan atau memasang
slang Infus ataupun stopper/ plug setiap saat.
6. Bila slang infus atau stopper/plug dilepas dari IV kateter maka ganti dengan yang
baru bila akan dipasang ke pasien kembali.
7. Gunakan slang infus sesuai dengan jenis cairan parenteral yang diberikan kepada
pasien, Blood set infusion digunakan pada pasien yang akan mendapatkan transfusi
darah sedangkan untuk jenis cairan parenteral biasa gunakan set infusion .
8. Hindari penggunaan jarum pembebas udara yang tidak steril untuk botol infus
tertentu yang membutuhkan pembebas udara, sebaiknya gunakan infusion set yang
memiliki fasilitas pembebas udara.
7. Port injeksi
1. Port injeksi harus didisenfeksi dengan alcohol 70% sebelum dipergunakan.
2. Penutup port injeksi harus dalam keadaan tertutup
III Pencampuran cairan intravena
1. Usahakan menggunakan single dose vial untuk pemberian terapi intravena, jika
tidak memungkinkan ikuti petunjuk dari pabrik obat tersebut.
2. Pada penggunaan jenis Antibiotik yang memiliki pH 5 sampai 10 dilarutkan dalam
100 cc cairan aquadest atau normal saline , sedangkan pH 3.5 sampai 6 dilarutkan
dalam 150 cc cairan aquadest atau normal saline. Lihat table pencampuran pada
penggunaan antibiotic.
3. Tidak diperkenankan menggunakan kembali sisa cairan dari single use vial.
4. Ketika melakukan pencampuran, prinsip kesterilan harus diperhatikan
5. Jika multidose vial yang dipergunakan :
a. Masukkan kedalam frizer sisa obat dari multidose vial jika direkomendasikan
oleh pabrik obat tersebut
b. Desinfeksi dengan alcohol 70% multidose vial yang akan dipergunakan kembali.
47/95
Tabel 1.1 PELARUTAN PADA PEMBERIAN OBAT IV
Obat pH Range Min imallarutan(mL)
Amikacin (Amikin) 4.5 150
Amphotericin B (Fungizole) 5-7 100
Cimetidine (Tagamet) 3.8-6 150
Doxycycline (Vibramycin) 2.6 200
Dopamine (Dopast) 3.0-4.5 200
Cefazolin (Ancef) 4.5-5.5 150
Gentamicin (Garamycin) 3.0-5.5 150
Morphine 3.-6.0 150
Nafcillin (Unipen) 6.0-6.5 100
Norepinephrine (Levophed) 3.0-4.5 200
Sumber : Harrigan,C.A (1984).A cost-effective guide for prevention of chemical
phlebitis caused by the pH of pharmaceutical agents. Journal if Intravenous
Nursing,7,478-482.
48/95
Table.2.3 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA
SUPERFICIAL PADA DORSUM TANGAN
49/95
Cephalica Radial dari lengan bawah 20 - 22 Vena besar,mudah untuk
akses,pertama gunakan
bagian ujung dan bagian atas
untuk therapy jangka
panjang. Digunakan untuk
transfusi darah dan obat yang
mudah mengiritasi
Basilic Ulnar pada lengan 18-22 kanula lokasi yang sulit untuk
bawah dan sampai pada pemasangan
tulang Ulnar vena besar,palpasi
mudah,tapi mudah
bergerak fiksasi
Asesori cabang dari vena cephalic 18-22 kanula vena berukuran sedang
Cephalica sampai besar dan mudah,
distabilkan, kemungkinan
sulit palpasi krn jumlah
jaringan lemak
Cephalica Radial pada aspek lengan 16 - 20 kanula Sulit terlihat,sangat bait
Atas atas bawah siku untuk pasien gelisah
(psn cenderung menarik
Infus)
Median lengan bawah bagian 18-22 kanula Banyak terdapat syaraf dan
antebrachia dalam harus dihindari
l inflitrasi sering mudah terjadi
Median Ulnar pada lengan 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV
basilic Therapy
Median Radial dari 18-22 kanula tempat yang baik untuk IV
Cubital lengan;melewati diatas, Therapy
arteri brachial pada lokasi
antecubital
Antecubital daerah lekukan siku semua ukuran khusus,
16-18 digunakan
pada, midline
catheters dan,
pheripherally
inserted, central
catheter
Tabel 2.4 PEMILIHAN POSISI PEMASANGAN IV KATETER PADA VENA
SUPERFICIAL LE
Refference : Manual of IV Therapeutics,second edition, Lynn Dianne Phillips,1997
50/95
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PAPARAN PADA TENAGA KESEHATAN
I. Definisi :
1. Staf atau tenaga kesehatan adalah :
Seseorang (seperti POS, Perawat, dokter, petugas laboratorium, phisiotherapis)
yang bekerja sebagai pemberi pelayanan kesehatan langsung kepada pasien
(kontak dengan pasien , darah dan cairan tubuh pasien) di Rumah Sakit
2. Paparan adalah :
Suatu kondisi dimana staff mempunyai resiko terkena infeksi akibat kontak
dengan darah atau cairan tubuh pasien saat staff sedang bekerja sehingga
memerlukan tindak lanjut untuk profilaxis paska paparan ( jenis paparan yang
beresiko terinfeksi misalnya adalah tertusuk atau terpotong benda tajam,
membran mucosa ata kulit yang terluka )
II. Tujuan :
1. Mengurangi terjadinya kecelakaan tertusuk jarum dan mencegah
terjadinya penularan penyakit.
2. Memastikan bahwa staff Rumah Sakit mengetahui cara
penatalaksanaan bila terjadi kecelakaan tertutuk jarum/terkena
darah dan cairan tubuh
51/95
IV. Yang harus dilakukan bila mengalami bila mengalami kecelakaan
1. Bagi petugas yang terkena
Pertolongan pertama
1. Cuci permukaan/bagian yang terkena dengan air dan sabun kemudian beri cairan
antiseptik (seperti povidone iodine) jika luka perkutaneus. Apabila mengenai mata
atau selaput lendir, gutur dengan Nacl 0.9% atau aqua steril.
2. Jika kecelakaan terjadi pada waktu melakukan operasi (tertusuk/tergores),maka
benda tajam tersebut harus disingkirkan dari daerah steril secepatnya, petugas yang
mengalami kecelakaan tersebut harus secepatnya mendapat pertolongan.
3. Beritahu atasan langsung dan perawat pengendalian infeksi secepatnya diluar jam
kerja ditangani supervisor
4. Lengkapi formulir Laporan Kejadian Rumah Sakit ( lihat lampiran ).
2. Yang harus dilakukan oleh perawat pengendali infeksi/dokter poliklinik/Petugas
yang ditunjuk :
1. Kaki luka (besar dan kedalaman luka,jenis dan jumlah cairan,bahan dan beratnya
paparan tersebut )
2. Catat apakah jarum atau benda tajam tersebut terlihat terkontaminasi darah atau
cairan tubuh.
3. Tentukan apakah darah yng terkena pada staff berasal dari pasien yang terinfeksi
(status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) Jika Belum ada data tersebut, maka harus
segera dilakukan pemeriksaan atau nilai tingkat resiko dari sumber.
4. Lakukan tes (status Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV) untuk staff yang mengalami
kecelakaan :
a. HIV pada saat kejadian, kemudian 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan
b. Hepatitis C pada saat kejadian, kemudian 3 bulan dan 6 bulan
c. Hepatitis B pada saat kejadian, 3 bulan dan 6 bulan.
5. Penanganan yang disarankan adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Paska Paparan HIV :
SUMBER
STAF (PASIEN)
Positif HIV Negatif Tidak di test / tidak diketahui
HIV
HIV 1. Setelah kejadian Tidak ada Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif diketahui dari pasien pengobatan. HIV, maka harus dikonsultasikan
HIV positif, staff harus Dokter penyakit dalam (internis).
segera dikonsulkan
kepada Dokter penyakit
dalam (internis).
2. Jika diperlukan dirujuk
ke RS yang mengani
HIV.
3. Staf yang terkena wajib
melaporkan hasil dan
pengobatan yang
dilakukan oleh dokter
spesialis ke tim PPI
52/95
b. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis B
53/95
c. Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C
SUMBER
(PASIEN)
STAF
Positif HIV Negatif Tidak di test / tidak
HIV diketahui
HIV 4. Setelah kejadian Tidak ada Jika pasien beresiko tinggi untuk
Negatif diketahui dari pasien pengobatan. HIV, maka harus dikonsultasikan
HIV positif, staff harus Dokter penyakit dalam (internis).
segera dikonsulkan
kepada Dokter penyakit
dalam (internis).
5. Jika diperlukan dirujuk
ke RS yang mengani
HIV.
6. Staf yang terkena wajib
melaporkan hasil dan
pengobatan yang
dilakukan oleh dokter
spesialis ke tim PPI
Referensi :
1. CDC Recommendation and report, Updated U.S. Public Health Service
Guidelines for the Management of Occupational Exposures to HBV, HCV
and HIV and Recommendations for Posttexposure Prophylaxis, 2001.
2. Infection Control Manual in Fremantle Hospital Australia, Needlestick
injury and exposure to blood and fluid, MIP 019, Reveiwed version 3 :
23/05/2002.
54/95
Lampiran 1
Penatalaksanaan Paska Paparan
Hepatitis B
STAF Pengobatan /
Tindakan
Sumber Sumber Sumber (pasien) tidak di
(pasien) BHSAg (pasien) BHSAg test / tidak diketahui
Pernah divaksin HBIG 2X dan Tidak ada Jika sumber (pasien) merupakan
tetapi tidak 3 segera diberi pengobatan orang yang mempunyai resiko
series dan vaksinasi ulang tinggi, maka pengobatan seperti
diketahui titernya (*) (*).
tidak cukup.
Pernah divaksin HBIG 2X (**) Tidak ada Sumber merupakan orang yang
lengkap 3 pengobatan resiko tinggi, maka pengobatan
series, tetapi seperti (**)
titernya tidak
cukup.
Pernah divaksin Tes anti HBs bagi Tidak ada Tes anti HBs bagi staf
tetapi respon staf yang terpapar: pengobatan yang terpapar :
antibody belum Bila titer 1. Bila titer cukup, tak perlu
diketahui cukup, tak perlu pangobatan.
pengobatan. 2. Bila titer tidak cukup
Bila titer tidak berikan vaksin booster dan
vaksin booster.
55/95
a. HBIG ( Hepatitis B Immunoglobulin ) dosis dewasa 400 unit
b. Titer ( antibody) yang sudah cukup berada pada level 10mlU/mml, sama dengan 10
sample ratio unit ( SRU ) dengan pemeriksaan ratio-immuno-assay ( RIA ) atau
positif dengan enzyme-immuno assay ( EIA ). Department of Human services-
Victoria, 1996
56/95
Lampiran 2
Penatalaksanaan Paska Paparan HIV
STA Pengobatan /
F Tindakan
Sumber Sumber Sumber (pasien) tidak
(pasien) (pasien) di test / tidak
Belum BHSAg
HBIG 2X dan BHSAg
Segera diketahui
Segera berikan serial
divaksin segera diberi Berikan vaksin HB.
Pernah HB
Tidak ada HB.
Tidak ada Tidak ada pengobatan
divaksin pengobat pengobat
dan an an
diketahui
titernya
Pernah HBIG 2X dan Tidak ada Jika sumber (pasien)
divaksin segera diberi pengobat merupakan orang yang
tetapi tidak vaksinasi an mempunyai resiko tinggi,
3 series ulang (*) maka pengobatan seperti
dan (*).
diketahui
titernya
Pernah HBIG 2X (**) Tidak ada Sumber merupakan
divaksin pengobat orang yang resiko tinggi,
lengkap 3 an maka pengobatan
series, seperti (**)
tetapi
titernya
tidak
Pernah Tes anti HBs Tidak ada Tes anti HBs bagi staf
divaksin bagi staf yang pengobat yang terpapar :
tetapi terpapar: an 1. Bila titer cukup, tak
respon Bila titer perlu pangobatan.
antibody cukup, tak 2. Bila titer tidak cukup
belum perlu berikan vaksin booster
diketahui pengobatan. dan cek kembali
Bila titer titernya dalam waktu
tidak cukup 1-2 bulan.
berikan
57/95
Lampiran 3
Penatalaksanaan Paska Paparan Hepatitis C
CV Negatif 1. Periksa anti HCV dan LFT (Liver perlu pengobatan Pasien berisiko tinggi untuk
Fuction Test) Hepatitis C, maka
2. Pemeriksaan lanjutan untuk anti dikonsultasikan kepada dokter
HCV dan LFT 3 dan 6 bulan SpPD
kemudian.
58/95
Lampiran 4
FORMULIR LAPORAN PAPARAN BENDA TAJAM DAN SUBSTANSI
TUBUH
BAGIAN A (Diisi oleh petugas/staff yang terpapar)
HBSAg : HBSAg :
SARAN
IPCN
( .)
59/95
Lampiran 5
LAMPIRAN 6
62/95
ALUR PENENGANAN PAPARAN BENDA TAJAM INFEKSIUS UNTUK IPCN/
SUPERVISOR
1. Resiko Tinggi
Laporan Insidance Tertusuk Paparan darah, cairan
Benda Tajam infeksius tubuh dan jaringan
pada kulit tidak utuh
( kulit yg pecah-pecah,
Pengisian Form paparan
terkelupas, atau
oleh petugas yang tertusuk
menderita dermatitis )
benda tajam infeksius
Paparan benda tajam
yang pernah kontak
Tentukan resiko paparan
Dengan
darah/jaringan/cairan
tubuh pasien
Resiko paparan Rendah Resiko paparan tinggi
2. Tidak Ada resiko
Paparan darah, cairan
tubuh dan jaringan
Tentukasn status pada kulit
pasien normal/utuh
Konseling
Petugas Imunisasi Konseling Petugas
HBV 0-1-6
Cek anti
Cek anti Rujuk
HbSAg 3 &
HCV,LFT 3 ke
6 Bln
& 6 Bln RSSA
Kemudian
Kemudian
63/95
F. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT
I. LATAR BELAKANG
Sampah dari rumah sakit terdiri dari sampah terkontaminasi (secara potensial
berbahaya) atau sampah tidak terkontaminasi . Sekitar 85% sampah yang dihasilkan
rumah sakit adalah sampah tidak terkontaminasi yang tidak berbahaya bagi petugas yang
menangani dan 15% sampah yang terkontaminasi dapat membahayakan petugas yang
menangani ataupun terhadap lingkungan sekitar rumah sakit.
Sampah yang tidak terkontaminasi misalnya kertas, kotak, botol, wadah, plastik dan
makanan dapat dibuang di tempat pembuangan sampah umum ( CDC 1985, Rutala 1993)
Sampah terkontaminasi bila tidak dikelola dengan benar, dapat membawa
mikroorganisme dapat menular pada petugas yang kontak dengan sampah tersebut
termasuk masyarakat pada umumnya. Sampah terkontaminasi meliputi
darah,nanah,urin,tinja dan cairan tubuh lain serta bahan-bahan yang kontak dengan darah
atau cairan tubuh.
II. DEFINISI
1. Benda berbahaya : Setiap unsur.peralatan,bahan,atau proses yang mampu
atau berpotensi menyebabkan kerusakan
2. Benda-benda tajam : Jarum suntik jarum jahit, Bedah pisau
skalpel,gunting,benang kawat, pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk
atau melukai.
3. Insinerasi : Pembakaran sampah padat,cair atau gas mudah dibakar yang
terkontrol untuk menghasilkan gas atau sisa yang tidak atau tinggal sedikit
mengandung bahan bakar mudah dibakar. ( Tietjen,2004 ) pembakaran yang
aman untuk dibuang ke TPA sampah.
4. Kontaminasi : Keadaan secara potensial atau telah terjadi kontak
dengan mikroorganisme yang dapat menimbulkan infeksi atau penyakit.
5. Sampah Infeksius : Bagaian dari sampah medis yang dapat menyebabkan
penyakit infeksi
6. Pengelolaan sampah ; Semua kegiatan,baik administratif maupun oprasional,
termasuk kegiatan transportasi, melibatkan penanganan,perawatan,dan
pembuangan sampah ( Tietjen,2004 )
64/95
III. KLASIFIKASI SAMPAH MEDIS
(Health and Safety Commission Services Advisory Committee/ HSAC,1992)
1. Kelompok A. Semua jaringan tubuh manusia ( potongan tubuh,placenta dan lain-
lain ) termasuk darah ( infeksius atau tidak ),laboratorium,kassa atau kapas atau
swab bekas terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien.
2. Kelompok B. Jarum suntik, ampul kaca, pisau bedah,jarum jahit dan benda-benda
tajam lainnya.
3. Kelompok C. Kultur mikrobiologi dan sampah-sampah dari bagian patologi yang
beresiko infeksius
4. Kelompok D. Sampah-sampah dari produk farmasi dan kimia lainnya.
5. Kelompok E. Feses,urine atau sekresi atau ekskresi tubuh lainnya yang belum
termasuk dalam kelompok A : underpad, stoma bags, kantong urine dan popok
termasuk dalam kelompok ini.
SAMPAH
PENAMPUNGAN
PENGANGKUTAN
PENGUMPULAN
TPA UMUM
INCENERATOR
IV. STANDAR
65/95
1. Petugas kesehatan dan petugas CSO ( Cleaning Service Outsourcing ) yang bekerja
dirumah sakit harus sudah mendapatkan pelatihan tentang manegemen sampah,serta
knnya
2. Syarat tempat sampah : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, tertutup, mudah
dibersihkan, mudah diangkat & dipindahkan.
3. Syarat kontainer benda tajam adalah antibocor dan aman.
4. Tempat sampah medik dan rumah tangga harus diletakkan dekat lokasi terjadinya
sampah dan mudah dicapai si pemakai.
V. KEBIJAKAN
1. PENAMPUNGAN
a. Sampah umum/ rumah tangga
1. Buang sampah rumah tangga ditempat sampah dengan plastik warna hitam
2. Isi penampungan sampah tidak diperkenankan melebihi kapasitas atau
bagian.
3. Plastik sampah yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat sampah besar
sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau pemusnahan.
b. Sampah Medis
1. Buang darah atau cairan tubuh lainnya ke saluran air di ruang spoel hoek dan
gunakan APD untuk mencegah terkena percikan.
2. Buang kelompok A,C,D dan kelompok E barang disposible yang
terkontaminasi seperti underpad,popok, kantong urine, kantong drain dan
lain-lain ketempat sampah dengan plastik warna kuning.
3. Buang kelompok B kedalam kontainer khusus ( sharp container ) yang anti
bocor dan benda tajam segera setelah dipergunakan.
4. Plastik sampah dan kontainer yang telah penuh dikumpulkan dalam tempat
sampah besar sebelum diangkut ketempat pembuangan akhir atau
pemusnahan.
2. PENGANGKUTAN
Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah dari setiap ruangan sampai
dibawa ketempat pembuangan akhir di rumah sakit.
1. Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan sampah.
2. Petugas CS harus menggunakan APD saat mengambil sampah disetiap ruangan
3. Trolley pengangkut sampah harus tertutup rapat dan anti bocor
4. Trolley/ tempat pengangkut sampah harus dibersihkan dengan lap
basah,detergen dan air setelah habis pakai.
5. Tempat sampah atau kontainer benda tajam yang telah terisi bagian harus
dibuang dan diganti dengan plastik atau kontainer yang baru.
6. Tidak diperkenankan memanipulasi kantong sampah yang akan diangkut
( seperti menginjak-injak sampah, mengorek sampah ).
7. Sampah disetiap ruangan diangkut ketempat pembuangan akhir ruang sakit
minimal 2 kali
66/95
PENGUMPULAN AKHIR ATAU PEMUSNAHAN
a. Pengumpulan akhir
1. Jenis sampah yang dikumpulkan sebelum diambil oleh TPA umum (Tempat
Pembuangan Akhir) adalah yang ditampung dalam kantong plastic warna
hitam
2. Frekuensi pengambilan sampah sebanyak 2x/hari.
3. Petugas TPA harus menggunakan APD.
4. Tempat pengumpulan sampah harus dibersihkan menggunakan air dan detergen
setelah sampah diambil oleh petugas TPA
b. Pemusnahan ( Incenerator )
1. petugas pemeliharaan sarana rumah sakit pada pukul 14.00 15.30 ( Senin
Sabtu Petugas yang menangani pemusnahan sampah medik harus
menggunakan APD ( Sepatu tebal, masker dan sarung tangan rumah tangga )
2. Jenis sampah yang dimusnakan menggunakan incenerator dengan suhu 1000C
- 1200C adalah sampah medik ( kantong plastik kuning ) dan kontainer benda
tajam.
3. Pembakaran dilakukan oleh petugas BPS
REFERENSI
Ayliffe et al. (2001). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC (2003), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities. Atlanta :
U.S. Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al (2004). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas pelayanan
kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
67/95
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
DI LAUNDRY
I. LATAR BELAKANG
Pada linen kotor banyak terdapat mikroorganisme, hanya sedikit resiko terjadi
kontaminasi silang selama proses pencucian linen. Infeksi yang mungkin sering terjadi
adalah yang berhubungan dengan pekerja, karena pekerja seringkali tidak
mempergunakan alat perlindungan diri seperti sarung tangan, apron pelastik ataupun
masker. Untuk mengurangi resiko terkontaminasi, semua petugas harus melaksanakan
pengendalian infeksi pada saat penanganan linen.
II. DEFINISI
1. Deterjen:bahan pembersih yang menghilangkan mikroba
2. Linen:bahan-bahan dari kain yang digunakan dalam fasilitas perawatan
kesehatan.
3. Linen kotor:Linen dari berbagai sumber di rumah sakit yang dikumpulkan dan
dibawa ke laundry untuk diproses.
4. Pemilihan:proses pemeriksaan dan pengeluaran benda-benda asing atau non linen
III. PENGELOLAAN LINEN Kebijakan umum
Semua orang yang dalam bekerja selalu kontak dengan linen yang kotor atau
terkontaminasi akan mempunyai resiko terpapar darah atau cairan tubuh infeksius. Maka
Kewaspadaan baku (Standar precaution) harus diterapkan dalam bekerja untuk
mencegah paparan.
1. Mengganti linen di kamar pasien
a. Sarung tangan harus digunakan ketika menangani linen yang kotor dan
terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien.
b. Saat mengganti linen tempat tidur pasien harus hati-hati tidak diperkenankan
membuat penyebaran mikroorganisme via aerosol.
c. Masukkan linen kotor ke dalam kantong plastic bening atau kantong yang tak
tembus air, dan dicatat jumlah dan jenisnya.
d. Benda-benda yang bukan linen ( seperti sarung tangan, penutup infuse, tissue,
underpad dll) terutama benda tajam tidak diperkenankan dimasukkan kedalam
kantong linen kotor.
e. Linen kotor tidak diperkenankan dihitung ulang di ruang perawatan sebelum
dikirim ke Laundry
f. Linen kotor infeksius ( salmonella, disentri, hep. A, B atau C, TB, HIV, MRSA,
dan penyakit infeksi lain yang telah didiagnosa oleh dokter yang merawat ) atau
linen yang berasal dari ruang isolasi menggunakan kantong plastic berwarna
kuning.
68/95
2. Tempat pengumpulan linen kotor (trolley linen)
a. Petugas Rawat Inap & Rawat Jalan
1. Petugas rawat inap harus meletakkan trolley linen kotor diruang yang jauh dari
pasien/kontaminan lain ( dirty utility )
2. Petugas rawat jalan harus meletakkan wadah/tempat linen kotor didekat ruang
pemeriksaan atau ruang tindakan.
3. Kantong linen kotor tidak diperkenankan dibuka kembali untuk menghitung
jumlah linen atau menyortir linen, mencari barang yang hilang ataupun dengan
maksud lainnya.
4. Saat mengirimkan linen kotor ke Laundry, isi kantong linen kotor tidak boleh
melebihi kapasistas. Hal ini untuk mencegah kecelakaan paparan terhadap
petugas laundry saat mengambil linen dari kantong.
5. Trolley linen kotor harus dalam keadaan tertutup dan bersih saat transportasi ke
laundry.
6. Petugas linen harus membawa linen kotor sesering mungkin untuk mencegah
kelebihan muatan trolley.
b. Petugas Laundry
1. Petugas Laundry harus menggunakan Alat Perlindungan Diri ( APD )
seperti sarung tangan rumah tangga , apron plastik, masker bedah dan
sepatu boot ketika menangani linen kotor atau saat melakukan pemilahan
linen
2. Petugas Laundry akan mengambil kantong linen kotor di rawat inap dan
rawat jalan, pemilahan dan penghitungan linen dilakukan di laundry
3. Tidak diperkenankan menimbulkan aerosol ( dikibaskan ) pada saat
melakukan pemilahan linen.
4. Trolley untuk menampung linen kotor harus mempunyai bentuk atau warna
yang berbeda dengan trolley linen bersih.
5. Petugas Laundry tidak diperkenankan menghilangkan noda pada linen yang
kotor.
6. Perhatikan linen kotor yang infeksius dan tangani dengan hati-hati secara
khusus.
69/95
1. Fasilitas dan peralatan Laundry
a. Alur linen kotor dan linen bersih dibuat untuk menghindari kontaminasi
b. Ruang Laundry harus mempunyai sarana cuci tangan ( wastafel, sabun
antiseptic, dan handtowel ) dan tersedia sarana perlindungan diri (seperti:
sarung tangan disposable non steril, apron dan masker )
c. Gunakan dan pelihara peralatan Laundry sesuai petunjuk dari pabrik.
d. Tidak diperkenankan meninggalkan linen basah pada mesin laundry semalaman
e. Mesin cuci atau pengering tidak perlu didesinfeksi sepanjang kotoran yang
tampak dibersihkan sebelum melakukan pencucian atau pengeringan.
f. APD yang reusable harus dibersihkan dan didesinfeksi setelah pemakaian.
3. Proses Laundry
a. Linen kotor yang infeksius dimasukkan langsung ke dalam mesin cuci.
b. Proses pencucian menggunakan air panas 71C dengan detergen selama 25 mnt
c. Ikuti petunjuk dari pabrik pada setiap proses pencucian dan pengeringan
d. Pilih kosentrasi bahan kimia yang sesuai pada pencucian dengan suhu rendah
( < 71C )
e. Pertahankan keutuhan dari matras atau bantal pada proses pencucian dan
pengeringan, jika terjadi kerusakan segera diperbaiki
4. Menyimpan, membawa dan mendistribusikan linen bersih
Menyimpan
a. Simpan linen bersih pada area penyimpanan tertutup yang bersih
b. Gunakan penghalang fisik untuk memisahkan kamar melipat dan penyimpanan
dari area kotor
c. Rak harus bersih dan dalam kondisi terawat
Membawa
a. Linen bersih dan linen kotor harus dibawa terpisah
b. Trolley linen bersih dan kotor harus berbeda
c. Linen bersih harus dibungkus atau ditutupi selama dibawa untuk mencegah
kontaminasi .
d. Tidak diperkenankan membawa linen bersih dengan trolley linen kotor atau
menggunakan trolley terbuka atau dengan ditenteng sehingga bersentuhan dengan
pakaian pembawa
70/95
Jenis APD Waktu penggunaan
REFERENSI
Ayliffe et al. ( 2001 ). Third edition. Hospital Acquired Infection. London :Arnold
CDC ( 2003 ), Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities.
Atlanta : U.S. Departement of Health and Human services.
Tietjen Linda et.al ( 2004 ). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas ( terjemahan ). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
71/95
H. PEMBERSIHAN-DESINFEKSI LINGKUNGAN
I. LATAR BELAKANG
Penumpukkan debu, tanah atau kontaminasi mikroba lain pada permukaan secara
estetika tidak menyenangkan sekaligus merupakan merupakan sumber infeksi
nosokomial. Metode dan rencana pembersihan yang efektif dan efisien sangat penting
untuk mempertahankan lingkungan pelayanan kesehatan yang bersih dan sehat ( chou )
( 2002 ) dalam Tietjen L ( 2004 ). Pembersihan lingkungan merupakan framework dan
basis untuk semua praktek aseptic serta juga merupakan fase persiapan yang tidak boleh
terlewatkan ( Gruendemann & Mangum, 2001 ).
Rumah sakit mempunyai ruangan-ruangan yang tergolong resiko rendah (seperti
ruang tunggu, kantor administrasi) dan resiko tinggi terinfeksi ( seperti OK, dirty utility,
toilet ). Pembersihan ruangan resiko rendah hanya menggunakan lap, sabun dan air, tetapi
untuk pembersihan ruangan resiko tinggi memerlukan desinfektan seperti chlorine 0,5%.
Mc Farland dkk ( 1989 ) yang dikutip dari Tietjen L ( 2004 ) menemukan bahwa ketika
pasien- pasien yang tidak mempunyai klostridium difisil masuk ruangan yang
sebelumnya dipakai oleh pasien dengan klostridium diffisil, resiko untuk pasien tersebut
meningkat beberapa kali walaupun staf dengan benar menggunakan kewaspadaan baku
untuk mencegah kontaminasi silang. Oleh karena itu penting bagi pemberi pelayanan
kesehatan untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Rumah Sakit yang merupakan pemberi pelayanan kesehatan bertaraf internasional
harus menjaga lingkungan agar tetap mendukung pelayanan kesehatan. Beberapa
pendapat pengunjung tentang kebersihan rumah sakit ini kurang , Oleh karena itu pada
bulan Okt s/d Nov 2011 telah dilakukan pengamatan terhadap tehnik membersihkan area
kamar pasien dan kamar mandi pasien dan pembersihan di area lainnya . Berdasarkan
hasil survey tehnik membersihkan yang dlakukan oleh petugas Cleaning service Rumah
Sakit sebanyak 25% yang melakukan pembersihan dari area kurang kotor ke kotor
sedangkan 75% tehnik membersihkan dari kotor ke kurang kotor
72/95
II. DEFINISI
1. Cleaning : Suatu aktivitas untuk menghilangkan secara fisik microorganisme dan
material organik pada benda.
2. Desinfeksi: suatu proses penghancuran dan penghilangan mikroorganisme yang
hidup termasuk spora bakteri
III. STANDAR
1. Petugas melakukan pembersihan-desinfeksi harus mempunyai kompetensi dan sudah
dilatih tentang pengendalian infeksi
2. Proses pembersihan dilakukan sebelum proses desinfeksi ruangan
3. Pembersihan mulai dari yang kurang kotor ke arah yang kotor
4. Metode pembersihan adalah mesin scrub basah dan kain lap basah ( dust
attracting mop manual )
5. Peralatan pembersih (cleaning) harus disediakan dengan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan
IV. PELAKSANAAN PEMBERSIHAN (CLEANING)
Pembersihan (Cleaning) ruangan di area pasien
Petugas CS harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan cleaning
1. Petugas CS menggunakan Alat Perlindungan Diri ( APD )saat melakukan cleaning.
2. Cairan pembersih harus disiapkan ketika akan melakukan tugas ( fresh cleaning )
dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Ganti cairan pembersih sesering mungkin untuk menghindari penumpukan kotoran,
mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi permukaan benda yang akan
dibersihkan.
4. Botol atau kontainer yang dipergunakan sebagai tempat cairan pembersih harus bersih
dan kering, gunakan botol yang tidak menimbulkan aerosol saat menuangkan cairan
pembersih.
5. Lap atau sikat yang akan dipergunakan untuk membersihkan harus bersih dan kering.
6. Penyimpanan peralatan cleaning harus dipisahkan antara yang bersih dan kotor serta
memperhatikan prinsip-prinsip pengendalian infeksi.
7. Berikan waktu cairan pembersih mempenetrasi kotoran pada permukaan benda, tetapi
ingat bahwa acid dan alkaline yang kuat dapat merusak permukaan jika terlalu lama
dibiarkan kemudian bilas dengan air bersih.
8. Buang cairan pembersih yang sudah tak digunakan di ruang spoel hook. Dilarang
membuangnya di wastafel untuk cuci tangan.
9. Peralatan cleaning harus dipindahkan segera dari area pasien setelah dipergunakan.
10. Lepaskan alat pelindung termasuk sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien.
11. Ganti sarung tangan sebelum melakukan prosedur lainnya atau kamar lainnya.
73/95
METODE CLEANING JUMLAH BAKTERI DI
UDARA
Dikutip dari Ayliffe (2001) : The Hospital Infection Research Laboratory, City
Hospital, Birming
74/95
PEDOMAN CLEANING LINGKUNGAN
Tumpahan darah atau Bersihkan sesegera mungkin. Lihat SOP pembersihan percikan
cairan tubuh darah atau cairan tubuh
Dinding, jendela, pintu, Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
termasuk pegangan pintu
Ceilings Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air sekurang- kurangnya
satu minggu sekali (atau lebih sering, jika diperlukan).
Kursi, lampu-lampu, meja Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap hari.
pasien, tempat tidur,
pinggiran tempat tidur,
konter perawat, alat
monitor tiang infus
Lantai Bersihkan dengan mop basah, detergen dan air minimal 2 X seharu
(atau lebih sering jika dibutuhkan) serta air yang dipergunakan untuk
mengepel harus sering diganti.
Tidak perlu menggunakan desinfektan kecuali tempat- tempat yang
kotor.
Wastafel, tempat cuci Bersihkan dengan sikat atau alat khusus dan cairan
pembersih desinfektan dan bilas dengan air bersih
minimal 2X sehari (atau sesering mungkin, jika
dibutuhkan).
Stetoskop dan pengukur Bersihkan dengan lap basah, detergen dan air setiap
tekanan darah hari. (oleh perawat)
Trolley (GV, EKG, linen, Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan chlorin
dll) 0,5
% atau lap alcohol disposible setelah satu kali
pemakaian. Cuci dengan detergen sewaktu-waktu jika
tampak kotor
Pispot dan urinal Bersihkan langsung setelah pemakaian
75/95
Bantal (inner slyp) Dilap dengan kain yang dilembabkan dengan larutan
detergen jika tampak kotor dicuci di Laundry
76/95
1. Cleaning ruang isolasi dan ruang khusus atau area berisiko tinggi (ICU, OK,
ISOLASI)
1. Perhatian tanda-tanda khusus pada papan daftar pasien, sebelum masuk ke
kamar pasien.
2. Peralatan cleaning:
a. Ikuti pedoman cleaning lingkungan
b. Mop, kain lap harus dipisahkan dari ruangan atau kamar lain, jika tidak
memungkinkan dekontaminasi atau kirim ke laundry sebagai linen infeksius
setelah satu kali pemakaian atau gunakan disposible.
c. Hindari menggunakan mesin untuk cleaning ruangan ini, jika tetap
menggunakan mesin maka sikat atau alat yang dipergunakan harus disterilisasi
dengan desinfeksi termal atau autoclave sebelum digunakan di tempat lain
d. Bagian luar dari mesin harus dibersihkan dengan lap yang telah direndam
dengan desinfektan seperti clhorine setelah digunakan.
e. Scrubbing mesin dengan tangki dilarang digunakan untuk membersihkan area
yang beresiko tinggi karena sulit untuk didekontaminasi.
3. Petugas CS harus melepaskan semua PPD sebelum keluar dari ruang isolasi dan
ruang khusus atau area berisiko tinggi.
V. DESINFEKSI
1. Setiap deterjen dan desinfektan yang dipergunakan untuk cleaning ruangan harus
diketahui komposisi dan dilakukan kultur mikrobiologis.
2. Pilih desinfektan memenuhi standar untuk rumah sakit (seperti chlorine/ sodium
hypochlorite)
3. Tidak diperkenankan menggunakan desinfektan tingkat tinggi untuk
membersihkan permukaan-permukaan benda non kritikal atau peralatan non
kritikal.
4. Ikuti petunjuk pemeliharaan dan cleaning peralatan medik nonkritikal yang
diberikan oleh pabrik
5. Jika tak ada petunjuk dari pabrik, ikuti prosedur dibawah ini:
a. Bersihkan permukaan peralatan medik nonkritikal dengan detergen atau
desinfektan.
b. Tidak diperkenankan menggunakan alcohol untuk mendesinfeksi permukaan
benda yang luas atau besar
c. Gunakan Alat perlindungan diri (APD) saat membersihkan permukaan benda-
benda yang:
sering tersentuh tangan (dengan sarung tangan) selama memberikan
perawatan pada pasien seperti tombol-tombol monitor pasien, tiang infus,
bed side table, bed side rail, dan lain-lain.
terkontaminasi darah atau cairan tubuh pasien
sulit untuk dibersihkan seperti keyboard komputer.
77/95
6. Tidak diperkenankan menggunakan disinfectant fogging ( spray ) di area perawatan
pasien
7. Tidak diperkenankan menggunakan UV light untuk mendesinfeksi ruangan pasien
kecuali setelah digunakan oleh pasien dengan penyakit infeksi melalui udara
( Ayliffe/2001, Gruendemann & Mangum/ 2001 )
8. Saat menggunakan desinfektan untuk membersihkan permukaan-permukaan benda di
ruang bayi, hindari terpaparnya bayi terhadap residu desinfektan.
REFERENSI
1. CDC (2003). Guidelines for environmental Infection Control in Health Care Facilities.
Atlanta :
2. U.S. Departement of Health and Human services.
3. Gruendemann & Mangum (2001). Infection Prevention in Surgical Setting. USA : W.B.
Saunders Company.
4. Tietjen Linda et.al ( 2004 ). Edisi pertama. Panduan pencegahan infeksi untuk fasilitas
pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (terjemahan). Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
78/95
I. STERILISASI DAN DESINFEKSI
I. PENDAHULUAN
Cleaning, desinfeksi dan sterilisasi merupakan proses yang merusak ( membunuh )
micro organisme yang terdapat pada alat-alat, permukaan lingkungan dan kulit. Dimana
proses tersebut tergantung dari risiko yang berkaitan dengan penggunaanya masing-
masing, target micro organismenya dan kemampuan untuk bertahan terhadap proses
dekontaminasi.
II. DEFINISI
1. Sterilisasi : Suatu proses fisikal dan kemikal yang menghilangkan dan membunuh
semua bentuk mikro organisme,termasuk bakteri endospora.
2. Disinfeksi : Suatu proses menghilangkan dan membunuh mikroorganisme
pathogen pada benda benda mati yang tidak bergerak,termasuk spora. Metoda
disinfeksi dibagi menjadi 3 :
a. pembersihan
b. dipanaskan
c. kimiawi
III. KEBIJAKAN
Sterilisasi harus dilakukan untuk semua instrumen/ alat/ bahan yang kontak langsung
dengan aliran darah atau jaringan normal steril.
Disinfeksi digunakan bila alat/ bahan/ instrumen yang digunakan tidak dapat dilakukan
sterilisasi dengan alat karena akan merubah bentuk dan fungsi dari alat/ bahan/
instrumen tersebut
1. Sterilisasi
a. Panas
Digunakan untuk peralatan tahan panas :
Sterilisasi Steam seperti autoclave
Sterilisasi panas kering
(lihat lampiran 1)
b. Kemikal : Ethylene Oxide Sterilisasi
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas. Ikuti petunjuk dari pabrik
pembuatnya tentang Kelembaban,tekanan dan temperatur
81/95
2. Disinfeksi
a. Panas
Merebus dengan suhu 100C selama 20 menit hanya digunakan pada
instrumen/alat yang tahan panas dan tidak digunakan pada prosedur invansive.
b. Kimia
Aldehyde ( 2 % Glutaraldehyde )
Digunakan untuk peralatan yang tidak tahan panas seperti gastroscopes dan
bronchoscopes.
- Cuci dan bilas instrumen bebas dari material organik.
- Aliri dengan air yang banyak.
- Rendam selama 20 menit.
- Angkat dan bilas dengan air steril.
- Keringkan dengan handuk steril dan gantung dalam kondisi kering
Sodium Hypochlorite (tidak digunakan pada stainless steel karena
korosive) Sodium Hypochlorite tidak efektif dan harus disimpan jauh dari
cahaya dan panas. Efektivitas dari chlorine tergantung dari jumlah organik
yang ada seperti pus, darah. Pencampuran harus disiapkan pada saat akan
digunakan seperti dibawah ini : (lihat lampiran 2)
Sodium Dischloroisocyanurate (Na DCC) seperti Presept
Pengenceran harus baru dan digunakan tidak lebih dari 24 jam. Presept
diencerkan sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang membuatnya,
bentuk tablet. (lihat lampiran 3)
Alkohol 70 % (ethanol atau isopropyl)
Dapat digunakan dengan atau tanpa antiseptik ( seperti chlorhexidine).
Karena penetrasi dalam materialorganik kurang baik, maka dapat
digunakan hanya untuk membersihkan permukaan. Rendam selama 10
30 menit.
Phenolics
Aktif agen yang memiliki tingkat yang luas pada bakteri termasuk bacilii
dan beberapa virus. Biasanya digunakan untuk membersihkan lingkungan
sebagai disinfeksi karena sediannnya dicampur dengan detergen. Hindari
kontak langsung dengan kulit.
82/95
LAMPIRAN 1
121C 12 jam
Panas kering (aliran cepat) (item 190C 6 mnt
tidak dikemas)
Panas kering (aliran cepat) (item 190C 12 mnt
dikemas)
83/95
LAMPIRAN 2
84/95
LAMPIRAN 3
Penggunaan PRESEPT TABLET
85/95
IV. PELAKSANAAN STERILISASI DAN DESINFEKSI
1. Memastikan semua peralatan sebelum dilakukan disinfeksi dan sterilisasi harus
dibersihkan dari kotoran darah,cairan tubuh,lemak,protein dll
2. Gunakan perlengkapan perlindungan diri untuk mencegah kontak langsung dengan
kulit dan membran mukosa dengan cairan tubuh/ cairan kimia.
3. Penggunaan detergen dan disinfeksi yang tepat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
4. Prosedur sterilisasi dan didinfeksi dilakukan sesuai dengan katagorinya yaitu :
a. critical area
b. semi critical
c. non critical
5. Metoda pembersihan dan disinfeksi dilakukan sesuai dengan jenis alat / instrument
6. Penggunaan alat/ instrument yang dapat diproses ulang dilakukan sesuai dengan
standar yang berlaku
7. Pengemasan alat/ instrument dan benda lainnya dikemas dalam kemasan tertutup
yang dapat dilakukan proses sterilisasi.
8. Monitoring sterilisasi dilakukan setiap akan melakukan proses sterilisasi dengan
menggunakan
a. indikator kimia ( eksternal dan internal )
b. indikator biologi
c. indikator Mekanik
d. Bowie Dick test
9. Penyimpanan alat/instrument atau benda lainnya yang sudah di lakukan proses
sterilisasi disimpan dalam ruang tertutup dengan suhu 18 C 22 C dengan
kelembaban 35 % - 68 %.
10. Penyimpanan alat instrumen steril berjarak 19-24 cm dari lantai dan 43 cm dari
langit-langit serta 5 cm dari dinding
86/95
V. METODE STERILISASI
Kritikal Alat-alat bedah, laparascope, Sterilisasi (waktu sesuai Untuk alat tahan panas:
Peralatan yang arthroscope, catheter jantung, implants, petunjuk pabrik, Autoclave (steam under pressure)
menembus jaringan jarum, alat-alat gigi, dan aksessori Cairan High level Untuk alat Tidak tahan panas:
tubuh atau system endoskopi desinfectant Ethylene oxide (ETO) gas, Hydrogen peroxide
vaskuler (termasuk plasma sterrad, Glutaraldehyde 2 %, peracetic acid.
instrumen gigi)
Semi kritikal Fleksibel endoscope, laryngoscope, alat Cairan kimia desinfektan high Ethylene oxide (ETO) gas, Hydrogen peroxide plasma
Kontak langsung untuk pengobatan gangguan pernafasan level (dipaparkan ke alat selama sterrad, Glutaraldehyde 2 %, peracetic acid, sodium
dengan membran dan alat anestesi. Thermometer oral atau 20 menit), Cairan desinfektan hypochlorite.
mukosa, cairan tubuh rectal intermediet level (dipaparkan ke
atau kulit yang rusak alat selama 10 menit
Non kritikal Stethoscope, sendok makan, lantai, Cairan desinfektan low level Ethyl or isopropyl alcohol (70%-90%)
Kontak langsung pispot, furniture, Trolley, meja operasi, (dipaparkan ke alat selama 10 Detergen phenolic germicidal detergen (diencerkan
dengan kulit yang wastafel dan lain-lain menit) sesuai label)
utuh Sodium hypoclorite 5,52 % 100ppm atau chlorine
sesuai petunjuk pabrik)
87/95
Persiapan dan penggunaan desinfektan kimia untuk sterilisasi atau desinfeksi tingkat
tinggi (High Level Desinfection /HLD)
Glutaraldehyd e Bemacam- Tambahkan 20 menit 10 jam untuk Cidex Ganti tiap 14-
(Cidex) macam aktivator pada suhu 28 hari,
(2-4%) 25C segera jika
kotor atau
hasil test strip
jelek
88/95
ALAT-ALAT DAN PERLENGKAPAN BEDAH
Urinal Harus selalu berada di bersihkan segera selesai dipergunakan baik secara
manual maupun dengan menggunakan pan sanitiser
Trolley Lap dengan cairan detergen, cuci menggunakan detergent bila terlihat kotor.
Bila terdapat percikan darah bersihkan dengan cairan presept
Circuit ventilator Circuit harus disterilisasi, dan frekuensi penggantiannya tidak boleh lebih dari
48 jam. Tempatkan kembali humidifier.
89/95
Referensi :
The Association for Professional in Infection Control and Epidemiology (APIC), 1996.
Disinfection and Sterilization Principles. Washington, DC.
CDC- MMWR, 19 Desember 2003. Recommendation and reports: appendix C methods for
sterilizing and disinfecting patient-care items and environmental surfaces, Washington DC.
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5217a4.htm
Direktorat Jendral Pelayanan Medik,Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi di Rumah
Sakit,2001,Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Social RI
91/95
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/348797827.docx
J. PANDUAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI INSTALASI GIZI
I. PENGERTIAN
Infeksi Nosokomial tidak hanya dijumpai pada pasien yang dirawat di area
perawatan tapi juga dapat ditemui di sarana pendukung yang terdapat di rumah sakit
contohnya seperti makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Pasien yang dirawat di rumah
sakit memiliki kekebalan tubuh yang menurun dibandingkan dengan orang sehat oleh
karena itu penularan yang disebabkan oleh makanan yang tidak dikelola atau ditangani
dengan benar dapat mengakibatkan penyakit tambahan bagi pasien yang disebut juga
infeksi nosokomial .
Dalam hal ini pengendalian infeksi di dapur rumah sakit juga harus diperhatikan.
Pedoman pengendalian infeksi membuat standar pencegahan berdasarkan hasil audit
yang telah dilakukan oleh Infection Control Nurse dan ditemukan bahwa masih banyak
kegiatan/aktivitas di dapur yang dilakukan oleh staff dapat mengakibatkan terjadinya
kontaminasi terhadap makanan. Untuk itu dibuat standar penerapan pengendalian infeksi
di dapur seperti yang tertulis dibawah ini
II. STANDAR
Makanan harus disiapakan dan disajikan dalam aturan yang benar
III. KEBERSIHAN
1. Cuci tangan
Fasilitas cuci tangan seperti wastafel harus tersedia di area pengolahan dan penyajian
makanan dan wastafel cuci tangan harus dibersihkan setiap waktu. Staff harus cuci
tangan pada saat :
a. sebelum menyiapkan makanan
b. setelah menangani makanan /bahan makanan mentah
c. setelah menangani makanan sisa
d. setelah dari toilet atau pada kebersihan diri seperti bersin
2. Pemakaian Alat Perlindungan Diri
a. Penutup kepala
Digunakan pada saat mengelola makanan dari bahan mentah sampai siap saji
alasannya untuk mencegah rambut atau ketombe rontok dan jatuh kedalam
makanan yang akan disajikan ke pasien. Penutup kepala dilepas setelah selesai
melakukan aktivitas pengolahan dan penyajian makanan. Penutup kepala dicuci
setiap kali digunakan.
b. Sarung tangan
Digunakan pada saat menyiapkan makanan siap santap dalam tempat makan
pasien dan pada saat membersihkan peralatan makan.
c. Apron
Digunakan pada saat melakukan aktivitas membersihkan peralatan makan dan
mengolah makanan dari bahan mentah ke makanan siap saji. Apron harus
dilepas dan ganti setiap selesai aktivitas. Apron dicuci setiap kali setelah
digunakan.
92/95
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/348797827.docx
IV..Pembersihan dan disinfeksi
1. Kebersihan Dapur
Dapur dibersihkan setiap selesai melakukan aktivitas memasak dan menyajikan
makanan secara rutin dilakukan 2x sehari. Pembersihan tidak boleh dilakukan pada
saat ada aktivitas mengelola atau menyiapkan makanan. Lantai dapur harus selalu
dalam kondisi kering dan bersih
2. Peralatan makan dan minum
Peralatan makan dicuci dengan sabun detergen dan didisenfeksi dengan air panas
dengan suhu 82C sampai 88C selama 1 menit. Peralatan dikeringkan dengan
mesin pengering ,jika menggunakan lap/kain untuk mengeringkan pastikan lap
yersebut dalam kondisi bersih dan kering. Peralatan yang sudah dibersihkan
disimpan dalam keadaan kering pada tempat yang tidak lembab,tertutup/terlindung
dari pencemaran dan gangguan binatang/serangga.
3. Meja persiapan makan mentah dan makanan matang/ siap saji
Permukaan meja dibersihkan setiap kali tampak kotor dan basah. Meja persiapan
makanan mentah dan makanan Siap saji harus selalu dalam kondisi bersih dan
kering .
4. Pest Control
Penanggulangan terhadap serangga atau hama yang menyebabkan kontaminsai
terhadap makanan seperti tikus , lalat , kecoa, dan serangga lainnya harus dilakukan
secara rutin .
V. Peyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
Tempat penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dll.
Bahan makanan dan makanan jadi disimpan pada tempat terpisah.
Suhu penyimpanan makanan yang baik untuk mencegah pertumbuhan bakteri adalah
pada suhu dibawah 5C atau 8C dan diatas 63C.
Makanan yang mudah membusukdisimpan dalam suhu panas > 56.5C atau dalam suhu
dingin < 4C. Untuk makanan yang disajikan dalam 6 jam disimpan dalam suhu -5C
s/d -1C.
VI. Bahan makanan dan makanan jadi
Bahan makanan dan makanan jadi harus diperiksa secara phisik dan secara periodic
( sebulan sekali),diambil sampelnya untuk pemeriksaan laboratorium.
Apabila menggunakan bahan makanan tambahan (bahan pengawet,pewarna,pemanis
buatan,dll) harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
VII. Penyajian /distribusi makanan
Makanan jadi dibawa dari dapur keruang perawatan pasien dengan menggunakan kereta
dorong khusus agar terhindar dari sumber pencemaran. Makanan jadi yang sudah
menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.
93/95
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/348797827.docx
VIII. Edukasi staff
Edukasi dilakukan terhadap seluruh staff dapur mengenai kebersihan dapur dan prinsip
pengendalian infeksi di unit dapur secara rutin yang dikoordinir oleh kepala instalasi,
PPI dan diklat.
IX. Pasien Isolasi/dengan penyakit menular
Penggunaan disposable peralatan makanan untuk pasien dengan penyakit menular atau
pasien isolasi tidak diperlukan . Alat makan dan peralatan mencuci disendirikan.
Hubungi Unit Pengendlian Infeksi bila diperlukan persyaratan khusus untuk pasien .
X. KESEHATAN STAFF
Untuk peneriman karyawan /staff dapur yang baru harus ditanyakan riwayat kesehatan
bila pernah terkena demam typhoid atau paratyphoid, diare yang terus menerus,
bisul ,penyakit kulit dan infeksi kulit lainnya.
Staff dapur terkena penyakit kulit,bisul,muntah ,diare pada saat bertugas segera lapor
kepada koordinator dapur dan berobat ke dokter perusahaan. Pemeriksaan fecal
screening rutin dilakukan terhadap staff setiap 1 tahun sekali.
Referensi :
1. Pencegahan Infeksi Nosokomial seri 11
2. Hospital-acquired Infection Principle and prevention Third Edition, GAJ AYLIFFE,JR
BABB, LYNDA J TAYLOR,2001
94/95
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/348797827.docx
BAB III
PENUTUP
95/95
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_1/348797827.docx